ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA BIOAKTIF DARI Eupatorium riparium Reg. (# 04-KU-01-06) KOLEKSI DARI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI, YOGYAKARTA ISOLATION AND IDENTIFICATION BIOACTIVE COMPOUND FROM Eupatorium riparium Reg. (#04-KU-01-06) COLLECTED FROM MERAPI MOUNTAIN NATIONAL PARK, YOGYAKARTA Nanang Fakhrudin, Subagus Wahyuono, Djoko Santosa Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Sekitar 30.000 tumbuhan dari 40.000 tumbuhan di dunia terdapat di Indonesia, dan baru 940 tumbuhan yang diketahui dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Skrinning awal dengan BST (Brine Shrimp Lethality Test) terhadap ekstrak kloroform dan metanol dari tumbuhan koleksi Taman Nasional Gunung Merapi, Yogyakarta, menunjukkan bahwa ekstrak kloroform koleksi # 04-KU-01-06 yang diidentifikasi sebagai E. riparium aktif dan berpotensi dikembangkan lebih lanjut (BST 500 µg/ml: 90%). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa bioaktif dari tumbuhan E. riparium tersebut. Isolasi senyawa bioaktif dari tumbuhan E. riparium dilakukan dengan metoda Bioassay Guided Isolation yaitu partisi, fraksinasi ekstrak wasbensin yang dimonitor dengan bioassay (BST). Pertama kali ekstrak wasbensin dipartisi dengan metanol menghasilkan sari larut yang aktif (BST 50µg/ml: 82%), kemudian difraksinasi dengan VLC (Vacuum Liquid Chromatography) menghasilkan 7 gabungan fraksi (IVII). Uji BST (10µg/ml) terhadap 7 fraksi menunjukkan bahwa fraksi II, III dan IV merupakan fraksi aktif. Gambaran KLT ketiga fraksi (II, III, IV) menunjukkan bahwa ketiga fraksi mempunyai 1 senyawa yang sama dan diduga sebagai senyawa aktifnya. Dengan KLT preparatif, senyawa aktif diisolasi, dimurnikan, diidentifikasi secara spektroskopi (UV, IR, MS, NMR). Berdasarkan data spektranya, senyawa bioaktif yang diisolasi dari E. Riparium mempunyai M+ pada m/z 262 dan diidentifikasi sebagai metilripariokromen A yang mempunyai LC50 2,24 x 10-5 M pada BST. Kata kunci: isolasi, identifikasi, metilripariokromen A, Eupatorium riparium Reg., ABSTRACT Approximatelly 30.000 of 40.000 plants on the world grow in Indonesia, and there are only 940 plants are exploited as a drug. Preliminary screening using BST (Brine Shrimp Lethality Test) on chloroform and methanol extracts of plant collected from Merapi Mountain, Yogyakarta, exhibited that chloroform extract of # 04-KU-01-06 that is identified as Eupatorium riparium is active and potential to be further studied (BST 500 µg/ml: 90%). Therefore this research’s aim is to isolate and identify bioactive compound from E. riparium. Bioactive compound isolation from E. riparium is conducted by Bioassay Guided Isolation method that is an isolation method monitored by bioassay (BST). The wasbensin extract is partitioned with methanol yielded active methanol soluble (BST 50 µg/ml: 82%), then this fraction was fractionated by VLC (Vacuum Liquid Chromatography) 7 combined fractions (I-VII). The BST (10µg/ml) on 7 fractions exhibited that fraction II, III and IV were active. Their TLC profiles showed the present of similiar compound that was suspected as the active compound. This compound was isolated and purified by preparatif TLC, identified based on spectroscopic data (UV, IR, MS, NMR). This active compound displayed M.+ (m/z 262) and identified as metilripariokromen having LC50 at 2,24x10-5 M on BST assay. Keyword: isolation, identification methylripariochromene A, Eupatorium riparium Reg.
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor satu di dunia melampaui negara Brasil yang mempunyai hutan terluas didunia. Dari jumlah tersebut, dilaporkan sebanyak 940 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan beberapa diantaranya telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Aspan, 2004). Terlebih lagi bahwa senyawa kimia (obat-obatan) yang digunakan oleh manusia diperkirakan lebih dari 25 % berasal dari tumbuhan (Kinghorn dkk, 2000). Salah satu metode skrining senyawa bioaktif yang banyak digunakan oleh fitokemis adalah Brine Shrimp Lethality Test (BST), yang merupakan salah satu bioassay dalam skrining terhadap keberadaan senyawa aktif ataupun ekstrak aktif dari bahan alam (Meyer dkk, 1982). Uji ini menguji dan mempunyai korelasi linear dengan uji sitotoksisitas in vitro, uji toksisitas in vivo serta direkomendasikan untuk uji praskrining pada pencarian senyawa toksik dan antikanker (Parra dkk., 2001; Quignard dkk., 2003). Penelitian pendahuluan telah dilakukan dengan melakukan skrining terhadap 30 tumbuhan koleksi dari Gunung Merapi, Yogyakarta, dengan metode BST. Hasilnya menunjukkan bahwa koleksi tumbuhan nomor # 04-KU-01-06 yang diidentifikasi sebagai E. riparium bersifat aktif dan berpotensi dikembangkan lebih lanjut (BST 500 µg/ml: 90%). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa bioaktif dari tumbuhan E. riparium # (04-KU-01-06) koleksi dari Gunung Merapi, Yogyakarta dan BST assay. TINJAUAN PUSTAKA Ada sekitar 500.000 spesies tumbuhan yang tumbuh di muka bumi ini dan diperkirakan paling sedikit ada 5000 senyawa metabolit sekunder yang berbeda ada dalam satu spesies tumbuhan, karena itulah metabolit sekunder dari tumbuhan merupakan sumber yang luar biasa bagi eksplorasi obat-obatan (Kuo dan King, 2001).
Tumbuhan E. riparium termasuk dalam genus Eupatorium. Tumbuhan genus Eupatorium merupakan tumbuhan yang sudah banyak diteliti di dalam dan di luar negeri dan sudah lama dipakai dalam pengobatan sebagai antimalaria, antibakteri, antifungi, antiinfamasi, hepatoprotektor, antihistamin, antikanker dan immunostimulan (Shen dkk., 2005). Pada umumnya tumbuhan genus Eupatorium memiliki kandungan senyawa seskuiterpen lakton dan diterpen lakton, disamping metabolit lain seperti flavonoid, terpenoid, dan sterol. Sesquiterpen lakton dan diterpen lakton dalam beberapa spesies Eupatorium telah dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik (Mulyadi, 1995; Talapatra dkk., 1978; Huo dkk., 2004; El-Seedi dkk., 2002; Shen dkk., 2005) Tumbuhan E. riparium belum banyak diteliti aktivitas biologisnya, walaupun beberapa kandungan senyawanya telah diketahui berupa taraksasteril palmitat, taraksasterol, stigmasterol, senyawa hidrokarbon padat tidak jenuh dan lemak (Talapatra dkk., 1978). Salah satu pendekatan yang lebih sistematik dalam menemukan obat baru adalah dengan teknik Bioassay Guided Fractionation (Sener dkk., 1998). Salah satu metode bioassay yang mudah dan sering digunakan untuk mengetahui toksisitas suatu senyawa adalah dengan BST (Brine Shrimp Lethality Test). Metode ini relatif murah, aman dan mudah dilakukan (McLaughlin dkk., 1991), sehingga direkomendasikan sebagai metode yang efektif dalam pre-skrining senyawa bioaktif. Metode Penelitian 1. Alat 1. Alat untuk penyarian: Bejana maserator, rotaevaporator, alat timbang, cawan porselein, kertas saring, pengaduk, corong Buchner dan alat-alat gelas. 2. Alat untuk partisi dan fraksinasi: Cawan porselen, sintered glass filter, seperangkat alat vakum, magnetic stirer, sentrifugator, corong pisah, dan alat-alat gelas.
3. Alat untuk uji toksisitas BST: Mikropipet, flakon, seperangkat alat penetas Artemia salina Leach., lampu TL (40 watt), aerator, pipet tetes, vortex, timbangan dan alat-alat gelas. 4. Alat untuk KLT dan KLT preparatif: Lempeng kaca ukuran 20x20 cm, bejana KLT, alat penyemprot bercak, seperangkat alat pembuat plate, pipa kapiler spatula, lampu UV254, UV365, pensil, kamera digital, eksikator dan oven. 5. Alat untuk elusidasi struktur: spektrofotometer UV (Milton Roy Spectronic 3000), IR (Shimadzu FTIR8201PC) dan GC-MS (Shimadzu QP500), NMR (Hitachi FT-NMR R-1900). 2. Bahan 1. Bahan simplisia: tumbuhan diambil dari Taman Nasional Gunung Merapi, di Yogyakarta. Simplisia diambil pada bulan Maret 2005. Bagian yang digunakan yaitu daun dan batang. 2. Bahan pelarut dan fase gerak: kloroform p.a (E.merck), etil asetat p.a (E.merck), metanol p.a (E.merck), aseton (teknik), wasbensin (teknik), metanol (teknik) dan aquades. 3. Bahan KLT, KLT preparatif dan fraksinasi: silika gel 60 F254 (E. Merck), silika gel 60 PF254 (E.Merck), dan pereaksi semprot Cerium Sulfat. 4. Bahan untuk uji toksisitas BST: Air laut buatan dengan kadar garam 20%, telur A.salina Leach, suspensi ragi (Fermipan®) dan aquades. 3. Jalannya Penelitian 1. Ekstraksi, Partisi, Fraksinasi dan Isolasi Ekstraksi tumbuhan E. riparium dilakukan dengan metode maserasi sebanyak 3 kali maserasi masing-masing selama 24 jam menggunakan wasbensin. Ekstrak wasbensin dipartisi dengan metanol. Dari proses ini diperoleh ekstrak wasbensin yang larut metanol dan endapan (tidak larut metanol). Keduanya diuji BST dan di lihat profil KLT
nya dan ekstrak yang lebih aktif difraksinasi lebih lanjut. Fraksinasi dilakukan menggunakan kromatografi cair hampa (Vacuum Liquid Chromatography) dengan fase diam silika gel 60 PF254. Fase gerak yang digunakan dimulai dari yang paing non polar dan dilanjutnya dengan eluen yang lebih polar secara bertahap (tabe1). Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram mirip digabung untuk menyederhanakan bioassay. Fraksi yang telah digabungkan, dilakukan uji KLT lagi, dan dari tiap-tiap fraksi tersebut diuji keaktifannya dengan menggunakan metode BST. Fraksi teraktif kemudian dianalisis dengan KLT preparatif untuk mengisolasi senyawa aktifnya. Fraksi aktif selanjutnya diisolasi senyawanya dengan KLT preparatif menggunakan fase diam silika gel 60F254 dan fase gerak wasbensin:etil asetat (5:1) dideteksi dengan pereaksi penampak bercak Cerium (IV) Sulfat. Isolat diperoleh dengan mengerok atau memindahkan senyawa yang tersisa dalam cawan porselen setelah semua pelarutnya menguap. Isolat hasil KLT preparatif dilakukan uji KLT dengan beberapa sistem fase gerak yang mempunyai polaritas akhir berbeda-beda untuk mengetahui kemurnian isolat. Struktur isolat aktif ditentukan berdasarkan data-data spektrum massa, ultraviolet (UV), inframerah (IR) serta resonansi magnetik inti (1H-NMR dan 13 CNMR). Tabel 1 Fase gerak yang digunakan dalam fraksinasi
Fase gerak Wasbensin Wasbensin : etil asetat Wasbensin : etil asetat Wasbensin : etil asetat Wasbensin : etil asetat Wasbensin : etil asetat Etil asetat Kloroform : metanol
Perbandingan
Volume (ml)
100 % 9:1 7:1 5:1 3:1 1:1 100 % 1:1
90 100 240 120 80 60 85 50
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil isolasi diperoleh isolat berbentuk cairan kental seperti minyak berwarna kekuningan. Untuk identifikasi kemurnian, isolat di KLT pada beberapa sistem fase gerak (gambar 1). Untuk memastikan dan mendukung kemurnian isolat di analisis dengan kromatografi gas (gambar 2). Kromatogram hasil analisis dengan kromatografi gas diperoleh kromatogram yang terdiri dari satu
puncak (100%) pada waktu retensi 18 menit dan beberapa puncak pengotor yang relatif sangat kecil sehingga tidak terdeteksi kadar relatifnya. Berdasarkan profil KLT dan profil kromatografi gas, isolat yang diperoleh sudah cukup murni untuk ditentukan strukturnya melalui elusidasi berdasarkan data-data spektra dari spektroskopi masa, inframerah, ultraviolet, 1H-NMR, dan 13C-NMR..
Gambar 1 Profil KLT isolat pada uji kemurnian dengan beberapa sistem fase gerak. Deteksi Cerium (IV) sulfat. Fase diam : silika gel 60 F254, fase gerak :a) wasbensin : etilasetat (12:1), b) wasbensin : etilasetat (7:1), c) wasbensin : etilasetat (10:1)
Gambar 2 Profil Kromatografi gas hasil analisis isolat dengan kromatografi gas. Jenis kolom: CP sil 5 CB, panjang 25 meter, suhu kolom: 100ºC sampai dengan 300ºC, suhu detektor: 310ºC gas pembawa: He, Diperoleh satu puncak isolat (100%) waktu retensi 18 menit.
Gambar 3 Spektra massa isolat (pengionan dengan electron impact)
Untuk menentukan struktur isolat aktif yang sudah berhasil diisolasi, diperlukan datadata spekta ultra violet (UV), infra red (IR), masa, 1H-NMR dan 13C-NMR. Berdasarkan spektrum massa dengan munculnya puncak ion molekul pada m/z 262 (Gambar 3) diperoleh informasi bahwa senyawa aktif hasil isolasi tersebut mempunyai bobot molekul 262. Pada pemeriksaan menggunakan sperktroskopi UV (gambar 4) senyawa
memberikan pita absorbsi UV yang kuat pada panjang gelombang 258 nm yang menunjukkan adanya transisi π ke π*. Sistem kromofor yang ada dalam molekul tersebut diperkirakan adalah sistem benzen yang mengalami perpanjangan konjugasi. Adanya perpanjangan konjugasi akan menggeser pita absorbsi benzen tersebut ke arah panjang gelombang yang lebih besar.
O
5
4
7
H3CO
3
4a 8a
6
9
2 O
8
10
1
OCH3
Gambar 4 Spektra UV isolat (dalam kloroform). O
5
4
H3CO
7
3
4a 8a
6
8
9
2 O
10
1
OCH3
Gambar 5 Spektra IR isolat (kristal NaCl). Tabel 2. Pergeseran kimia karbon-karbon isolat dalam spektrum 13C-NMR Atom C=O C7 C8a O=C-CH3 C9,10 C2 C3
Pergeseran kimia (δ) (ppm) 197,4 154,3 150,6 31,0 28,2 77,5 117,6
Spektrum IR isolat (Gambar 5) memperlihatkan pita ulur C=O yang tajam
Atom C4 C4a C6 C5 C8 O-CH3 O-CH3
Pergeseran kimia (δ) (ppm) 121,4 122,1 124,6 129,6 141,1 60,7 61,3
pada 1672 cm-1. Pita karbonil yang biasanya muncul pada bilangan gelombang yang rendah
ini bisa berasal dari amida, asam karboksilat terkonjugasi yang mengalami ikatan hidrogen atau karbonil keton yang terkonjugasi aril atau ikatan rangkap α,β-tidak jenuh. Namun, dengan tidak munculnya pita ulur N-H pada 3300-3500 cm-1 dan pita ulur O-H pada 24003400 cm-1 maka diperkirakan pita tersebut berasal dari vibrasi ulur karbonil keton terkonjugasi. Keton normal biasanya muncul pada 1715 cm-1. Adanya konjugasi akan menggeser pita absorbsi tersebut ke kanan (ke arah bilangan gelombang yang lebih kecil). Pada spektrum IR juga terlihat adanya pita ulur C-H aromatik di 3050 cm-1, C-H alifatik di sebelah kanan 3000 cm-1 serta C=C aromatik pada 1596,9 dan 1469,7 cm-1. Data penting yang bisa diperoleh dari spektrum 13C-NMR adalah jumlah atom karbon yang berbeda dalam molekul dan kemungkinan adanya ekuivalensi atau simetri. Metilripariokromen A hasil elusidasi
mempunyai 15 atom karbon, dengan demikian adanya metil geminal didukung dengan hanya adanya 14 jenis atom C yang berbeda dalam 13 spektrum. Spektrum C-NMR isolat memperlihatkan adanya 14 signal resonansi karbon. Signal yang muncul paling downfield (197,4 ppm) adalah karakteristik untuk atom karbon karbonil (C=O). Atom karbon aromatik (benzen) ditandai dengan munculnya 6 signal pada 154,3; 141,1; 150,6; 124,6; 122,1; dan 129,6 ppm, sedangkan 2 karbon vinilik muncul pada 117,6 dan 121,4 ppm. Signal pada 77,5 berasal dari karbon sp3 yang terikat atom oksigen dan karbon sp2 dalam cincin piran . Dua gugus metoksi yang terikat pada cincin benzen menghasikan dua signal karbon pada 61,3 dan 60,7 ppm. Signal pada 31,0 ppm berasal dari karbon metil yang terikat karbonil, sedangkan gugus metil geminal muncul pada geseran kimia yang sama yaitu di 28,2 ppm.
O
5
4
H3CO
7
3
4a 8a
6
O
8
9
2 1
10
OCH3
Gambar 6 Spektra C13NMR isolat (CDCl3, 90 MHZ). Tabel 3. Pergeseran kimia proton-proton isolat dalam spektrum 1H-NMR Atom H5 H4 H3 H9,10 CH3-C=O -OCH3
Pergeseran kimia (δ) (ppm) δ= 7,22 (1H, s) δ= 6,30 (1H, d, J = 10,08 Hz) δ= 5,60 (1H, d, J = 10,08 Hz) δ= 1,49 (6H, s) δ= 2,58 (3H, s) δ= 3,97 (3H, s) dan δ= 3,88 (3H,s)
Karbon C2 yang muncul lebih downfield di 77,5 ppm merupakan C kuartener
yang terikat hetero atom O dan berdekatan dengan C=C. Spektra yang dihasilkan
dengan suatu cincin aromatik (benzen). Hasil ini memberikan informasi bahwa isolat mempunyai kerangka kromen. Adanya dua subsituen metoksi (OCH3) pada cincin aromatik ditandai dengan munculnya dua singlet masing-masing dengan tinggi integrasi 3 H pada 3,97 dan 3,88 ppm. Adanya signal proton metil berupa singlet pada 2,58 ppm dan pita-pita ulur karbonil keton terkonjugasi pada 1672 cm-1 pada spektrum IR memberikan informasi adanya gugus asetil (CH3-CO-) yang terikat cincin benzen. Signal yang muncul paling up field (1,49 ppm, 6H) adalah berasal dari dimetil geminal yang terikat pada suatu karbon sp3. Dimetil geminal yang terikat C muncul pada 0,90 ppm, namun jika atom C tersebut mengikat heteroatom maka akan terjadi pergeseran kekiri disekitar 1,49 ppm.
memunculkan 14 signal atom C yang berbeda. Padahal struktur metilripariokromen hasil elusidasi mempunyai 15 atom karbon. Hal ini berarti terdapat 1 simetri, yaitu atom C9 dan C10 yang menghasilkan 1 signal di 28,2 ppm. Spektrum 1H-NMR isolat aktif (Gambar 7) memberikan 7 signal resonansi pada 7,22; 6,30; 5,60; 3,97; 3,88; 2,58 dan 1,49 ppm. Ini berarti ada 7 tipe hidrogen dalam molekul tersebut. Signal singlet di 7,22 ppm dengan tinggi integrasi 1 H merupakan indikasi adanya satu proton aromatik (benzen). Ini berarti bahwa kelima atom karbon dari benzen tersebut tersubsitusi dan atau terintegrasi dengan sistem cincin yang lain. Munculnya signal doublet pada 5,60 dan 6,30 ppm masing-masing dengan tinggi integrasi 1H, konstanta kopling (J) 10,08 Hz dan memperlihatkan roof effect menunjukkan adanya gugus –CH=CH- yang terkonjugasi
O
5
4
H3CO
7
3
4a 8a
6
8
9
2 O
10
1
OCH3
Gambar 7 Spektra H1NMR isolat (CDCl3, 90 MHZ). O
5
4
H3CO
7
3
4a 8a
6
2 O
8
9
1
10
OCH3
Gambar 8 Struktur kimia metilripariokromen A (Devon, 1975 dan Shibuya dkk., 1999)
Puncak singlet dengan besarnya integrasi 6 pada geseran kimia 1,51
merupakan puncak dari proton dimetil. Proton metil yang terikat C alkil muncul pada 0,9
ppm, namun akibat C tersebut mengikat heteroatom maka akan terjadi pergeseran kekiri hingga 1,3 ppm (Wiliams dan Fleming, 1973). Proton metil yang terikat heteroatom tersebut bergeser sampai di 1,5 ppm karena juga mengikat C sp2. Berdasarkan hasil interpretasi spektrum IR, UV, 1H-NMR dan 13C-NMR serta spektrum massa, struktur isolat tersebut adalah 1-(7,8-dimetoksi-2,2-dimetil-kromen6-il)etanon atau metilripariokromen A (Shibuya dkk., 1999). Tabel 2 dan 3 berturutturut menyajikan pergeseran kimia dari atomatom hidrogen dan atom-atom karbon dalam metilripariokromen A. Adanya gugus metoksi (CH3-O-) dan vinil (-CH=CH-) yang terikat pada benzen akan memperpanjang konjugasi sehingga akan menggeser pita absorbsi kearah panjang gelombang yang lebih panjang. Signal pada m/z 247 (base peak, M - CH3), m/z 231 (M – OCH3), m/z 217 (M – OCH3), m/z 187 (m/z 217-2CH3), dan m/z 43 (CH3-C≡O+) menegaskan adanya struktur metilripariokromen A (Gambar 8). Metilripariokromen A mempunyai nilai LC50 pada BST sebesar 2,24 x 10-5 M (5.86 µg/ml). Shibuya dkk. (1999) melaporkan bahwa senyawa metilripariokromen A juga terdapat dalam tanaman kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dan mempunyai aktivitas sebagai antihipertensi (Ohashi dkk., 2000). DAFTAR PUSTAKA Aspan, R., 2004, Pengembangan Pemanfaatan Obat Bahan Alam dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Makalah Seminar Tanaman Obat Indonesia, Tawangmangu, Surakarta Devon, T.K., Scott, A.I., 1975, Handbook of Naturally Occurring Compounds, Vol. I, Academic Press, New York, 268. El-Seedi, H.R., Sata, N., Torssell, K.B.G., Nishiyama, S., 2002, New Labdene Diterpenes from Eupatorium glutinosum, J. Nat. Prod. 2002, 65, 728-729. Huo, J., Yang, S. P., Ding, J., Yue, J. M., 2005, Cytotoxic Sesquiterpene Lactones from Eupatorium lindleyanum, J. Nat Prod., 68(1):156. Kinghorn, A. D., Cui, B., Ito, A., Chung, H. S., Seo, E. K., Long, L., Chang, L.C., 2000,
Fractionation of Plants to Discover Substances to Combat Cancer, in Cutler, S. J., Cutler, H. G., (Ed.), Biologically Active Natural Products: Pharmaceuticals, CRC Press, New York, 17-24. Kuo, Y.H., King, L.M., 2001, Antitumor drugs from the secondary metabolites of Higher Plants, dalam Tringali, C., (Ed), 2001, Bioactive Compounds from Natural Sources; Isolation, Characterization, and Biological Properties, Taylor and Francis, London. McLaughlin, J. L., Chang, J. l., Smith, D. L., 1991, Bench Top Bioassay for the discovery of Bioaktif Natural Products: An Update, in Quignard, E. L. J., dkk., 2003, Screening of Plants Found in Amazons State for Lethality Towards Brine Shrimp, Acta Amazonica, 33 (1): 93-104. Meyer N., Ferrigni A.R., Putuan J.E.., Jacobsen L.B., Nicholas D.E., McLaughlin J.C., 1982, Brine Shrimp: A Convinient General Bioassay for Active Plant Constituent, Planta Medica, 982(45), 3-34 Mulyadi, S.M., 1995. Isolasi dan Elusidasi Struktur Kandungan Daun Eupatorium inulifolium yang Bersifat Sitotoksik, Disertasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal 1, 27-28. Ohashi K, Bohgaki T, Shibuya H., 2000, Antihypertensive substance in the leaves of kumis kucing (Orthosiphon aristatus) in Java Island, Yakugaku Zasshi. 2000 May;120(5):474-82 Parra, A.L., Yhebra, R.S., Sardiñas, I.G., Buela, L.I., 2001, Comparative Study Of The Assay Of Artemia Salina L. And The Estimate Of The Medium Lethal Dose (LD50 Value) In Mice, To Determine Oral Acute Toxicity Of Plant Extracts Phytomedicine, vol. 8, no. 5, pp. 395400(6) Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S., 1979, Introduction to Spectroscopy: A Guide for Student of Organic Chemistry, Saunders Golden Sunburst Series, Philadelphia. Quignard, E. L. J., Pohlit, A.M. Nunomura, S.M., Pinto, A.C.S., dos Santos, E.V.M., de Morais, S.K.R., Alecrim, A.M., A.C.S., Pedroso, Cyrino, B.R.B., de Melo, C.S., Finney, E.K., Gomes, E.O., de Souza, de Oiveira, L.C.P., Don, L.C., e Silva, L.F.R., Queiroz, M.M.A., Henrique, M.C.,
dos Santos, M., Pinto, P.S., Silva, S.G., 2003, Screening of Plants Found in Amazons State for Lethality Towards Brine Shrimp, Acta Amazonica, 33 (1): 93-104. Sener, B., Bingo1, F., Erdogan, I., Bowers, W.S., Evans, P.H., 1998, Biological Activities of Some Turkish Medicinal Plants, Pure & Appl. Chem., Vol. 70, No 2, pp. 403406, 1998. Shen, Y.C., Lo, K.L., Kuo, Y.H., Khail, A.T.,2005, Cytotoxic Sesquiterpene Lactones from Eupatorium kiirunense, a Coastal Plant of Taiwan, J. Nat. Prod, 68, 745-750. Shibuya, S., Ohashi, K., Kitagawa, I., 1999, Search for Pharmacochemical Leads from Tropical Rainforest Plants, S Pure Appl. Chem., Vol. 71, No. 6, pp. 1109-113, Talapatra, B., Mukhopadhjay, R., Talapatra, S.K., 1978, Chemical Constituens of Eupatorium riparium Reg., Indian Chem. Soc., Vol. LV, 296-297. Williams, D.H., Fleming, I., 1973, Spectroscopic Methods in Organic Chemistry, 2nd Ed., McGraw-Hil Book Company (UK) Limited, London.