ISOLASI, SELEKSI, DAN IDENTIFIKASI BAKTERI KITINOLITIK PADA CAIRAN TANAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) SEBAGAI AGENS BIOKONTROL
DEVITA FITRIANI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi, Seleksi, dan Identifikasi Bakteri Kitinolitik pada Cairan Tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) sebagai Agens Biokontrol adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2016 Devita Fitriani NIM A34120027
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK DEVITA FITRIANI. Isolasi, Seleksi, dan Identifikasi Bakteri Kitinolitik pada Cairan Tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) sebagai Agens Biokontrol. Dibimbing oleh GIYANTO. Pengendalian hayati meggunakan bakteri kitinolitik merupakan salah satu pengendalian yang potensial dan ramah lingkungan untuk patogen dan hama tanaman. Tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) adalah tanaman insektivora yang mencerna serangga sebagai sumber nitrogen dan fosfor. Tanaman ini telah dilaporkan memiliki simbiosis dengan berbagai mikroorganisme seperti bakteri kitinolitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, menyeleksi, dan mengidentifikasi bakteri kitinolitik pada cairan tanaman kantong semar serta mengkaji potensinya sebagai agens biokontrol. Isolasi telah dilakukan dengan metode pengenceran berseri. Seleksi dan karakterisasi meliputi uji Gram, reaksi hipersensitif, aktivitas kitinase, dan potensi antagonis secara in vitro. Identifikasi secara molekuler dilakukan pada isolat bakteri yang memiliki indeks kitinolitik (IK) tinggi dan/ atau menghambat cendawan patogen (Pyricularia oryzae, Helminthosporium oryzae, and Sclerotium rolfsii). Bakteri yang berhasil diisolasi dari cairan tanaman kantong semar sebanyak 49 isolat dari lima spesies Nepenthes. Enam isolat memiliki Gram positif, sedangan yang lainnya Gram negatif. Semua isolat bakteri yang didapatkan tidak bersifat patogenik terhadap tanaman. Terdapat 17 isolat bakteri yang mempunyai aktivitas kitinase. Indeks kitinolitik (IK) tertinggi dimiliki oleh isolat NB1 yaitu sebesar 3.0. isolat tersebut tidak menghambat cendawan patogen namun menyebabkan mortalitas larva nyamuk hingga 100%. Data menunjukkan bahwa aktivitas kitinase tidak berkorelasi dengan daya hambatnya terhadap cendawan patogen. NB1 adalah isolat terpilih yang potensial sebagai agens biokontrol terhadap larva nyamuk, sedangkan NRA5 dan NB9 terhadap P. oryzae dan S. rolfsii. Hasil identifikasi molekuler dan analisis urutan nukleotida gen 16S rRNA pada data di GenBank isolat NB1 dan NB9 masing-masing memiliki homologi tertinggi dengan Chromobacterium aquaticum dan C. haemolyticum sebesar 96%, sedangkan isolat NRA5 dengan Burkholderia arboris sebesar 98%. Kata kunci: agens biokontrol, bakteri kitinolitik, indeks kitinolitik, Nepenthes
ABSTRACT DEVITA FITRIANI. Isolation, Selection, and Identification of Chitinolytic Bacteria in Pitcher Plant (Nepenthes spp.) as Biological Control Agents. Supervised by GIYANTO. Biological control using chitinolytic bacteria is an alternative way in controlling plant pests and diseases with less negative effect to the environment. Pitcher plant (Nepenthes spp.) as an insectivorous plant has ability in digesting insects in order to provide nitrogen and phosphate. This plant has been reported has significant association with several microbes such as chitinolytic bacteria. This research aims to isolate, select, and identify chitinolytic bacteria from liquid phase of Nepenthes spp. and its potential as biological control agents. Isolation was done by serial dillution method. Selection and characterization included Gram reaction, hypersensitive reaction, chitinolytic activity, and potential antagonists in vitro assay. Molecular identification was conducted to bacteria isolate with high chitinolytic index (CI) and/or potential in suppressing pathogen fungi (Pyricularia oryzae, Helminthosporium oryzae, and Sclerotium rolfsii). As many as 49 bacteria isolates were isolated from liquid phase of pitcher plant. Six isolates were classified as Gram-positive and the others were Gram-negative. All bacteria isolates were not pathogenic to plants. There were 17 bacteria isolates with chitinase activity. The highest chitinase activity was produced by NB1 isolate with chitinolytic index 3.0. This isolate did not suppress pathogenic fungi but caused mortality to third instar of mosquito larvae up to 100%. The data showed that high chitinase activity did not correlate to its ability in suppressing pathogenic fungi. NB1 isolate was strongly suggested as biological control agents to mosquito larvae, whereas NRA5 and NB9 to P. oryzae dan S. rolfsii. Sequence analysis of 16S rRNA gene based on GenBank database have shown that NB1 and NB9 were Chromobacterium aquaticum and C. haemolyticum (96% homology), NRA5 was Burkholderia arboris (98% homology). Key words: biological control agents, chitinolytic bacteria, Nepenthes
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2016 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ISOLASI, SELEKSI, DAN IDENTIFIKASI BAKTERI KITINOLITIK PADA CAIRAN TANAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) SEBAGAI AGENS BIOKONTROL
DEVITA FITRIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Isolasi, Seleksi, dan Identifikasi Bakteri Kitinolitik pada Cairan Tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) sebagai Agens Biokontrol. Skripsi sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai bulan Juni 2016. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Giyanto, MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan akademik yang telah memberikan ilmu, saran, motivasi, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Swastiko Priyambodo, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberi saran kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak dan adik-adik serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Drs Muhammad Mansur, MSc selaku Peneliti di Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong Science Center, Bogor yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta izin pengambilan sampel penelitian. Tidak lupa kepada teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 49, Nurfadillah, Larita, Utari, Gitty, Husna, kakak-kakak Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan: Kak Iis, Kak Chica, Kak Syaiful, Kak Tatit, Kak Fusna, Kak Novi, Bu Ratna, Bu Indri dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Ucapan spesial juga penulis sampaikan pada mas Iwan yang telah mendampingi penulis selama penyusunan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, September 2016 Devita Fitriani
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Metode Penelitian Isolasi Bakteri Pengambilan Sampel Cairan Tanaman Kantong Semar Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Pengamatan Morfologi Koloni Tunggal Uji Gram Uji Reaksi Hipersensitif Uji Aktivitas Kitinase Uji Potensi Antagonis secara in vitro Uji Potensi Isolat Bakteri Kitinolitik terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Biokontrol secara Molekuler Isolasi DNA Kromosom Bakteri Amplifikasi Gen 16S rRNA Elektroforesis dan Visualisasi Analisis Homologi Sekuen Nukleotida Gen 16S rRNA HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) Isolat Bakteri Hasil Isolasi dari Nepenthes spp. Uji Gram dan Reaksi Hipersensitif Uji Aktivitas Kitinase Isolat Bakteri dari Nepenthes spp. Uji Potensi Antagonis secara in-vitro Isolat Bakteri dari Nepenthes spp. Uji Potensi Isolat Bakteri Kitinolitik terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Isolat Bakteri Potensial sebagai Agens Biokontrol Identifikasi Bakteri Potensial Agens Biokontrol berdasarkan Karakter Karakter Morfologi Koloni Tunggal Bentuk Sel Identifikasi Bakteri Potensial Agens Biokontrol secara Molekuler Isolasi DNA Kromosomal Bakteri Amplifikasi DNA Gen 16S rRNA Analisis Sekuen Nukleotida Gen 16S rRNA SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1 1 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 9 10 11 12 14 15 16 16 16 17 17 17 17 20 20 20 21 24 32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Kelimpahan dan keragaman bakteri hasil isolasi dari Nepenthes spp. Indeks kitinolitik 17 isolat bakteri asal Nepenthes spp. pada umur 7 hari Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri kitinolitik dari Nepenthes spp. Hasil pengujian keefektifan isolat NB1 dalam menekan perkembangan larva nyamuk (A. aegypti) Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri potensial agens biokontrol terhadap data pada GenBank
10 12 13 15 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Sampel spesies tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) Lokasi pengambilan cairan tanaman kantong semar Anatomi secara umum tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) Contoh beberapa morfologi koloni tunggal isolat bakteri Contoh hasil uji aktivitas kitinase Hasil uji potensi antagonis secara in-vitro beberapa isolat bakteri terhadap cendawan patogen 7 Morfologi larva nyamuk (A. aegypti) setelah uji potensi isolat bakteri kitinolitik terhadap mortalitas larva nyamuk 8 Isolat bakteri potensial sebagai agens biokontrol 9 Hasil pewarnaan gram isolat bakteri NB1, NB9, dan NRA5 10 Visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat bakteri
7 8 9 10 12 13 15 16 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Karakter morfologi koloni tunggal isolat bakteri dari Nepenthes spp. Hasil uji potensi Gram dan reaksi hipersensitif isolat bakteri dari Nepenthes spp. Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri dari Nepenthes spp. Urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri NB1 Urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri NRA5 Urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri NB9
25 27 28 29 30 31
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tanaman merupakan gangguan fisiologis yang terjadi secara terusmenerus yang disebabkan oleh infeksi primer. Jenis patogen yang paling banyak menyebabkan penyakit pada tanaman adalah dari kelompok cendawan (Agrios 2004). Pengendalian penyakit yang diakibatkan cendawan dapat dilakukan menggunakan fungisida tetapi pemberian yang berlebihan dalam jangka waktu yang panjang dapat memberikan dampak negatif. Residu fungisida akan terakumulasi dalam sel atau jaringan organisme sehingga dapat meracuni organisme yang bersangkutan. Penggunaan fungisida tersebut tidak hanya berdampak negatif terhadap lingkungan tetapi juga dapat memicu munculnya rasras baru patogen (Taufik 2011). Pengendalian hayati menggunakan mikroorganisme sudah diteliti secara intensif sejak lama dan diketahui dapat dijadikan pengendalian alternatif yang ramah lingkungan (Suryanto et al 2011). Mekanisme pengendalian hayati cendawan patogen sudah banyak dikaji salah satunya adalah peranan enzim kitinase dari berbagai organisme yang menyebabkan lisis pada dinding sel cendawan. Organisme pendegradasi kitin umumnya berasal dari kelompok mikroorganisme diantaranya dari kelompok bakteri. Bakteri yang dilaporkan memiliki aktivitas kitinase seperti, Vibrio furnissi, Serratia marcescens, Bacillus circulans, Bacillus thuringiensis subsp. pakistani, dan Pseudomonas aeruginosa (Muharni dan Widjajanti 2011). Mikroba penghasil kitinase di bidang pertanian berfungsi sebagai agens biokontrol terhadap hama serangga dan fungi patogen yang memiliki komponen kitin pada dinding selnya (Pratiwi et al. 2015). Kitinase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan kitin. Enzim ini menghidrolisis ikatan β- 1,4 N-asetilglukosamina (NacGlc) pada kitin, suatu polimer polisakarida penyusun dinding sel beberapa cendawan patogen dan eksoskeleton invertebrata. Oleh karena itu, kitinase sangat dikenal sebagai salah satu anticendawan atau mikroba (Harni dan Widi 2011). Kitinase terdiri atas dua jenis, yaitu endokitinase yang dapat memotong bagian dalam molekul kitin dan eksokitinase yang hanya memotong ujung terminal-N (ujung amina) pada molekul kitin. Skrining dan isolasi organisme yang mampu menghasilkan kitinase biasanya dilakukan pada medium yang mengandung kitin (Kamil et al. 2007). Kelimpahan bakteri pendegradasi kitin (kitinolitik) di alam cukup berlimpah. Beberapa penelitian melaporkan bakteri kitinolitik berhasil diisolasi dari air (Pujiyanto et al. 2008), air sungai dan air tambak (Fitri dan Yekki 2011), serta rizosfer (Muharni dan Widjajanti 2011). Tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) merupakan tumbuhan yang mampu mencerna serangga yang terjebak dalam kantung pada ujung sulur daunnya sehingga digolongkan dalam tumbuhan karnivora (Mansur 2006). Komponen utama dari kulit serangga berupa kitin, sehingga diduga tanaman tersebut memiliki simbiosis dengan bakteri kitinolitik yang mampu mendegradasi kitin dari kulit serangga yang terjebak ke dalam cairan tanaman kantong semar tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yogiara (2004), di dalam cairan kantong Nepenthes juga ditemukan keragaman bakteri antara 10-39 jenis. Bakteribakteri tersebut berperan membantu mendegradasi molekul-molekul besar seperti
2 protein dan kitin, sebanyak 28,13% isolat yang diuji memiliki aktivitas protease, 10,42% isolat menghasilkan enzim kitinase, dan 34,42% memiliki aktivitas enzim fitase. Bakteri jenis Achromatium, Bacteroides splanchnicus dan Cytophaga merupakan bakteri yang dominan dan umum dijumpai pada jenis N. mirabilis (Lour.) Druce, N. reinwardtiana, N. rafflesiana, N. ampullaria, dan N. gymnamphora. Sampai saat ini penelitian ilmiah yang mendasar tentang zat aktif di dalam cairan kantong Nepenthes maupun dalam tubuh tanaman belum pernah dilakukan, demikian pula pemanfaat bakterinya (Mansur 2013). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, menyeleksi, dan mengidentifikasi bakteri kitinolitik pada cairan tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) serta mengkaji potensinya sebagai agens biokontrol. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai spesies dan potensi bakteri kitinolitik yang terdapat pada cairan tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) sebagai agens biokontrol.
5
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2015 sampai Juni 2016. Pengambilan sampel cairan tanaman kantong semar dilakukan di Kebun Budidaya Tanaman Kantong Semar Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong Science Center, Cibinong, Bogor. Sampel cairan yang sudah diperoleh kemudian diisolasi, seleksi, dan identifikasi di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Metode Isolasi Bakteri Pengambilan sampel cairan tanaman kantong semar. Isolasi bakteri dilakukan dengan mengambil cairan menggunakan syringae yang dimasukkan ke dalam kantung tanaman kantong semar atau dituang langsung (Yogiara 2004) lalu dimasukkan ke dalam botol kaca 50 ml steril. Cairan diambil dari semua kantung yang masih segar dan sudah terbuka pada masing-masing tanaman kantong semar lalu dikompositkan. Cairan yang sudah didapat dibawa ke laboratorium untuk selanjutnya dilakukan pengenceran berseri (10-1–10-7) dengan cara mencampurkan 1 ml cairan pengenceran sebelumnya dengan 9 ml air steril sebagai seri pengenceran berikutnya. Sebanyak 100 µl dilakukan pencawanan menggunakan glass beads pada media nutrient agar (NA) (Bacto peptone 5 g, Beef Extract 3 g, Agar 15 g, akuades 1 L) pada dua cawan petri (duplo) untuk setiap tingkat pengenceran. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Pengamatan Karakter Morfologi Koloni Tunggal. Bakteri-bakteri yang tumbuh pada media NA dibedakan berdasarkan karakter morfologi koloni tunggal meliputi; elevasi, tepian, dan bentuk berdasarkan Hadioetomo (1993) serta warna. Selanjutnya setiap bakteri dimurnikan dan diremajakan pada media NA untuk mendapatkan isolat tunggal bakteri. Uji Gram. Pengujian jenis Gram bakteri dilakukan dengan metode pengujian menggunakan KOH 3% dan pewarnaan. Pengujian dengan KOH 3% hanya bertujuan mengetahui jenis Gram, sedangkan metode pewarnaan digunakan untuk mengetahui jenis Gram dan bentuk sel bakteri. Metode pengujian dengan KOH 3% berdasarkan (Suslow et al. 1982) yaitu melalui pencampuran isolat bakteri dengan KOH 3% pada kaca preparat steril. Pewarnaan Gram merupakan karakterisasi fisiologi bakteri yang dilakukan untuk membedakan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri uji dioleskan di atas kaca objek yang sebelumnya sudah diberi tetesan akuades menggunakan jarum ose, lalu dikeringanginkan, dan dilakukan fiksasi di atas api. Olesan tersebut digenangi dengan kristal violet selama satu menit lalu dicuci dengan akuades yang mengalir dan digenangi kembali dengan lugol selama satu menit. Olesan tersebut di cuci dengan pemucat alkohol 95% selama tiga puluh detik, dan dibilas dengan akuades. Selanjutnya olesan tersebut digenangi dengan pewarna safranin selama tiga puluh detik hingga zat warna tersebut menyerap ke dalam sel
4 bakteri, kemudian dibilas dengan akuades. Kemudian olesan tersebut dikeringkan menggunakan kertas saring dan ditetesi dengan minyak imersi. Olesan diamati di bawah mikroskop. Bakteri gram positif akan berwarna ungu tua, sedangkan bakteri gram negatif akan berwarna merah muda (Meynell dan Meynell 1970). Uji Reaksi Hipersensitif. Uji hipersensitivitas isolat bakteri dilakukan terhadap tanaman indikator tembakau. Isolat bakteri ditumbuhkan pada media NB (Nutrient Broth) (nutrient broth 9 g, 1 L akuades) sebanyak 3 ml lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi, suspensi bakteri diinfiltrasikan ke jaringan daun tanaman tembakau menggunakan syringe 1 ml (tanpa jarum). Sebagai kontrol positif digunakan Xanthomonas oryzae pv. oryzae yang merupakan bakteri patogen tanaman, sedangkan untuk kontrol negatif digunakan akuades. Pengamatan gejala penyakit dilakukan hingga 48 jam setelah penginfiltrasian. Jika terdapat gejala berupa nekrosis pada daun tanaman tembakau yang diinfiltrasikan bakteri tersebut, mengindikasikan bahwa bakteri tersebut bersifat toksik pada tanaman atau bereaksi positif. Uji Aktivitas Kitinase. Isolat-isolat bakteri diambil satu jarum ose dan ditumbuhkan pada media NB (Nutrient Broth) masing-masing 1 ml. Biakan diinkubasi pada suhu ruang dengan aerasi menggunakan shaker pada 100 rpm selama 24 jam. Isolat tersebut lalu diteteskan sebanyak 6 μl (Khoiri 2013) di atas kertas saring pada media agar koloidal kitin (koloidal kitin 4 g, MgSO4.7H2O 0.5 g, K2HPO4 0.7 g, KH2PO4 0.3 g, FeSO4.7H2O 0.01 g, MnCl2 0.001 g, NaCl 0.3% (b/v), Yeast Extract 0.03% (b/v), Agar 20 g, akuades 1 L (Hackman 1962). Aktivitas kitinolitik ditunjukkan oleh adanya zona bening di sekitar koloni bakteri yang tumbuh pada media agar koloidal kitin (Pleban et al. 1997). Zona bening tersebut terbentuk akibat aktivitas bakteri yang mendegradasi kitin pada media yang mengandung kitin. Indeks kitinolitik (IK) dihitung dengan membandingkan diameter zona bening yang terbentuk dengan diameter koloni bakteri uji (Faramarzi et al. 2009). Uji Potensi Antagonis Secara in vitro. Uji ini dilakukan terhadap cendawan patogen penyebab penyakit penting tanaman yang memiliki dinding sel dari kitin (cendawan selain dari kelas Oomycetes) dalam hal ini yang digunakan adalah Pyricularia oryzae, Helminthosporium oryzae, dan Sclerotium rolfsii. Pemilihan cendawan tersebut merupakan model dari sekian banyak cendawan patogen tanaman yang dinding selnya mengandung kitin. Metode yang digunakan yaitu memasangkan inokulum cendawan masing-masing dua bulatan lubang cork borrer (diameter ±50 mm) diletakkan berseberangan pada kedua sisi bakteri dengan jarak yang sama (2.25 cm) dengan goresan bakteri pada tengah cawan petri berdiamter 9 cm dalam medium potato dextrose agar (PDA) (Purnamawati 2015). Inokulasi cendawan uji dilakukan pada 24-48 jam setelah bakteri ditumbuhkan. Hal ini disesuaikan dengan pertumbuhan bakteri, bakteri yang sudah tumbuh dengan baik segera diinokulasikan cendawan uji. Pasangan kultur tersebut diinkubasi hingga jari-jari cendawan sudah mengenai tepian cawan atau sepanjang 2.25 cm. Selanjutnya dihitung zona hambat bakteri terhadap cendawan dibandingkan dengan kontrol. Persentase penghambatan dihitung dengan rumus menurut (Hartal et al. 2010) dengan sedikit penyesuaian sebagai berikut: Persentase Penghambatan = [(R1 - R2) ÷ R1] x 100% Keterangan: R1 = jari-jari cendawan ke arah tepi cawan (cm)
5 R2 = jari-jari cendawan ke arah bakteri (cm) Uji Potensi Bakteri Kitinolitik terhadap Mortalitas Larva Nyamuk. Uji ini dilakukan pada isolat bakteri kitinolitik dengan indeks kitinolitik (IK) tertinggi namun tidak menunjukkan potensinya dalam menghambat cendawan patogen uji. Serangga yang diujikan adalah nyamuk (Aedes aegypti) pada fase larva instar 3. Isolat bakteri kitinolitik ditumbuhkan pada media koloidal kitin (koloidal kitin 4 g, MgSO4.7H2O 0.5 g, K2HPO4 0.7 g, KH2PO4 0.3 g, FeSO4.7H2O 0.01 g, MnCl2 0.001 g, NaCl 0.3% (b/v), Yeast Extract 0.03% (b/v), akuades 1 L) (Hackman 1962) lalu dishaker selama semalam untuk menginduksi bakteri menghasilkan kitinase. Suspensi bakteri tersebut sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam botol kaca ukuran 100 ml sebagai tempat pengujian. Kemudian 50 larva A. aegypti instar 3 dimasukkan ke dalam setiap botol uji tersebut. Percobaan dilakukan dengan satu perlakuan (dengan inokulasi bakteri kitinolitik) dan kontrol (tanpa inokulasi bakteri kitinolitik). Masing-masing perlakuan dan kontrol dilakukan tiga ulangan. Pengamatan meliputi jumlah larva yang mengalami mortalitas setelah 24 jam perlakuan serta perbedaan morfologi larva nyamuk sesudah pegujian pada perlakuan dan kontrol. Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Biokontrol secara Molekuler Isolasi DNA Kromosom Bakteri. Metode ini menggunakan metode Thermo Scientific GeneJET Genomic DNA Purification Kit #K0722. Masingmasing isolat bakteri ditumbuhkan dalam media NB (Nutrient Broth) dan diinkubasi pada inkubator bergerak (shaker) selama 24 jam untuk mendapatkan massa bakteri. Sebanyak 1.5 ml kultur dalam tabung ependorf steril disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet disuspensikan dengan 180 µl digestion solution untuk mendegradasi membran sel bakteri dan proteinase K 20 µl untuk mendegradasi protein. Campuran tersebut lalu dihomogenkan dengan vortex. Suspensi lalu diinkubasi pada suhu 560 selama 30 menit atau hingga suspensi terlihat bening (lisis). Suspensi yang sudah terlihat lisis tadi kemudian ditambahkan RNAse sebanyak 20 µl dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit untuk menghacurkan RNA sehingga pelet hanya berisi DNA. Setelah diinkubasi, suspensi ditambahkan Lycis solution sebanyak 200 µl lalu dihomogenkan menggunakan vortex selama ±15 detik. Setelah itu suspensi juga diberi etanol 50% sebanyak 400 µl untuk melarutkan bahan-bahan organik. Masing-masing suspensi bakteri selanjutnya dipindahkan pada tabung koleksi (collection tube) dan diendapkan menggunakan mesin sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 500 µl wash buffer I dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10 000 rpm selama 1 menit. Cairan pada bagian tabung penampung bawah dibuang dan ditambahkan 500 µl wash buffer II lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit. Cairan pada bagian penampung bawah tabung dibuang. Tabung bagian atas kemudia dipindahkan ke tabung koleksi besar yang baru, lalu diteteskan elution buffer sebanyak 25 µl dan disentrifugasi dengan kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit. Proses terakhir dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil yang optimal, yaitu seluruh DNA yang tersaring pada tabung kecil akan turun dan tertampung pada tabung koleksi besar. Suspensi DNA disimpan pada suhu -20ºC untuk selanjutnya digunakan sebagai template dalam amplifikasi gen 16S rRNA.
6 Amplifikasi DNA Gen 16S rRNA. DNA kromosomal masing-masing bakteri hasil isolasi digunakan sebagai cetakan/template dalam amplifikasi gen 16S rRNA yang mengkode 16S rRNA dengan mesin polymerase chain reaction (PCR) System 9700. Konsentrasi dan komposisi zat-zat yang dipakai untuk reaksi PCR dan keperluan sekuensing adalah 25 μl dream taq 2x, primer 27F (5’AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3’, M adalah A atau C) (Frank et al. 2008) dan primer 1492R (5’-ACCTTGTTACGACTT-3’) (Turner et al. 1999) yang merupakan primer universal untuk strain bakteri masing-masing sebanyak 2 μl, 19 μl water free nuclease, dan 2 μl template DNA. Program berdasarkan Saunders dan Parkes (1999) yaitu 940 C selama 3 menit untuk proses pre denaturasi, 940 C selama 30 detik untuk proses denaturasi, 570 C selama 30 detik untuk proses annealing, 720 C dan lama waktu 1.5 menit untuk ekstensi dan 720 C selama 10 menit untuk ekstensi terakhir. Setelah itu, suhu diturunkan hingga 250 C. Sampel disimpan pada lemari pendingin bersuhu 40 C atau dielektroforesis. Elektroforesis dan Visualisasi. Visualisasi DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan gel agarosa berdasarkan. Gel agarosa dibuat dengan mencampurkan 0.2 g gel agarosa dengan 20 ml bufer Tris-asetat EDTA (TAE) 2X (0.045 M Trisasetat, 0.01 M EDTA) dan dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer 100 ml. Campuran dipanaskan dalam microwave hingga agarosa larut sempurna dan ditambahkan 2.5 μl larutan ethidium bromida pada konsentrasi 10 mg/ml. Sebelumnya aparatus pencetak gel dibersihkan, dikeringkan, kemudian diletakkan pada permukaan yang datar. “Sisir” gel kemudian diletakkan di bagian atas aparatus pencetak gel (± 0.5-1.0 mm dari atas). Selanjutnya larutan agarosa dimasukkan ke dalam cetakan gel hingga keras kemudian dipindahkan ke bak elektroforesis (Bio-Rad Power PAC 300, USA) dan ditambahkan 1X TAE bufer elektroforesis hingga gel agarosa terendam. Sebanyak 5 μl DNA hasil amplifikasi bersama 1 μl bufer loading dihomogenkan kemudian dimasukkan ke dalam sumuran gel dengan pipet mikro. Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 75 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis tersebut divisualisasikan dengan Transilluminator ultra violet. Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut diamati dan dipotret dengan menggunakan kamera digital. Analisis Homologi Sekuen Nukleotida Gen 16S rRNA. Produk PCR yang menunjukkan hasil positif dari masing-masing strain bakteri diambil satu sampel sebanyak 35 μl dikirim ke PT. Genetika Sains (First-Base Asia, Malaysia) untuk dilakukan sekuensing nukleotida. Hasil sekuen nukleotida diolah lebih lanjut menggunakan perangkat lunak BioEdit. Selanjutnya dilakukan analisis homologi untuk mengetahui spesies bakteri kitinolitik yang diuji dengan data yang telah didepositkan pada GenBank dengan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) yang tersedia pada alamat http://blast.ncbi.nlm.nih.gov.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman Kantong Semar (Nepenthes spp.) Kantong Semar (Nepenthes spp.) termasuk tumbuhan merambat, memiliki kantung yang merupakan modifikasi dari ujung sulur daun dan fungsinya untuk menjebak serangga atau binatang kecil lainnya (Mansur 2013). Menurut Yelli (2013) tanaman ini merupakan salah satu tanaman pemakan serangga khas daerah tropis. Nutrisi dari binatang yang terjebak kemudian diuraikan di dalam kantung menjadi unsur senyawa kimia yang sederhana dan diserap oleh tanaman tersebut sebagai unsur nutrient guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Cairan dalam kantung tanaman Nepenthes mengandung berbagai enzim, antara lain protease (dominan) dan nepenthesin yang berfungsi mencerna serangga. Berdasarkan taksonomi, suku/famili Nepenthaceae yang hanya memiliki satu marga yakni Nepenthes, digolongkan ke dalam tumbuhan karnivora (carnivorous plant) bersama dengan Sarracenia spp. (Sarraceniaceae), Drosera spp. (Droseraceae), dan Utricularia spp. (Lentibulariaceae). Dengan keunikannya itu maka tumbuhan Nepenthes banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias unik (Mansur 2013). Sampai dengan tahun 2012, Indonesia telah memiliki 68 jenis Nepenthes (59 jenis di antaranya berstatus endemik) atau 48,9% dari jumlah Nepenthes yang tercatat di dunia (139 jenis). Secara ekologis, tumbuhan ini juga berfungsi sebagai pengendali serangga hama dan berperan sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) di udara yang merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global (Mansur 2013). A
Gambar 1
B
C
D
E
Sampel spesies tanaman kantong semar (Nepenthes spp.). Nepenthes reinwardtiana (A), N. bicalcarata (B), N. mirabilis (C), N. rafflesiana (D), N. ampullaria (E)
Tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) yang dijadikan sampel pada penelitian ini merupakan tanaman yang dibiakkan secara ex-situ yaitu di luar habitat asli tanaman tersebut. Tempat budidaya tanaman kantong semar tersebut bertempat di Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong Science Center, Bogor. Tanaman kantong semar ada yang di dalam rumah kaca dan ada yang di ruang terbuka dengan naungan berupa atap dari paranet hitam (Gambar 2). Spesies tanaman kantong semar yang dijadikan bahan sampel untuk isolasi bakteri kitinolitik berjumlah 5 spesies (Gambar 1) yaitu N. reinwardtiana, N. rafflesiana, N. mirabilis, yang merupakan spesies paling umum dan mudah dibiakkan di Indonesia dan memiliki habitat pada dataran rendah (0-500 m dpl) (Mansur 2013).
8 Spesies lainnya yaitu N. ampullaria yang merupakan jenis yang sering hidup pada dataran menengah (500-1000 mdpl), dan N. bicalcarata yang merupakan spesies endemik Kalimantan Barat. Umur tanaman tersebut berkisar 2-3 tahun dan sudah memiliki lebih dari dua kantung. A
B
Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel cairan tanaman kantong semar (Nepenthes spp.). Ruang terbuka dengan naungan paranet (A), Rumah kaca (B) Gambar 3 menunjukkan anatomi tanaman kantong semar secara umum. Ciri-ciri yang membedakan kelima tanaman kantong semar tersebut paling khas terlihat pada kantungnya, namun ciri lain juga terdapat pada bentuk batang dan daunnya. N. reinwardtiana (Gambar 1A) memiliki ciri khas yaitu terdapat dua spot mata di dalam dinding kantung bagian belakang, batang berbentuk segitiga, dan daun yang tebal berbentuk lanset. N. bicalcarata (Gambar 1B) memiliki ciri utama yaitu terdapat dua taring tajam dibawah penutup kantung, batang merambat berbentuk silinder, dan daun yang tebal berbentuk bundar telur terbalik hingga lanset. N. mirabilis (Gambar 1C) memiliki kantung bawah berbentuk oval hingga pinggang, kantung atas berbentuk pinggang berwarna merah atau hijau, batang panjang dan berbentuk silinder, serta daun tipis berbentuk lonjong hingga lanset. N. rafflesiana (Gambar 1D) memiliki kantung dengan ukuran yang besar dan terdapat lurik (berwarna merah, hijau, atau putih), batang panjang dan berbentuk silinder, serta daun yang tebal berbentuk lanset dan bertangkai. N. ampullaria (Gambar 1E) merupakan jenis paling cantik, mengagumkan, dan menarik. Kantungnya berbentuk tempayan dan bergerombol muncul dari roset daun tumbuh menggantung pada batang-batang yang tumbuh tegak, batang tersebut merambat dan berbentuk silinder dan berwarna cokelat, serta daun yang tebal berbentuk sudip hingga lanset (Mansur 2006). Perawatan dan cara pembudidayaan seluruh tanaman sampel tersebut sama, kecuali N. bicalcarata yang ditanam di dalam rumah kaca. Teknis budidaya tanaman tersebut meliputi: tanaman ditanam di dalam pot bermedia campuran antara cocopeat dengan sekam bakar, ditanam melalui stek batang maupun penyemaian biji, penyiraman dilakukan pagi atau sore hari, pengendalian penyakit dengan fungisida dan pestisida (dilakukan seperlunya), pemangkasan daun dan kantung yang sudah kering, serta tidak dilakukan pemupukan. Tidak dilakukannya pemupukan dikarenakan menurut Mansur (2013) tanaman Nepenthes merupakan tanaman yang hidup di tanah-tanah marginal dan miskin unsur hara, oleh karena itu tanaman tersebut membentuk kantung yang memerangkap serangga untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya berupa nitrogen (N) dan unsur hara lainnya, sehingga tidak diperlukannya pemupukan agar terbentuk kantung yang diinginkan dan tumbuh seperti pada habitat aslinya. Media tanam yang digunakan berupa campuran antara cocopeat dengan sekam
95 bakar (1:1) agar pertumbuhan akar tanaman Nepenthes yang berupa akar serabut dapat berkembang dengan baik. Pengambilan sampel cairan diambil dari kantung yang sudah terbuka dengan dugaan bahwa cairan kantung tersebut akan bersimbiosis dengan banyak mikroba seperti bakteri kitinolitik yang berguna untuk mencerna serangga yang terperangkap. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Mansur (2008) bahwa Nepenthes memiliki peranan terhadap kehidupan bakteri yang dapat menguraikan serangga yang terjebak di dalam kantong menjadi ion-ion sederhana guna menyuplai kebutuhan nutrisi Nepenthes. Cairan sampel diambil dari beberapa kantung yang terdapat pada setiap spesies tanaman kantong semar sampel tersebut lalu dikompositkan. Tanaman sampel berjumlah satu tanaman untuk setiap spesies tanaman kantong semar.
Gambar 3
Anatomi secara umum tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) (Mansur 2006)
Isolat Bakteri Hasil Isolasi dari Nepenthes spp. Isolasi dan seleksi merupakan langkah awal untuk mendapatkan agens biokontrol yang potensial (Nawangsih 2006). Bakteri agens biokontrol dapat diperoleh dari berbagai sumber diantaranya rhizosfer, filosfer, dan berbagai perairan. Gambar 4 menunjukkan beberapa contoh isolat bakteri yang diperoleh dari Nepenthes spp. dengan beragam warna dan karakter morfologi koloni tunggal. Isolat bakteri dibedakan berdasarkan spesies Nepenthes yang digunakan yaitu NRE (N. reinwardtiana), NB (N. bicalcarata), NM (N. mirabilis), NRA (N. rafflesiana), dan NAM (N. ampullaria). Jumlah isolat bakteri yang berhasil diisolasi sangat beragam dan berdasarkan perbedaan karakter morfologi koloni tunggal pada media NA didapatkan sebanyak 49 isolat bakteri (Lampiran 1). Sepuluh isolat masing-masing berasal dari N. reinwardtiana dan N. mirabilis, sembilan isolat dari N. bicalcarata, enam belas isolat dari N. rafflesiana, dan empat isolat dari N. ampullaria. Tabel 1 menunjukkan kelimpahan dan keragaman bakteri yang diisolasi dari Nepenthes spp.
10 Tabel 1 Kelimpahan dan keragaman bakteri hasil isolasi dari cairan tanaman kantong semar (Nepenthes spp.) Spesies tanaman Kantong Kelimpahan bakteri Keragaman Bakteri semar (cfu/ml) (jenis) N. reinwardtiana 2.054 × 107 10 N. bicalcarata 3.555 × 108 9 10 N. mirabilis 5.4 × 106 N. rafflesiana 3.2 × 105 16 N. ampullaria 4
A
B
C
D
E F Gambar 4 Beberapa contoh isolat bakteri hasil isolasi dari Nepenthes spp. NRE4 (A), NRA1 (B), NRA7 (C), NB3 (D), NAM1 (E), dan NAM3 (F) Isolat bakteri yang diperoleh dari Nepenthes spp. juga memiliki bentuk morfologi koloni tunggal yang bermacam-macam, diantaranya bundar, bentuk L, keriput, tidak beraturan dan menyebar, bundar dengan tepian kerang, kompleks, konsentris, filiform, dan bundar dengan tepian timbul. Namun bentuk yang paling banyak ditemukan adalah bentuk bundar yang dimiliki 28 isolat bakteri. Sedangkan tepian dan elevasi koloni tunggal bakteri yang paling banyak ditemukan adalah licin dan timbul. Warna koloni tunggal isolat bakteri yang didapatkan sangat beragam, diantaranya warna putih, putih keruh, putih bening, putih mengilat, kuning, cokelat muda, cokelat, oranye pucat, kuning kehijauan, peach, merah muda, ungu, dan krem. Semua koloni bakteri tumbuh dari satu sel bakteri dan menunjukkan morfologi koloni yang khas. Namun, harus dilakukan kajian lebih lanjut karena prinsip tersebut belum mencakup adanya kemungkinan bahwa spesies yang berbeda dapat menunjukkan morfologi yang sama serta satu spesies dapat menunjukkan lebih dari satu karakter morfologi koloni tunggal (Sousa et al. 2013). Uji Gram dan Uji Reaksi Hipersensitif Isolat bakteri hasil isolasi dari Nepenthes spp. lebih banyak tergolong dalam bakteri Gram negatif dibandingkan Gram positif yang hanya dimiliki oleh enam isolat (Lampiran 2). Menurut Suslow et al. (1982), bakteri Gram negatif akan membentuk lendir saat uji menggunakan KOH 3% karena pecahnya dinding sel
115 bakteri akibat berada dalam laurtan alkali tinggi (KOH 3%). Sedangkan bakteri Gram positif tidak membentuk lendir karena dinding sel bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal. Salah satu syarat utama suatu bakteri untuk dijadikan agens biokontrol adalah tidak menimbulkan pengaruh negatif atau fitotoksisitas (Nawangsih 2006). Uji hipersensitifitas sangat diperlukan untuk mengetahui apakah bakteri potensial sebagai agens biokontrol bersifat toksik atau tidak terhadap tanaman pada konsentrasi tinggi. Jika bakteri bersifat toksik atau patogenik terhadap tanaman maka akan menimbulkan gejala berupa nekrotik pada bagian daun yang diinokulasikan suspensi bakteri. Gejala nekrotik tersebut (reaksi positif) akan muncul dalam waktu 24-48 jam (Lelliot dan Stead 1987). Reaksi negatif pada uji hipersensitif menandakan bahwa isolat yang diujikan tidak bersifat patogenik/toksik terhadap tanaman. Semua isolat bakteri hasil isolasi dari Nepenthes spp. tidak memperlihatkan reaksi positif berupa gejala nekrotik pada daun tembakau setelah 48 jam pengamatan (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri tersebut tidak toksik atau bersifat patogenik terhadap tanaman pada konsentrasi tinggi. Uji Aktivitas Kitinase Isolat Bakteri dari Nepenthes spp. Bakteri kitinolitik adalah bakteri yang mampu mendegradasi senyawa kitin (Khaeruni dan Rahman 2012). Kitinase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan kitin dengan memotong ikatan glikosidik antara residu Nasetilglukosamin, berperan dalam proses ekdisis pada serangga dan pertahanan terhadap hama serta patogen tumbuhan. Kitinase terdiri atas dua jenis, yaitu endokitinase yang dapat memotong bagian dalam molekul kitin dan eksokitinase yang hanya memotong ujung terminal-N (ujung amina) pada molekul kitin. Enzim ini dapat diperoleh dari berbagai makhluk hidup seperti hewan vertebrata, moluska, arthropoda, tumbuhan, alga, beberapa jenis cendawan, dan bakteri (Funkhouser dan Aronson 2007). Uji aktivitas kitinase dilakukan untuk melihat apakah bakteri yang berhasil diisolasi merupakan bakteri yang menghasilkan enzim kitinase (kitinolitik) atau tidak (Gambar 5). Uji dilakukan menggunakan media semiselektif yaitu agar koloidal kitin. Menurut Haran dan Chet (1995) koloidal kitin merupakan salah satu substrat yang umum digunakan untuk menginduksi enzim hidrolitik seperti kitinase. Indeks kitinolitik (IK) dihitung dengan membandingkan diameter zona bening yang terbentuk dengan diameter isolat bakteri setelah tujuh hari inkubasi (Faramarzi et al. 2009). Besarnya nilai indeks kitinolitik tersebut menunjukkan besarnya aktivitas nisbi enzim kitinase. Isolat bakteri yang bersifat kitinolitik (dapat mendegradasi kitin) didapatkan sebanyak 17 isolat dari total 49 isolat bakteri asal lima spesies tanaman kantong semar (Nepenthes spp.). Jumlah tersebut hanya sebanyak 34% dari total keseluruhan isolat. Ketujuhbelas isolat bakteri kitinolitik tersebut memiliki indeks kitinolitik (IK) yang berbeda-beda (Tabel 2). Berdasarkan hasil uji aktivitas kitinse yang telah dilakukan pada masing-masing isolat bakteri terdapat delapan isolat yang tergolong memiliki indeks kitinolitik tinggi menurut Haliza dan Suhartono (2012) yaitu IK≥2. Isolat bakteri tersebut adalah NRE1, NB1, NB6, NB8, NB9, NRA15, NM2, dan NAM2.
12 Tabel 2 Indeks kitinolitik 17 isolat bakteri asal Nepenthes spp. pada umur 7 hari No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Isolat bakteri NRE1 NB1 NB2 NB6 NB8 NB9 NRA2 NRA5 NRA7 NRA8 NRA9 NRA13 NRA15 NM2 NM8 NAM2 NAM3
Diameter koloni bakteri (cm) 0.80 0.70 0.75 0.70 0.50 0.70 0.70 0.80 0.75 0.80 0.70 1.10 0.70 0.70 0.70 0.70 1.90
Diameter zona bening (cm) 1.65 2.10 1.15 1.50 1.60 1.95 0.80 0.90 1.25 1.40 1.30 1.40 1.70 1.90 0.90 1.40 2.00
Indeks kitinolitik (IK) 2.06 3.00 1.53 2.14 2.13 2.80 1.14 1.12 1.66 1.75 1.86 1.27 2.42 2.71 1.29 2.00 1.05
Organisme yang berbeda menghasilkan berbagai macam enzim hidrolitik yang menunjukkan kekhususan substrat yang berbeda dan bagian lainnya yang berguna untuk berbagai fungsi. Pada bakteri, kitinase memainkan peran dalam nutrisi dan parasitisme sedangkan pada cendawan, protozoa, dan invertebrata terlibat dalam morfogenesis. Kitinase juga terlibat dalam mekanisme pertahanan tanaman dan vertebrata (Gooday 1995). A B
Gambar 5
C
E D Contoh hasil uji aktivitas kitinase terhadap isolat NRE1 (A) dan NB9 (B) menunjukkan adanya zona bening, NR5 (C) dan NB4 (D) tidak menunjukkan adanya zona bening. Perhitungan indeks kitinolitik (E); Diameter koloni bakteri ( ) dan Diameter zona bening ( )
Uji Potensi Antagonis secara in-vitro Isolat Bakteri dari Nepenthes spp. Dinding sel cendawan tersusun atas kompleks kitin (polimer dari Nasetilglukosamin) dan variasi mannoprotein bersama dengan ikatan α- dan β-1,3D-glukan. Dinding sel ini merupakan target penting untuk agens anticendawan. Penggunaan bakteri antagonis merupakan salah satu komponen pengendalian yang mulai banyak mendapat perhatian karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain (1) tidak mengandung bahan beracun yang bisa menimbulkan residu pada rantai makanan dan pencemaran lingkungan, (2) tidak memerlukan aplikasi berulang karena bakteri dapat memperbanyak diri selama lingkungan mendukung
13 5 perkembangannya, (3) tidak menimbulkan efek samping terhadap organisme yang bermanfaat pada tanaman, dan (4) dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen (Wei et al. 1991). Tabel 3 Indeks kitinolitik dan potensi antagonis isolat bakteri yang menghasilkan enzim kitinase No.
a
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Isolat bakteri kitinolitik NRE1 NB1 NB2 NB6 NB8 NB9 NRA2 NRA5 NRA7 NRA8 NRA9 NRA13 NRA15 NM2 NM8 NAM2 NAM3
Indeks kitinolitik (IK) 2.06 3.00 1.53 2.14 2.13 2.80 1.14 1.12 1.66 1.75 1.86 1.27 2.42 2.71 1.29 2.00 1.05
Penghambatan terhadap H. oryzaea + -
P. oryzaea + + + + + -
S. rolfsiia + + -
Potensi antagonis isolat bakteri dari Nepenthes spp. terhadap cendawan patogen: berpotensi menghambat (+), tidak berpotensi menghambat (-)
B A C D Gambar 6 Hasil uji potensi antagonis secara in-vitro beberapa isolat bakteri terhadap cendawan patogen; NM10 tidak menghambat H. oryzae (A), NB6 tidak menghambat S. rolfsii (B), NRA5 menghambat P. oryzae (C), NB9 menghambat P. oryzae (D) Semua isolat bakteri hasil isolasi dari Nepenthes spp. dilakukan uji potensi antagonis terhadap cendawan patogen uji (H. oryzae, P. oryzae, dan S. rolfsii). Hal ini dilakukan karena melihat hasil dari uji aktivitas kitinase, jumlah isolat bakteri yang memiliki aktivitas kitinase cukup sedikit dan mempertimbangkan pernyataan Shivan dan Chet (1989) bahwa aktivitas kitinase yang tinggi tidak selalu berkorelasi positif dengan kemampuan menghambat pertumbuhan cendawan patogen. Hal ini karena perbedaan struktur pada substrat yang digunakan. Struktur kitin pada dinding sel cendawan lebih kompleks dibandingkan dengan koloidal kitin yang digunakan sebagai sumber karbon pada
14 uji aktivitas kitinase. Hal ini membuktikan bahwa persentase produksi kitinase tidak selalu berkorelasi dengan kemampuannya untuk melakukan penghambatan atau sebagai agens biokontrol. Berdasarkan hasil uji potensi antagonis yang telah dilakukan, bakteri yang memiliki potensi antagonis terhadap cendawan uji berjumlah sedikit sekali (Lampiran 3) (Gambar 6 menunjukkan beberapa contoh hasil uji potensi antagonis terhadap isolat bakteri dari Nepenthes spp.). Isolat bakteri yang menghambat H. oryzae hanya berjumlah tiga isolat dari total jumlah 49 isolat yaitu NM4, NM6, dan NRA5 dengan presentase penghambatan masing-masing sebesar 77.8%, 51.9%, dan 44.4%. Isolat bakteri didapatkan paling banyak menghambat cendawan P. oryzae yang berjumlah tujuh isolat yaitu NRE1, NM4, NM6, NB9, NRA5, NRA7, NAM1, dan NAM2. Sedangkan isolat bakteri didapatkan paling sedikit menghambat cendawan S. rolfsii yaitu hanya berjumlah dua isolat, NB9 dan NRA5. Hasil uji potensi antagonis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak semua isolat bakteri kitinolitik (berdasarkan uji aktivitas kitinase) dapat menghambat cendawan uji (Tabel 3). Isolat bakteri kitinolitik yang menghambat H. oryzae hanya satu isolat dari 17 total isolat yaitu NRA5 dengan persentasi penghambatan sebesar 44.4%. Isolat yang menghambat S. rolfsii keduanya merupakan isolat bakteri kitinolitik yaitu NB9 dan NRA5 dengan persentase penghambatan masing-masing adalah 36.2% dan 43.3%. Sedangkan isolat bakteri kitinolitik yang menghambat P. oryzae lebih banyak yaitu berjumlah lima isolat NRE1, NB9, NRA5, NRA7, dan NAM2 dengan persentase penghambatan yang cukup tinggi yaitu berkisar 40% - 81%. Uji Potensi Bakteri Kitinolitik terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Uji ini dilakukan untuk melihat potensi agens biokontol lain dari isolat bakteri kitinolitik dengan indeks kitinolitik yang tinggi namun tidak menghambat satupun cendawan patogen uji. Hasil uji potensi isolat bakteri kitinolitik NB1 terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti instar 3 menunjukkan hasil yang sangat signifikan antara perlakuan dan kontrol. Tabel 4 menunjukkan persentase mortalitas larva A. aegypti setelah 24 jam pengujian. Larva A. aegypti yang diberi perlakuan sudah mengalami mortalitas sebesar 100% (50 larva yang diujikan seluruhnya mati). Sedangkan pada kontrol, hampir 100% larva A. aegypti masih hidup atau mortalitas sebesar nol. Larva A. aegypti pada kontrol tersebut juga masih aktif bergerak dalam media koloidal kitin tanpa agar. Hal yang diamati selain tingkat mortalitas larva yaitu keadaan morfologi larva nyamuk setelah pengujian. Gambar 7A merupakan larva A. aegypti pada kontrol dan menunjukkan keadaan morfologi larva nyamuk tersebut yang masih baik dan utuh, tidak terjadi kerusakan pada eksoskeleton. Morfologi larva A. aegypti pada perlakuan bakteri kitinolitik isolat NB1 mengalami perubahan berupa eksoskeleton yang rusak dan mengalami lisis (Gambar 7B). Menurut Jumar (2000), eksoskeleton adalah dinding tubuh yang berfungsi sebagai kerangka luar serangga. Kerusakan eksoskeleton larva ini diduga karena bakteri kitinolitik telah mendegradasi kitin yang merupakan struktur penyusun eksoskeleton larva nyamuk. Kitin pada larva berfungsi sebagai pelindung tubuh dan mekanisme utama dalam membatasi kehilangan air melalui dinding tubuh (Borror et al. 1996). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yunita
155 et al. (2009) bahwa dinding tubuh serangga merupakan bagian tubuh yang mudah menyerap zat toksik. Tabel 4 Hasil pengujian potensi isolat bakteri kitinolitik NB1 terhadap mortalitas larva nyamuk (A. aegypti) instar 3 Mortalitas larva nyamuk A. Perlakuan Ulangan aegypti instar 3 (%) Kontrol Isolat NB1 (perlakuan)
1 2 3
0 100 100 100
B A Gambar 7 Morfologi larva nyamuk (A. aegypti) (Perbesaran 40×). Kontrol (A) dan perlakuan (B). Eksoskeleton larva nyamuk yang mengalami lisis ( ) Isolat Bakteri Potensial sebagai Agens Biokontrol Berdasarkan seleksi bakteri hasil isolasi dari Nepenthes spp. yang telah dilakukan, dipilih tiga isolat bakteri yang paling berpotensi sebagai agens biokontrol. Ketiga isolat bakteri tersebut adalah NB1, NRA5, dan NB9. Pemilihan ketiga isolat tersebut berdasarkan hasil uji aktivitas kitinase dan uji potensi antagonis terhadap tiga cendawan patogen tanaman (P. oryzae, H. oryzae, dan S. rolfsii). Isolat bakteri NB1 memiliki indeks kitinolitik (IK) tertinggi yaitu 3.00 namun tidak menghambat atau menunjukkan sifat antagonis terhadap tiga cendawan patogen yang ujikan tersebut. Namun, isolat tersebut tetap dipilih sebagai isolat bakeri potensial sebagai agens biokontrol karena berdasarkan hasil uji tambahan berupa Uji potensi isolat bakteri kitinolitik terhadap mortalitas larva nyamuk (A. aegypti), menunjukkan hasil bahwa suspensi bakteri NB1 dapat menyebabkan mortalitas larva A. aegypti sebesar 100%. Oleh karena itu, bakteri NB1 kemungkinan berpotensi sebagai agens biokontrol pada serangga hama. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Shivan dan Chet (1989) bahwa aktivitas kitinase yang tinggi tidak selalu berkorelasi positif dengan kemampuan menghambat pertumbuhan cendawan patogen. Hal ini karena perbedaan struktur pada substrat yang digunakan. Struktur kitin pada dinding sel cendawan lebih kompleks dibandingkan dengan koloidal kitin yang digunakan sebagai sumber karbon pada uji aktivitas kitinase. Selain itu isolat NB1 juga tidak menunjukkan reaksi hipersensitif (bersifat patogenik) terhadap tanaman. Isolat bakteri NRA5 dipilih karena menghambat ketiga cendawan patogen uji walaupun memiliki indeks kitinolitik (IK) tergolong rendah yaitu sebesar 1.12. Isolat NRA5 juga tidak menunjukkan reaksi positif (bersifat patogenik) terhadap tanaman pada uji reaksi hipersensitif. Sedangkan isolat NB9 dipilih karena
16 memiliki indeks kitinolitik tertinggi setelah isolat NB1 yaitu sebesar 2.80, menunjukkan sifat antagonis terhadap P. oryzae dan S. rolfsii, serta tidak menunjukkan reaksi positif pada uji reaksi hipersensitif. Identifikasi Isolat Bakteri Potensial Berdasarkan Karakter Morfologi Karakter Morfologi Koloni Tunggal Isolat bakteri NB1 memiliki karakter morfologi tunggal yaitu berbentuk bundar dengan tepian licin, elevasi timbul, dan berwarna cokelat muda (tan) (Gambar 8A). Pertumbuhan dari bakteri ini cukup baik pada media NA saat isolasi dan PDA saat pengujian potensi antagonis. Isolat NRA5 memiliki karakter morfologi tunggal dengan bentuk bundar, tepian licin, elevasi seperti tombol, dan berwarna kuning, namun akan menghasilkan pigmen berwarna ungu setelah beberapa hari (Gambar 8B). Sedangkan karakter morfologi koloni tunggal dari isolat NB9 yaitu berbentuk konsentris, tepian licin, elevasi timbul, dan berwarna putih keruh (Gambar 8C).
Gambar 8 Isolat bakteri potensial sebagai agens biokontrol. NB1 (A), NRA5 (B), dan NB9 (C). Bentuk Sel Bentuk sel Isolat bakteri NB1, NB9, dan NRA5 sama yaitu berbentuk coccobacilllus. Bentuk tersebut terlihat dari sel bakteri yang tidak jelas berbentuk batang namun agak membulat, sehingga dikategorikan dalam bentuk coccobacillus. Ukuran sel-sel bakteri tersebut kurang lebih 1 µm.
A Gambar 9
B C Hasil pewarnaan gram isolat bakteri NB1, NB9, dan NRA5 (perbesaran 10 × 100). NB1 Gram negatif (A), NB9 Gram negatif (B), dan NRA5 Gram negatif (C)
Ketiga isolat bakteri tersebut adalah bakteri Gram negatif karena selnya berwarna merah setelah dilakukan pewarnaan. Bakteri tersebut termasuk Gram negatif karena terwarnai oleh pewarna tandingan yaitu safranin. Menurut Schaad et al. (2001), sel-sel Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding selnya dan lipid pada umumnya larut dalam alkohol dan aseton sehingga saat penetesan dengan alkohol, dinding sel larut dan ungu kristal pun ikut tercuci. Perbedaan warna pada bakteri Gram positif dan Gram negatif
175 menunjukkan bahwa adanya perbedaan struktur dinding sel antara kedua jenis bakteri tersebut. Bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel dengan kandungan peptidoglikan yang tebal, sedangkan bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel dengan kandungan lipid yang tinggi. Lay (1994) menyatakan bahwa bakteri Gram positif pada pewarnaan Gram berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violet-yodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat aseton alkohol, sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah sebab kompleks tersebut larut pada saat pemberian larutan pemucat aseton alkohol sehingga mengambil warna merah safranin. Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Biokontrol secara Molekuler Isolasi DNA Kromosom Bakteri DNA kromosom bakteri diisolasi berdasarkan metode Thermo Scientific GeneJET Genomic DNA Purification Kit #K0722 dari Thermo Scientific EU (Lithuania). Metode tersebut meliputi resuspensi bakteri dengan cara sentrifugasi, degradasi membran sel dengan digestion solution, degradasi protein dengan proteinase K, lisis dengan inkubasi pada suhu 560 selama 30 menit, pemecahan RNA dengan RNAse, pelarutan bahan-bahan organik dengan etanol 50%, dan purifikasi DNA bakteri. Amplifikasi DNA Gen 16S rRNA Gambar 10 merupakan visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat NB1, NRA5, dan NB9 masing-masing pada dua tube. Kedua isolat bakteri menunjukkan hasil positif yaitu dengan ditandai terbentuknya pita DNA berukuran ±1500 pb (pasang basa). Pita tersebut merupakan fragmen 16S rRNA pada DNA bakteri yang dilihat pada lembaran agarose 0.1% melalui prosedur elektroforesis.
2000 pb 1500 pb 1000 pb M A B C Gambar 10 Visualisasi gen 16S rRNA hasil amplifikasi DNA isolat bakteri NB1 (A), NRA5 (B), dan NB9 (C) dari Nepenthes spp. Marker 1 kb (M). Analisis Homologi Sekuen Nukleotida Gen 16S rRNA Sekuen nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri NB1 dan NB9 hasil sekuensing masing-masing sebanyak 1440 pasang basa (pb) (Lampiran 4) dan 1444 pb (Lampiran 6). Hasil analisis homologi sekuen nukleotida kedua isolat bakteri tersebut pada data yang tersedia pada GenBank menunjukkan tingkat homologi lima tertinggi terhadap genus Chromobacterium dengan persentase sebesar 93% - 96% dan query cover berkisar 94% - 99% (Tabel 5). Homologi tertinggi isolat NB1 yaitu terhadap Chromobacterium aquaticum dengan persentase 96% dan query cover 99%. Sedangkan isolat NB9 memiliki homologi
18 tertinggi dengan C. haemolyticum dengan persentase sebesar 96% dan query cover sebesar 94%. Chromobacterium tersebar luas di lingkungan alam dimana kompetisi dan predasi tinggi. Untuk ini, strategi pertahanan seperti produksi pigmen dan antibiotik dikendalikan dan melibatkan quorum sensing. Violacein diproduksi oleh beberapa biofilm bakteri pembentuk air juga berfungsi sebagai pertahanan kimia penting terhadap predasi eukariotik (Matz et al. 2008). Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa strain non-pigmented (tidak menghasilkan pigmen) dari Chromobacterium juga bisa memiliki potensi patogenik sebanding dengan strainstrain yang berpigmen (Sivendra dan Tan 1977). C. aquaticum strain CC-Seya-1, selnya motil, Gram-negatif, dan tidak memiliki pigmen violet (ungu) (Young et al. 2008). Tabel 5 Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri potensial agens biokontrol dari Nepenthes spp. terhadap data pada GenBank Kode Isolat NB1
NRA5
NB9
Nama spesies bakteri Chromobacterium aquaticum strain CC-SEYA-1 Chromobacterium haemolyticum strain MDA0585 Chromobacterium piscinae strain LMG 3947 Chromobacterium amazonense strain CBMAI 310 Chromobacterium vaccinii strain MWU205 Burkholderia arboris strain R-24201 Burkholderia cepacia GG4 strain GG4 Burkholderia contaminans strain J2956 Burkholderia lata strain 383 Burkholderia anthina strain W92B Chromobacterium haemolyticum strain MDA0585 Chromobacterium aquaticum strain CC-SEYA-1 Chromobacterium piscinae strain LMG 3947 Chromobacterium vaccinii strain MWU205 Chromobacterium amazonense strain CBMAI 310
Homologi
Nilai Query cover
96%
99%
NR_044405.1
94%
98%
NR_043957.1
93%
99%
NR_114953.1
93%
98%
NR_136426.1
93%
99%
NR_109451.1
98%
89%
NR_042634.1
98%
89%
NR_102848.1
98%
89%
NR_104978.1
98% 98%
89% 89%
NR_102890.1 NR_104975.1
96%
94%
NR_043957.1
95%
95%
NR_044405.1
93%
95%
NR_114953.1
93%
95%
NR_109451.1
93%
95%
NR_136426.1
Nomor Aksesi
5 19 Sel C. aquaticum adalah Gram-negatif, aerobik, berbentuk batang (0,3-0,5 mm panjang dan 1,5-2 mm lebar), dan motil dengan flagellum polar tunggal. Pertumbuhan yang baik terjadi setelah 48 jam inkubasi pada soya tryptone agar dan nutrient agar pada 32 UC. Koloni pada standar menengah kompleks pada 32 UC adalah berwarna tan (cokelat muda), halus, mengkilap, cembung dengan tepi menyebar, panjang 1,0-2,0 mm, dan tidak berpendar. Tidak memiliki pigmen ungu. Menunjukkan raksi positif hemolitik pada media agar darah (5% sheep blood), lecithinase, dan produksi lipase (Young et al. 2008). C. haemolyticum adalah bakteri Gram-negatif berbentuk basil (batang) yang tumbuh mudah pada beberapa jenis media agar (darah domba, cokelat, kedelai trypticase dan buffer ekstrak ragi arang). Koloni berwarna abu-abu, bulat, dan diameter dapat mencapai 2 mm setelah inkubasi 24 jam. Pada media agar darah domba, koloni dikelilingi oleh zona hemolitik yang jelas (5 mm). Pada uji biokimia, dapat megurangi nitrat, fermentasi glukosa, hidrolisis arginin dan gelatin dan menggunakan beberapa gula aerobik, seperti glukosa, manitol, Nasetilglukosamin, glukonat, kaprat, malat dan sitrat. Umumnya lebih tahan terhadap antibiotik dari C. violaceum (Han et al. 2008) Sekuen nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri NRA5 hasil sekuensing sebanyak 1096 pb (Lampiran 5). Hasil analisis homologi sekuen nukleotida tersebut pada data yang tersedia pada GenBank menunjukkan tingkat homologi tertinggi terhadap Burkholderia arboris dengan persentase sebesar 98% dan nilai query cover sebesar 89%. B. arboris memiliki sel Gram negatif, aerobik, dan tidak menghasilkan spora. Beberapa strain juga dari B. cepacia sudah diakui keuntungannya sebagai plant-growth promoters, bioremediator, dan strain biokontrol (Parke dan Gurian 2001), walaupun yang lain terkenal sebagai patogen penyebab infeksi pada tanaman dan penyebab cystic fibrosis pada manusia (Coenye et al. 2003).
20
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil isolasi bakteri dari Nepenthes spp. diperoleh sebanyak 49 isolat berdasarkan perbedaan karakter morfologi dan warna koloni tunggal. NB1 adalah isolat yang potensial sebagai agens biokontrol pada larva nyamuk A.aegypti. Isolat bakteri NB9 dan NRA5 adalah isolat yang potensial sebagai agens biokontrol pada P. oryzae dan S. rolfsii. Isolat NB1 memiliki indeks kitinolitik (IK) tertinggi yaitu sebesar 3.00, tidak berpotensi menghambat ketiga cendawan uji namun dapat menyebabkan mortalitas larva nyamuk sebesar 100%. Isolat NB9 memiliki IK yang tinggi dan dapat menghambat P. oryzae dan S. rolfsii. Isolat NRA5 memiliki IK yang rendah namun dapat menghambat H. oryzae, P. oryzae, dan S. rolfsii. Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA ketiga isolat tersebut dengan data yang terdapat di GenBank, isolat NB1 dan NB9 masingmasing menunjukkan homologi sebesar 96% dengan Chromobacterium aquaticum dan C. haemolyticum, sedangkan isolat NRA5 menunjukkan homologi tertinggi dengan Burkholderia arboris sebesar 98%. Saran Perlu dilakukan uji aktivitas kitinase lebih lanjut dengan memperhitungkan kerapatan sel bakteri. Isolat bakteri potesial sebagai agens biokontrol terpilih perlu dilakukan karakterisasi dan uji potensi antagonis lebih lanjut untuk memastikan keamanan dan keefektifannya dalam perannya sebagai agens biokontrol.
5
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2004. Plant Pathology. Ed ke-5. Burlington (US): Elsevier Academic Press. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6. S. Partosoedjono, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Translation of: An Introduction to the Study of Insect. Coenye T, Spilker T, Van Schoor A, LiPuma JJ, VandammenP. 2004. Recovery of Burkholderia cenocepacia strain PHDC from cystic fibrosis patients in Europe. Journal of Thorax 59: 952–954. Faramarzi MA,Fazeli M, Yazdi MT, Adrangi S, Al-Ahmadi KJ, Tasharrofi N, Mohseni FA. 2009. Optimization of Cultural Condition for Production Chitinase by Soil Isolate of Massilia timonae. Journal of Biotechnology. 8(1):93-99. Fitri L, Yekki Y. 2011. Isolasi dan pengamatan morfologi koloni bakteri kitinolitik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi Edukasi. 3(2):20-25. Frank JA, Reich CI, Sharma S, Weisbaun JS, Wilson BA, Olsen GJ. 2008. Critical evaluation of two primers commonly used for amplification of bacterial 16s rRNA genes. Journal of Applied and Environment Microbiology. 74(8):2461-2470. doi:10.1128/AEM.02272-07. Funkhouser JD, Aronson NN. 2007. Chitinase family GH18: evolutionary insights from the genomic history of a diverse protein family. BMC Evolutionary Biology 7: 96-111. Gooday GW. 1990. The ecology of chitin degradation advance. Journal of Microbiology Ecology 11: 387-430. Hackman RH. 1962. Studies on chitin V: the action of mineral acids on chitin. Australian Jurnal Biology Science. 15 (3):526-537. Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Haliza W, Suhartono MT. 2012. Karakteristik Kitinase dari Mikroba. Buletin Teknologi Pascananen Pertanian. 8(1):1-14. Han XY, Han FS, Segal J. 2008. Chromobacterium haemolyticum sp. nov., a strongly haemolytic species. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 58(1): 1398–1403. Doi: 10.1099/ijs.0.64681-0. Haran S, Chet I. 1995. New components of the chitinolytic system of Trichoderma harzianum. Mycol Rev 94: 441-446. Harni R, Widi A. 2011. Bakteri kitinolitik untuk pengendalian penyakit busuk pangkal batang lada (Phytophthora capsici). Buletin RISTRI. 3(1):7-12. Hartal, Misnawaty, Budi I. 2010. Efektivitas Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. dalam pengendalian layu fusarium pada tanaman krisan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 12(1): 7-12. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): PT.Rineka Cipta. Kamil Z, Rizk M, Saleh M, Moustafa S. 2007. Isolasi and identification of rhizosphere soil chitinolytic bacteria and their potential in antifungal biocontrol. Global Journal of Moleculer Science. 2(2): 57-66.
22 Khaeruni A, Rahman A. 2012. Penggunaan Bakteri Kitinolitik sebagai Agens Biokontrol Penyakit Busuk Batang oleh Rhizoctonia solani pada Tanaman Kedelai. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 8(2): 37-43. Khoiri S. 2013. Kloning Gen Kitinase Aeromonas caviae WS7b pada Bacillus subtilis 168. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lay WB. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Lelliot, Stead. 1987. Methods for the Diagnosis of Bacterial Disease of Plants. Oxford (UK): Blackwell Sci. Publ. Mansur M. 2006. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Mansur M. 2008. Penelitian ekologi Nepenthes di laboratorium alam hutan gambut sabangau Kereng Bangkirain Kalimantan Tengah. Jurnal Teknologi Lingkungan. 9(1): 67-73. Mansur M. 2013. Tinjauan tentang Nepenthes (Nepenthaceae) di Indonesia. Berita Biologi. 12(1):1-7. Matz C, Webb JS, Schupp PJ, Phang SY, Penesyan A, Egan S, Steinberg P, Kjelleberg S. Marine Biofilm Bacteria Evade Eukaryotic Predation by Targeted Chemical Defense. Journal of PloS One. 3(7): e2744. Doi:10.1371/journal.pone.0002744. Muharni, Widjajanti H. 2011. Skrining bakteri kitinolitik antagonis terhadap pertumbuhan jamur akar putih (Rigidosporus lignous) dari rhizosfer tanaman karet. Jurnal Penelitian Sains. 14 (1):51-56. Meynell GG, Meynell E. 1970. Theory and Practice in Experimental Bacteriology. 2nd Edition. London (UK): Camridge University Press. Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri bio-kontrol untuk mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Parke JL, Gurian SD. 2001. Diversity of the Burkholderia cepacia complex and implications for risk assessment of biological control strains. Annual Revision Phytopathol. 39: 225–258. Pleban S, Chermin L, Chet I. 1997. Chitinolytic activity of an endophytic strain of Bacillus cereus. Lett. Journal of Application Microbiology. 25: 284-288. Pratiwi RS, Tius ES, Yaninda AKW, Aji S. 2015. Enzim kitinase dan aplikasi di bidang industry: kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(3):878887. Pujiyanto S, Endang K, Mochammad H. 2008. Isolasi dan seleksi bakteri kitinolitik isolate local yang berpotensi untuk mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti L. Jurnal Biodiversitas. 9(1):5-8. Doi:10.13057/biodiv/d090102. Purnamawati I. Bakteri pada Termitarium Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) dan Uji Potensinya sebagai Agens Hayati Penyakit Penting Padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saunders GC, Parkes HC. 1999. Analytical Molecular Biology Quality and Validation. Wiltshire (UK): Redwood Books Ltd. Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria Third Edition. Minnesota (USA): The American Phytopathology Society.
23 5 Shivan A, Chet I. 1989. Degradation of fungal cell walls by lytic enzymes of Trichoderma harzianum. Journal of General Microbiology. 135: 675-682. Sivendra R, Tan SH. Pathogenicity of Nonpigmented Cultures of Chromobacterium violaceum. Journal of Clinical Microbiology. 5(5): 514516. Sousa AM, Machado I, Nicolau A, Pereira MO. 2013. Improvments on colony morphology identification towards bacterial profiling. Journal of Microbiological Methods. 95: 327–335. Suryanto D, Irawati N, Munir E. 2011. Isolation and Characterization of Chitinolytic Bacteria and Their Potential to Inhibit Plant Pathogenic Fungi. Jurnal Mikrobiologi Indonesia. 5(1): 144-148. Doi: 10.5454/mi.5.3.8. Suslow TV, Schroth MN, Isaka M. 1982. Application of a rapid method for Gram differentiation of plant pathogenic and saprophytic bacteria without staining. Journal of Phytopathology. 72:917-918. Taufik M. 2011. Evaluasi ketahanan padi gogo lokal terhadap penyakit blas (Pyricularia oryzae) di lapang. Jurnal Agriplus. 21 (1): 68-74. Turner S, Pryer KM, Miao VPW, Palmer JD.1999. Investigesting deep phytogenetic relationship among cyanobacteria and plastids by small subunit rRNA sequence analysis. Journal of Eukariotic Microbiology. 46:327-338 Wei G, Klopper JW, Tuzun S. 1991. Induction of systemic resistance of cucumber to Colletotrichum orbiculare by selected strain of plant growth promoting rhizo-bacteria. Journal of Phytopathology. 81(12): 1508-1512. Doi: 10.1094/Phyto-81-1508. Yelli F. 2013. Induksi pembentukan kantong dan pertumbuhan dua spesies tanaman kantong semar ( Nepenthes spp.) pada berbagai konsentrasi media ms secara in vitro. Jurnal Agrotropika. 18(2): 56-62. Yogiara. 2004. Analisis komunitas bakteri cairan kantung semar (Nepenthes spp.) menggunakan teknik terminal restriction fragment length polymorphism (TRFLP) dan amplified ribosomal DNA restriction analysis (ARDRA) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Young CC, AB Arun, Lai WA, Chen WM, Chao JH, Shen FT, Rekha PD, Ka¨mpfer P. 2008. Chromobacterium aquaticum sp. nov., isolated from spring water samples. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology. 58 (1): 877–880. Doi :10.1099/ijs.0.65573-0. Yunita EA, Suprapti NH, Hidayat JW. 2009. Pengaruh ekstrak daun teklan (Eupatorium riparium) terhadap mortalitas dan perkembangan larva Aedes aegypti. Jurnal Bioma. 11:11-17.
24
LAMPIRAN
Nepenthes mirabilis
Nepenthes bicalcarata
Spesies Nepenthes Nepenthes reinwardtiana
Kode Isolat NRE1 NRE2 NRE3 NRE4 NRE5 NRE6 NRE7 NRE8 NRE9 NRE10 NB1 NB2 NB3 NB4 NB5 NB6 NB7 NB8 NB9 NM1 NM2 NM3 NM4 NM5 NM6 NM7 NM8
Warna Putih Merah muda Putih bening Putih keruh Oranye kekuningan Krem Krem kekuningan Putih Krem kekuningan Putih keruh Cokelat muda Putih keruh Putih bening Krem Putih krem Cokelat Putih bening Putih Putih keruh Ungu Cokelat muda Putih keruh Krem Putih bening Kuning keruh Kekuningan bening Putih keruh
Tepian Licin Licin Berombak Berombak Licin Siliat Siliat Berlekuk Licin Licin Licin Licin Siliat Licin Berombak Tak beraturan Berombak Licin Licin Licin Licin Licin Licin Licin Berombak Berombak Licin
Elevasi Cembung Cembung Seperti tombol Seperti tombol Cembung Cembung Seperti tombol Seperti tombol Cembung Cembung Timbul Timbul Timbul Cembung Cembung Datar Timbul Cembung Timbul Cembung Cembung Cembung Cembung Seperti tombol Timbul Seperti tombol Timbul
Lampiran 1 Karakter morfologi koloni tunggal isolat bakteri hasil isolasi dari Nepenthes spp. Bentuk Bundar Bundar Tidak beraturan dan menyebar Bundar dengan tepian kerang Bundar Keriput Keriput Bundar Bentuk L Bentuk L Bundar Bentuk L Bentuk L Bundar Bundar dengan tepian kerang Kompleks Bundar dengan tepian kerang Bundar Konsentris Bundar Bundar Bentuk L Bundar Bundar Bentuk L Konsentris Bundar
19
25
Nepenthes ampullaria
Nepenthes rafflesiana
20
NM9 NM10 NRA1 NRA2 NRA3 NRA4 NRA5 NRA6 NRA7 NRA8 NRA9 NRA10 NRA11 NRA12 NRA13 NRA14 NRA15 NRA16 NAM1 NAM2 NAM3 NAM4
Putih keruh Oranye pucat Putih mengilat Putih keruh Putih keruh Putih keruh Kuning kehijauan Putih bening Kuning keruh Krem Putih keruh Putih bening Oranye Putih keruh Peach Merah Putih Putih keruh Ungu Cokelat Putih keruh Cokelat
Siliat Licin Licin Siliat Licin Seperti wol Licin Siliat Licin Licin Licin Berombak Licin Licin Licin Licin Seperti wol Berlekuk Licin Siliat Siliat Siliat
Cembung Cembung Cembung Timbul Timbul Datar Seperti tombol Timbul Cembung Cembung Cembung Seperti tombol Cembung Cembung Cembung Cembung Timbul Seperti tombol Cembung Cembung Timbul Timbul
Bundar Bundar Bundar Bundar Bundar Bundar Bundar Konsentris Bundar Bundar Bundar dengan tepian timbul Bundar dengan tepian kerang Bundar Bundar Bundar Bundar Filiform Bundar dengan tepian kerang Bundar Bentuk L Bundar Keriput
26
27 Lampiran 2 Kode isolat NRE1 NRE2 NRE3 NRE4 NRE5 NRE6 NRE7 NRE8 NRE9 NRE10 NB1 NB2 NB3 NB4 NB5 NB6 NB7 NB8 NB9 NM1 NM2 NM3 NM4 NM5 NM6 a
Hasil uji Gram dan reaksi hipersensitif isolat bakteri dari Nepenthes spp. Pengujian Gram Hipersensitif b + a
Kode isolat NM7 NM8 NM9 NM10 NRA1 NRA2 NRA3 NRA4 NRA5 NRA6 NRA7 NRA8 NRA9 NRA10 NRA11 NRA12 NRA13 NRA14 NRA15 NRA16 NAM1 NAM2 NAM3 NAM4
Pengujian Gram Hipersensitif b + + + + + a
Bakteri Gram positif (+), bakteri Gram negatif (-); bHR: Hypersensitive reaction, Tidak terbentuk nekrotik (-).
2 28 Lampiran 3 Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri asal Nepenthes spp. No.
Isolat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
NRE1 NRE2 NRE3 NRE4 NRE5 NRE6 NRE7 NRE8 NRE9 NRE10 NB1 NB2 NB3 NB4 NB5 NB6 NB7 NB8 NB9 NM1 NM2 NM3 NM4 NM5 NM6 NM7 NM8 NM9 NM10 NRA1 NRA2 NRA3 NRA4 NRA5 NRA6 NRA7 NRA8 NRA9 NRA10 NRA11 NRA12 NRA13 NRA14 NRA15 NRA16 NAM1 NAM2 NAM3 NAM4
Persentase penghambatan (%) H. oryzae P. oryzae S. rolfsi 52.3
62.2
77.8
72.2
51.9
68.9
44.4
81.1 43.3
38.9 49.0
36.2
43.3
5 29 Lampiran 4 Urutan nukleotida parsial gen 16S rRNA isolat bakteri NB1 1 41 84 127 170 213 256 299 342 385 428 471 514 557 560 643 686 729 772 814 857 901 944 987 1030 1073 1116 1159 1202 1245 1288 1331 1374 1417
5’-GGGGCATGGCGGCAGCTTTCCATGCAGTCGAACGGTAACA GGGTGCTTGCACCGCTGACGAGTGGCGAACGGGTGAGTAATGC ATCGGAATGTACCGTGTAATGGGGGATAGCTCGGCGAAAGCCG GATTAATACCGCATACGCCCTGAGGGGGAAAGTGGGGGACCGA AAGGCCTCACGTTATACGAGCAGCCGATGTCTGATTAGCTAGT TGGTGAGGTAAAGGCTCACCAAGGCGTCGATCAGTAGCGGGTC TGAGAGGATGATCCGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGA CTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATTTTGGACAATGGGCGC AAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGTCTGAAGAAGGCCTTCGG GTTGTAAAGGACTTTTGTCCGGGAGCAAATCCTAGTGGTTAAT AACCGCTGGGTCTGAGAGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAA CTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGTGCAAGCGTTA ATCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTGTGCAA GTCTGATGTGAAAGCCCCGGGCTCAACCTGGGAACGGCATTGG AGACTGCACGACTAGAGTGCGTCAGAGGGGGGTAGAATTCCGC GTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGCGGAGGAATACCGATGG CGAAGGCAGCCCCCTGGGATGACACTGACGCTCATGCACGAAA GCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCC CTAAACGATGTCAACTAGCTGTTGGGGGTTTGAATCCTTGGTA GCGTAGCTAACGCGAGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGCCG CAAGGTTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGACCCGCACAAGCG GTGGATGATGTGGATTAATTCGATGCAACGCGAAAAACCTTAC CTGGTCTTGACATGTAACGAATCCTTGAGAGATTGAGGAGTGC CCGAAAGGGAGCGTTAACACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAG CTCGTGTCGTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAA CCCTTGCCATTAGTTGCCATCATTAAGTTGGGCACTCTAATGG GACTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACTTCAAG TCCTCATGGCCCTTATGACCAGGGCTTCCACCGTCATACAATG GTCGGTACAAAGGGTCCCGAAACCCCGAGGTGGAGCCAATTCC TTAAAACCGATCGTATTCCGGATCGCATCTTGCAATCCAGGTG CGTGAAATCGGAATCCCTTGAAATCCCAAATAACAATGTCGGG GTAAAAACTTTCCCGGGTTTGTTACACCCCCCCGCTCAACACT GGGGAAGAAGTTTCCAAAAAGGGGGGAGGCTACCCCAAAGGGG CCCTTCACCCGGGGGTTTAATGGG-‘3
40 83 126 169 212 255 298 341 384 427 470 513 556 599 642 685 728 771 814 857 900 943 986 1029 1072 1115 1158 1201 1244 1287 1330 1373 1416 1440
430 Lampiran 5 Urutan nukleotida parsial gen 16S rRNA isolat bakteri NRA5 1 41 84 127 170 213 256 299 342 385 428 471 514 557 560 643 686 729 772 814 857 901 944 987 1030 1073
5’-GGCATGCGGCTGCTTACCATGCAGTCGAACGGCAGCACGG GTGCTTGCACCTGGTGGCGAGTGGCGAACGGGTGAGTAATACA TCGGAACATGTCCTGTAGTGGGGGATAGCCCGGCGAAAGCCGG ATTAATACCGCATACGATCTACGGATGAAAGCGGGGGACCTTC GGGCCTCGCGCTATAGGGTTGGCCGATGGCTGATTAGCTAGTT GGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCAGTAGCTGGTCT GAGAGGACGACCAGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGAC TCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATTTTGGACAATGGGCGAA AGCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTCGGG TTGTAAAGCACTTTTGTCCGGAAAGAAATCCTTGGCCCTAATA CGGTCGGGGGATGACGGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAAC TACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGTGCGAGCGTTAA TCGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTTGCTAAG ACCGATGTGAAATCCCCGGGCTCAACCTGGGAACTGCATTGGT GACTGGCAGGCTAGAGTATGGCAGAGGGGGGTAGAATTCCACG TGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAATACCGATGGC GAAGGCAGCCCCCTGGGCCAATACTGACGCTCATGCACGAAAG CGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCC TAAACGATGTCAACTAGTTGTTGGGGATTCATTTCCTTAGTAA CGTAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGTCAC AAGATTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGTACCCTCACAATCGG TGGATGATGTGGATTAATTCAATTCAACGCAGAAAAGCTTACC TACCCTTGACTTGGGCGGAAATCCCGCTTAGATGTTGGGATTT TCCTGAAGGAGAACGGTGTTAAAGTTTCTTATTGCTTTGCGTC TAATATGTTTTGAGCAAGTTGCGTGATAGCTCCGTCATGTGCC CCCCCTCTTGCTTTATTTGTTACG-‘3
40 83 126 169 212 255 298 341 384 427 470 513 556 599 642 685 728 771 814 857 900 943 986 1029 1072 1096
5 31 Lampiran 6 Urutan nukleotida parsial gen 16S rRNA isolat bakteri NB9 1 41 84 127 170 213 256 299 342 385 428 471 514 557 560 643 686 729 772 814 857 901 944 987 1030 1073 1116 1159 1202 1245 1288 1331 1374 1417
5’-GGGGCATGGCGGCAGCTTACATGCAGTCGACGGTAACAGG GTGCTTGCACCGCTGACGAGTGGCGAACGGGTGAGTAATGCAT CGGAATGTACCGTGTAATGGGGGATAGCTCGGCGAAAACCGGA TTAATACCGCATACGCCCTGAGGGGGAAAGTGGGGGACCGTAA GGCCTCACGTTATACGAGCAGCCGATGTCTGATTAGCTAGTTG GTGGGGTAAAGGCTCACCAAGGCTTCGATCAGTAGCGGGTCTG AGAGGATGATCCGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACT CCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATTTTGGACAATGGGCGCAA GCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGTCTGAAGAAGGCCTTCGGGT TGTAAAGGACTTTTGTCCGGGAGCAAATCCCAGTGGTTAATAC CTACTGGGGCTGAGAGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAACT ACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGGTGCAAGCGTTAAT CGGAATTACTGGGCGTAAAGCGTGCGCAGGCGGTTGTGCAAGT CTGATGTGAAAGCCCCGGGCTTAACCTGGGAACGGCATTGGAG ACTGCACGACTAGAGTGCGTCAGAGGGGGGTAGAATTCCGCGT GTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGCGGAGGAATACCGATGGCG AAGGCAGCCCCCTGGGATGACACTGACGCTCATGCACGAAAGC GTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCCT AAACGATGTCAACTAGCTGTTGGGGGTTTGAATCCTTGGTAGC GAAGCTAACGCGAGAAGTTGACCGCCTGGGGAGTACGGCCGCA AGGTTAAAACTCAAAGGAATTGACGGGGACCCGCACAAGCGGT GGATGATGTGGATTAATTCGATGCAACGCGAAAAACCTTACCT GGTCTTGACATGTAACGAACGCCGCAAAGATGTGGTGGTGCCC GAAAGGGAGCGTTAACACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCT CGTGTCCTGAGATGTTGGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACC CTTGCCATTAGTTGCCATCATTAAGTTGGGCACTCTAATGGGA CTGCCGGTGACAAACCGGAGGAAGGTGGGGATGACGTCAAGTC CTCATGGCCCTTATGACCAGGGCTTCCACGTCATACATGGTCG GTACAAAGGGTCCGAAGCCCCCAGGTGGAACCAATTCTTAAAA CCGATCGGAGTCCGGATCGACTCTGGCACTCCAGGGCGGGAAT CGGAATCCGTAGAATCCGAAAACCAAGGTCGGCGGAAAACGTT CCCGGGTTTGTGACCCCCCCCCTCACCCTGGGAGAGGGTTTCC CCAAAGGGGGGGCTTACTTAAGGGCCCTTCACCGGGTATAATG GGGAAGGGTGAAAAGAGTGACCAACAAA
40 83 126 169 212 255 298 341 384 427 470 513 556 599 642 685 728 771 814 857 900 943 986 1029 1072 1115 1158 1201 1244 1287 1330 1373 1416 1444
6
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Serang pada tanggal 8 Maret 1994 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Huldi dan Marwati. Penulis memiliki tiga orang adik bernama Yulia Susanti, Muhammad Ferdi Ihsan, dan Efo Tiara Ramadhani. Penulis menyelesaikan sekolah di MAN 2 Serang pada Tahun 2012 dan diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) undangan pada tahun yang sama. Pada tahun kedua masuk ke Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif mengikuti program kreativitas mahasiswa bidang penelitian (PKM-P) tahun 2012 dan pengabdian masyarakat (PKM-M) tahun 2014, hingga mendapatkan dana hibah pada kedua program tersebut. Serta mengikuti program kreativitas mahasiswa bidang kewirusahaan (PKM-K) pada tahun 2015. Penulis juga meraih medali perak pada program kreativitas mahasiswa bidang penelitian eksakta (PKMPE) pada ajang Pekan Ilimiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-29 tahun 2016. Penulis juga aktif dalam organisasi, diantaranya sekretaris Departemen Internal Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) Kabinet Kavaleri periode 2013/2014, anggota Departemen AKPESINFO Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA IPB) Kabinet Tinta Karya periode 2014/2015, serta anggota klub Entomologi. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat (PHPH) dan Ilmu Hama Tumbuhan Dasar (IHTD). Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN-P) di Desa Simpar, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang. Penulis juga melaksanakan pendampingan upaya khusus peningkatan produksi padi, jagung, kedelai (Upsus Pajale) (2015). Selama masa perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi) dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI).