ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
Avaliable online at www.ilmupangan.fp.uns.ac.id Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN SUHU SPRAY DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK BUBUK KLOROFIL DAUN ALFALFA (Medicago sativa L.) DENGAN MENGGUNAKAN BINDER MALTODEKSTRIN THE INFLUENCE OF ETHANOL CONCENTRATION AND TEMPERATURE OF SPRAY DRYER FOR CHLOROPHYLL POWDER CHARACTERISTICS OF ALFALFA (Medicago sativa L.) BY USING BINDER MALTODEKSTRIN Fitri Mardaningsih*), M. A. M. Andriani*), Kawiji*) *)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Received 25 September 2012 ; accepted 1 October 2012 ; published online 23 October 2012
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil daun alfalfa dan suhu yang digunakan untuk mengeringkan ekstrak klorofil daun alfalfa terhadap karakteristik bubuk klorofil yang dihasilkan dilihat dari rendemen, kadar air, kelarutan, dan kadar klorofil. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu variasi konsentrasi etanol (75%, 85%, 95%) dan suhu spray dryer (70°C, 80°C, 90°C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen bubuk klorofil berkisar antara 10,6445-14,9005%, kadar air bubuk klorofil berkisar antara 5,1465-7,2002%, kelarutan bubuk klorofil berkisar antara 92,0199-95,6940%, dan kadar klorofil bubuk yang dihasilkan berkisar antara 0,2693-0,6391%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil dari daun alfalfa dan suhu spray dryer yang digunakan untuk mengeringkan ekstrak klorofil, maka bubuk klorofil yang dihasilkan memiliki rendemen, kelarutan, kadar klorofil yang semakin tinggi dan kadar air yang semakin rendah. Kata kunci: alfalfa, klorofil, konsentrasi etanol, spray dryer
ABSTRACT This research aims to know the influence of the ethanol concentration used for extraction of alfalfa leaf chlorophyll and temperature used for drying the alfalfa chlorophyll extracts for the characteristics of chlorophyll powder produced views of yield, water content, solubility, and levels of chlorophyll. This research used completely randomized design with two factors : variations of the ethanol concentration (75%, 85%, 95%) and spray dryer temperature (70°C, 80°C, 90°C). The results of the research shows the yield of chlorophyll powder ranges between 10,6445-14,9005%, water content of chlorophyll powder ranges between 5,1465-7,2002%, chlorophyll powder solubility ranges from 92,0199-95,6940%, and the resulting levels of chlorophyll powder ranges between 0,2693-0,6391%. The results showed that the higher ethanol concentration that is used for the alfalfa chlorophyll extraction from leaves and spray dryer temperature used to dry the chlorophyll extract, chlorophyll powder produced have yield, solubility, lipids, chlorophyll is the higher and the water content became lower. Keywords: alfalfa, chlorophyll, ethanol concentration, spray dryer *)
Corresponding author:
[email protected]
110
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
Spray drying adalah metode pengeringan untuk menghasilkan bubuk kering dari cairan atau bubur dengan udara panas dengan waktu yang singkat. Cara ini banyak digunakan untuk mengeringkan bahan makanan dan obat-obatan yang sensitif terhadap panas. Pengeringan dapat menyebabkan panas sehingga perlu adanya optimasi suhu pengeringan karena klorofil dapat mengalami degradasi akibat panas sehingga warna hijau mengalami perubahan (Fennema, 1996). Salah satu keuntungan metode spray drying adalah menghasilkan produk yang bermutu tinggi, berkualitas dengan tingkat kerusakan gizi yang rendah. Selain itu perubahan warna, bau dan rasa dapat diperkecil. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk membuat produk klorofil dengan memanfaatkan daun alfalfa dalam bentuk bubuk menggunakan spray dryer dengan mengetahui pengaruh konsentrasi etanol yang digunakan dalam 1 ekstraksi dan suhu spray dryer terhadap karakteristik bubuk klorofil daun alfalfa dengan menggunakan binder maltodekstrin. Pengaruh pada bubuk klorofil dalam penelitian ini dilihat dari kadar klorofil, kadar air, kelarutan, dan rendemen bubuk yang dihasilkan.
PENDAHULUAN Klorofil merupakan zat warna hijau alami yang banyak terdapat pada daun-daunan terutama yang berwarna hijau. Selain dapat digunakan sebagai pewarna alami, kini klorofil telah banyak dimanfaatkan sebagai suplemen makanan yang dapat membantu meningkatkan fungsi metabolik dalam tubuh. Salah satu suplemen makanan yang telah banyak dikonsumsi adalah liquid chlorophyll yang berbahan dasar dari klorofil daun alfalfa (Medicago sativa L.). Menurut Eskin (1979), klorofil adalah pigmen utama berwarna hijau pada tumbuhan, memiliki struktur mirip dengan hemoglobin, dimana pada klorofil atom sentral Fe2+ pada hemoglobin diganti dengan Mg2+. Klorofil memiliki tingkat kepolaran yang rendah. Oleh karena itu, tingkat kepolaran pelarut yang digunakan untuk ekstraksi akan mempengaruhi banyaknya klorofil yang terekstrak. Klorofil dapat diekstraksi dari jaringan tumbuhan menggunakan pelarut organik. Beberapa jenis pelarut dapat digunakan, antara lain aseton, metanol, etanol, etil asetat, piridin, dan dimetilformamid (Fennema, 1996). Pada umumnya pelarut yang sering digunakan adalah etanol. Karena etanol telah banyak digunakan sebagai pelarut di bidang pangan dan obat-obatan dan cenderung lebih aman dibandingkan eter dan aseton. Ketersediaan sumber-sumber klorofil di Indonesia sangat besar mengingat kondisi geografisnya. Negara tropis seperti Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah termasuk flora yang mengandung bahan aktif tertentu yang dapat digunakan sebagai obat ataupun suplemen makanan. Salah satu flora di Indonesia yang memiliki banyak kandungan klorofil adalah tanaman alfalfa. Tanaman tersebut termasuk golongan kacang-kacangan yang tumbuh subur di daerah subtropis. Kehebatan alfalfa terletak pada kandungan klorofilnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang lain (Rahmayanti dan Sitanggang, 2006). Pemanfaatan klorofil menjadi bentuk bubuk kini juga telah mulai dikembangkan. Ekstrak klorofil dalam bentuk bubuk ini lebih efektif dalam penggunaannya. Disamping praktis, bentuk bubuk juga memiliki masa simpan yang lebih lama karena kadar airnya yang sangat rendah sehingga dapat memperkecil terjadinya kerusakan selama penyimpanan. Salah satu cara pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat bubuk klorofil dari ekstrak daun adalah dengan metode spray drying.
METODE PENELITIAN Alat Alat-alat yang digunakan untuk membuat ekstrak klorofil daun alfalfa antara lain timbangan, blender, batang pengaduk, kain saring, alumunium foil, gelas beker, gelas ukur, corong, dan botol tertutup. Alatalat yang digunakan untuk pembuatan bubuk klorofil antara lain spray dryer dan wadah tertutup. Alat-alat yang digunakan untuk analisis sebagai berikut : 1. Kadar total klorofil : spektrofotometer UV-Vis, tabung reaksi, sentrifuse, tabung sentrifuse, pipet volum. 2. Kadar air : botol timbang, oven, desikator. 3. Kelarutan : kertas saring, oven, pompa vakum, beker gelas, batang pengaduk. 4. Rendemen : timbangan analitik. Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi klorofil adalah daun alfalfa yang berasal dari Alfalfa Center di Tlatar, Boyolali, etanol 75%, etanol 85%, etanol 95%, dan MgCO3. Sedangkan untuk pembuatan bubuk klorofil, bahan yang digunakan adalah maltodekstrin dan aquades. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis sebagai berikut : 111
ISSN: 2302-0733
1. 2.
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
Kadar total klorofil : aseton 80 %. Kelarutan : aquades
berbeda pula. Variasi konsentrasi etanol yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75%, 85%, dan 95%. Perbedaan konsentrasi etanol akan mempengaruhi banyaknya klorofil yang terlarut dalam proses ekstraksi. Tabel 4.1 menunjukkan hasil rata-rata rendemen bubuk klorofil dari tiap variasi konsentrasi etanol. Variasi konsentrasi etanol 75%, 85%, dan 95% memiliki perbedaan yang nyata terhadap rata-rata rendemen bubuk klorofil yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil daun alfalfa maka jumlah bubuk klorofil yang dihasilkan pada akhir pembuatan semakin meningkat. Tingginya konsentrasi pelarut juga menunjukkan turunnya polaritas pelarut yang merupakan campuran etanol dan air. Rata-rata rendemen tertinggi diperoleh dari daun alfalfa yang diekstrak dengan etanol 95%, yaitu sebesar 14,239%. Sedangkan rendemen terendah dihasilkan oleh daun alfalfa yang diekstrak dengan etanol 75%, yaitu sebesar 10,980%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin rendah tingkat kepolaran pelarut yang digunakan (Shadmani et al., 2004). Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak kandungan klorofil yang juga bersifat kurang polar. Hal ini sejalan dengan penelitian Hutajulu (2008) yang menyatakan bahwa ekstraksi klorofil menggunakan etanol 95% menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan etanol 75%. Selain variasi konsentrasi etanol, variasi suhu spray dryer juga memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen bubuk klorofil. Pengaruh suhu spray dryer terhadap rendemen bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pengaruh Suhu Spray Dryer terhadap Rendemen Bubuk Klorofil Suhu Spray Dryer Rendemen (% bb) 70ºC 11,909a 80ºC 12,744b 90ºC 13,429c
Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dapat digambarkan melalui diagram yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Pembuatan Bubuk Klorofil Daun Alfalfa HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa variasi konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil dari daun alfalfa memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen bubuk klorofil pada tingkat signifikansi 5%. Demikian pula dengan variasi suhu spray dryer yang digunakan untuk mengeringkan ekstrak klorofil daun alfalfa dan interaksi kedua variasi tersebut. Pengaruh konsentrasi etanol terhadap rendemen bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Pengaruh Konsentrasi Etanol terhadap Rendemen Bubuk Klorofil Konsentrasi Etanol Rendemen (% bb) 75% 10,980a 85% 12,862b 95% 14,239c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Pada penelitian ini, variasi suhu spray dryer yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70ºC, 80ºC, dan 90ºC. Tabel 4.2 menunjukkan hasil rata-rata rendemen bubuk klorofil dari tiap variasi suhu spray dryer. Variasi suhu spray dryer pada proses pengeringan dalam pembuatan bubuk klorofil
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Pada penelitian ini, konsentrasi etanol yang berbeda pada proses ekstraksi klorofil dari daun alfalfa dilakukan untuk memperoleh rendemen yang 112
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap ratarata rendemen bubuk klorofil yang dihasilkan. Semakin tinggi suhu spray dryer yang digunakan, rendemen bubuk ekstrak klorofil yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa rendemen bubuk ekstrak klorofil terendah diperoleh dari hasil pengeringan ekstrak klorofil menggunakan suhu 70ºC (11,909%), diikuti dengan perlakuan suhu 80ºC (12,744%), dan rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu 90ºC (13,429%). Hal ini diduga karena pada suhu 90ºC, bubuk klorofil yang menempel pada tabung spray dryer lebih sedikit dibandingkan dengan suhu 70ºC dan 80ºC. Suhu spray dryer yang lebih tinggi akan menghasilkan bubuk yang lebih kering, produk yang menempel pada tabung lebih sedikit, serta kehilangan produk yang lebih kecil. Pada penelitian ini, interaksi kedua variasi tersebut juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen bubuk klorofil. Interaksi konsentrasi etanol dan suhu spray dryer terhadap rendemen bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Interaksi Konsentrasi Etanol dan Suhu Spray Dryer terhadap Rendemen Bubuk Klorofil (% bb) Konsentrasi Suhu Spray Dryer Etanol 70ºC 80ºC 90ºC a b 75 % 10,6445 11,1168 11,1805b 85 % 11,6402c 12,7417d 14,2066f e f 95 % 13,4426 14,3760 14,9005g
memperkecil jumlah bubuk klorofil yang menempel pada tabung spray dryer sehingga bubuk klorofil yang dihasilkan juga semakin banyak dan rendemen juga semakin meningkat. Menurut Master (1979), kandungan total padatan berpengaruh terhadap lama proses pengeringan dan rendemen yang dihasilkan. makin sedikit total padatan suatu campuran, rendemen produk akan semakin sedikit. Kadar Air Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa variasi konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil dari daun alfalfa memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air bubuk klorofil pada tingkat signifikansi α = 5%. Demikian pula dengan variasi suhu spray dryer yang digunakan untuk mengeringkan ekstrak klorofil daun alfalfa yang juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air bubuk klorofil daun alfalfa. Pengaruh konsentrasi etanol terhadap kadar air bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Pengaruh Konsentrasi Etanol terhadap Kadar Air Bubuk Klorofil Konsentrasi Etanol Kadar Air (% bb) 75 % 6,5379c 85 % 5,8874b 95 % 5,3401a Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa variasi konsentrasi etanol memberikan perbedaan yang nyata terhadap rata-rata kadar air bubuk klorofil yang dihasilkan. Kadar air bubuk klorofil dengan variasi konsentrasi etanol 75% berbeda nyata dengan bubuk klorofil hasil ekstraksi etanol 85% dan juga berbeda nyata dengan kadar air bubuk klorofil hasil ekstraksi etanol 95%. Bubuk klorofil dengan kadar air tertinggi dihasilkan dari daun alfalfa yang diekstrak dengan etanol 75%, diikuti oleh bubuk klorofil yang dibuat dengan etanol 85%. Sedangkan bubuk klorofil dengan kadar air terendah diperoleh dari daun alfalfa yang diekstrak dengan etanol 95%. Semakin tinggi konsentrasi etanol maka kadar air dari bubuk klorofil yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena etanol dengan konsentrasi yang tinggi mengandung air yang lebih rendah sehingga kadar air bubuk klorofil yang dihasilkan akan lebih kecil. Pengaruh suhu spray dryer terhadap kadar air bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa rendemen bubuk klorofil mengalami kenaikan akibat adanya peningkatan konsentrasi etanol dan suhu spray dryer. Rendemen bubuk klorofil yang dihasilkan berkisar antara 10,6445-14,9005%. Rendemen bubuk klorofil tertinggi didapat dari variasi konsentrasi etanol 95% dan suhu spray dryer 90°C, yaitu sebesar 14,9005%. Sedangkan rendemen terendah dihasilkan pada variasi konsentrasi etanol 75% dan suhu spray dryer 70°C, yaitu sebesar 10,6445%. Semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin tinggi juga rendemen bubuk klorofil yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena konsentrasi etanol yang tinggi akan memperbanyak klorofil yang terlarut sehingga total padatan terlarut juga semakin meningkat yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah bubuk klorofil yang dihasilkan. Begitu juga dengan peningkatan suhu spray dryer akan 113
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
Tabel 4.5 Pengaruh Suhu Spray Dryer terhadap Kadar Air Bubuk Klorofil Suhu Spray Dryer Kadar Air (% bb) 70ºC 6,3265b 80ºC 5,7897a 90ºC 5,6492a
interaksi variasi konsentrasi etanol dan suhu spray dryer tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelarutan bubuk klorofil. Pengaruh konsentrasi etanol terhadap kelarutan bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Pengaruh Konsentrasi Etanol terhadap Kelarutan Bubuk Klorofil Konsentrasi Etanol Kelarutan (%) 75% 92,248a 85% 92,226a 95% 95,665b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa variasi suhu spray dryer menghasilkan bubuk klorofil dengan rata-rata kadar air yang berbeda nyata. Kadar air bubuk klorofil hasil spray drying dengan suhu 70°C berbeda nyata dengan bubuk klorofil hasil spray drying dengan suhu 80°C dan 90°C. Bubuk klorofil dengan kadar air tertinggi dihasilkan dari spray drying dengan suhu 70°C, diikuti oleh bubuk klorofil hasil spray drying dengan suhu 80°C. Sedangkan bubuk klorofil dengan kadar air terendah diperoleh dari spray drying dengan suhu 90°C. Semakin tinggi suhu spray dryer yang digunakan untuk pengeringan ekstrak klorofil dari daun alfalfa maka kadar air dari bubuk klorofil yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan yang tinggi akan menguapkan air dalam jumlah yang lebih besar sehingga kadar air bubuk klorofil yang dihasilkan akan lebih kecil. Hasil ini sesuai dengan pendapat Desrosier (1988) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu udara pengeringan maka semakin besar panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak uap air yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Interaksi antara variasi konsentrasi etanol dan suhu spray dryer tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil bubuk klorofil yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis ragam, bubuk klorofil yang dihasilkan memiliki kadar air berkisar antara 5,1465 % hingga 7,2002 %. Angka ini sudah memenuhi persyaratan Kepmenkes No. 661/MENKES/SK/VII/1944 tentang persyaratan obat tradisional dalam bentuk serbuk yang menyatakan bahwa kadar air tidak boleh melebihi 10% (BPOM RI, 2001).
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Dari hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa konsentrasi etanol yang berbeda memberikan rata-rata kelarutan yang berbeda nyata pada bubuk klorofil. Bubuk klorofil yang dibuat dengan etanol 75% menghasilkan kelarutan yang tidak berbeda nyata dengan etanol 85%. Namun, bubuk klorofil yang dibuat dengan etanol 75% dan 85% tersebut menghasilkan kelarutan yang berbeda nyata dengan bubuk klorofil yang dibuat dengan etanol 95%. Bubuk klorofil yang dalam pembuatannya diekstrak dari daun alfalfa menggunakan etanol 95% memiliki kecenderungan lebih mudah larut dari pada 2 variasi konsentrasi etanol lainnya. Hal ini disebabkan karena bubuk klorofil yang dibuat dengan etanol 95% memiliki kadar air yang rendah yang membuat bubuk menjadi lebih higroskopis dan mudah menyerap air sehingga kelarutan bubuk dalam air juga semakin besar. Hasil ini sejalan dengan pendapat Hardjanti (2008) yang menyatakan bahwa kadar air yang rendah akan menyebabkan bubuk menjadi lebih higroskopis sehingga ada perbedaan tekanan tekanan uap air yang besar antara solid dan cairan. Selain itu, bubuk klorofil dengan kadar air yang rendah memiliki kemungkinan lebih porous dibanding bubuk yang kadar airnya lebih tinggi. Akibatnya kemampuan menyerap air lebih besar dan kelarutannya pun akan menjadi lebih besar. Dari hasil analisis keragaman, diketahui bahwa variasi suhu spray dryer dan interaksi antara variasi konsentrasi etanol dan suhu spray dryer tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelarutan bubuk klorofil. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis kelarutan bubuk klorofil yang menghasilkan kelarutan yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Dapat dilihat juga nilai kelarutan bubuk klorofil dalam air berkisar antara 92,0199%
Kelarutan Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa variasi konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil dari daun alfalfa memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelarutan bubuk klorofil dalam air pada tingkat signifikansi 5%. Sedangkan untuk variasi suhu spray dryer dan 114
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
hingga 95,6940%. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini secara keseluruhan masuk dalam kategori tinggi kelarutannya dalam air.
Kadar klorofil tertinggi diperoleh dari bubuk klorofil daun alfalfa yang dalam proses ekstraksinya dibuat dengan etanol 95%. Sedangkan kadar klorofil terendah dihasilkan oleh daun alfalfa yang diekstrak dengan etanol 75%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin rendah tingkat kepolaran pelarut yang digunakan (Shadmani et al., 2004). Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak kandungan klorofil yang juga bersifat kurang polar. Selain variasi konsentrasi etanol, variasi suhu spray dryer juga memberikan pengaruh nyata terhadap kadar klorofil bubuk yang dihasilkan. Pengaruh suhu spray dryer terhadap kadar klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Pengaruh Suhu Spray Dryer terhadap Kadar Klorofil Bubuk Klorofil Suhu Spray Dryer Kadar Klorofil (% bb) 70ºC 0,2634a 80ºC 0,3218b 90ºC 0,4451c
Kadar Klorofil Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa variasi konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil dari daun alfalfa memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil bubuk klorofil pada tingkat signifikansi 5%. Demikian pula dengan variasi suhu spray dryer yang digunakan untuk mengeringkan ekstrak klorofil daun alfalfa dan interaksi kedua variasi tersebut juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil bubuk klorofil daun alfalfa. Pengaruh konsentrasi etanol terhadap kadar klorofil bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Pengaruh Konsentrasi Etanol terhadap Kadar Klorofil Bubuk Klorofil Konsentrasi Etanol Kadar Klorofil (% bb) 75 % 0,2898a 85 % 0,3019a 95 % 0,4386b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Tabel 4.8 menunjukkan hasil rata-rata kadar klorofil bubuk dari tiap variasi suhu spray dryer. Variasi suhu spray dryer pada proses pengeringan dalam pembuatan bubuk klorofil menghasilkan rata-rata kadar klorofil yang berbeda nyata. Semakin tinggi suhu spray dryer yang digunakan, kadar klorofil bubuk yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa kadar klorofil bubuk ekstrak klorofil terendah diperoleh dari hasil pengeringan ekstrak klorofil menggunakan suhu 70ºC, diikuti dengan perlakuan suhu 80ºC, dan kadar klorofil tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu 90ºC. Hal ini diduga karena pada suhu 90ºC, proses pengeringan terjadi lebih cepat sehingga kontak bahan dengan panas akan lebih singkat maka klorofil yang terdegradasi akan semakin kecil. Pada penelitian ini, interaksi kedua variasi tersebut juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil bubuk yang dihasilkan. Interaksi konsentrasi etanol dan suhu spray dryer terhadap kadar klorofil bubuk klorofil dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Pada penelitian ini, variasi konsentrasi etanol yang berbeda pada proses ekstraksi klorofil dari daun alfalfa dilakukan untuk memperoleh kadar klorofil yang berbeda pula dalam bubuk klorofil. Perbedaan konsentrasi etanol akan mempengaruhi banyaknya klorofil yang terlarut dalam proses ekstraksi. Tabel 4.7 menunjukkan hasil rata-rata kadar klorofil bubuk dari tiap variasi konsentrasi etanol yang digunakan. Variasi konsentrasi etanol 75%, 85%, dan 95% menghasilkan rata-rata kadar klorofil yang berbeda nyata pada bubuk klorofil yang dihasilkan. Bubuk klorofil yang dibuat dengan etanol 75% menghasilkan kadar klorofil yang tidak berbeda nyata dengan bubuk klorofil yang dibuat dengan etanol 85%. Namun kadar klorofil bubuk yang dibuat dengan kedua variasi konsentrasi etanol tersebut berbeda nyata dengan bubuk yang dibuat dengan etanol 95%. Semakin tinggi konsentrasi etanol yang digunakan untuk ekstraksi klorofil daun alfalfa maka kadar klorofil yang dihasilkan pada akhir pembuatan bubuk klorofil semakin meningkat. Tingginya konsentrasi pelarut juga menunjukkan turunnya polaritas pelarut yang merupakan campuran etanol dan air. 115
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
Tabel 4.9 Interaksi Konsentrasi Etanol dan Suhu Spray Dryer terhadap Kadar Klorofil Bubuk Klorofil (% bb) Konsentrasi Suhu Spray Dryer Etanol 70ºC 80ºC 90ºC b b 75 % 0,2693 0,2832 0,3170b 85 % 0,2200a 0,3064b 0,3792c b c 95 % 0,3009 0,3759 0,6391d
klorofil (0,6391%) bubuk klorofil daun alfalfa yang tinggi dengan kadar air (5,1456%) yang rendah. DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, Fardiaz, D., Puspita, N. L. Sedarnawati, Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor.
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi α = 5%
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2001. Peraturan Perundangundangan di Bidang Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Cetakan Pertama. BPOM RI. Jakarta.
Dari Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa kadar klorofil bubuk yang dihasilkan mengalami kenaikan akibat adanya peningkatan konsentrasi etanol dan suhu spray dryer. Kadar klorofil bubuk yang dihasilkan berkisar antara 0,2693-0,6391%. Menurut Widiasmadi (2008), kandungan klorofil daun alfalfa Indonesia mencapai 0,6424% (bb). Kadar klorofil bubuk yang dihasilkan tertinggi didapat dari variasi konsentrasi etanol 95% dan suhu spray dryer 90°C, yaitu sebesar 0,6391%. Sedangkan kadar klorofil terendah dihasilkan pada variasi konsentrasi etanol 85% dan suhu spray dryer 70°C, yaitu sebesar 0,2200%. Semakin tinggi konsentrasi etanol maka semakin tinggi juga kadar klorofil pada bubuk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena konsentrasi etanol yang tinggi akan memperbanyak klorofil yang terlarut sehingga kadar klorofil pada bubuk yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Begitu juga dengan peningkatan suhu spray dryer akan memperkecil kontak panas dengan bahan sehingga klorofil yang terdegradasi akan semakin kecil yang pada akhirnya akan meningkatkan kadar klorofil bubuk yang dihasilkan.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Eskin, N. A. M. 1979. Plant Pigments Flavors and Textures : The Chemistry and Biochemistry of Selected Compounds. Academic Press. New York. Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker Inc. New York. Gardjito, Murdijati dan Wardana, Agung Setya. 2003. Hortikultura : Teknik Analisis Pasca Panen. Transmedia Global Wacana. Yogyakarta. Hardjanti, Sri. 2008. Potensi Daun Katuk Sebagai Sumber Zat Pewarna Alami dan Stabilitasnya Selama Pengeringan Bubuk dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin. Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008 : 1-18.
KESIMPULAN Dari penelitian tentang “Pengaruh Konsentrasi Etanol dan Suhu Spray Dryer terhadap Karakteristik Bubuk Klorofil Daun Alfalfa (Medicago sativa L.) dengan Menggunakan Binder Maltodekstrin”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Variasi konsentrasi etanol mempengaruhi rendemen, kadar air, kelarutan, dan kadar klorofil bubuk klorofil dari daun alfalfa. 2. Variasi suhu spray dryer mempengaruhi rendemen, kadar air, dan kadar klorofil tapi tidak mempengaruhi kelarutan bubuk klorofil dari daun alfalfa. Konsentrasi etanol (95%) dan suhu spray dryer (90°C) yang tinggi menghasilkan rendemen (14,9005%), kelarutan (95,6940%), dan kadar
Hutajulu, Tiurlan Farida, Hartanto, Eddy Sapto, dan Subagja. 2008. Proses Ekstraksi Zat Warna Hijau Khlorofil Alami Untuk Pangan dan Karakterisasinya. Jurnal Riset Industri Vol. 2 No. 1 Juni 2008 : 44-45. Master. 1979. Spray Drying Handbook. George Godwin Limited. London. Rahmayanti, E., dan Sitanggang, M., 2006. Taklukkan Penyakit dengan Klorofil Alfalfa. PT Agro Media Pustaka. Jakarta. Rosmiati, Risti. 2011. Karakteristik Fisiko-Kimia dan Uji Toksisitas Bubuk Cu-Turunan 116
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 No 1 Oktober 2012
Klorofil (Cu-Chlorophyllin) Daun Murbei (Morus alba L.) sebagai Prototipe Bahan Suplemen Makanan. Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Shadmani, A., Azhar, I., Mazhar, F., Hassan, M.M., Ahmed, S.W., Ahmad, I., Usmanghani, K., and Shamin, S. 2004. Kinetic Studies On Zingiber Officinale. Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol. 17, hal. 47-54. Sudarmadji, S., B. Haryono, Suhardi. 1976. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Widiasmadi, Nugroho. 2008. Menguak Manfaat Klorofil. Tabloid AGRINA Edisi 75, April 2008. Jakarta.
117