ISOLASI CANDIDA SP DAN POLA KEPEKAANNYA TERHADAP BERBAGAI ANTIJAMUR DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UGM Hera Nirwati*, Praseno, Muchammad Mustofa Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM email:
[email protected] Abstract Background: Infections caused by Candida sp. have been increasing dramatically worldwide due to the increase in immunocompromised patients. Candida infections can be superficial or invasive. Superficial infections can be treated with topical antifungal drugs. However, invasive fungal infections are often life-threatening, need systemic therapies. Since susceptibility of Candida sp to antifungal agents may vary from one isolate to another, it is very important to perform antifungal susceptibility test. And choice of antifungal, especially for systemic or invasive candidiasis, should be based on susceptibility test results. Objectives: We conducted an observational study to isolate and determine the pattern of susceptibility of Candida sp isolates from clinical specimens in Microbiology Lab Fac. of Medicine UGM Methodology: A retrospective study was conducted by utilizing the records of Microbiology Laboratory Fac. of Medicine UGM in 2013. Clinical specimens were cultured on Sabourraud Dextrose Agar with Chloramphenicol. All isolates were determined based on morphology on the culture and microscopic examination after LPCB staining. Antifungal susceptibility test was performed by using Micro Broth Dilution methods towards ketoconazole, fluconazole, itraconazole, and terbinafine.
126
Results: There were 186 Candida sp isolated from various clinical specimens in 2013, and mostly (43%) isolated from sputum. Antifungal susceptibility test resulted that Candida sp showed high sensitivity to fluconazole, ketoconazole and itraconazole accounting for 97.3%, 91.4% and 84.9% respectively. The sensitivity of Candida sp to terbinafine was only 28%. Conclusions: Most Candida sp. were recovered from sputum specimens. Candida sp isolated from various clinical specimens showed high sensitivity to fluconazole, ketoconazole, and itraconazole. Keywords: Candida sp., fluconazole, ketoconazole, itraconazole, terbinafine. Abstrak Latar Belakang: Infeksi oleh Candida sp. telah meningkat dramatis karena peningkatan infeksi pada pasien immunocompromised. Candida sp menyebabkan infeksi superfisial atau invasif. Infeksi superfisial dapat diterapi topikal, tetapi infeksi invasif sering mengancam jiwa dan perlu terapi sistemik. Karena kepekaan Candida sp terhadap antijamur dapat bervariasi dari satu isolat dengan isolat yang lain, maka perlu dilakukan uji kepekaan antijamur agar diperoleh antijamur yang sesuai. Tujuan: mengisolasi Candida sp dari spesimen klinik yang dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM dan melihat pola kepekaannya terhadap beberapa antijamur Metodologi: Penelitian retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan data di Laboratorium Mikrobiologi FK UGM tahun 2013. Spesimen klinik dikultur pada Sabourraud Dextrose Agar yang ditambah Kloramfenikol. Identifikasi dilakukan dengan melihat morfologi hasil kultur dan pemeriksaan mikroskopis dengan LPCB. Uji kepekaan antijamur dilakukan dengan menggunakan metode microbroth dilution terhadap ketokonazol, flukonazol, itrakonazol dan terbinafin. Hasil: Selama tahun 2013 diperoleh 186 isolat Candida sp dari
127
berbagai spesimen klinik. Sebagian besar Candida sp (43%) diisolasi dari sputum. Hasil uji kepekaan Candida sp menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap flukonazol, ketokonazol dan itraconazole, berturutturut sebesar 97,3%; 91,4% dan 84,9%. Sensitivitas Candida sp terhadap terbinafin hanya 28%. Kesimpulan: Sebagian besar Candida sp. diisolasi dari sputum. Candida sp yang diisolasi dari berbagai spesimen klinis menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap flukonazol, ketokonazol, dan itrakonazol. Kata Kunci: Pendahuluan Candida sp. merupakan flora normal yang dijumpai pada mukosa rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina. Pada orang yang sehat, Candida sp bersifat komensal, tetapi pada orang yang sistem imunnya tertekan, Candida sp dapat tumbuh berlebihan di daerah mukokutaneus bahkan masuk ke aliran darah dan menyebabkan infeksi sitemik yang sering mengancam jiwa1. Candida sp sering dilaporkan sebagai penyebab infeksi nosokomial. Di Amerika Serikat, Candida sp merupakan penyebab infeksi nosokomial terbanyak keempat dan mengenai 8-10% infeksi dalam darah2. Di Brazil, Candida sp merupakan penyebab infeksi nosokomial terbanyak ke tujuh dengan angka kematian mencapai 50%3. Infeksi yang disebabkan oleh Candida sp. telah meningkat secara dramatis di seluruh dunia karena peningkatan kasus infeksi pada pasien immunocompromized. Infeksi oleh Candida sp. merupakan infeksi jamur yang paling sering dijumpai pada penderita AIDs. Infeksi oleh Candida sp. dapat bersifat superfisial atau invasif. Infeksi superfisial sering menyerang kulit atau selaput lendir dan biasanya bisa diobati dengan obat antijamur topikal. Sebaliknya, infeksi Candida sp yang invasif sering mengancam jiwa dan memerlukan terapi antijamur 128
sistemik. Di Indonesia, laporan mengenai pola kepekaan Candida sp terhadap berbagai antijamur masih terbatas karena kultur jamur masih jarang dilakukan. Karena pola kepekaan Candida sp terhadap antijamur dapat bervariasi dari satu isolat dengan isolat yang lain, maka penting untuk dilakukan uji kepekaan antijamur. Terapi kandidiasis sistemik atau invasif, seharusnya didasarkan pada hasil uji kepekaan, sehingga dapat dipilih anti jamur yang paling sesuai4. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi Candida sp. dari spesimen klinis yang dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada serta menentukan pola kepekaannya terhadap berbagai antijamur. Metode Penelitian Penelitian retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan data isolat Candida sp. yang diisolasi dan diuji kepekaannya terhadap berbagai antijamur di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada tahun 2013. Spesimen klinik dikultur dengan menggunakan Media Sabourraud Dextrose Agar (SDA) yang diberi tambahan Kloramfenikol 0,5 mg/ml dan diinkubasikan pada suhu ruang. Identifikasi Candida sp didasarkan bentuk morfologi koloni pada media SDA dan hasil pemeriksaan mikroskopis setelah dilakukan pengecatan dengan Lactophenol Cotton Biru (LPCB). Uji kepekaan antijamur dilakukan dengan metode Micro Broth Dilution berdasarkan Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI) M27 A2 yang sudah dimodifikasi. Media yang digunakan adalah media RPMI-1640 yang dimasukkan dalam 96 well microdilution plate5. Antijamur yang diujikan adalah ketokonazol, flukonazol, itrakonazol dan terbinafin. Uji Kepekaan antijamur dilakukan dengan menggunakan prosedur sebagai berikut. Antijamur diencerkan secara serial dalam medium
129
RPMI-1640 dan dimasukkan dalam sumuran 96 well microdilution plate. Sejumlah 106 CFU/ml Candida sp. ditambahkan dalam setiap sumuran. Pada setiap pengujian selalu disertakan kontrol positif (yang berisi media dan Candida sp) dan kontrol negatif (yang berisi media saja). Sumuran diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar. Pertumbuhan Candida sp ditandai dengan terjadinya kekeruhan akibat pertumbuhan Candida sp dan perubahan warna media dari merah muda menjadi kuning. Penentuan Kadar Hambat Minimal (KHM-90) dengan melihat kadar terkecil yang masih bisa menghambat pertumbuhan Candida sp. Isolat dinyatakan sensitif terhadap ketokonazol apabila didapatkan KHM ≤ 0,125 ug/ml; sensitif terhadap itrakonazol apabila KHM ≤ 0,125 ug/ml; sensitif terhadap flukonazol apabila KHM ≤ 32 ug/ml, dan dinyatakan sensitive terhadap terbinafin apabila KHM ≤ 1 ug/ ml5. Hasil Penelitian dan Pembahasan Selama periode 1 Januari - 31 Desember 2013, di Laboratorium Mikrobiologi FK UGM telah diterima 186 spesimen klinik untuk pemeriksaan jamur. Spesimen klinis tersebut terdiri dari 114 (34,5%) sputum, 42 (12,7%) usapan telinga, 39 (11,8%) biakan, 37 (11,2%) urin, 28 (8,5%) usapan tenggorok, 12 (3,6%) cairan pleura dan lainlain (Tabel 1).
130
Tabel 1: Spesimen klinik untuk pemeriksaan jamur yang dikirim ke Lab. Mikrobiologi FK UGM pada tahun 2013. No
Spesimen Klinik
Jumlah
Persentase
1
Sputum
80
43
2
Urin
25
13,4
3
Usapan faring
22
11,8
4
Usapan telinga
16
8,6
5
Darah
5
2,7
6
Kultur pada SDA
4
2,2
7
Pus
3
1,6
8
Usapan Vagina
3
1,6
9
Cairan intraabdominal
2
1,1
10
Bilasan bronkus
2
1,1
11
Feses
1
0,5
12
Usapan hidung
1
0,5
13
Kuku
1
0,5
14
Tidak ada keterangan
11
5,9
Total
186
100
Identifikasi jamur dari isolat klinik dilakukan dengan mengamati morfologi koloni yang tumbuh pada SDA dan gambaran mikroskopik dengan pengecatan LPCB. Candida sp merupakan jamur yang paling banyak (56,4%) diisolasi dari spesimen klinis. Jamur lain yang banyak diisolasi dari spesimen klinik adalah Aspergillus niger (6,7%), Aspergilus flavus (5,2%), Aspergillus fumigatus (4,2%), Penicillium sp (2,7%) dan Fusarium sp (1,5%). Beberapa jamur lainnya dapat dilihat pada Tabel 2. Pada penelitian ini didapatkan bahwa Candida sp merupakan jamur yang paling banyak diisolasi dari spesimen klinik dan sebagian besar specimen klinik berupa sputum. Pada Sabourraud Dextrosa Agar (SDA), Candida sp. memberikan gambaran koloni berwarna
131
putih, halus, kadang berkeriput. Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pengecatan LPCB, Candida sp. tampak berbentuk bulat. Karena Candida sp. sebagian besar diisolasi dari sputum, maka hal ini menunjukkan keterlibatan Candida sp sebagai agen penyebab infeksi dalam saluran pernafasan. Tabel 2: Isolat jamur dari spesimen klinik yang dikirim ke Lab. Mikrobiologi FK UGM pada tahun 2013 Isolat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Candida sp Aspergillus niger Aspergillus flavus Aspergillus fumigatus Penicillium sp Trichopiton Fusarium Curvularia sp Tricroderma Scedosporium apiosvermun Histoplasma capsulatum Rhizopus Alternaria Tidak Tumbuh Total
Jumlah 186 22 17 14 9 6 5 2 1 1 1 1 1 64 330
Persentase 56,4 6,7 5,2 4,2 2,7 1,8 1,5 0,6 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 19,4 100
Golongan azol merupakan salah satu antijamur yang banyak digunakan dalam terapi. Golongan azol bekerja dengan cara menghambat enzim lanosterole 14-α-demethylase yang bertanggung jawab mengonversi lanosterol menjadi ergosterol. Hilangnya ergosterol yang merupakan komponen penting dalam permeabilitas membrane sel akan menyebabkan lisis dan kematian jamur. Golongan azol terbagi
132
berdasar jumlah rantai azol yang dimiliki, bila tersusun atas dua rantai azol maka masuk dalam sub golongan imidazol (contohnya imidazol, klotrimazol, ekonazol, mikonazol, dan ketokonazol), sedangkan bila tersusun atas tiga rantai azol maka masuk dalam sub golongan triazol. Triazol terbagi dalam dua generasi, generasi pertama terdiri dari flukonazol dan itrakonazol dan generasi kedua terdiri dari, vorikonazol dan posakonazol6. Pada penelitian ini sensitivitas Candida sp. terhadap golongan azol masih bagus (Tabel 3). Walaupun sedikit, pada penlitian ini dilaporkan adanya resistensi terhadap golongan azol. Resistensi pada golongan azol bisa terjadi melalui pompa efluks maupun points mutation. Hiperaktifnya pompa efluk pada dinding sel Candida sp menyebabkan penurunan konsentrasi obat yang masuk ke dalam sel. Aktifitas pompa efluk diatur oleh gen MDR dan CDR. Aktivasi pompa efluksi oleh gen CDR menyebabkan Candida sp. menjadi resisten terhadap seluruh jenis antijamur azol, sedangkan aktivasi pompa oleh gen MDR cenderung hanya menyebabkan resistensi terhadap jenis Flukonazol. Resistensi akibat mutasi terjadi pada gen ERG11 yang mengkode enzim 14α-dimetilase. Akibatnya terjadi perubahan struktur ergosterol dan menurunkan afinitas azol untuk berikatan dengan target ergosterol7. Golongan lain yang sering dimanfaatkan sebagai terapi kandida adalah terbinafin yang termasuk dalam kelas alinamin. Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol dengan cara menghambat kerja squalene epoxidase yang merupakan enzyme yang berfungsi mengubah squalene menjadi squalene-2,3 epoxide8. Pada penelitian ini sensitivitas Candida sp. terhadap terbinafin tidak begitu bagus, sehingga tidak disarankan untuk digunakan sebagai pengobatan infeksi Candida sp. Beberapa penelitian lain memberikan hasil yang bervariasi. Rathod 9 et al mendapatkan bahwa 31 isolat Candida albicans yang diisolasi
133
dari berbagai macam spesimen kilinik, mempunyai sensitivitas yang bagus terhadap terbinafin (100%) dan flukonazol (84%). Sebaliknya, sensitivitas C. albicans tersebut terhadap ketokonazol rendah yaitu 22,5%. Cheng et al10 yang mengisolasi 383 Candida sp dari darah di Taiwan mendapatkan 95,8% sensitif terhadap flukonazol. Salehei et al11 yang mengisolasi jamur dari usapan vagina, mendapatkan 67 isolat C. albicans, C. glabrata, C. tropicalis dan C. krusei. Dari semua isolat tersebut, 6% diantaranya sensitif, 82,1% dose dependent sensitive dan 11,9% resisten terhadap itrakonazol. Terhadap flukonazol, 7,5% sensitif, 7,5 % dose dependent sensitive dan 85,1% resisten. Terhadap ketoconazol, 26,9% sensitif, 35,8% dose dependent sensitive dan 37,3% resisten. Sedangkan terhadap terbinafin, 44,8 % sensitif, 31,3 dose dependent sensitive dan 23,9 resisten. Tabel 3: Pola Kepekaan Candida sp terhadap Berbagai Antijamur di Lab. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM Tahun 2013 No 1 2 3 4
Anti jamur Ketokonazol Itrakonazol Flukonazol Terbinafin
Sensitif n 170 158 181 52
Resisten % 91,4 84,9 97,3 28,0
n 16 28 5 134
% 8,6 15,1 2,7 72
Penelitian ini mempunyai keterbatasan karena dilakukan hanya dalam satu laboratorium, sehingga belum bisa menjangkau semua Candida sp. penyebab infeksi. Selain itu, pada penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap empat obat anti jamur sehingga data yang tersedia hanya terbatas terhadap keempat anti jamur tersebut. Walaupun demikian, penelitian ini menghasilkan data pola kepekaan Candida sp terhadap beberapa antijamur yang bisa digunakan sebagai
134
bahan pertimbangan untuk pemilihan terapi antijamur sebelum pedoman anti jamur tersedia. Kesimpulan Candida sp. Merupakan jamur yang paling banyak diisolasi dari specimen klinik. Selama tahun 2013, di Lab Mikrobiologi FK UGM telah diisolasi 186 Isolat Candida sp yang sebagian besar berasal dari sputum. Candida sp yang diisolasi dari berbagai spesimen klinik menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap flukonazol, ketokonazol, dan itraconazol. Daftar Pustaka 1. Kabir MA and Ahad Z, 2013. Candida Infections and Their Prevention. Hindawi Publishing Corporation
ISRN Preventive Medicine
Vol.13. http://dx.doi.org/10.5402/2013/763628. 2. Pfaller MA and Diekema DJ, 2007. Epidemiology of Invasive Candidiasis: a Persistent Public Health Problem. Clin Microbiol Rev, 133–163. 3. Doi AM, Pignatari ACC, Edmond MB, Marra AR, Camargo LFA, Siqueira RA, da Mota VP, Colombo A, 2016. Epidemiology and Microbiologic Characterization of Nosocomial Candidemia from a Brazilian National Surveillance. PLOS ONE . DOI:10.1371/ journal.pone.0146909. 4. Posteraro B, Torelli R, De Carolis D, Posteraro P and Sanguinetti M, 2014. Antifungal Susceptibility Testing: Current Role from the Clinical Laboratory Perspective. Mediterr J Hematol Infect Dis, 6(1). 5. CLSI, 2002. Reference Method for Broth Dilution Antifungal Susceptibility Testing of Yeasts; Approved Standard—Second Edition . M27 A2.Vol 22. Number 15.
135
6. Walsh T, Gonzales C, Lyman CA, Chanock SJ, 2010. Invasive fungal infectious in children: recent advances in diagnosis and treatment. Adv Pediatr Infect Dis.11:187-295. 7. MacCallum DM, Coste A, Ischer F, 2010, Genetic dissection of azole resistance mechanisms in Candida albicans and their validation in a mouse model of disseminated infection. Antimicrob Agents Chemother. 54 :1476-1483. 8. Katiyar S, Pfaller M, Edlind T, 2006. Candida albicans and Candida glabrata clinical isolates exhibiting reduced echinocandin susceptibility. Antimicrob Agents Chemother. 50:2892-2894. 9. Rathod VS, Raut JS, Karuppayil SM, 2011. In Vitro Antifungal Susceptibility Reveals Occurrence Of Azole Resistance Among Clinical Isolates Of Candida Albicans. Asian J Phar Clin Res. 4 (3): 170-173. 10. Cheng MF, Yu KW, Tang RB, Fan YH, Yang, YL, Hsieh KS, Ho M, Lo HJ, 2004. Distribution and antifungal susceptibility of Candida species causing candidemia from 1996 to 1999. Diag Microbiol Infec Dis.
48: 33–37. 11. Salehei Z, Seifi Z, Mahmoudabadi AZ. 2012. Sensitivity of Vaginal Isolates of Candida to Eight Antifungal Drugs Isolated From Ahvaz, Iran. Jundishapur J Microbiol. 5 (4):574-577.
136