ISSN 0216-9169
Fauna Indonesia Volume 8, No. 2 Desember 2008
t
Zoologi In
M
donesia
asyaraka
Xenopsylla cheopis
MZI
Pusat Penelitian Biologi - LIPI Bogor
Fauna Indonesia
Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun
ISSN 0216-9169 Redaksi Haryono Awit Suwito Mohammad Irham Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha Tata Letak Kartika Dewi R. Taufiq Purna Nugraha Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068 E-mail:
[email protected]
Foto sampul depan : Xenopsylla cheopis - Foto : R.T.P. Nugraha
PEDOMAN PENULISAN Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pemah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/laboratorium suatu jenis binatang yang didukung data pustaka, berita tentang catatan baru suatu jenis binatang atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah populer. Penulis tunggal atau utama yang karangannya dimuat akan mendapatkan 2 eksemplar secara cuma-cuma. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Makalah disusun dengan urutan: Judul, nama pengarang, ringkasan/summary, pendahuluan, isi (dibagi menjadi beberapa sub judul, misalnya: ciriciri morfologi, habitat, perilaku, distribusi, manfaat dan konservasinya, tergantung topiknya), kesimpulan dan saran (jika ada) dan daftar pustaka. Naskah diketik dengan spasi ganda pada kertas HVS A4 menggunakan program MS Word, maksimal 10 halaman termasuk gambar dan tabel. Selain dalam badan dokumen, gambar juga turut disertakan dalam file terpisah dengan format jpg. Gambar dan tabel disusun dalam bentuk yang mudah dimengerti dibuat pada lembar terpisah dan disertai keterangan secara berurutan. Naskah dikirimkan ke redaksi sebanyak 2 eksemplar beserta disketnya. Acuan dan daftar pustaka, untuk acuan menggunakan sistem nama-tahun, misalnya Kottelat (1995), Weber & Beaufort (1916), Kottelat et al., (1993), (Odum, 1971). Daftar pustaka disusun secara abjad berdasarkan nama penulis pertama. Hanya pustaka yang diacu yang dicantumkan pada daftar tersebut, dengan urutan: nama pengarang, tahun penerbitan, judul makalah/buku, volume dan halaman. Khusus untuk buku harus dicantumkan nama penerbit, kota, negara dan jumlah halaman. Untuk pustaka yang diacu dari internet harus mencantumkan tanggal akses.
Nomor Penerbitan ini dibiayai oleh : “Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia” Pusat Penelitian Biologi - LIPI
PENGANTAR REDAKSI Pada saai ini isu mengenai pemanasan global dan dampaknya semakin santer dibicarakan di berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Analisa terhadap perkiraan dampak dan upaya pencegahan terus dikembangkan. Salah satu komponen kehidupan yang akan terkena dampak tersebut adalah fauna. Oleh karena itu majalah Fauna Indonesia semakin penting peranannya untuk menghimpun dan menyebarluaskan informasi mengenai fauna yang ada di bumi Nusantara ini. Kepada para pembaca dan pihak terkait diharapkan ikut berkontribusi untuk turut serta menyebarkan informasi yang dimiliki kepada khalayak luas. Pada Vol 8 (2) ini Fauna Indonesia menyajikan informasi yang menarik untuk disimak, yaitu : Keragaman jenis dan potensi ikan di perairan Pulau Boboko, Taman Nasional Ujung Kulon, Potensi ikan belida dan upaya konservasinya, Subulura andersoni, Nematoda Parasit Pada Tikus, Catatan mengenai Cumi Punggung Berlian, Thysanoteuthis rhombus Troschel, 1857 (Teuthida : Thysanoteuthidae), Siput telanjang (Slug) sebagai hama tanaman budidaya, Danau Mesangat : habitat terakhir Buaya Badas Hitam, Crocodylus siamensis di Indonesia, Tungau, caplak , kutu dan pinjal. Fauna Indonesia edisi ini bisa hadir di hadapan para pembaca atas bantuan pendanaan dari Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia Tahun 2009. Oleh sebab itu, Redaksi Fauna Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan KSK Proyek Diseminasi Informasi Biota Indonesia. Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada Kepala Bidang Zoologi-Pusat Penelitian Biologi yang telah memfasilitasi, serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan ini. Akhirnya kami ucapkan selamat membaca.
Redaksi
i
DAFTAR ISI PENGANTAR REDAKSI ............................................................................................................................... i DAFTAR ISI . ...................................................................................................................................................... ii KERAGAMAN JENIS DAN POTENSI IKAN DI PERAIRAN PULAU BOBOKO, TAMAN NASIONAL UJUNG KULON.. ..................................................................................................... 1 Gema Wahyudewantoro POTENSI IKAN BELIDA DAN UPAYA KONSERVASINYA ............................................................... 6 Haryono Subulura andersoni, NEMATODA PARASIT PADA TIKUS....................................................................10 Kartika Dewi CATATAN MENGENAI CUMI PUNGGUNG BERLIAN, Thysanoteuthis rhombusTROSCHEL, 1857 (TEUTHIDA : THYSANOTEUTHIDAE) . ....................................................................................18 Nova Mujiono SIPUT TELANJANG (SLUG) SEBAGAI HAMA TANAMAN BUDIDAYA....................................21 N. R. Isnaningsih DANAU MESANGAT : HABITAT TERAKHIR BUAYA BADAS HITAM, Crocodylus siamensis DI INDONESIA.......................................................................................................................................................25 Hellen Kurniati TUNGAU, CAPLAK , KUTU DAN PINJAL .............................................................................................29 Dhian Dwibadra
ii
Zoologi In
Fauna Indonesia
M
donesia
asyaraka
t
Fauna Indonesia Vol 8(2) Juni 2008 : 10 -15
MZI
Subulura andersoni, NEMATODA PARASIT PADA TIKUS Kartika Dewi Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi - LIPI Summary
Nematode parasitizing rats are of special interest due to the role of rats as reservoirs of many important man parasites. Subulura andersoni is one of the nematode that found to be parasitic in rats. As a common species, this worm has wide distribution and infects many rats genera in Indonesia. Morphology, life cycle, and taxonomy of this nematode will be discussed in this paper. Pendahuluan
mulai dari lambung, usus sampai sekum. Di dalam saluran pencernaan, cacing ini memakan makanan inangnya sehingga infeksinya tidak menunjukkan gejala klinis, kecuali terjadinya kekurangan nutrisi pada infeksi yang berat (Olsen, 1967).
Tikus banyak mendapat perhatian dari peneliti karena mempunyai arti penting dalam kesehatan dan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan tikus merupakan hewan reservoir penyakit parasit pada manusia dan hewan, salah satunya adalah nematoda parasit pada tikus. Rusaknya habitat alami tikus karena dijadikan permukiman dan dirambah manusia menyebabkan tikus masuk ke daerah permukiman sehingga masyarakat sedemikian akrabnya dengan hewan ini, sehingg memberikan peluang berpindahnya penyakit dari tikus ke manusia. Nematoda parasit akan selalu ikut terbawa kemanapun inangnya pergi. Parasit mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dengan inang barunya dan mampu untuk berevolusi sehingga dapat melakukan modifikasi dan menyesuaikan dengan sisitem tubuh inang barunya, sehingga akan tejadi interaksi antara inang dan parasitnya (Pisanu dkk., 2007). Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya beberapa nematoda parasit tikus pada manusia, antara lain adalah: Syphacia muris, Capillaria sp., Cyclodontostomum sp., Angiostrongylus cantonensis, Gongylonema sp., Rictularia sp. (Seo, 1968; Kia dkk., 2001; Baker, 1998; Bhaibulaya & Indrangarm, 1975; Kwo & Kwo, 1968). Salah satu nematoda parasit tikus yang mempunyai sebaran luas di Indonesia adalah Subulura andersoni. Cacing ini ditemukan bebas pada habitatnya, yaitu pada saluran pencernaan tikus,
Cara Kerja Tikus (Bunomys chrysocomus) ditangkap dengan menggunakan perangkap Kasmin dengan ukuran 28x12x12cm3. Tikus yang tertangkap kemudian dimatikan dan dibedah mulai dari anus ke atas sampai dada sehingga rongga badan dapat diamati. Organ dalam meliputi hati, ginjal, paruparu dan organ pencernaan diambil kemudian ditempatkan pada cawan petri yang terpisah untuk diperiksa ada tidaknya nematoda. Nematoda yang didapat dengan menggunakan air panas Setelah difiksasi nematoda disimpan dalam alkohol 70% untuk kemudian dilakukan identifikasi. Dalam proses identifikasian, cacing direndam dalam larutan glycerin-alkohol 70% sampai kutikelnya terlihat transparan. Pengukuran karakter menggunakan mikrometer okuler. Penyajian ukuran karakter adalah rata-rata dan diikuti oleh ukuran yang terkecil dan terbesar yang tersaji di dalam kurung. Ukuran yang digunakan adalah mikrometer, kecuali ukuran yang diikuti oleh satuan lain. Perekaman karakter menggunakan tubus penggambar yang dihubungkan dengan mikroskop compound.
10
DEWI - Subulura andersoni, NEMATODA PARASIT PADA TIKUS
Cacing yang diperiksa Inang : Bunomys chrysocomus (Hoffmann, 1887) (Yellow-haired Hill Rat) Lokasi penelitian: Desa Pakuli, Kec. Gumbara, Kab. Donggala, Sulawesi Tengah (1O13’52”S, 119O57’23”E, alt 161 m) Prevalensi: 10/12 Jumlah total cacing: 253 ekor (102 ekor jantan dan 149 ekor betina) Indeks parasit tiap inang : 1 -74 ekor (1-30 ekor
jantan dan 1-44 ekor betina) Habitat cacing: di sekum berjumlah 154 ekor (60,87%), di usus 46 ekor (18,18%) dan di lambung 53 ekor (20,95%) Deskripsi berdasarkan 10 spesimen betina dan 10 spesimen jantan. Deskripsi umum. -Tubuh ramping dengan bagian posterior melengkung ke arah ventral. Mulut komplek, bibir tereduksi dan terbelah menjadi
Gambar 1. Bagian anterior Subulura andersoni; A..Bagian anterior dengan oesophagus, bulbus oesophagus, cincin saraf dan cervical alae, B. Anterior dengan daerah kapsula bukal, C. Apical view dengan 6 buah bibir, papilla kepala dan amphid, D. Bibir, Skala: A : 500 µm; B, C: 50 µm, D: 10 µm
11
FAUNA INDONESIA Vol 8(2) Desember 2008 : 10 - 15
enam dengan batas bibir yang tipis (Gambar 1C dan 1D). Dua pasang papilla yang besar dan sepasang amphid yang juga besar terdapat pada kepala. Kepala berbentuk heksagonal dengan mulut yang terbuka sampai bukal kapsul (Gambar 1B). Bukal kapsul mempunyai dinding yang tebal, berbentuk bulat dan terdapat enam buah gigi pada bagian anteriornya. Gigi mempunyai ujung yang runcing pada bagian anteriornya. Esophagus melebar pada bagian bawahnya kemudiaan diikuti dengan bulbus. Sayap leher (cervical alae) bagian samping berkembang baik, mulai dari bagian akhir kapsula bukal sampai dengan bagian atas bulbus (Gambar 1A). Kutikula dengan garis transversal yang tidak jelas.
Betina. -Panjang total tubuh 19,4 (16,1-23,8) mm, lebar 460,5 (570-410). Lubang ekskretori 460,8 (490-420) dan cincin saraf 350,4 (320-370) dari ujung kepala, papilla leher tidak terlihat. Lebar kepala 91.6 x 112.7. Sayap leher 867.5 (840-890). Panjang esophagus dan bulbus 1.404,6 (1.230-1.810); diameter bulbus 250,0 (230-270). Vulva terletak pada bagian atas tubuh tetapi sudah mendekati bagian tengah, dengan jarak 7.032 (7.930- 6.700) dari ujung kepala. Telur subglobular, mempunyai dinding dua lapis, dengan ukuran 50,9 (47,1-53,6) x 32,8 (29,7-37,3). Panjang ekor 1.060,6 (925-1.092). Jarak clocal sucker dengan ujung ekor (Gambar 2A) 730,8 (630-790).
Gambar 2. Bagian posterior Subulura andersoni; A. Posterior betina, B. Gubernakulum, 7.Distal spikula kanan, D. Posterior jantan dengan spikula, precloacal sucker, gubernakulum dan caudal papilla. Skala : A, D: 200 µm; B: 50 µm; C:30 µm
12
DEWI - Subulura andersoni, NEMATODA PARASIT PADA TIKUS
Jantan. - Panjang total tubuh 8,7 (7,2-10,3) mm, lebar 380 (310-390). Lebar kepala 82 (80-85). Panjang esophagus dan bulbus 1.300 (1.200-1.450), diameter bulbus 210 (170-260). Cincin saraf 235 (229-250), lubang eksretori 309 (290-320). Sayap leher 720 (670-780). Terdapat pre-cloacal sucker berbentuk belah yang memanjang, dikelilingi oleh serat otot, tanpa penebalan kitin dengan panjang 220, jarak dengan ujung ekor 670 (639,5 – 710). Papila sebelum anus 5; 3 pasang yang terletak ventral, 1 pasang ventrolateral dan 1 pasang lateral. 4 pasang setelah anus. Spikula bersayap, bagian distal melebar (2C) dengan panjang 980,25 (890-1020). Ekor runcing (Gambar 2D) 230 (217.3 – 240). Panjang gubernakulum (Gambar 2B) 125,6 (140-164).
Indonesia dan mempunyai penyebaran yang luas juga menginfeksi inang dari beberapa jenis tikus (Tabel 1). Di Sulawesi Tengah, S. andersoni pernah ditemukan menginfeksi Bunomys prolatus, B. chrysocomus ,Rattus xanthurus, R. marmoxurus dan Margaretamys elegans (Purwaningsih & Dewi, 2007), tetapi morfologinya tidak dideskripsikan. Sebelumnya jenis cacing ini ditemukan pada B. penitus, R. tanezumi, M. bartelsii, R. hoffmanni, R. lugens dan R. tiomanicus yang berasal dari daerah-daerah Cibodas, Pangandaran, P. Siberut, Lampung, Kendari, dan Dumoga Bone (Wiroreno, 1978; Purwaningsih, 2003).
Menurut Purwaningsih (2003) panjang cacing jantan dan betina terkecil yang pernah ditemukan di Indonesia adalah cacing yang menginfeksi Bunomys penitus dari Kendari, untuk cacing jantan terkecil berukuran 11,284 mm sedangkan cacing betina berukuran 27,650 mm. S. andersoni yang ditemukan menginfeksi B. chrysocomus pada penelitian ini mempunyai kisaran ukuran yang lebih kecil, yaitu 8,7 (7,2-10,3) mm untuk cacing jantan, dan 19,4 (16,1-23,8) mm untuk betinanya.
Mempelajari siklus hidup nematoda sangat dibutuhkan untuk memutus penyebarannya. Siklus hidup Subulura disebut dengan heteroxeny yaitu membutuhkan lebih dari satu inang. Telur (Gambar 3) menetas di saluran pencernaan serangga (biasanya Arthoptera, Dermaptera atau Coleoptera) kemudian larva menetas di dinding usus dan mencapai rongga badan. Setelah mengalami molting pertama, larva mulai berkapsul. Kapsul yang tipis dan transparan berisi satu atau dua larva, biasanya menempel pada dinding luar usus. Larva tahap ketiga akan mengalami perkembangan di dalam kapsul setelah molting yang ke dua. Tubuhnya menjadi memendek dan menebal, pada bagian dorsalnya melengkung.
Daerah penyebaran Indonesia
Subulura
andersoni
di
Jenis cacing ini sudah sering ditemukan di
Siklus hidup
Tabel 1. Jenis inang, habitat dan daerah persebaran Subulura andersoni di Indonesia
No
Jenis inang
Habitat
Daerah
1
Bunomys penitus
Usus halus
Kendari, Sulawesi Tenggara
2
B. prolatus
Lambung, usus, caecum
Lore Lindu, Sulawesi Tengah
3
B. chrysocomus
Lambung, usus, caecum
Lore Lindu, Sulawesi Tengah
4
Rattus hoffmanni
Sekum
Dumogo Bone, Sulawesi Utara
Lambung, usus
Lore Lindu, Sulawesi Tengah
Usus halus
Lampung
Usus halus
Krakatau
5
R. tanezumi
6
R. tiomanicus
Usus halus
Pangandaran, Jawa Barat
7
R. xanturus
Lambung, usus
Lore Lindu, Sulawesi Tengah
8
R. lugens
Sekum, usus halus, rectum
Siberut, Sumatra Barat
9
R. marmoxurus
Usus
Lore Lindu, Sulawesi Tengah
10
Maxomys bartelsii
Sekum
Cibodas, Jawa Barat
11
Margaretamys elegans
Usus
Lore Lindu, Sulawesi Tengah
(Sumber : Purwaningsih, 2003, yang diperbaharui)
13
FAUNA INDONESIA Vol 8(2) Desember 2008 : 10 - 15
tubuh, struktur ini biasanya melebar dan memanjang amphid : sepasang organ khemoreseptor yang terdapat pada bagian kepala bulbus esophagus : pelebaran pada bagian bawah esophagus yang membentuk “bulb”. spikula : organ kopulasi pada nematoda jantan cincin saraf : pusat sistem saraf yang berbentuk cincin, terletak pada daerah esophagus. gubernakulum : penebalan kutikel pada bagian dinding dorsal kloaka pada nematoda jantan Gambar 3. Telur Subulura andersoni. Skala 50 (foto: K. Dewi, 2008
Larva menjadi menggulung dengan ekor dan kepalanya bertemu, esophagus mulai mempunyai bulbus yang besar dan lateral alae muncul. Pada saat inilah larva bersifat infektif (Anderson, 2000). Tikus menjadi terinfeksi karena tidak sengaja menelan serangga yang mengandung larva infektif (Ow-Yang, 1971). Ketika serangga sudah tertelan, larva keluar dari kapsul dan dalam beberapa hari memanjang. Perkembangan larva tersebut di dalam lumen saluran pencernaan, umumnya di dalam sekum dan mengalami dua kali molting sebelum menjadi dewasa dan melakukan perkawinan (Anderson, 2000). Setelah itu betina akan bertelur dan telur akan dikeluarkan ke lingkungan bersama feses tikus.
cloacal sucker : modifikasi pada kutikel bagian ventral ekor nematoda jantan yang berfungsi untuk membantu proses kopulasi. Ucapan terimakasih Kegiatan ini merupakan bagian dari program “Kiat-kiat memenangkan proyek” yang dibiayai oleh LIPI. Terimakasih saya ucapkan kepada Prof. Mien A. Rifai yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan proposal dan pembuatan laporan. Kepada Ir. Endang Purwaningsih atas diskusi dan peminjaman pustaka, kepada Nanang Supriyatna dan Sarino atas bantuannya dalam koleksi dan identifikasi inang, kepada Yuni Apriyanti atas bantuannya di laboratorium.
Klasifikasi
Daftar Pustaka
Subulura andersoni dideskripsikan pertama kali oleh Cobbold pada tahun 1876 dari Sciurus sp. di India. Thwaite pada tahun 1927 mendeskripsi ulang jenis ini secara lengkap. Pada tahun 1936 Mirza mendeskripsi jenis baru yang diberi nama S. hindi, tetapi Maplestone & Bhaduri kemudian menempatkannya sebagai sinonim dari S. andersoni (Wiroreno, 1978). Klasifikasi S. andersoni menurut Anderson (2000) adalah sebagai berikut : Phylum : Nematoda Kelas : Secernentea Bangsa : Ascaridida Suku : Subuluridae Marga : Subulura Jenis : S. andersoni (Cobbold, 1876)
Anderson, R. C. 2000. Nematode parasites of vertebrates. Their development and trasmission. 2nd Edition. CABI Publishing. Wallingford. xix + 650.
Istilah dan artinya Sayap leher : penebalan kutikel pada bagian atas
14
Baker, D. G. 1998. Natural pathogens of laboratory mice, rats, and rabbits and their effects on research. Clinical Viicrobiology. Reviews, 11: 231 – 266. Bhaibulaya, M dan S. Indrangarm. 1975. Man: An accidental host of Cyclodontostomum purvisi (Adam, 1933) and the occurrence in rats in Thailand. Southeast Asian J. Trop.Pub. Hlth, 6 (3): 391-394. Kia, E.B., M.M. Homayouni, A. Farahnak, M. Mohebali, S. Shojai. 2001. Study of endoparaites of rodents and their zoonotic importance in Ahvaz, South West Iran. Iranian J. Publ. Health,
DEWI - Subulura andersoni, NEMATODA PARASIT PADA TIKUS
30 (1-2) : 49-52. Kwo, E. H & I. H. Kwo. 1968. Occurance of Angiostrongylus cantonensis in rats in North Sumatra, Indonesia. Journal Parasitology. 54: 537542. Olsen, O. W. 1967. Animal Parasites. Their biology and life cycles. Burgess Publishing Company. Minneapolis. 431 hal. Ow-Yang, C. K. 1971. Studies on the nematode parasites of Malaysian rodents. I. The Rhabdiasidea, Trichuridea and Oxyuridea. Journal of Helmintology, 155 (XLV): 93-109 Pisanu, B., C. Jerusalem, C. Huchery, J. Marmet, & J. L. Chapuis. 2007. Helminth fauna of the Siberian chipmunk, Tamias sibiricus Laxmann (Rodentia, Sciuridae) introduced in sub urban French forests. Parasitol Res., 100: 1375-1379.
Purwaningsih, E. 2003. Variasi morfologi dan jenis inang Subulura andersoni Cobbold, 1887 di Indonesia dan deskripsi Subulura spiroki n.sp. Berita Biologi, 6 (4): 563-567. Purwaningsih, E. & K. Dewi. 2007. Nematoda pada tikus suku Muridae dan pola infeksinya di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Berita Biologi, 8 (6): 509-514. Seo, B. S., H. J.Rim, J.J. Yoon, B. Y. Koo & N.T. Hong. 1968. Studies on The Parasitic Helminths of Korea III. Nematodas and Cestodes of Rodents. The Korean Journal of Parasitology, 6 (3):123 – 131. Wiroreno W. 1978. Nematoda Parasites of Rats in West Java, Indonesia. Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Hlth. 9 (4): 520 - 525.
15