ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
Avaliable online at www.ilmupangan.fp.uns.ac.id Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013 KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MILLET KUNING SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA KARAKTERISTIK SENSORIS, FISIKOKIMIA, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MI INSTAN UBI JALAR UNGU THE STUDY OF THE USE OF YELLOW MILLET FLOUR AS WHEAT FLOUR SUBSTITUTION ON SENSORY AND PSYCHO-CHEMICALS CHARACTERISTICS AND ANTIOXIDANT ACTIVITY PURPLE SWEET POTATO INSTANT NOODLES Catharina Novika R*) Dian Rachmawanti A *), Kawiji *), R. Baskara Katri Anandito *) *)
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian UNS, Surakarta
Received 20 September 2012 accepted 29 October 2012 ; published online 2 January 2013 ABSTRAK Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh substitusi tepung millet kuning terhadap kualitas sensoris mi instan millet-ubi jalar ungu dan untuk mengetahui serta membandingkan karakteristik fisik, kimia, dan aktivitas antioksidan mi instan millet-ubi jalar ungu terpilih dari uji sensoris dengan kontrol serta mi instan yang ada di pasaran. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu variasi proporsi tepung millet kuning dan tepung terigu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mi instan terpilih adalah mi instan millet-ubi jalar dengan proporsi millet : terigu = 20 : 80 karena memiliki karakteristik sensoris yang paling mendekati kontrol. Hasil uji fisik menunjukkan bahwa mi instan millet-ubi jalar tersebut memiliki gaya maksimal pemutusan mi sebesar 0,081 N. Ditinjau dari sifat kimia memiliki kadar air 3,302%; kadar abu 2,731 % (db); kadar lemak 17,54% (db); kadar protein 7,275% (db); kadar serat kasar 1,377% (db); dan kadar karbohidrat 71,575% (db). Aktivitas antioksidan mi instan millet-ubi jalar terpilih 0,558 % DPPH per mg (db). Kata kunci: millet kuning, ubi jalar ungu, mi instan ubi jalar ungu, mi instan millet-ubi jalar ungu ABSTRACT The purpose of this research was studied the effect of millet flour substitution on the sensory quality of millet-purple sweet potato instant noodle. Then, examined the physical and chemical characteristics and antioxidant activity of selected millet-sweet potato instant noodle from assay sensory and compared the characteristics of selected instant noodle with control and instant noodle that available on the market. This research using one factor completely randomized design (CRD) such as variation of yellow millet flour and wheat flour proportion. The results showed that selected instant noodle was millet-purple sweet potato instant noodle with the proportion of mille flour : wheat flour = 20: 80; because it had the mostly like similar with control based on sensory characteristics. Physical properties showed that those millet-purple sweet potato instant noodles had 0,081 N trigger force. Reviewed from chemical properties it had 3,302% of moisture content; 2,731% (db) of ash content; 17,54% (db) of fat content; 7,275% (db) of protein content; 1,377% (db) of crude fiber content; and 71,575% (db) of carbohydrate content. Antioxidant activity of selected millet-sweet purple instant noodles is 0,558% DPPH per mg (db). Keywords: yellow millet, purple sweet potato, purpe sweet potato instant noodle, millet-purple sweet potato instant noodle *)
Corresponding author:
[email protected]
80
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
ekstraksi Soxhlet, hot plate, kondensor, tabung reaksi, Lloyd Universal Testing machine.
PENDAHULUAN Konsumsi mi instan berbahan baku terigu di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor terigu, diperlukan substitusi dengan bahan baku lokal misalnya ubi jalar ungu dan millet kuning. Keduanya sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia karena kemampuannya untuk tumbuh di daerah tropis. Secara umum, pada tahun 2011 Indonesia dapat menghasilkan 2,196 juta ton dengan areal panen seluas 176,93 ribu Ha (BPS, 2011). Ubi jalar ungu memiliki kandungan serat yang tinggi serta kandungan antosianin yang dapat berfungsi sebagai senyawa antioksidan. Sedangkan millet kuning yang selama ini dikenal sebagai pakan burung ternyata memiliki komponen gizi yang tidak kalah dengan tepung terigu. Menurut penuturan Ir. Hj. Rusdayani Amin,MS yang dikutip oleh Marlin (2009) tanaman millet tersebar dihampir seluruh Indonesia seperti pulau Buruh, Jember, dan termasuk di Sulawesi Selatan seperti Enrekang, Sidrap, Maros, Majene dan daerah lainnya. Tanaman ini sangat mudah untuk dibudidayakan karena dapat ditanam pada tanah gembur dengan cara ditabur dan tidak memiliki musim. Pada penelitian terdahulu telah dikaji karakteristik mi instan dengan bahan baku ubi jalar ungu namun dari hasil uji sensoris formulasi terpilih menurut panelis masih pada formulasi yang didominasi oleh terigu. Melihat keunggulan dari sisi aktivitas antioksidan mi instan ubi jalar serta adanya peluang untuk menggantikan tepung terigu dengan millet, maka pada penelitian ini dibuat mi instan ubi jalar ungu dengan millet sebagai pensubstitusi terigu. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh substitusi tepung millet kuning terhadap kualitas sensoris mi instan millet-ubi jalar ungu dan untuk mengetahui serta membandingkan karakteristik fisik, kimia, dan aktivitas antioksidan mi instan millet-ubi jalar ungu terpilih dari uji sensoris dengan kontrol serta mi instan yang ada di pasaran.
Bahan Ubi jalar ungu didapatkan dari pasar tradisional di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Millet, tepung terigu, tapioka, mocaf, dan garam diperoleh dari pasar lokal dan supermarket di Surakarta. Sedangkan STPP (sodium tripolyphosphat) dapat diperoleh di toko bahan kimia. Analisis serat kasar: H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%, etanol 96%. Analisa kadar protein: H2SO4 pekat, air raksa oksida (HgO), larutan K2SO4, aquades, lempeng Zn, larutan K2S 4%, larutan H3BO3, HCl 0,1 N, dan indikator BCGMR. Kadar Lemak: petroleum eter atau petroleum benzine. Analisis aktivitas antioksidan: metanol dan larutan DPPH Tahapan Penelitian Preparasi Tepung millet dibuat dengan cara membersihkan millet dari kotoran, direndam 1 jam, dikeringanginkan, digiling atau ditepungkan, diayak dengan ayakan 80 mesh, dan dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 60-70oC (± 2 jam). Sedangkan tepung ubi jalar ungu dibuat dengan cara menyortir ubi jalar ungu utuh, kemudian dikupas, dicuci, diiris dengan ketebalan ± 2 mm, dikeringkan dengan cabinet dryer suhu 60oC (± 3 jam), ditepungkan, dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Pembuatan Mi Instan Ubi Jalar Ungu dan Mi Instan Millet-Ubi Jalar Ungu Pembuatan mi instan millet-ubi jalar ungu diawali dengan mencampurkan tepung millet kuning, tepung ubi jalar ungu, terigu, tapioka, dan mocaf dengan larutan alkali (STPP, garam, dan air), kemudian diuleni hingga kalis. Selanjutnya dibentuk lembaran mi dengan ketebalan 1-1,5 mm, dilanjutkan pembentukan untaian mi dengan lebar ± 1 mm dan didapatkan mi mentah. Mi mentah dikukus selama 5 menit (suhu 85-90oC) dan digoreng selama 2,5 menit (suhu 130oC). Mi instan ubi jalar ungu sebagai kontrol, dibuat dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan millet.
METODE PENELITIAN Alat Grinder, alat pencetak mi, cabinet dryer, neraca analitik, pendingin, corong Buchner dan pompa vakum oven, cawan, desikator, penjepit cawan, tanur pengabuan, alat distilasi, buret, tabung
Metode Analisis Analisis sensoris menggunakan metode multiple comparison (Setyaningsih dkk., 2010). Hasil analisis terpilih yang paling mendekati kontrol selanjutnya dianalisis sifat fisik, kimia, dan aktivitas 81
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
antioksidannya dibandingkan dengan kontrol dan mi instan pasaran. Analisis sifat fisik (elastisitas) menggunakan Lloyd Universal Testing Machine. Sedangakan uji sifat kimia meliputi kadar air dengan metode Termogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007), abu dengan cara kering (Sudarmadji, dkk., 2007), lemak dengan metode Soxhlet (Sudarmadji, dkk., 2007), protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji, dkk., 2010), serat kasar dengan Perlakuan Asam Basa Panas (Sudarmadji, dkk., 2007), dan karbohidrat dengan metode by different (Muchtadi, 2011). Analisa antioksidan menggunakan metode DPPH (Subagio, dkk, 2002).
Semakin banyak penambahan tepung millet menyebabkan mi menjadi lebih rapuh sehingga lebih mudah patah dan ukurannya menjadi lebih pendek. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kandungan gluten pada millet dan lebih sedikitnya kandungan pati pada millet dibandingkan dengan tepung terigu. Tekstur mi dapat menjadi kenyal karena adanya proses gelatinisasi dan koagulasi gluten (Astawan, 2008) sehingga apabila semakin sedikit kandungan gluten dan pati pada adonan mi akan mengakibatkan mi menjadi rapuh. Menurut Suarni (2001) dalam Suarni (2004) kandungan pati pada terigu sebesar 78,74% sedangkan menurut Prabowo (2010) kandungan pati pada millet kuning sebesar 56,53%. Selain mi menjadi rapuh, semakin banyak penambahan millet mengakibatkan mi menjadi semakin kusam atau tidak mengkilat. Hal ini disebabkan karena kandungan pati pada millet lebih sedikit dibandingkan tepung terigu. Proses gelatinisasi membuat pati meleleh dan akan membentuk lapisan tipis (film) yang membuat permukaan mi tampak mengkilat dan halus (Astawan, 2008).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sensoris Mi Instan Millet-Ubi Jalar Ungu Skor kualitas secara sensoris mi instan milletubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Skor Kualitas Sensoris Mi Instan MilletUbi Jalar Ungu Sampel No Atribut Sensoris F1 F2 F3 1 Kenampakan 4,08a 4,96b 5,80c 2 Warna 4,00a 4,56b 4,92b a 3 Flavor 3,76 4,80b 4,60b 4 Kekenyalan 4,12a 5,16b 5,76c a 5 Keseluruhan 3,92 4,96b 5,68c
2. Warna Selain kenampakan, warna merupakan salah satu atribut yang paling awal diperhatikan oleh konsumen, karena warna menjadi suatu hal penting bagi konsumen untuk menentukan makanan yang akan dikonsumsi. Dari hasil uji sensoris (Tabel 1), pada parameter warna menunjukkan hasil bahwa sampel F1 merupakan mi yang menurut panelis warnanya paling mendekati kontrol. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa penambahan tepung millet lebih dari 20% berpotensi membuat warna mi semakin buruk dari kontrol. Warna mi cenderung semakin keruh, hal ini dapat disebabkan oleh warna millet yang berwarna keruh. Warna keruh pada millet dapat disebabkan oleh kandungan abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu tepung terigu yang didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu kadar abu dari tepung millet kuning sebesar 1,98% (Prabowo, 2010) sedangkan kandungan abu pada tepung terigu “Cakra Kembar” yaitu sebesar 0,64% (Anonimi, 2012).
Keterangan: Dalam satu baris angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 Sampel : F1 = Tepung Millet : Tepung Terigu = 20 : 80 F2 = Tepung Millet : Tepung Terigu = 40 : 60 F3 = Tepung Millet : Tepung Terigu = 60 :40 Skor : 1 = sangat lebih baik dari K 2 = lebih baik dari K 3 = agak lebih baik K 4 = sama dengan K 5 = agak lebih buruk dari K 6 = lebih buruk dari K 7 = sangat lebih buruk dari K
1. Kenampakan Pada uji sensoris mi instan ubi jalar ungu ini kenampakan yang dapat diamati oleh panelis meliputi tekstur permukaan dan bentuk produk. Hasil uji sensoris pada kenampakan mi instan millet-ubi jalar ungu (Tabel 1) menunjukkan bahwa sampel F1 memiliki kenampakan yang paling mendekati kontrol bila dibandingkan dengan kedua sampel yang lain.
3. Flavor 82
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
Menurut Zuhra (2006) flavor atau citarasa merupakan sensasi yang dihasilkan oleh bahan makanan ketika diletakkan dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau.Dari uji sensoris pada parameter flavor (Tabel 1) didapatkan hasil bahwa flavor sampel F1 paling mendekati kontrol bahkan cenderung sedikit lebih baik dari kontrol. Sampel F2 dan F3 berbeda nyata dengan sampel F1. Rata-rata nilai pengujian dari panelis menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung millet akan mengakibatkan flavor mi cenderung menjadi lebih buruk daripada kontrol karena millet memiliki flavor agak langu yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen.
kontrol dan juga sampel mi instan yang ada di pasaran. Sifat Fisik (Elastisitas) Sifat kekenyalan mi diukur menggunakan alat Universal Testing Machine. Dari hasil pengujian diperoleh data mengenai gaya maksimal untuk memutuskan mi. Semakin besar gaya maka semakin liat atau kenyal mi instan tersebut. Gaya maksimal pemutusan mi instan dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat kepercayaan 95% dapat diketahui bahwa gaya maksimal pada sampel F1 sebesar 0,081 N, berbeda nyata dengan sampel K dan MP yang membutuhkan gaya 0,124 N dan 0,123 N.
4. Kekenyalan Dalam uji sensoris panelis dapat menentukan kekenyalan pada mi dengan cara digigit atau ditarik hingga putus. Data uji sensoris pada kekenyalan (Tabel 1) menunjukkan bahwa sampel F1 mempunyai tingkat kekenyalan hampir sama dengan kontrol. Kekenyalan pada mi dipengaruhi oleh banyak sedikitnya gluten dan pati pada adonan mi. Sifat kenyal pada mi dipengaruhi karena adanya peristiwa gelatinisasi pati dan koagulasi gluten saat pemanasan (Astawan, 2008). Gel yang terbentuk pada proses gelatinisasi dan koagulasi akan mendukung kekokohan adonan sehingga mi tidak rapuh.
Tabel 2 Gaya Maksimal Pemutusan (N) Mi Instan Ubi Jalar Ungu (K), Mi Instan Millet-Ubi Jalar Ungu (F1), dan Mi Instan Pasaran (MP) K F1 MP 0,124b 0,081a 0,123b Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05
Kekenyalan pada mi instan dibentuk oleh gluten yang ada pada tepung terigu dan juga pati yang terkandung pada tepung terigu serta tepungtepung lain yang digunakan pada pembuatan mi instan. Di dalam adonan, granula-granula pati terdapat di antara lapisan-lapisan film gluten. Lapisan film gluten yang terbentuk bersifat impermiabel terhadap gas, sehingga dapat memerangkap gas dan membentuk pori. Selanjutnya ketika mi dikukus terjadi proses koagulasi gluten dan gelatinisasi pati, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
5. Keseluruhan Penilaian keseluruhan adalah nilai perbandingan yang diberikan panelis terhadap sampel mi instan millet-ubi jalar ungu dengan kontrol berdasarkan seluruh parameter yang ada sebelumnya, seperti kenampakan, warna, flavor, dan kekenyalan. Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan sampel yang paling mendekati kontrol adalah sampel F1. Data ini didukung dengan hasil penilaian panelis terhadap atribut sensoris yang lain. Pada semua atribut, panelis menilai bahwa semakin banyak penambahan tepung millet pada adonan mengakibatkan karakteristik sampel cenderung semakin lebih buruk dari kontrol. Berdasarkan hasil uji sensoris dapat diputuskan bahwa sampel terpilih adalah sampel F1. Selanjutnya sampel F1 akan diuji karakteristik fisik, kimia, dan aktivitas antioksidannya dibandingkan dengan sampel
Sifat Kimia Pengujian karakteristik kimia pada mi instan serta melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya komponen gizi pada mi instan. Komposisi kimia ketiga sampel mi instan yang diuji dapat dilihat pada Tabel 3.
83
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
Tabel 3 Komposisi Kimia Mi Instan Ubi Jalar Ungu (K), Mi Instan Millet-Ubi Jalar Ungu (F1), dan Mi Instan Pasaran (MP) Sampel Komponen Kimia K F1 MP b a Air 5,063 3,302 5,730b Abu (% db) 2,596b 2,731c 1,312a Lemak (% db) 15,585a 17,54b 19,213c Protein (% db) 7,918b 7,275a 8,064b Serat Kasar (% db) 0,552a 1,377b 0,695a Karbohidrat (% db) 73,328b 71,575a 70,845a
tertinggal dalam bentuk abu dalam bentuk senyawa anorganik sederhana. Hasil pengujian kadar abu (Tabel 3) menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi terdapat pada sampel F1 (2,731%) dan terendah terdapat pada sampel MP (1,312%). Perbedaan kadar abu pada sampel MP dengan sampel F1 dan K dipengaruhi oleh perbedaan bahan baku yang digunakan. Kadar abu pada sampel F1 lebih tinggi daripada sampel K karena tepung millet memiliki kandungan abu yang lebih besar daripada tepung terigu “Cakra Kembar”. Menurut Prabowo (2010), kandungan abu tepung millet kuning adalah sebesar 1,80%. Sedangkan menurut Souilah, dkk (2012) kandungan abu millet jenis Pennisetum glaucum adalah sebesar 2,04%. Angka ini jauh lebih besar dari kandungan abu pada tepung terigu “Cakra Kembar” yaitu sebesar 0,64% (Anonimi, 2012).
Keterangan: Dalam satu baris angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05
1. Kadar Air Air dalam bahan makanan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, cita rasa makanan, dan dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari serangan mikrobia (Winarno, 2004). Dari hasil pengujian kadar air diketahui bahwa ketiga sampel mi memiliki kadar air dibawah 10% sehingga dapat dikatakan sudah sesuai dengan ketentuan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia). Sampel F1 memiliki kadar air yang lebih rendah daripada dua sampel yang lain yaitu sebesar 3,302%. Kadar air dalam sampel mi dipengaruhi oleh banyak sedikitnya kandungan gluten dalam adonan dan juga suhu serta lama proses penggorengan. Sampel K memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada sampel F1 karena sampel K memiliki proporsi terigu yang lebih tinggi sehingga kandungan gluten juga lebih besar daripada sampel F1. Menurut Anam dan Handajani (2010) gluten mengakibatkan daya ikat air pada mi menjadi tinggi karena gluten yang bersifat viskoelastis terbentuk dari pencampuran tepung terigu dengan air.
3. Kadar Lemak Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya (Herlina dkk, 2002). Dari hasil pengujian kadar lemak (Tabel 3), kadar lemak terbesar ditemukan pada sampel MP yaitu sebesar 19,213%, diikuti sampel F1 sebesar 17,54%, dan kadar lemak terendah ditemukan pada sampel K sebesar 15,585%. Kadar lemak pada sampel mi dapat dipengaruhi oleh kadar lemak bahan baku yang digunakan serta teknik penggorengan yang digunakan. Teknik penggorengan yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan dalam hal penyerapan minyak sehingga dapat mempengaruhi kadar lemak pada mi. Kadar lemak pada sampel F1 lebih besar daripada sampel K karena dipengaruhi adanya tepung millet pada sampel F1. Menurut Prabowo (2010), tepung millet kuning memiliki kadar lemak sebesar 2,58%. Sebagai perbandingan, menurut Souilah, dkk (2012) kandungan lemak millet jenis Pennisetum glaucum adalah sebesar 6,64%. Jumlah tersebut jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kadar lemak yang tertera pada kemasan tepung terigu “Cakra Kembar” yaitu sebesar 1,167% (db). Selain itu proses
2. Kadar Abu Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Pada pembakaran bahan biologis semua senyawa organik akan rusak, sebagian besar karbon berubah menjadi gas karbon dioksida (CO2), hidrogen menjadi uap air, dan nitrogen menjadi uap nitrogen (N2) (Davis dan Mertz, 1987 dalam Arifin, 2008). Sebagian besar mineral akan
84
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
penyerapan minyak pada mi selama penggorengan dapat dipengaruhi oleh kandungan pati yang terkandung di dalamnya. Menurut Astawan (2008), saat proses pengukusan pati akan meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) akibat adanya proses gelatinisasi. Lapisan tersebut dapat mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan.
Kadar serat kasar pada mi dipengaruhi oleh kandungan serat pada bahan baku yang digunakan. Kadar serat kasar pada sampel MP dapat berbeda dengan sampel K atau F1 karena sampel MP menggunakan bahan baku yang jauh berbeda dengan dengan sampel K dan F1. Kadar serat kasar pada sampel F1 lebih besar daripada sampel K karena dipengaruhi adanya tepung millet pada adonan sampel F1. Kandungan serat kasar pada tepung millet lebih tinggi daripada tepung terigu yang digunakan. Menurut penelitian Prabowo (2010), kadar serat kasar tepung millet kuning sebesar 2,01%. Data ini juga didukung oleh hasil penelitian Souilah, dkk (2012) yang menyebutkan bahwa kandungan serat kasar tepung millet jenis Pennisetum glaucum adalah sebesar 6,64%. Sedangkan menurut Suarni (2001), kandungan serat kasar pada tepung terigu jenis hard flour hanya sebesar 1,92%.
4. Kadar Protein (Total) Karena adanya kandungan unsur N maka biasanya menurut Sudarmadji, dkk (2010) peneraan jumlah protein dapat dilakukan dengan cara menentukan jumlah nitrogen (N) yang ada dalam bahan pangan. Penentuan jumlah N total dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein pada sampel mi dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Menurut SNI 01-3551-2000 tentang mi instan, kadar protein mi instan yang terbuat dari tepung terigu minimal 8%. Dari hasil analisis statistik dengan tingkat signifikansi 95% diketahui bahwa sampel K dan sampel MP tidak berbeda nyata sedangkan sampel F1 memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada dua sampel yang lain. Dilihat dari angkanya sampel yang kadar proteinnya telah memenuhi standar SNI adalah sampel MP, kadar protein sampel K dan F1 masih lebih rendah dibandingkan dengan SNI karena adanya substitusi terigu dengan bahan-bahan yang lain. Sampel K berbeda nyata dengan sampel F1 karena dipengaruhi oleh ada tidaknya kandungan tepung millet pada sampel. Kandungan protein pada tepung terigu “Cakra Kembar” sebesar 1314% (Anonim, 2012). Sedangkan pada tepung millet kuning menurut Prabowo (2010) adalah sebesar 11,29%. Sebagai perbandingan kadar protein pada millet jenis Pennisetum glaucum, menurut Souilah, dkk (2012) adalah sebesar 11,7%.
6. Kadar Karbohidrat Pada penelitian ini, komponen karbohidrat yang dimaksud tidak termasuk komponen serat kasar karena telah dilakukan pengujian tersendiri untuk mengetahui kandungan serat kasar pada mi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kadar karbohidrat pada mi dipengaruhi oleh kadar zat gizi lain. Semakin besar kandungan zat gizi tersebut maka kandungan karbohidrat akan semakin kecil demikian pula sebaliknya karena penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by different. Selain dipengaruhi oleh kadar komponen gizi yang lain, pada sampel K dan F1 kadar karbohidrat juga dipengaruhi kadar karbohidrat pada tepung terigu dan tepung millet. Berdasarkan informasi dari daftar komposisi kandungan gizi yang tertera pada kemasan, dapat diketahui bahwa kandungan karbohidrat pada tepung terigu “Cakra Kembar” adalah sebesar 86,34%. Sedangkan kadar karbohidrat tepung millet kuning menurut Prabowo (2010) adalah sebesar 74,52%. Data ini didukung oleh penelitian Hulse, dkk (1980) dalam Rooney dan McDonough (1987), kadar karbohidrat pada millet jenis pearl millet (Pennisetum americanum) adalah sebesar 69,4%.
5. Kadar Serat Kasar Di dalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer (Sudarmadji, dkk, 2010). Data hasil pengujian kadar serat kasar mi instan disajikan pada Tabel 3. Setelah dianalisis statistik diketahui sampel F1 yang memiliki kadar serat kasar 1,377% berbeda nyata dengan kedua sampel yang lain. 85
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
Aktivitas Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Meskipun memiliki berat molekul kecil, senyawa ini mampu mengainaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal (Winarsi, 2007). Hasil pengujian aktivitas antioksidan pada sampel mi instan ubi jalar ungu ungu, mi instan millet ubi jalar, dan mi instan pasaran tampak pada Tabel 4.
KESIMPULAN 1. Semakin banyak penggunaan tepung millet pada mi instan ubi jalar ungu mengakibatkan sampel cenderung semakin lebih buruk dari kontrol. 2. Sampel F1 membutuhkan gaya maksimal untuk memutuskan mi sebesar 0,081 N, mengandung kadar air sebesar 3,302%, kadar abu 2,731% (db), kadar lemak 17,54% (db), kadar protein 7,275% (db), kadar serat kasar 1,377% (db), kadar karbohidrat 71,575% (db), dan aktivitas antioksidan sebesar 0,558% DPPH per mg. 3. Bila dibandingkan dengan sampel K, sampel F1 memiliki tekstur yang kurang elastis serta aktivitas antioksidan yang tidak berbeda nyata. Kadar air, kadar protein, dan kadar karbohidratnya menunjukkan nilai yang lebih rendah, namun komponen kimia yang lain menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada sampel K. 4. Dibandingkan sampel MP, sampel F1 memiliki tekstur yang kurang elastis namun memiliki aktivitas antioksidan serta kadar abu, lemak, dan serat kasar yang lebih tinggi. Kadar karbohidratnya tidak berbeda dengan sampel MP, namun komponen kimia yang lain menunjukkan nilai yang lebih rendah.
Tabel 4 Aktivitas Antioksidan (% DPPH per mg) Mi Instan Ubi Jalar Ungu (K), Mi Instan Millet-Ubi Jalar Ungu (F1), dan Mi Instan Pasaran (MP) K F1 MP 0,583b 0,558b 0,263a Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05
Aktivitas antioksidan pada mi diukur dengan menggunakan metode DPPH. DPPH merupakan radikal sintetik yang larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol serta merupakan radikal yang stabil dan dapat diukur intensitas warnanya (Rohman dan Riyanto, 2005). Ketika direaksikan dengan larutan sampel yang mengandung senyawa antioksidan, larutan DPPH yang semula berwarna ungu akan memudar hingga berwarna kuning pucat akibat elektron tidak berpasangan dari DPPH telah menerima donor atom H atau donor elektron dari senyawa antioksidan sampel. Data hasil pengujian aktivitas antoksidan yang telah dianalisis menggunakan analisis statistik menunjukkan bahwa sampel K tidak berbeda nyata dengan sampel F1 namun berbeda nyata dengan sampel MP. Sampel MP mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih kecil daripada sampel K dan F1. Pada sampel K dan F1 senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan adalah antosianin, sedangkan pada sampel MP yang berfungsi sebagai senyawa antioksidan adalah TBHQ. Sampel K tidak berbeda nyata dengan sampel F1 dikarenakan proporsi antosianin dari tepung ubi jalar ungu yang ada dalam adonan sampel K sama dengan yang ada pada sampel F1. Sampel MP memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kecil dari sampel K dan F1 dapat dikarenakan proporsinya yang tidak terlalu besar dalam adonan mi tersebut.
SARAN Saran yang dapat disampaikan adalah perlunya penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan mi instan ubi jalar ungu dengan substitusi tepung millet agar dapat dihasilkan mi instan yang lebih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia terutama dilihat dari kandungan proteinnya. DAFTAR PUSTAKA Anam, Choirul dan Sri Handajani. 2010. Mi Kering Waluh (Cucurbitamoschata) dengan Antioksidan dan Pewarna Alami. Caraka Tani XXV, hal. 73-78. Anonimi. 2012. Terigu Cakra Kembar. http://www.indofood.com. Diakses padatanggal 22 Agustus 2012 pukul 12.40 WIB Astawan, Made. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta BPS. 2011. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta Davis, GK dan Metz. 1987. Copper. P301-364. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. Academic Press, Inc. San Diego dalam Arifin, Zainal. 2008. Beberapa Unsur 86
ISSN: 2302-0733
Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013
Mineral Esensial Mikro dalam Sistem Biologi dan Metode Analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian, 27 (3). Herlina, Netti., M. Hendra S., Ginting,. 2002. Lemak dan Minyak. USU digital Library. Medan Hulse, J.H., Laing, E.M., dan Pearson, O.E. 1980. Sorghum and Millets: Their Composition and Nutritive Vaue. Academic Press.New York, USA dalam Rooney, L.W. dan McDonough, C.M. 1987.Food Quality and Consumer Acceptance of Pearl Millet.Proceedings of International Pearl Millet Workshop.ICRISAT. India. Marlin. 2009. Sumber Pangan Tanaman Minor. http://daengnawan.blogspot.com/2009/07/sumb er-pangan-tanaman-minor.html. Diakses pada 13 Desember 2011 pukul 19.31 WIB. Muchtadi, Deddy. 2011. Karbohidrat Pangan dan Kesehatan. Penerbit Alfabeta. Bandung Prabowo, Bimo. 2010. Kajian Fisikokimia Tepung Millet Kuning dan Tepung Millet Merah. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Rohman, Abdul dan Sugeng Riyanto. 2005. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) secara In Vitro. Majalah Farmasi Indonesia. Hlm. 136-140. Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyantono, dan Maya Puspita. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor. SNI. 2000. StandarNasional Indonesia 01-3551 Tentang Mi Instan Souilah, Rachid, et al. 2012. Pretreatments Effect of Sorghum (Bicolor (L.)Moench) and Millet (PennisetumGlaucum) Flours on the In Vitro Starch Digestibility.Journal of the University of Chemical Technologyand Metallurgy, 63-68. Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung, dan Beras untuk Pembuatan Kue Basah (cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia, Maros. Vol.6 hal:55-60 dalam Suarni. 2004. Pemanfaatan Tepung Sorgum untuk Produk Olahan. Jurnal Litbang Pertanian hal:145-15. Subagio, Achmad, dkk. 2002. Kajian Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Hidrolisat Tempe Hasil Hidrolisis Protease. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet,Bambang Haryono, dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Winarno.2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Winarsi, Hery.2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius.Yogyakarta.
87