ISRA’ MI’RAJ SEBAGAI MUKJIZAT AKAL (Upaya Memahami Qs. Al-Isra’ ayat 1) Misbakhudin∗ Abstrak: Peristiwa isra’ mi’raj memunculkan banyak teka-teki dari para ulama dan ilmuwan, banyak pula menimbulkan keraguan di kalangan umat Islam sendiri mengenai kevalidannya. Pertanyaan yang muncul berkisar apakah fisiknya dan ruh (kesadaran) Muhammad SAW sebagai sebuah kesatuan ataukah hanya ruhnya saja yang ‘diperjalan’kan oleh Allah SWT. Kecepatan cahaya yang dinyatakan sebagai kecepatan tertinggi dalam sains ternyata tidak cukup untuk dapat melakukan perjalanan sejauh itu dalam waktu yang sangat singkat. Tulisan ini barangkali merupakan sebuah informasi yang mengarah kepada petunjuk baru, meskipun kebenarannya belum dapat dipastikan secara baik, namun paling tidak sedikit menguak tabir isra’ mi’raj. Menggunakan teori the zero Kelvin (nol mutlak) untuk mentakwilkan surat alIsra’ ayat 1. Isra Mi'raj event raises many puzzles of the scholars and scientists. The incident also raises many doubts among Muslims themselves about the validity. Based on that event, many questions arise whether the physical and the spirit of Muhammad as a whole or just soul which are run by God. The speed of light which is expressed as the highest speed in science is not enough to make a trip that far in a short time. This paper discuss about the information that leads to the new clue, even though the truth cannot be ascertained. This paper also used the zero Celvin theory to interpret Surah Al-Isra verse 1. Kata kunci: Isra’ Mi’raj, Zero Kelvin, Mukjizat Akal, Science
∗
Jurusan Ushuluddin STAIN Pekalongan, Jl. Kusumabangsa No. 9 Pekalongan.
Isra’ Mi’raj sebagai Mukjizat Akal (Misbakhudin)
15
PENDAHULUAN Rasulullah SAW dengan izin dari Allah SWT dan atas dasar “keinginan dan kehendak” Allah SWT sendiri telah mampu menaklukkan sesuatu yang boleh jadi karena kehendak Allah SWT pula tidak akan pernah sekalipun akan mampu ditaklukkan seorang manusia manapun selain beliau. Rasulullah SAW telah diperjalankan untuk menempuh jarak yang luar biasa jauhnya dan sampai detik ini tidak diketahui oleh ilmuwan manapun mengenai jarak yang sebenarnya. Rasulullah SAW telah menembus batasbatas materi alam semesta yang menurut catatan berjarak 13,7 milyard tahun cahaya, sekaligus memecahkan rekor telah melampaui jarak tersebut. Sehingga dinyatakan dan diabadikan dalam AlQur’an bahwa Muhammad SAW telah melihat sebagian tanda-tanda kebesaran kekuasaan Allah SWT yang paling besar. “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabbnya yang paling besar.” (QS. Al-Najm [53]:18) Dimulai dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina yang momen ini diabadikan sebagai peristiwa Isra’, kemudian dilanjutkan lagi dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha, menembus batas-batas langit satu sampai ketujuh dan kita kenal dengan nama mi’raj. Suatu tempat yang tidak pernah dan tidak akan dicapai oleh makhluk manapun kecuali Muhammad SAW, bahkan malaikat Jibril sekalipun. Hal ini didasarkan pada surat Al-Isra’ ayat 1 yang artinya: “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS. Al-Isra’ [17]: 1), yang kemudian peristiwa ini kita kenal seutuhnya dengan perjalanan Isra’ Mi’raj. Dalam waktu yang relatif sangat pendek dan jarak yang sangat jauh, beliau mampu menempuhnya hanya dalam waktu
16
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 14-26
kurang lebih dua pertiga malam, Rasulullah SAW dapat mengumpulkan antara zaman lampau, zaman sekarang dan zaman yang akan datang, seolah-olah seluruh zaman terbentang di hadapan beliau (al-Ghaithy, 2000). Berbagai macam penafsiran telah dilakukan oleh ulama, dan berbagai penjelasan ilmiah scientific telah diupayakan agar dapat memecahkan teka-teki dibalik peristiwa isra’ mi’raj ini. Bagaimana sebenarnya proses kejadian peristiwa ini, bahkan banyak di antara kita menyatakan bahwa peristiwa ini sepenuhnya bersifat ghaib dan diluar jangkauan akal, sehingga peristiwa ini harus dilihat dengan keimanan sebagai mukjizat (al-Ghaithy, 2000). Benarkah demikian? Benarkah ilmu pengetahuan dan akal manusia tidak mampu menjawab mukjizat ini? Demikian juga berbagai pertanyaan dan jawaban seputar apakah Rasulullah SAW melakukan perjalanan tersebut sekaligus jasad dan ruhnya ataukah ruhnya saja. Berbagai pendapat telah dilontarkan oleh berbagai ulama muslim diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Wahbah Zuhaily dalam tafsir Al-Munir, ia mengatakan bahwa Muhammad melakukan perjalanan tersebut sebagai satu kesatuan jasad dan ruh, sebagai interpretasi dari kata bi ‘abdihi, kata abdun disitu adalah sebuah kesatuan jasad dan ruh (Zuhaily, 1418) Berdasarkan beberapa fakta yang penulis sebutkan di atas, maka penulis ingin mengutarakan sebuah penemuan sains yang logis, yang barangkali merupakan sebuah petunjuk baru bagi umat manusia. Sehingga dapat menjadi peringatan bagi orang-orang yang berakal, terutama yang tidak mudah menerima peristiwa-peristiwa ghaib yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an jika tidak logis dan bertentangan dengan akal manusia. Meskipun Abbas Mahmud alAqqad dalam bukunya yang berjudul Allah mengatakan: “Faktor kesadaran yang melahirkan keimanan merupakan faktor terkuat jika dibanding dengan faktor argumentasi-argumentasi logis yang melahirkan keimanan, karena akal terkadang salah dalam melakukan sesuatu. Akal memiliki batas-batas tertentu yang tidak dapat dilampauinya.”, selanjutnya al-Aqqad berkata: “Manusia benar-benar telah merasa lelah karena ketergantungannya kepada argumentasi-argumentasi logis. Oleh karena itu, penggunaan
Isra’ Mi’raj sebagai Mukjizat Akal (Misbakhudin)
17
kesadaran akan keberadaan alam (sebagai bukti wujud Allah) lebih baik baginya dan lebih kuat” (Shihab, 2007). PEMBAHASAN A. Al-Qur’an dan Science Al-Qur’an adalah bacaan yang paling sempurna. Al-Qur’an adalah al-Furqan, atau Kitab Pembeda antara yang halal dan yang haram, antara yang baik maupun yang buruk, antara perintah yang wajib dilaksanakan dan larangan yang harus ditinggalkan. al-Qur’an adalah al-Dzikr atau Kitab Peringatan bagi umat manusia agar selalu ingat kepada Tuhannya, ingat akan segala perintah-Nya dan segala larangan-Nya. al-Qur’an adalah al-Huda, diturunkan kepada umat manusia sebagai Kitab Petunjuk di dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifatullah fi al-ardhi, sebagai khalifah Allah di muka bumi. Al-Qur’an adalah al-Mau’idhah, sebagai Kitab Nasehat. Al-Qur’an adalah al-Syifa’, karena dapat berfungsi sebagai penyembuh atau obat ataupun sebagai penawar bagi panyakitpenyakit yang menyusahkan. Al-Qur’an adalah al-Hikmah, atau Kitab Kebijaksanaan yang berisi ayat-ayat tentang kebijaksanaan yang sangat diperlukan oleh umat manusia. Al-Qur’an adalah alKhair, atau Kitab Kebaikan yang memberikan tuntunan kepada umat manusia tentang kebaikan yang datangnya dari Allah SWT. AlQur’an adalah mukjizat yang bisa dilihat dari berbagai aspek. Pakar al-Qur’an dan hukum Islam, Imam al-Qurthubi (w 671 H), dinilai sebagai ulama pertama yang menggarisbawahi aspek kemukjizatan Al-Qur’an ditinjau dari segi petunjuk atau syariatnya (Shihab, 1997). Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M) mengutarakan hal yang sama, sebagaimana yang dikemukakan dalam tafsir al-Manar jilid pertama, ia juga mengatakan bahwa petunjuk al-Qur’an dalam bidang akidah ketuhanan, persoalan metafisika, akhlak, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan soal agama, sosial politik, merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Sedikit sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidangbidang tersebut kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh dengan mempelajarinya bertahun-tahun (Ridha, 1990). Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia sarat dengan ilmu pengetahuan (science) dan teknologi yang dibutuhkan oleh
18
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 14-26
manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terdapat dalam alQur’an, ada yang mudah dipahami secara langsung oleh pembacanya dan ada juga yang memerlukan pemikiran, penelitian, serta perenungan lebih lanjut dan mendalam untuk dapat dipahami. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Inilah Kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh berkah, supaya mereka memikirkan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapat pelajaran” (QS. Shaad [38]: 29) Menurut ayat di atas, manusia diwajibkan memikirkan ayatayat al-Qur’an, agar manusia mendapatkan pelajaran dengan akalnya, sehingga mereka yang mau menggunakan akalnya untuk memikirkan dan merenungkan ciptaan-ciptaan Allah SWT disebutkan dalam al-Qur’an sebagai Ulul Albab. Seperti yang tertuang dalam al-Qur’an sebagai berikut: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali Imran [3]:190191) Berdasarkan petunjuk-petunjuk al-Qur’an di atas, kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk tidak sekedar beriman terhadap peristiwa isra’ mi’raj semata, melainkan juga diperintahkan untuk memikirkan, meneliti dan merenungkannya. Sehingga al-Qur’an benar-benar berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia. Jika sebagian ilmuwan membantah akan ketidaklogisan kisah isra’ mi’raj tersebut, maka umat Islam mampu meluruskannya. Dalam penciptaan langit dan bumi, terdapat berbagai macam ilmu yang bisa diperoleh manakala manusia mau menggunakan akal pikirannya, matahari yang memancarkan sinar (panas) ke bumi setiap hari, dari manakah asalnya sinar (panas) tersebut, tentang penciptaan bintang, bumi, bulan dan benda-benda yang berada di alam semesta ini, hal tersebut akan menjadi suatu ilmu tersendiri (Wardhana, 2004). Bahkan dengan melalui penalaran yang sederhana saja kita akan bisa menerima bahwa al-Qur’an dapat menjadi dasar rujukan bagi ilmu pengetahuan. Penalaran sederhana
Isra’ Mi’raj sebagai Mukjizat Akal (Misbakhudin)
19
ini didasarkan pada al-Qur’an itu sendiri sebagaimana firman Allah SWT berikut: “Hanya sesungguhnya Tuhan kamu adalah yang tiada Tuhan melainkan Dia. IlmuNya meliputi segala sesuatu” (QS. Thaha [29]: 98) “Apakah engkau tidak mengetahui sesungguhnya Allah mengetahui apa-apa yang di langit dan di bumi…” (QS. Al-Hajj [22]: 70) “…Dia mengetahui yang ghaib dan nyata, dan Dialah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahuia.” (QS. Al-An’am [6]: 73) Tiga ayat di atas menerangkan secara jelas bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit, baik yang bersifat ghaib maupun yang nyata. Dan dinyatakan oleh Allah dalam al-Qur’an bahwa Dia telah menyempurnakan bagi manusia agamanya, dan telah menyempurnakan pula nikmat-nikmatnya (QS. Al-Ma’idah [5]: 3). Sehingga dengan demikian, al-Qur’an adalah sebagai sumber ilmu pengetahuan yang diperuntukkkan demi kebaikan dan petunjuk bagi manusia. Ilmu Allah terhampar di seluruh penjuru langit dan bumi. Bahkan langit dan bumi itu sendiri adalah realitas dari ilmu Allah. Hamparan ilmu Allah itulah yang kemudian dipelajari oleh manusia dalam bentuk sains dan teknologi. Sains adalah penguasaan teoritis, sedangkan teknologi adalah praktis. Manusia tidak pernah menciptakan ilmu, namun hanya merumuskan kenyataannya dan sekedar memformulasikan realitasnya semata. Kemudian memanfaatkan rumusan itu untuk membuat alat-alat yang bermanfaat buat kehidupan manusia. (Mustofa, tt) B. The Zero Kelvin: Kolaborasi Einstein dan Nath Bose Syahdan Einstein dan Satyendra Nath Bose, fisikawan India, berkolaborasi pada tahun 1920 an, dan menemukan hukum “BoseEinstein Condensate”, di mana saat sebuah benda didinginkan mendekati nol mutlak, atau nol derajat Kelvin alias -273.16o Celcius, maka momentumnya akan mendekati nol, alias benda dan bahkan atom-atom di dalamnya tidak akan bergerak sama sekali (Hidayat Lesie, 2007). Dalam ilmu fisika diketahui bahwa tidak ada suhu lebih rendah dari nol mutlak atau nol derajat Kelvin.
20
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 14-26
Tujuh puluh lima tahun kemudian, hipotesa tadi dibuktikan di Universitas Colorado. Pada tanggal 5 Juni tahun 1995, hal ini diuji di laboratorium untuk partikel boson, dengan menggunakan gas rubidium. Eric Cornel dan Carl Wieman dari team Colorado dibawah arahan National Institutes of Standard and Technology, mendinginkan suhu sampai satu per satu milyard (0,000000001o) derajat diatas nol mutlak, alias nol derajat Kelvin (Zero Kelvin). Hasilnya dipublisir pada 14 Juli 1995 di jurnal Science. Pada tahun 1997, uji coba ditingkatkan untuk sub partikel atomik dari jenis fermion, atau jenis-jenis partikel “materi”. Hasilnya juga sama seperti apa kata prediksi sang empu (Hidayat Lesie, 2007). Bahan yang didinginkan menciptakan bentuk yang sama sekali baru, yang bukan gas, bukan cair, padat maupun plasma. The New State of Matter, dimana seluruh partikel (atom-atom) seolah bertumpuk dan berlaku sebagai sebuah partikel (atom) saja, akibat frekwensinya mengecil, sedangkan panjang gelombangnya (lambda) menjadi sangat panjang, limit menuju tak hingga (Lesie, 2007). Dengan ditentukannya momentum, di mana atom nyaris kehilangan aspek vibrasi gelombangnya, maka posisinya menjadi bisa berada di manapun juga. Termasuk saling menumpuk menjadi satu, sehingga jika ada seribu partikel, namun berlaku seolah menjadi hanya satu partikel saja. Hal ini sesuai dengan hukum ketidak-pastian fisika kuantum dari Heisenberg (Heisenberg Uncertainty Principle), di mana jika momentum diketahui (E nyaris nol), maka posisi menjadi kabur dan bisa saling menumpuk, alias bisa berada di manapun juga dalam ruang-waktu, karena panjang gelombang mendekati tak hingga. Dalam Encarta 2006, dijelaskan sebagai berikut: “In essence, the momentum of the atoms would become so precisely pinpointed (near zero) that their position would become less and less certain and there would be a relatively large amount of space that would define each atom's position. As the atoms slowed to almost a stop, their positions became so fuzzy that each atom came to occupy the same position as every other atom, losing their individual identity. This odd phenomenon is a Bose-Einstein condensate.”
Isra’ Mi’raj sebagai Mukjizat Akal (Misbakhudin)
21
Pada saat suhu mendekati nol mutlak, frekwensi dan energi melemah (E4=0), sehingga momentum diketahui, namun akibatnya
posisinya menjadi kabur, dan hal ini diperlihatkan dengan panjang gelombang limit menuju tak hingga. Pada posisi ini materi yang didinginkan (disiplin ilmu cryogenik) menjadi sebuah zat yang berlaku aneh, yaitu menjadi bersifat super-fluidal. Seperti contoh gas helium-4 pada suhu 20 Kelvin, dia bisa bergerak menembus dinding bejana, atau naik keatas dinding dan tidak dikenai oleh hukum gravitasi (Encarta, 2006). Keberadaan helium seolah menjadi eksistensi super/super existence, karena dia bisa terbang, menembus ruang-ruang antar atom (dinding bejana), bahkan dapat berada (eksis) dimana-mana, karena panjang gelombangnya membesar secara sangat signifikan. Hal ini bertentangan pula dengan hukum eksklusiv dari Pauli, di mana untuk partikel materi (particle-like), adalah tidak mungkin 2 buah benda atau lebih, menempati (mengkonsesi) sebuah posisi dalam ruang pada waktu yang sama (Lesie, 2007). C. Isra’ Mi’raj Mukjizat Akal Dari penjelasan tentang teori zero Kelvin di atas, bisa kita analisa dan terapkan sebagai bentuk dari upaya menafsirkan dan upaya mencari penjelasan tentang proses kejadian isra’ mi’raj Rasulullah SAW. Seperti kita ketahui bersama Sampai saat ini, di kalangan ulama Islam masih terdapat perbedaan pendapat (khilafiyah) tentang peristiwa Isra’ Mi’raj, di mana pertanyaan yang muncul, apakah Rasullulah SAW melakukan proses tersebut dengan tubuh atau hanya kesadarannya (ruh) saja, tidak ada keterangan
22
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 14-26
langsung (sharih) dari Rasulullah SAW maupun Allah SWT sendiri mengenai hal tersebut. seperti halnya hanya dikabarkan kepada kita tentang kejadiannya dalam al-Isra’ sebagaimana berikut: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil haram ke Al Masjidil aksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ [17]: 1) Sebagian menyatakan pendapat bahwa hanya kesadaran Nabi saja yang berangkat, karena saat itu Nabi nampak di kamarnya. Namun pada saat yang sama dinyatakan, Nabi juga hadir di gurun pasir dengan penampakan pada rombongan-rombongan kafilah unta, serta tentu saja di Masjidil Aqsa untuk persiapan menjelang Mi’raj ke Sidratul Muntaha. Setidaknya terdapat 4 penampilan Nabi dalam ruang berbeda, dengan waktu yang nyaris sama. Dengan pandangan Bose-Einstein Condentation ini, maka tentunya hal ini dapat dijawab, seperti penampakan yang ada di mana-mana menjadi wajar. Jika Nabi “didinginkan” atau energinya dikosongkan (nol), maka panjang gelombang menjadi mendekati tak hingga, sehingga bisa muncul dimanapun dalam ruang–waktu, dalam sebuah kesatuan ujud (super ego) dan bukan serpihannya. Baik dikamarnya, digurun bersama kafilah unta, di masjidil Aqsa bersama dengan Jibril, di alam semesta ini, bahkan ke Sidratul Muntaha, batas ahir lingkup perjalanan manusia. Hati-hati dengan istilah energi dikosongkan (didinginkan), bukan dalam pengertian sempit tubuhnya dimasukkan saja ke dalam kulkas. Namun lebih jauh lagi, yaitu tatkala dalam dimensi kesadaran yang lebih “primer”, energinya (E = energi pembangkangan/ego) dinolkan, alias kesadaran yang pasrah-total secara total atas kehendak Nya, sehingga vibrasi kesadaran bergetar cepat menuju tak hingga dan ‘melembut’ (latief). Pada kondisi ini secara otomatis atom-atom tubuh dalam dimensi fisik yang lebih sekunder, akan diam mutlak serta berada pada kondisi Bose Einstein Condesate. Mari kita bayangkan kondisi dan posisi super-eksis ini, yaitu seseorang yang tubuhnya diam dalam konteks “kawasan” (dalam dimensi positif/materi), namun dalam konteks “wawasan” kesadarannya melambung ke wilayah spiritual (jauh melewati
Isra’ Mi’raj sebagai Mukjizat Akal (Misbakhudin)
23
kecepatan cahaya dalam dimensi kesadaran/hyperspace). Layaknya orang yang tengah bertafakur, berdzikir, berkontemplasi, atau meditasi. Perbedaan yang mutlak adalah faktor penggagas, yaitu apakah kehendak sendiri (free-will) yang dibatasi oleh hukum kausalitas, dan kehendak-Nya yang tidak dibatasi apapun. Nabi Muhammad SAW pada saat Isra Mi’raj mungkin menjadi contoh, bagaimana kondisi super-existence dicapai. Pada saat itu bahkan apa disebut sebagai keberadaan wujud-materi/jasad tubuh pun menjadi tidak relevan dibicarakan. Sebab wujud yang ada adalah “wujud-super”, yang bisa bergerak menembus hukum-hukum kausalitas umum (hukum adat), seperti gravitasi umpamanya, dan bukan sekedar tampilan wujud materi yang kita kenali secara umum, atau istilahnya The New State of Matter yang bersifat super-fluidal. Dengan berdasarkan pada saksi-saksi mata bahwa Nabi muncul di beberapa tempat sekaligus, hal ini merupakan validasi bahwa Rasulullah saat itu berada di mana-mana dalam ruang, yang sekaligus menjadi sebuah pertanda bahwa panjang gelombang beliau memuai menuju tak hingga. Persoalannya adalah, menurut teori relatifitas, bahwa ruang sama dengan waktu, alias ruang–waktu, bukan ruang “dan” waktu sebagai dua entitas terpisah, melainkan bertumpuk menjadi satu (hukum adat). Artinya keberadaan di manamana dalam ruang, sama saja dengan keberadaan di mana-mana dalam waktu. Alhasil Rasulullah merupakan orang pertama, yang atas ijin dan kuasa-Nya (lihat ayat di atas: …… yang telah memperjalankan hamba-Nya….) berhak untuk berada di manapun dalam seluruh ruang-waktu. Dari saat awal alam semesta ini diciptakan, saat ini maupun kelak ke depan pasca kiamat. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Rabbnya yang paling besar.” (QS. Al-Najm [53]:18). Dan jika kita mencoba renungkan, bahwa dalam peristiwa mi’raj itu rasulullah telah melampaui batas-batas ruang dan waktu sebagai realitas ciptaan Allah SWT, yang secara nalar logis bahwa Allah tidak mungkin terikat oleh waktu dan ruang sebagai ciptaannya sendiri, sehingga dengan demikian maka Rasulullah pun dibuat oleh Allah agar tidak terikat lagi oleh ruang dan waktu agar dapat mencapai Sidratul Muntaha. Rasulullah telah di-perjalankan ke masa lalu dan bahkan masa mendatang di akherat, sehingga
24
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 14-26
seringkali kita dengar hadits-hadits Rasulullah yang menceritakan keadaan di hari akherat kelak. KESIMPULAN Isra Mi’raj bukan semata mukjizat mata (kawasan materi) yang dapat lekang karena waktu, namun mukjizat akal (wawasan kesadaran), karena berisi tentang hakikat keberadaan (eksistensi) mahluk itu sendiri, dalam setiap partikel ruang dan di dalam seluruh momen waktu, setelah melewati fase ketiadaan / “nothingness”. Bahwa jasad Rasulullah SAW. telah wafat terbujur kaku sejak 1400 tahun yang lalu, hal ini tidak terbantahkan, namun tidak dengan jasad super-existencenya. Jasad hakiki yang utuh dan menyeluruh tanpa bisa dipenggal-penggal, yang akan terus hidup sepanjang jaman, seraya menjadi contoh aplikatif bagaimana AlQuran dilaksanakan secara kaffah (Sunnah Rasul). Muhammad SAW selaku Nabi paling akhir tidak bisa dipisahkan dari Islam. Beliau telah hadir membawa cahaya Islam sejak awal jaman, bahkan jauh sebelum beliau dilahirkan. Sehingga setiap Nabi, bahkan setiap manusia dilahirkan sebagai Islam. Yang membuat mereka menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi hanyalah karena orang tuanya belaka. Saat seorang Islam pindah agama dinamakan sebagai “convert” (konversi, berubah), namun sebaliknya orang dari agama lain memasuki Islam dinamakan “revert”, alias kembali pada fitrahnya. Sementara jika Rasulullah hadir berada di mana-mana dalam seluruh momen waktu, maka hal itu termasuk pada “saat ini”, sehingga sahlah kalimat aktual dan faktual syahadat “…. Dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya “. Perjalanan Isra’ Mi’raj sungguh merupakan sebuah fenomena dan neumena yang meneguhkan syahadat dan menetapkan shalat, sekaligus selaku hal yang paling fundamental dalam rukun Islam. Cerita yang dikembangkan dalam setiap peringatan Isra Miraj seringkali berkonteks sebatas perjalanan darat dan angkasa dalam kawasan materi, menuju sebuah “tepian” yang mampu dilihat mata layaknya seorang astronot. Sebuah mukjizat mata, persis seperti yang ditunjukan Musa pada Firaun, Ibrahim pada Namrud, Isa pada Bani Yahudi.
Isra’ Mi’raj sebagai Mukjizat Akal (Misbakhudin)
25
Padahal kita sudah tahu persis, bahwa Isra Miraj bukan semata mukjizat, namun Ummul mukjizat yaitu mukjizat akal. Sementara bukankah “akal” berada dalam aspek “wawasan”?, yang ukurannya jauh-jauh-jauh lebih luas dari “kawasan” alam semesta materi yang “hanya’” 13,7 milyard tahun cahaya saja ukurannya. Sebuah “ruang-kesadaran”, suatu wilayah gaib nan halus yang setidaknya ukurannya setara dengan seratus juta triliun lebih besar lagi. Layaknya perbandingan buih ombak dengan isi samudera. Pada ruang ini maka ujud beserta partikel tubuh manusia sudah terlampau kasar, layaknya memasukan unta kedalam lubang jarum, sehingga tidak lagi relevan untuk dibicarakan. Kecuali ujud tubuh tadi, dengan kehendak-Nya semata mengalami proses trasformasi, berubah menjadi super-ujud dengan supereksistensinya. Rasullulah adalah satu-satunya manusia, yang berhasil menggapai batas-batas terluar wawasan kesadaran serta alam halus ini, tepatnya di Sidratul Muntaha. Sungguh Maha Besar Allah SWT, sungguh mulia Rasulullah SAW, sungguh dahsyat perjalanan malam tadi, dan sungguh sayang pula, jika kita sendiri yang ternyata secara sadar maupun tidak, justru telah bersikap seringkali mengkerdilkannya. Wallahualambishawab. DAFTAR PUSTAKA Al-Ghaithiy, Syeikh Najmuddin, Menyingkap Rahasia Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, Bandung: Pustaka Setia, 2000. Al-Zuhaily, Wahbah, Al-Tafsir Al-Munir fi Al-Aqidah wa AlSyari’ah wa Al-Manhaj, Damaskus: Dar Al-Fikr AlMu’asyir, 1418 H. Lesie, Yayat Hidayat. The Zero Kelvin, Meneguhkan Syahadat dan Menetapkan Shalat, Cimahi: ICMI Orda Cimahi, 2007 Mustofa, Agus, Membonsai Islam, Surabaya: Padma Press, tt. Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir Al-Manar, Mesir: Al-Haiah AlMisriyyah Al-‘Ammah Lilkitab, 1990. Shihab, M. Quraish, Logika Agama: Kedudukan Wahyu & Batasbatas Akal dalam Islam, Jakarta: Lentera Hati, 2007. ----------, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 2003.
26
RELIGIA Vol. 15 No. 1, April 2012. Hlm. 14-26
Wardhana, Wisnu Arya, Al-Qur’an dan Energi Nuklir, Yogyakarta: Pustaka Pelakar, 2004. ----------, Melacak Teori Eisnstein dalam Al-Qur’an: Penjelasan Ilmiah tentang Teori Einstein dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.