ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
Avaliable online at www.ilmupangan.fp.uns.ac.id Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015 PENDUGAAN UMUR SIMPAN MINUMAN INSTAN TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza roxb.) MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TEST (ASLT) PENDEKATAN ISOTHERM SORPSI LEMBAB (ISL) SHELF LIFE ESTIMATION OF TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza roxb.) INSTANT BEVERAGE USING ACCELERATED SHELF LIFE TEST (ASLT) METHOD APPROACHED BY MOISTURE SORPTION ISOTHERM *)
Nur Wahyu Kusuma *), Windi Atmaka *), Asri Nursiwi *) Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta Received 30 Juni 2015; accepted 15 Agustus 2015 ; published online 1 Oktober 2015
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui umur simpan minuman instan temulawak produksi UKM Tani Waras V menggunakan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) pendekatan Isotherm Sorpsi Lembab (ISL) dan mengetahui jenis kemasan terbaik diantara pengemas polypropylene (PP) dengan ketebalan 0,03 mm dan 0,05 mm serta polyethylene (PE) dengan ketebalan 0,03 mm terhadap umur simpan minuman instan temulawak produksi UKM Tani Waras V. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksploratif untuk pendugaan umur simpan minuman instan temulawak. Hasil penelitian diperoleh data bahwa pola isotermis sorpsi lembab pada minuman instan temulawak dengan model perhitungan Guggenheim-Andersson-deBoer (GAB) membentuk pola sigmoid. Umur simpan minuman instan temulawak dengan metode ASLT pendekatan ISL untuk kemasan PP 0,03 mm; PP 0,05 mm dan PE 0,03 mm berturut turut adalah 1197,4 hari; 1475,7 hari dan 1013, 5 hari. Sedangkan dari tiga jenis kemasan yang digunakan, kemasan terbaik adalah jenis PP 0,05 mm. Kata Kunci : instan temulawak, umur simpan, isotherm sorpsi lembab, model GAB ABSTRACT
The purpose of this study was to estimate the shelf life of temulawak instant beverage produced by UKM Tani Waras V using Accelerated Shelf Life Test (ASLT) sorption isotherm model and understanding the best kind of packaging between polypropylene (PP) with thickness of 0.03 mm and 0.05 mm and polyethylene (PE) with thickness of 0.03 mm on the shelf life of temulawak instant beverage. The experimental design used in this study was exploratory research to estimate the shelf life of temulawak instant beverage. The Results of this study showed that the pattern of moisture sorption isotherms at temulawak instant beverage with the calculation model of Guggenheim-Andersson-deBoer (GAB) formed a sigmoid pattern. The shelf life of temulawak instant using ASLT sorption isotherm model with PP 0.03 mm; PP 0.05 mm and PE 0.03 mm respectively were 1197,4 days; 1475,7 and 1013,5 days. Whereas, from three kind of package had been used, the best one was PP 0.05 mm. Keywords: temulawak instant, shelf life, moisture sorption isotherm, GAB model *) Corresponding author: [
[email protected]] 25
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
UKM Tani Waras V menggunakan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) pendekatan Isotherm Sorpsi Lembab (ISL) dan mengetahui jenis kemasan terbaik diantara pengemas polypropylene (PP) dengan ketebalan 0,03 mm dan 0,05 mm serta polyethylene (PE) dengan ketebalan 0,03 mm terhadap umur simpan minuman instan temulawak produksi UKM Tani Waras V.
PENDAHULUAN Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu bahan baku obat tradisional yang banyak tersebar di Indonesia dan telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik Indonesia wilayah pengembangan temulawak di Indonesia meliputi 13 propinsi yang ada di Pulau Sumatera bagian Utara, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Menurut data produksi tanaman obat-obatan di Indonesia pada tahun 2013, produksi temulawak yaitu sebanyak 35.664, 756 ton (BPS, 2014). Namun pemanfaatan temulawak kurang maksimal jika dalam kondisi segar. Kadar air yang terkandung didalamnya tergolong tinggi. Kadar air temulawak per 100 gram bahan adalah sekitar 75%80% (Kiswanto, 2005 dalam Grafianita, 2011). Menurut Budijanto, dkk., (2010), kadar air bahan pangan sangat berpengaruh terhadap daya simpannya. Kadar air juga mempengaruhi kualitas bahan pangan. Jika kadar air bahan terlalu tinggi, maka bahan tersebut akan rentan terserang kerusakan baik secara fisik, kimia, maupun mikroorganisme. Alternatif pengolahan dengan mengurangi kadar air temulawak segar dapat memperpanjang umur simpan. Sehingga untuk meningkatkan potensi dan daya guna temulawak, dapat dilakukan berbagai inovasi pengolahan salah satunya adalah produksi minuman instan temulawak, seperti yang diproduksi UKM Tani Waras V milik Bapak Tarno di Desa Jatisobo, Kecamatan Jatipuro, Karanganyar. Kerusakan produk kering terutama disebabkan oleh penyerapan kadar air, dimana kerusakan yang dapat diamati adalah terbentuknya penggumpalan dan peningkatan kelengketan produk. Dengan parameter kerusakan mutu tersebut, penentuan umur simpan berdasarkan kenaikan kadar air yaitu menggunakan metode kondisi dipercepat (Accelerated Shelf LifeTest atau ASLT) model kadar air kritis pendekatan Isotherm Sorpsi Lembab (ISL). Menurut Herawati (2008), faktor kemasan perlu diperhatikan dalam penentuan umur simpan, terutama permeabilitas kemasan. Kemampuan permeabilitas tiap kemasan berbeda-beda dan akan berpengaruh terhadap laju transmisi uap air. Semakin rendah laju transmisi uap air suatu kemasan, semakin sedikit jumlah uap air yang mampu menembus kemasan (Sembiring dan Hidayat, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur simpan minuman instan temulawak produksi
METODE PENELITIAN Bahan Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman instan temulawak produksi UKM Tani Waras V adalah temulawak segar, gula pasir, batang sereh, daun jeruk, daun pandan, garam, dan kayu manis. Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengujian adalah untuk pengujian permeabilitas kemasan menggunakan bahan pengemas polypropylene (PP) dengan ketebalan 0,03 mm dan 0,05 dan polyethylene (PE) dengan ketebalan 0,03 mm. Lebar plastik yang ketebalannya 0,03 mm adalah 6 cm dan 7 cm untuk ketebalan 0,05 mm. Plastik dibeli di Toko Plastik Damai, Pasar Gede, Surakarta. Selain itu, digunakan garam natrium klorida (NaCl) dan silika gel yang diperoleh dari Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sedangkan untuk pengujian umur simpan menggunakan bahan kimia berupa garam-garam, yang terdiri dari: lithium klorida (LiCl), magnesium klorida (MgCl2), kalium karbonat (K2CO3), natrium nitrit (NaNO2), natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), kalium sulfat (K2SO4) dan magnesium nitrat [Mg(NO3)2] tipe Pro Analysis (PA) produk E. Merck serta air supaya garam menjadi jenuh. Alat Alat yang digunakan untuk pembuatan minuman instan temulawak adalah kompor, wajan, mesin parut, blender, saringan dan ayakan. Adapun alat-alat yang digunakan pada pengujian antara lain oven, desikator, botol timbang, dan timbangan analitik untuk uji kadar air serta untuk pengujian umur simpan menggunakan toples kedap air, cawan alumunium, penyangga dan timbangan analitik. Tahapan Penelitian Pembuatan Minuman Instan Temulawak Proses pembuatan instan temulawak diawali dengan mencuci temulawak segar sebanyak 500 gram dengan air bersih, temulawak selanjutnya diparut dengan blender selama 10 menit. Setelah itu 26
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
dilakukan penyaringan dengan menggunakan kadar air seimbang dan aw diplotkan dalam bentuk saringan hingga terbentuk ekstrak sebanyak 0,25 grafik. Grafik tersebut dinamakan kurva ISL dengan liter. Ekstrak kemudian diendapkan selama 1 jam aw sebagai sumbu x dan kadar air seimbang sebagai agar patinya mengendap sampai terbentuk filtrat. sumbu y. Dari kurva ISL tersebut dapat diketahui Proses selanjutnya dilakukan perebusan dengan api persamaan kurva ISL menurut polinomial pangkat sedang sambil diaduk terus hingga tekstur tiga dengan bentuk umum : menyerupai dodol dan timbul buih-buih. Setelah M = A aw3 + B aw2 + C aw + D filtrat telah berkurang sebanyak sepertiga dari Model perhitungan Guggenheim-Anderssonvolume awalnya, akan terbentuk kristal-kristal, deBoer (GAB) sambil tetap diaduk, api dapat dikecilkan perlahan Secara matematis bentuk umum persamaan dan dapat dimatikan ketika filtrat telah mengkristal GAB dapat dituliskan sebagai berikut: seluruhnya. Selanjutnya dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan secara manual, instan temulawak akhirnya dikemas dalam 22 bungkus kemasan dengan isi 18 gram dalam setiap kemasan. Bentuk umum persamaan GAB digunakan Uji Kadar Air Awal untuk menghitung aw bahan awal (kadar air awal Kadar air awal ditentukan berdasarkan diketahui saat analisis kadar air), dan menghitung AOAC, 2005 dengan menggunakan metode oven kadar air kritis (Mc) dengan aw kritis 0,6. Data MI, selama 8 jam melalui perhitungan basis kering Mc dan nilai aw masing-masing selanjutnya diregresi dengan suhu 1050C. linier dengan aw (sumbu x) dan kadar air (sumbu y) Penentuan Indikator Kerusakan untuk mendapatkan persamaan regresi yang Penentuan indikator kerusakan diawali digunakan menghitung nilai kadar air kesetimbangan dengan sampel tanpa kemasan disimpan di suhu (Me). ruang. Kemudian diamati setiap hari sampai Penentuan Permeabilitas Kemasan Terhadap diketahui indikator apa yang mengalami kerusakan Uap Air terlebih dahulu. Pada minuman instan, indikator Untuk menghitung permeabilitas kemasan, yang rusak lebih dahulu adalah tekstur. Dibuktikan maka digunakan rumus dibawah ini (Labuza, 1984). dengan minuman instan yang mengalami penggumpalan akibat kenaikan kadar air. Kemudian k/x = dilakukan uji kadar air. Kadar air tersebut dinyatakan sebagai kadar air kritis. Pengamatan dilakukan setiap Pendugaan Umur Simpan 24 jam sekali dengan uji skoring oleh 10 orang Umur simpan berdasarkan pendekatan kurva panelis. sorpsi isotermis dapat dihitung dengan menggunakan Penentuan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL) persamaan Labuza yaitu Pembuatan kurva ISL menggunakan metode termogravimetri statis. Prinsip dari metode ini dengan menempatkan sejumlah sampel ke dalam toples yang telah diisi garam jenuh dengan berbagai tingkat aw. Satu gram sampel dimasukkan dalam cawan alumunium yang sebelumnya telah dioven HASIL DAN PEMBAHASAN selama 0,5 jam. Selanjutnya, cawan tersebut Uji Kadar Air Awal Dari hasil pengujian telah diperoleh bahwa dimasukkan ke dalam toples kedap uap air yang telah terisi oleh larutan garam jenuh pada berbagai aw. kadar air awal produk sebesar 1,066 g H2O/g Kemudian toples ditutup rapat, disimpan pada suhu padatan. Kadar air yang dimiliki instan temulawak kamar (30oC). Selama penyimpanan, perubahan ini termasuk rendah karena dalam proses berat sampel dipantau mulai hari ke-7 dan pembuatannya mengalami pemanasan pada suhu selanjutnya ditimbang setiap hari sampai berat tinggi. konstan. Setelah mencapai berat konstan, dilakukan Penentuan Indikator Kerusakan Dalam penelitian ini, diasumsikan bahwa analisis kadar air (db) untuk masing-masing sampel. penyebab kerusakan instan temulawak adalah tekstur Kadar air ini dinamakan kadar air seimbang (equilibrium moisture content). Selanjutnya data bahan yang mulai menggumpal. Ini didasarkan atas 27
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
pertimbangan bahwa kerusakan instan temulawak yang paling dominan adalah terbentuknya gumpalan karena adsorpsi uap air produk. Jadi, dalam hal ini kadar air kritis diartikan sebagai kadar air pada saat mulai terbentuk gumpalan pada produk sehingga produk sudah ditolak konsumen. Setelah penyimpanan 12 hari, produk telah berada pada kondisi kritis kemudian dilakukan uji kadar air kritis dan diperoleh kadar air kritis instan temulawak adalah 1,242 %. Penentuan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL) Kadar air kesetimbangan yang diperlukan untuk membuat kurva sorpsi isothermis produk diperoleh dengan mengkondisikan sampel dalam beberapa jenis larutan garam jenuh dengan kelembaban relatif yang berbeda-beda.
temulawak membentuk kurva seperti huruf S (Sigmoid). Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Labuza (1984), yaitu bahwa bahan makanan kering mempunyai kurva ISL berbentuk sigmoid. Tabel 2. Persamaan garis GAB, nilai K, C dan Mo instan temulawak Parameter Nilai Persamaan GAB y = - 1,507x2 + 1,309x + 0,24 Koef. Korelasi (R2) 0,665 a1 0,24 a2 1,309 a3 -1,507 nilai K 0,977 nilai C 7,583 nilai Mo 0,562
Tabel 1. Kadar air keseimbangan (Me) instan temulawak dalam berbagai aw Garam Aktivitas air Me LiCl 0,113 0,364 MgCl2 0,321 0,594 K2CO3 0,436 0,708 Mg(NO3)2 0,499 0,896 NaNO2 0,628 1,243 NaCl 0,749 4,436 KCl 0,830 3,577 K2SO4 0,966 4,482 Sampel instan temulawak apabila dibiarkan dalam suatu ruangan akan menyerap uap air dari lingkungan sampai terjadi keseimbangan antara kadar air instan temulawak dengan kadar air dalam ruangan. Besar kecilnya kadar air yang diserap oleh instan temulawak untuk mencapai keseimbangan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya kelembaban relatif (RH) ruangan. Semakin tinggi kelembaban ruangan maka jumlah uap air yang diserap bahan untuk mencapai keseimbangan semakin besar.
Model perhitungan Guggenheim-AnderssondeBoer (GAB) Menurut McLaughin dan Magee (1998) terdapat 23 persamaan yang dapat menjelaskan hubungan antara kadar air dan aw (sorpsi isotermis) bahan pangan. Dari sekian banyak model yang dikembangkan tersebut, persamaan BET (BrunauerEmmett-Teller) dan GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer) mewakili model isotermis yang memiliki daya guna cukup baik yaitu dalam hal kemampuannya secara matematis menguraikan isotermis sorpsi, dan kemampuan tetapan-tetapan dalam model tersebut untuk menunjukkan fenomena secara teoritis (Adawiyah dan Soekarto 2010). Namun, persamaan BET hanya dapat menggambarkan proses sorpsi air pada aw = 0,20-0,35 (Labuza, 1980). Sedangkan persamaan GAB diklaim sebagai model yang paling baik karena mempunyai rentang aktivitas air yang cukup lebar (0-0,9) (Widyotomo, dkk., 2011; Wijaya, dkk., 2014; Timmermann, dkk., 2001).
Gambar 1. Kurva ISL instan temulawak Berdasarkan klasifikasi kurva ISL menurut sifat bahan, dapat diketahui bahwa kurva ISL instan
Gambar 2 Grafik persamaan GAB instan temulawak 28
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
Konstanta pada persamaan GAB digunakan untuk menghitung nilai K, C dan Mo sehingga diperoleh bentuk umum persamaan GAB. Nilai K, C dan Mo dihitung mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Bizot (1983) untuk fitting data aktivitas air dan kadar air kesetimbangan ke dalam persamaan GAB (Wijaya, dkk., 2014). Bentuk umum persamaan GAB instan temulawak adalah :
Gambar 3 Grafik hubungan antara waktu dengan perubahan berat (gram)
M=
Hal tersebut dikarenakan jumlah air yang masuk sedikit sehingga memperlambat kerusakan. Semakin rendah nilai permeabilitas kemasan maka semakin baik kualitas kemasan tersebut sebagai media penyimpanan. Penentuan permeabilitas kemasan dilakukan pada suhu 28oC dengan menggunakan larutan NaCl yang memiliki RH sebesar 75 %. Tekanan udara luar (Pout) ditentukan dengan mengalikan tekanan uap air pada suhu penyimpanan dengan RH. Menurut tabel uap air yang terdapat dalam labuza (1984), tekanan uap pada suhu 28oC sebesar 28,349 mmHg. Jadi Pout dalam penelitian ini adalah 28,349 x 0,75 = 21,26175 mmHg. Dari analisis permeabilitas kemasan diperoleh data perubahan berat total silika gel dan kemasan. Selain itu juga dibutuhkan luas penampang kemasan dan nilai Pout. Nilai slope berbanding lurus dengan permeabilitas kemasan. Semakin rendah nilai slope maka semakin rendah permeabilitas kemasan sehingga pengemas tersebut semakin baik dan berkualitas. Luas penampang (A) pengemas PP dan PE berbeda karena lebar pengemasnya berbeda (selisih 1 cm). Sedangkan nilai Po yaitu tekanan uap air murni pada suhu penyimpanan (280C) sebesar 28,349 mmHg. Nilai Po dan Pout semua kemasan sama. Permeabilitas kemasan PP 0,03; PP 0,05 dan 0,085 g H2O/hari.m2.mmHg.
Bentuk umum persamaan GAB digunakan untuk menghitung aw bahan awal (kadar air awal diketahui saat analisis kadar air), dan menghitung kadar air kritis (Mc) dengan aw kritis 0,6. Data Mi, Mc dan nilai aw masing-masing selanjutnya diregresi linier dengan aw (sumbu x) dan kadar air (sumbu y) untuk mendapatkan persamaan regresi yang digunakan menghitung nilai kadar air kesetimbangan (Me). Tabel 3 Nilai aw Bahan Awal, Mc dan Me Parameter Nilai penentuan Mi 1,066 aw bahan aw Mi 0,540 awal penentuan aw kritis 0,6 nilai Mc Mc 1,242 penentuan pers. y = 2,933x – nilai Me regresi 0,518 aw Me 0,75 Me 1,682 Penentuan Permeabilitas Kemasan Terhadap Uap Air Semakin sedikit selisih perubahan berat total selama waktu pengamatan maka semakin rendah nilai permeabilitas kemasan.
Tabel 4. Nilai slope, luas penampang, Pout dan k/x kemasan Kemasan Nilai slope Luas (A) Po RH simpan Pout k/x
PP 0,03 0,011 6cm x 6cm x 2 0,0072 m2 28,349 75 % = 0,75 Po x RH 21,26175
PP 0,05 0,009 6cm x 7cm x 2 0,0084 m2 28,349 75 % = 0,75 Po x RH 21,26175
PE 0,03 0,013 6cm x 6cm x 2 0,0072 m2 28,349 75 % = 0,75 Po x RH 21,26175
0,071856
0,050392
0,084920
29
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
Tabel 5. Hasil analisis pendugaan umur simpan instan temulawak Jenis kemasan PP 0,03 PP 0,05 PE 0,03
Mi (%) 1,066 1,066 1,066
Mc (%) 1,242 1,242 1,242
Me (%) 1,682 1,682 1,682
k/x 0,072 0,050 0,085
A (m2) 0,0072 0,0084 0,0072
Anandito, dkk (2010) melakukan uji permeabilitas kemasan terhadap uap air menggunakan kemasan PP 0,03 dan PE 0,03 mm; dan diperoleh hasil bahwa permeabilitas kemasan PP 0,03 mm lebih rendah daripada PE 0,03 mm. Hasil tersebut menunjukkan tren yang sama dengan hasil uji permeabilitas kemasan untuk jenis kemasan dan ketebalan yang sama. Hasil uji permeabilitas kemasan terhadap uap air oleh Ariestya (2012) yang menggunakan kemasan PP 0,03 dan PP 0,05 mm adalah 0,349 dan 0,317 g H2O/ hari m2.mmHg. Semakin tebal kemasan yang digunakan, semakin rendah nilai permeabilitas kemasan. Pengemasan yang tepat dapat mencegah kerusakan produk pangan (Nataliningsih, 2010; Harris dan Fadli 2014). Nataliningsih (2010) melaporkan hasil penelitiannya tentang pengaruh pengemasan terhadap umur simpan cabai merah yang menunjukkan bahwa penggunaan kemasan dapat menekan penyusutan berat, meningkatkan jumlah cabai sehat dan menghambat kekeriputan cabai merah sampai umur simpan 15 hari. Penelitian Harris dan Fadli (2014) juga menyampaikan hal yang sama bahwa Pundang seluang yang dikemas, baik dengan kemasan vakum maupun kemasan tanpa vakum jauh lebih tinggi umur simpannya daripada perlakuan tanpa kemasan. Pendugaan Umur Simpan Secara umum umur simpan instan temulawak pada beberapa jenis kemasan menunjukkan umur simpan terendah pada produk yang menggunakan pengemas PE 0,03 mm sedangkan umur simpan tertinggi pada produk yang menggunakan pengemas PP 0,05 mm. Labuza (1984) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan produk pangan kering adalah kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, RH dan jenis kemasan. Umur simpan instan temulawak dengan metode ASLT pendekatan ISL untuk kemasan PP 0,03; PP 0,05 dan PE 0,03 berturut-turut adalah 1197,4 hari; 1475,7 hari dan 1013,5 hari.
Ws (g) 17,808 17,808 17,808
Po
b
28,349 28,349 28,349
2,933 2,933 2,933
Ө (hari) 1197,4 1475,7 1013,5
Ө (th) 3,28 4,04 2,78
Berdasarkan hasil penelitian Mustafidah (2011) diperoleh data bahwa minuman serbuk berserat dengan metode ASLT pendekatan ISL model perhitungan GAB yang dikemas menggunakan PP 0,03 mm dan LDPE 0,028 mm pada suhu 300C, umur simpannya adalah 1783,153 hari dan 659,767 hari. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa umur simpan ledok instan dengan metode yang sama pada suhu 280C menggunakan pengemas HDPE dan aluminium foil adalah 180 dan 894 hari (Wijaya, dkk., 2014). Perbedaan nilai umur simpan yang diperoleh pada beberapa jenis produk ini diakibatkan oleh karakteristik alami bahan pangan, model yang digunakan, suhu, RH serta nilai permeabilitas kemasan selama penyimpanan (Fennema, 1985; Labuza, 1968; Budijanto, dkk., 2010). Pengemasan dapat menghalangi jumlah oksigen yang masuk sehingga proses respirasi dapat dihambat (Nataliningsih, 2010; Buckle et al., 1987). Faktor kemasan perlu diperhatikan dalam penentuan umur simpan, terutama permeabilitas kemasan (Herawati, 2008). Umur simpan tepung gaplek yang dikemas dengan plastik PE dengan ketebalan 0,03 mm; 0,05 mm; 0,07 mm; dan 0,08 mm berturutturut adalah 133 hari, 155 hari, 215 hari dan 230 hari; sedangkan umur simpan tepung gaplek yang dikemas dengan plastik PP 0,02 mm; 0,03 mm; 0,04 mm; 0,05 mm, dan 0,08 mm berturut-turut adalah diprediksi selama 130 hari, 157 hari, 182 hari, 207 hari dan 264 hari. (Septianingrum, 2008). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa produk yang disimpan pada plastik kemasan yang lebih tebal memiliki umur simpan yang lebih lama. KESIMPULAN Umur simpan instan temulawak yang diduga dengan metode ASLT pendekatan ISL yang dikemas dengan kemasan PP 0,03 mm; PP 0,05 mm dan PE 0,03 mm berturut-turut adalah 1197,4 hari; 1475,7 hari dan 1013,5 hari. Sedangkan jenis pengemas terbaik untuk instan temulawak diantara kemasan PP 0,03 mm, PP 0,05 mm dan PE 0,03 mm adalah kemasan PP 0,05 mm. 30
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
Kiswanto. 2005. Perubahan kadar senyawa bioaktif Rimpang temulawak dalam penyimpanan (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian (INTAN). Yogyakarta. Labuza T.P. 1968. Sorption Phenomena in Foods. Journal Food Technology. 22: 263-272. Labuza T.P. 1980. Effects of Water Activity on Reaction Kinetics of Food Deterioration. Journal of Food Technology. 42: 36 Labuza T.P. 1984. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use. American Association of Cereal Chemistry . St. Paul, Minniesota McLaughin CP; Magee TRA. 1998. The Determination of Sorption Isotherm and Isoteric Heats of Sorption for Potatoes. Journal of Food Engineering 35: 267-280. Mustafidah, Chilyatul; dan S.B. Widjanarko. 2011. Umur Simpan Minuman Serbuk Berserat dari Tepung Porang (Amorpophallus oncophillus) dan Karagenan Melalui Pendekatan Kadar Air Kritis. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No.2 p. 650-660 Nataliningsih, 2010. Pengaruh Natrium Bisulfit, Pelapisan Lilin dan Pengemasan terhadap Sifat Cabai Merah (Capsicum annuum L) selama Umur Simpan 15 Hari. http://ejournal.kopertis4.or.id/file/pengaruh%20Natri um%20Bisulfit.pdf. Diakses pada 30 Juli 2015 Sembiring, B.S. dan T. Hidayat. 2012. Perubahan Mutu Lada Hijau Kering Selama Penyimpanan Pada Tiga Macam Kemasan dan Tingkatan Suhu. Jurnal Littri 18(3): 115124. Septianingrum, Elis. 2008. Perkiraan Umur Simpan Tepung Gaplek yang Dikemas dalam Berbagai Kemasan Plastik Berdasarkan Kurva Isoterm Sorpsi Lembab. Skripsi: Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Timmermann; J. Chirife; H.A. Iglesias. 2001. Water Sorption Isotherms of Foods and Foodstuffs: BET or GAB Parameters? Journal of Food Engineering 48, 19-31 Widyotomo, Sukrisno; O. Atmawinata; dan H.K. Purwadaria. 2011. Karakterisasi Isoterm Sorpsi Air Biji Kopi dengan Model BET dan GAB. Agritech, Vol.31, No. 3
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, D.R.; dan S.T. Soekarto. 2010. Pemodelan Isotermis Sorpsi Air pada Model Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XXI No. 1. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Anandito, R.B. Katri; Basito; dan H.T. Handayani. 2010. Kinetika Penurunan Kadar Vanilin selama Penyimpanan Polong Panili Kering pada Berbagai Kemasan Plastik. Agrointek, Vol.4 No.2 Ariestya, S. Putri. 2012. Pendugaan Umur Simpan Keripik Jamur Tiram (Pleurotus sp.) dengan Berbagai Variasi Bahan Pengemas Menggunakan Metode Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Sebelas Maret. Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Tanaman Obat-Obatan di Indonesia, 1997-2013. Jakarta Bizot, H. 1983. Using The GAB Model to Costruct Sorption Isotherms. Dalam: Jowitt, R., Escher F dan Vos, G (eds.) Physical Properties of Foods, hal. 43-54. Applied Science Publishers, London, UK. Buckle, K. A, R. A, Edwards, G. H. Fleet dan M, Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Budijanto, Slamet. Dkk. 2010. Penentuan Umur Simpan Seasoning Menggunakan Metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.11 No.2 (Agustus 2010): 71-77 Fennema OR. 1985. Food Chemistry 2nd ed. Marcell Decker, Inc, New York, USA Grafianita. 2011. Kadar Kurkuminoid, Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) pada Berbagai Teknik Pengeringan. Skripsi: Universitas Sebelas Maret Surakarta Harris, Helmi; M. Fadli. 2014. Penentuan Umur Simpan (Shelf Life) Pundang Seluang (Rasbora sp) yang Dikemas Menggunakan Kemasan Vakum dan Tanpa Vakum. Jurnal Saintek Perikanan Vol.9, No.2: 53-62 Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan.Jurnal Litbang Pertanian , 27 (4) 2008. 31
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol IV No. 4 Oktober 2015
Wijaya, I Made Anom S.; I Ketut Suter, dan Ni Made Yusa. 2014. Karakteristik Isotermis Sorpsi Air dan Umur Simpan Ledok Instan. Agritech, Vol. 34, No. 1.
32