ISSN: 2085-5087
KONTRUKSI PENDIDIKAN BERKARAKTER DALAM KURIKULUM KTSP MENYONGSONG PENERAPAN KURIKULUM 2013 SECARA SERENTAK DI TAHUN 2016 Agus Arwani STAIN Pekalongan
Abstrak: Character education is one simple thing as the word 'character' is all the self-development of students in learning interactions to start and end the process of teaching students to achieve the formation of character. Character education in schools is needed, although the character is the basis of education in the family. Today the growing demands for changes in the education curriculum that emphasizes the need to build the nation's character. It is based on facts and public perception of the declining quality of the attitudes and morals of children or young people. Curriculum and education are two concepts that must be understood before discussing the development of the curriculum. Changing curriculum KTSP to curriculum 2013, is an effort to renew after doing research for curriculum development in accordance with the needs of the child or youth and the nation.
Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Karakter, Konstruksi. Pendahuluan Bangsa Indonesia telah mengalami kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945, dengan presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno, dan diwakili oleh Muh. Hatta. Meskipun kemerdekaan telah diraih, namun Indonesia masih terus berjuang untuk mengahadapi beberapa perlawanan dari negara asing. Hal ini dikarenakan masih adanya beberapa negara kontra yang selalu
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 ingin memerangi bangsa Indonesia, pasca kemerdekaan. Negara indonesia bukanlah negara yang liar dan tak berdasar, akan tetapi negara indonesia mempunyai dasar negara yang berisi tentang nilai spiritual, nilai keadilan, budi pekerti dan nilai-nilai luhur yang lain. Dasar negara bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang berisi 5 butir pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pancasila yang merupakan pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang dipraktekkan disekolah-sekolah inilah merupakan salah satu alat yang dijadikan pembentukan karakter selain pelajaran pendidikan agama sebagai pembentuk karakter spiritualis manusia. Sejak tahun 1990-an, terminologi pendidikan karakter mulai ramai dibicarakan. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya melalui karya yang sangat memukau, The Return of Character Education. Sebuah buku yang menyadarkan dunia barat secara khusus di mana tempat Lickona hidup, dan dunia pendidikan secara umum, bahwa pendidikan karakter adalah sebuah keharusan. Inilah awal kebangkitan pendidikan karakter. Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan karakter adalah salah satu hal yang sederhana karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Agus Arwani Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Dewasa ini berkembang tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anakanak atau generasi muda1. Pada saat ini yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik2. Konstruksi Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013 Perlu kita ketahui bahwa karakter berbeda dengan sikap, sifat dan temperamen, sifat dan temperamen memang tidak bisa di bentuk, sedangkan karakter bisa dibentuk. Pada prinsipnya manusia memiliki kapasitas yang sama untuk membangun karakternya. Ada 47 karakter yang bisa dibentuk diantaranya keberanian, kejujuran, keadilan, tanggungjawab, kepedulian, kepercayaan, empati, pengendalian, berbagi, kerjasama, persahabatan, toleransi, pengampunan, memberi, hikmat, imajinasi, sikap apa adanya, belas kasih, kesamaan, integritas, kreativitas, ketegasan, kehormatan, kebaikan, keikhlasan, loyalitas dan lain-lain3. Penilaian dan keberlanjutan perubahan kurikulum pendidikan harus memiliki kejelasan maksud dan tujuan dari kurikuYoyon Bahtiar Irianto, 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, hal. 1. 2 John Mccain, Mark Salter, 2009. Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 1. 3 Ibid, hal. 15. 1
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 lum secara formal yang kemudian menjadi substansi pendidikan di Indonesia. Sistem Pendidikan yang sekarang memang sudah lepas dari realitas masyarakat Indonesia, dimana sistem di pendidikan Di Indonesia telah banyak mengadopsi system pendidikan yang diambil dari “Dunia Barat” yang memiliki nilai-nilai sendiri tanpa kodifikasi dan penyesuaian yang signifikan. Akuntansi merupakan produk yang dibangun dan dkembangkan. Akuntansi dan sistem pendidikan memang membawa nilai-nilai “sekularisasi” yang memiliki ciri-ciri self-interest, menekankan bottom line, dan hanya mengakui materarilitas. Di sekolah maupun perguruan tinggi banyak sekali kurikulum pendidikan memberikan muatan-muatan sosiologi kritsis dalam pembelajaran. Dalam studi kasus memang pendidikan barat telah menanamkan dogmanya kepada dunia timur apalagi negara kita. Ini dapat kita analisa dalam pemakaian standar yang digunakan di negara barat juga digunakan di negara tercinta ini, tanpa adanya sikap kritis terhdap standart tersebut. Tentunya standart itu harus sesuai dengan faktor-faktor lingkungannya sosial, budaya, ekonomi dan politik. Perubahan itu tidak lepas pada konstruksi perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum pendidikan merupakan agenda yang secara rutin berlangsung dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di negara berkembang.Dewasa ini mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa.Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi muda.Yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik4. Melihat perjalanan sejarah pendidikan dari dekade sebe4 Heri Gunawan, 2011. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta, hal. 5.
Agus Arwani lumnya, para orang tua, secara subyektif, membuat perbandingan antara situasi pendidikan masa kini dengan situasi di mana mereka dulu mengalami pendidikan di sekolah, atas situasi, sikap, perilaku sosial anak-anak, remaja, generasi muda sekarang, sebagian orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap atau nilai-nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan perilaku anak-anak yang lebih berkarakter, kejujuran, memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya bangsa, dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap memiliki sikap mental dan semangat juang yang menjunjung tinggi etika, moral, dan melaksanakan ajaran agama5. Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi orang dewasa adalah produk pendidikan pada beberapa dekade sebelumnya, maka yang dipertanyakan adalah kurikulum pendidikan di masa sebelumnya itu. Apa yang dilakukan oleh beberapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya salah. Ada baiknya dilakukan “review” menyeluruh terhadap suatu kurikulum pendidikan. Kehendak untuk melakukan peninjauan kurikulum, sesungguhnya, bukan hanya semata-mata atas desakan dan tuntutan para orang tua.Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadobsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik.Kunci sukses implementasi kurikulum terutama adalah pada pendidik, kelembagaan sekolah, dukungan kebijakan strategis, dan lingkungan pendidikan itu sendiri6. Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam 5
Yoyon Bahtiar Irianto, 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan,……, hal.
3. 6 Hamka Abdul Aziz,” 2011. Membangun Karakter Bangsa. Surakarta: Pustaka Al Mawardi, hal. 3.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 arti luas maupun dalam arti sempit. Menurut UU.No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu7. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kurikulum, setidaknya ada tiga pengertian yang harus dipahami, yaitu; (1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu rencana belajar; (2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari sistem persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat; (3) kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan pengajaran8. Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum merupakan rancangan pendidikan, yang berisi serangkaian proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidikan.Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa, orang tua, dan lingkungan. Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Bagaimana iklim sekolah diciptakan, turut berperan dalam mewarnai anak didik. Apakah iklim kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas benar-benar tercipta di lingkungan sekolah. Pendidikan Karakter UU. No. 20 tentang SISDIKNAS tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 19. Sutarjo Adisusilo, 2012. Pembelajaran Nilai Karakter, Jakarta: Rajagrafindo, hal. 5. 7 8
Agus Arwani Kurikulum pendidikan sebenarnya memiliki beberapa muatan-muatan materi selalu berhadapan dengan realitas, dimana muatan-muatan kurikulum tersebut yaitu sosiologi kritis, kreatifitas dan mentalitas, dari elemen-elemen ini dapat diintegrasikan dalam pendidikan karakter bangsa yang sesuai dengan realitas. Muatan tersebut tidak jauh dari pendidikan karakter. Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru sekarang. Penanaman nilai-nilai sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala.Akan tetapi, seiring dengan perubahan zaman, agaknya menuntut adanya penanaman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran. Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Pendidikan karakter adalah Salah satu hal yang sederhana karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter. Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter9. Menurut Q-Anees mengutip pendapat Doni A Koesoma, 9 Supriyoko, 2011. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban. Jakarta: Samudera Biru, hal. 7.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 ada lima metode pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah, yaitu: 1. Mengajarkan, yakni mengajar dengan melibatkan siswa. Dengan kata lain, pembelajaran yang dilaksanakan tidak bersifat monolog. 2. Keteladanan, baik dari guru maupun dari seluruh warga sekolah. 3. Menentukan prioritas. 4. Praksis prioritas, yaitu melakukan verifikasi sejauh mana realisasi terhadap prioritas yang ditentukan. 5. Refleksi10. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam kurikulum dengan jiwa dan watak kewirausahaan, tetap memperhatikan sembilan pilar penting untuk pendidikan karakter. Kesembilan pilar pendidikan karakter tersebut berupa: 1. tanggung jawab (responsibility), 2. rasa hormat (respect), 3. keadilan (fairness), 4. keberanian (coiurage), 5. kejujuran (honesty), 6. kewarganegaraan (citizenship), 7. disiplin diri (self-dicipline), 8. peduli (caring), dan 9. ketekunan (perseverance). Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam tiap mata pelaja10 Q-Anees, Bambang, dan Adang Hambali. 2009. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, hal. 13.
Agus Arwani ran dapat dilihat sebagai berikut: 1. Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil. 2. Pendidikan Kewargaan Negara: Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, mengahargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. 3. Bahasa Indonesia: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis. 4. Ilmu Pengetahuan Sosial: Nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras. 5. Ilmu Pengetahuan Alam: Ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu 6. Bahasa Inggris: Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerja sama, patuh pada aturan sosial 7. Seni Budaya: Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokratis 8. Penjasorkes: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, mengahrgai karya dan prestasi orang lain 9. TIK/Ketrampilan: Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain. 10. Muatan Lokal: Menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain, nasional, peduli. Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 pembelajaran yaitu adanya perubahan kognitif, sikap, dan perilaku pembelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan moral pembelajar, itu dimaksudkan sebagai usaha untuk membentuk sikap warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan membangun moral bangsa. Faktanya, setelah berlangsung bertahuntahun, “produk” penataran P4 itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penyakit sosial dan penyakit masyarakat masih saja merebak.sudah bukan lagi disebut sebagai kenakalan remaja. Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur, korupsi, kolusi, nepotisme, suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme, hilangnya sikap kesabaran, pelanggaran norma masyarakat, merosotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan, memudarnya rasa malu, meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya. Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya penghargaan terhadap karya sendiri dan atau karya bangsa sendiri. Hal ini diindikasikan dengan tindakan pembajakan produk yang melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam ujian, dan bahkan sikap mengagung-agungkan gelar, telah melunturkan etos belajar, sehingga terjadi pemalsuan ijazah. Apalagi ditambah dengan sikap konsumerisme dan gempuran iklan produk konsumtif yang menyerbu setiap hari melalui berbagai media, kian menunjukkan betapa kita telah kehilangan jati diri dan tidak mempunyai karakter. Dalam tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan sebagai kebutuhan, tetapi hanya merupakan wahana memburu status. Sekolah dipandang bukan sebagai wahana sosialisasi dan membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang sebagai jembatan menuju “kemewahan”. Pendidikan berbeda dengan indoktrinasi.Pendidikan lebih bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi
Agus Arwani berkaitan dengan kepentingan politik.Pendidikan bukan untuk menciptakan kemakmuran lahiriah, karena kemakmuran itu hanya merupakan dampak dari pendidikan. Kurikulum Pendidikan Pertanyaannya, adakah yang salah dalam kurikulum pendidikan di masa lalu? Apakah kurikulum di masa lalu tidak memuat pendidikan karakter? Apakah kurikulum itu sendiri telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter peserta didik? Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi pada masanya. Kurikulum yang berlaku pada masanya itu dapat dipandang telah memiliki kesesuaian dengan situasi dan kondisi pada waktu itu dan memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan matang. Kurikulum pendidikan yang berlaku dalam persekolahan di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yang disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Implikasi lain dalam KTSP dan diberlakukannya Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah. Diskusi yang berkembang kemudian adalah kesiapan daerah dalam melaksanakan pengelolaan pendidikan dan mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.Selain itu juga terkait dengan batas-batas kewenangan pemerintah pusat dalam mem-
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 berikan dukungan pelaksanaan KTSP. KTSP telah mengatur segala prinsip dan ketentuanketentuan pelaksanaanya.Yang sekarang tampak nyata adalah kendala-kendala dalam implementasi, di mana faktor kesiapan guru, ketersediaan sarana, kesiapan siswa, dan dukungan dari orang tua atau masyarakat yang kurang memadai. Kemandirian Bangsa Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar. Kondisi ini secara ekonomi menjadi target pasar yang besar pula bagi produk-produk negara lain. Apabila kondisi ini tidak diimbangi dengan perbaikan sektor pendidikan, maka dapat diprediksi situasi yang semakin buruk, yaitu bahwa bangsa dan negara dengan jumlah penduduk yang besar ini hanya akan menjadi target pemasaran produk dan budaya dari luar (asing). Selama ini masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai bangsa yang gemar mengkonsumsi, tetapi lalai dalam aspek “produksi”. Longgarnya regulasi, kesiapan mental yang mampu memfilter masuknya budaya negatif dari luar, dan tekanan globalisasi atau pasar bebas, semakin memperkeruh situasi ini. Pandangan tentang apa yang datang dari luar selalu baik, tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya, melahirkan ketidakseimbangan peradaban. Atau lebih tepatnya disebut “keterkejutan budaya (cultural shock)”. Kategorisasi era perkembangan teknologi dari era agraris, era industri, dan era teknologi modern, telah nyata dalam kehidupan sebagian masyarakat kita. Contoh paling nyata adalah petani di sawah yang memiliki handphone, hanya sekadar agar tidak disebut “kuno”, atau ketinggalan jaman, tetapi tidak menggunakan handphone itu untuk kepentingan-kepentingan fungsionalnya. Contoh ini hanyalah merupakan salah satu paradok kehidupan yang terkait dengan pendidikan. Masih banyak
Agus Arwani contoh lain yang dapat diajukan dalam menunjukkan “keterkejutan budaya” sebagai dampak penerapan kurikulum pendidikan persekolahan. Keterombang-ambingnya generasi muda di “persimpangan budaya” memerlukan komitmen kalangan pendidik untuk mampu memberikan rambu-rambu dan sekaligus menanamkan nilai-nilai dan falsafah budaya bangsa sendiri tetap dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Membangun Peradaban Menghadapi tuntutan era globalisasi yang antara lain ditandai dengan adanya persaingan bebas dalam pergaulan dunia, maka pengelolaan pendidikan harus dirancang secara komprehensif dan integratif, direncanakan secara matang, dan mendapat dukungan dari semua pihak. Kurikulum juga harus memiliki keseimbangan dalam hal tujuan-tujuan yang ingin dicapai; tidak saja aspek kognitif dan keterampilan, tetapi juga penting aspek-aspek mental, etika, moral, dan seni. Irianto mengatakan, perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, serta seni dan budaya11. Dalam kaitan ini, yang terpenting adalah pencapaian substansi tujuan pendidikan dan proses pendidikan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Kurikulum adalah serangkaian proses pembelajaran untuk membentuk siswa yang memiliki integritas dan membangun sikap mandiri dalam rangka menghadapi kehidupan di masa depan. Sikap mental mandiri individual dalam diri siswa, secara kolektif dan kumulatif pada akhirnya akan mampu membentuk sikap mental kemandirian bangsa. 11 Irianto, Yoyon Bahtiar. 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press, hal. 11.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 KTSP yang diidealkan sekarang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh semua pihak dan dukungan dari pemerintah pusat berupa kebijakan-kebijakan yang benar-benar berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan diterapkannya KTSP. Konsepsi kompetensi dalam kurikulum adalah; (1) kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten; (3) kompeten merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran; dan (4) keandalan kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. Secara prinsip, kebijakan dan implementasi kurikulum pendidikan persekolahan dimaksudkan untuk membentuk manusia seutuhnya, menyiapkan generasi muda menghadapi kehidupan di masa datang, dan membangun sikap mental bangsa yang mandiri.Pembentukan manusia seutuhnya dan segala atribut yang termasuk di dalamnya, hanya bisa dilaksanakan apabila didukung dengan kesiapan semua pihak dan penyediaan fasilitas yang memadai secara merata. Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan kembali bahwa yang terpenting dalam kurikulum adalah kemampuan suatu kurikulum dalam mengadaptasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dan menerapkannya dalam proses pendidikan. Konsepsi kompetensi siswa yang diharapkan dari suatu kurikulum yang terutama adalah melakukan sesuatu sesuai konteks dan secara kreatif. Kreativitas manusia sebagai wujud dari pendidikan ini yang kemudian akan menjadi khasanah yang memperkaya budaya dan peradaban bangsa. Isi (content) suatu kurikulum harus merupakan usaha-usaha yang terarah dan terpadu untuk membangun sikap mental bangsa yang memiliki karakter dan mampu membangun peradaban bangsanya sendiri.
Agus Arwani Kurikulum 2013 Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum membahas mengenai pengembangan kurikulum. Sebab, dengan pemahaman yang jelas atas kedua konsep tersebut diharapkan para pengelola pendidikan, terutama pelaksana kurikulum, mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaikbaiknya. Kurikulum dan Pendidikan bagaikan dua keping uang, antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan tak bisa terpisahkan. Kurikulum mempunyai peran strategis sebagai sarana human resources dan human investment. Artinya, kurikulum selain bertujuan menumbuhkembangkan kehidupan yang lebih baik, juga telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik dalam proses pemberdayaan jati diri bangsa dalam pelaksanaan pendidikan. Pendidikan merupakan tindakan sadar dengan tujuan memelihara dan mngembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil). Secara kodrati, manusia sejak lahir telah mempunyai potensi dasar (fitrah)12 yang harus ditumbuhkembangkan agar fungsional bagi kehidupannya di kemudian hari. Untuk itu, aktualisasi terhadap potensi tersebut dapat dilakukan usaha-usaha yang disengaja dan secara sadar agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal13. Saat ini pemerintah melalui Kemendikbud mengamanatkan kepada seluruh institusional kelembagaan pendidikan untuk mentrapkan pendidikan berbasis karakter, Dewasa ini berkembang tuntu12 Fitrah di sini dimaksudkan sebagai potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir, di antaranya adalah agama, intelek, sosial, susila, seni, ekonomi, kawin, kemajuan, persamaan, keadilan, kemerdekaan, politik, ingin dihargai, dihormati dan lain sebagainya. Lihat Nur Ahid, “Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga”, (Tesis, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1993), 20 13 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. 2, hlm. 170.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 tan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi muda. Pada saat ini yang diperlukan adalah kurikulum pendidikan yang berbasis karakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik, guna meminimalisir tingkat kriminallitas yang tak jarang lagi hal ini terjadi pada anak bangsa yang tergolong masih remaja. Usaha pemerintah ini terbukti dengan merancang munculnya “Kurikulum 2013” yang saat ini masih menjadi bahan uji coba publik akan kelayakan kurikulum tersebut. Untuk menganalisa kurikulum 2013 tersebut dengan pendekatan beberapa teori dan Mazhab-mazhab filsafat pendidikan seperti; Idealisme, Realisme, Materialisme, Pragmatisme, Eksistensialisme, Progresivisme, Perenialisme, Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme. Respon terhadap kurikulum 2013 ini sangatlah variatif, mulai dari yang mendukung, tidak memberikan komentar sama sekali, sampai pada kalangan yang menolak dengan keras terhadap kurikulum ini. Berbagai macam alasan dijadikan argumentasi ide masing-masing kalangan baik yang mendukung ataupun menolak. Di sisi lain, pihak Kemendikbut juga melakukan uji public dan berbagai macam persiapan yang dilakukan untuk mensukseskan rencana kurikulum tersebut. Implikasinya adalah anggaran yang sangat besar harus dipersiapkan. Sumber dari Metro TV menyebutkan bahwa anggran yang dibutuhkan adalah sekitar Rp. 680 Miliyar. Dana yang sangat besar sekali. Dana yang besar tersebut semakin menyulut api-api prasangka buruk kalangan yang tidak setuju dengan adanya kurikulum 2013 ini. Na-
Agus Arwani mun, terlepas dari berbagai macam kontrofersi terhadap kurikulum ini. Konsep kurikulum 2013 berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Berbicara konsep kurikulum baru 2013 sebenarnya dapat dianggap tidak membawa sesuatu yang baru. Konsep kurikulum baru ini dinilai sudah pernah muncul dalam kurikulum yang dulu pernah digunakan yaitu kurikulum KTSP. Namun tinjauan penulis terkait konsepsi kurikulum, stidaknya Ada tiga konsep tentang kurikulum 2013, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.14 Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi. Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara. Konsep ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep kurikulum sebelumnya, namun dalam kurikulum 2013 ini lebih bertumpu kepada kualitas guru sebagai implementator di lapangan. Pendapat ini mengemuka dalam diskusi tentang Kurikulum 2013 yang diinisiasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda, di Utrecht, Belanda, beberapa waktu lalu.
14 Nana Syaodih Sukmadinata, 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 27.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 Konsep kedua, adalah kurikulum 2013 sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap danamis. Konsep ini juga dapat dipastikan mengalami prubahan dari konsep kurikulum yang sebelumnya, sebab wacana pergantian kurikulum dalam sistem pendidikan memang merupakan hal yang wajar, mengingat perkembangan alam manusia terus mengalami perubahan. Namun, dalam menentukan sistem yang baru diharapakan para pembuat kebijakan jangan asal main rubah saja, melainkan harus menentukan terlebih dahulu kerangka, konsep dasar maupun landasan filosofis yang mengaturnya. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum, mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.15 Berubahnya kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaharui setelah dilakukannya penelitian untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak bangsa dan atau generasi muda.
15
Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hal. 28.
Agus Arwani Penutup Akhirnya, dapat ditarik beberapa poin penting sebagai berikut: (1) Kurikulum pendidikan yang berlaku pada suatu masa sebenarnya telah berusaha mengadopsi semua kebutuhan belajar siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa. (2) Suatu kurikulum harus dirancang secara komprehensif, integratif, berimbang antara berbagai tujuan pendidikan, dan adaptif serta bervisi kedepan, dan bukan semata-mata karena kepentingan politis. (3) Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan berpikir dan bersikap sesuai dengan konteks, dan yang diharapkan dari siswa sebagai hasil pendidikan adalah melakukan sesuatu selain secara kontekstual tetapi juga secara kreatif yang akan memperkaya khasanah budaya bangsa; (4) Diperlukan kesiapan dan dukungan baik dari guru, siswa, orang tua dan masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam sistem persekolahan. (5) Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan bebas antar-negara harus diimbangi dengan penerapan kurikulum yang menekankan pentingnya sikap kemandirian bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri. Kurikulum 2013 adalah nama baru dari berbagai nama atau istilah yang disandangkan pada kurikulum sebelumsebelumnya, istilah baru ini tentunya merupakan upaya pemerhati ahli terhadap kurikulum untuk kemajuan dan kebutuhan dimasa mendatang. Sebagai alasan mengapa kurikulum harus berubah adalah, untuk mempersiapkan generasi sekarang agar mampu menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan masa depan berubah-ubah, maka kita perlu menyesuaikan kurikulum pendidikan kita serta untuk merubah karakter bangsa yang lebih berkepribadian baik, beradab dan berakhlakul karimah.
Kontruksi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum KTSP Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013 secara Serentak Di Tahun 2016 Daftar Pustaka Adisusilo, Sutarjo, 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: Rajagrafindo. Ahid, Nur. 1993 “Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga”, Tesis, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga. Aziz, Hamka Abdul, 2011. Membangun Karakter Bangsa. Surakarta: Al Mawardi. Gunawan, Heri, 2011. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. Irianto, Yoyon Bahtiar. 2012. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Mccain, John, Mark Salter, 2009. Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sukmadinata, Nana Syaodih, 2000. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Bandung: Remaja Rosdakarya. Supriyoko, 2011. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban, Jakarta: Samudera Biru. UU. No. 20 tentang SISDIKNAS tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 19 Zuhairini, 1995. Filsafat Pendidikan Islam, cet. 2, Jakarta : Bumi Aksara.
ISSN: 2085-5087