Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
ISLAM IN CONTENTS OF JURNALISM IN INDONESIA ANALITIS JURNALIS ISLAM
Agus Dedi P Fahrurrozi
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri IAIN Mataram Email:
[email protected] Abstract Roughhouse into world of jurnalism the true is become missionary. Sent informations that is correct, give report of cheerfully, educated,critical, and do social control. Al-Qur’an actually message komunication from god of creator the world (komunicator) than sent to prophet Muhammad (komunican) by Jibril the next transformasition as lessons of Islam. First Ayat that send Allah SWT begin from commend to read, the next order to learn by incision a pen (al-qalam). The true, Al-Qur’an is incision of god that have a special from various aspect, like the beautifull language, authentic, dimension dialogue with reality and the power of value cultural on every ages and time. The main study of this short paper is to definition of moslem jurnalism as media sent message. The moslem jurnalisme as media sent information to public. with that function dakwah by mass media including tools dakwah as holy book/books, magazine, news, and tabloid or same various and the country of Indonesia allowed for public to appear artistic her production. Keywords: Jurnalism, information, Al-Quran, media of communication, Indonesian dakwah
46
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Abstrak Bergelut di dalam dunia kejurnalistikan hakikatnya adalah menjadi seorang pendakwah. Menyebarkan informasiinformasi yang hak, memberi kabar gembira,mendidik, mengkritik, serta melakukan pengawasan sosial. Al-Qur’an sesungguhnya pesan komunikasi yang datangnya dari sang pencipta (komunikator) kemudian disampaikan kepada nabi Muhammad (komunikan) melalui perantara malaikat jibril selanjutnya di transformasikan sebagai ajaran-ajaran Islam. Ayat pertama yang diturunkan Allah SWT dimulai dari perintah membaca, selanjutnya suruhan untuk mempelajarinya melalui torehan-torehan pena (al-qalam). Pada hakikatnya, Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang mempunyai keistimewaan dari pelbagai aspek, baik keindahan bahasa, keotentikan, dimensi dialogis dengan realitas dan kekuatan nilai yang akulturatif pada setiap zaman dan waktu. Kajian utama makalah ini adalah mendefinisikan jurnalisme Islam sebagai media penyampai pesan-pesan jurnalisme Islam sebagai media penyampai informasi kepada masyarakat. Dengan fungsi tersebut dakwah melalui media massa yang termasuk dalam sarana dakwah seperti kitab/buku, majalah, surat kabar, dan tabloid atau sejenisnya dan Negara Indonesia memberikan izin bagi masyarakat untuk menerbitkan hasil karyanya. Kata kunci : Jurnalistik, Informasi, Al-Qur’an, Media Komunikasi, Dakwah Indonesia. A. Pendahuluan
Media Massa adalah merupakan media komunikasi publik, komu nikasi massa menurut McQuail (1994:6) adalah komunikasi yang berlangsung pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini komunikasi dilakukan menggunakan media massa Kitab/buku, koran, majalah, tabloid, internet, radio, televisi, dan sebagainya merupakan media
komunikasi massa. Media massa baik cetak maupun elektronik memiliki pengaruh yang besar terhadap konstruksi realitas sosial dan pemaknaannya, termasuk dalam ranah agama. Agama bisa tampil dalam wajah yang beragam tergantung bagaimana media mem presentasikannya. Moh Abduh Nasir ( 2011:2).
Agus Dedi P & Fahrurrozi
47
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Saptiawan Santana (2005:10). Sejarah menuturkan bahwa jurnalisme ialah alat pemasok kebutuhan orang berkomunikasi. Komunikasi sebagai alat penting bagi manusia, merupakan jalan bagi menusia bertukar informasi. Bergelut di dalam dunia kejurnalistikan hakikatnya adalah menjadi seorang pendakwah. Menyebarkan informasiinformasi yang hak, memberi kabar gembira, mendidik, mengkritik, serta melakukan pengawasan sosial. Al-Qur’an sesungguhnya pesan komunikasi yang datangnya dari sang pencipta (komunikator) kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad (komunikan) melalui perantara Malaikat Jibril selanjutnya ditransformasikan sebagai ajaranajaran Islam. Ayat pertama yang diturunkan Allah SWT dimulai dari perintah membaca, selanjutnya suruhan untuk mempelajarinya melalui torehan-torehan pena (alQalam). Keberhasilan komunikasi kita dengan Allah, sebagaimana keberhasilan komunikasi kita dengan sesama manusia juga ditentukan oleh ketepatan mempersepsi diri kita sendiri.menurut Dedy Mulyadna,(2005: 52). Sehingga tak heran penafsiran Al-Qur’an juga bisa saja beragam karena setiap zaman, lingkungan,
48
individu menafsirkannya berbeda dengan zaman, lingkungan dan individu yang lain, akan tetapi sebenarnya esensi dari Al-Qur’an itu sendiri adalah pesan kepada manusia agar mempedomaninya. Pada hakikatnya, Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang mempunyai keistimewaan dari pelbagai aspek, baik keindahan bahasa, keotentikan, dimensi dialogis dengan realitas dan kekuatan nilai yang akulturatif pada setiap zaman dan waktu. Media massa di Indonesia bisa dikatakan hampir menjadi kebutuhan primer masyarakat, kebuTuhan akan informasi-informasi kekinian membuat masyarakat memburu informasi baik melalui media cetak maupun elektronik misalnya kebutuhan informasi hasil pertandingan sepak bola, harga sembako, serta segala aspek kehidupan tak terkecuali informasi tentang keyakinan seperti agama. Pasca runtuhnya rezim otoriter orde baru media massa manampaki eksistensinya, hampir semua ormas dan gerakan Islam di Indonesia memiliki media untuk mengenalkan dan menyebarkan gagasan dan agenda keagamaan mereka, mulai dari NU (Aula), Muhammadiyah (Swara Muhammadiyah) sampai MUI (Mimbar Ulama). Melalui media
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
komunikasi ini mereka dipermudah menyampaikan gagasan, ide, serta bebas mengekspresikan diri mereka. Dan Negara Indonesia memberikan izin bagi masyarakat untuk menerbitkan hasil karyanya. B. Jurnalisme Islam dan Jurnalis me Kontemporer 1. Jurnalistik Islam Ada beberapa tokoh menjelaskan tentang jurnalisme Islam antara lain: Abdul muis (1989:5) mengatakan jurnalistik Islam adalah menyebarkan atau menyampaikan informasi kepada pendengar, pemirsa,atau pembaca tentang perintah dan larangan Allah SWT (Al-Qur’an dan al-Hadist). Emha Ainun najib (1991:28.) mengatakan bahwa jurnalistik Islam adalah teknologi dan sosialisasi informasi (dalam kegiatan penerbitan tulisan) yang mengabdikan diri pada nilai agama Islam bagaimana dan kemana semestinya manusia, masyarakat, kebudayaan dan peradaban mengarahkan dirinya. Sedang Dedy Djamaludin Malik (1984:286) mendefinisikan jurnalistik Islam sebagai proses meliput, mengolah dan menyebar luaskan berbagai peristiwa yang menyangkut
umat Islam dan ajaran Islam kepada khalayak. Jurnalistik Islam adalah crusade journalism, yaitu jurnalistik yang mamperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam. Asep Syamsul Ramli (2000:86), menjelaskan bahwa jurnalistik Islam adalah proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan nilai-nilai Islam. Jurnalistik Islam sesungguhnya adalah proses meliput, mengolah dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam dengan memenuhi kaidah kaidah jurnalistik atau norma-norma yang bersumber dari Al-Qur’an dan assunnah rasulullah SAW. Jurnalistik Islam di utamakan kepada dakwah Islamiyah yaitu mengemban misi amar ma’ruf nahi mungkar sesuai ayat Q.S. Ali Imran (3) : 104. Sampai saat ini belum terpikirkan oleh kalangan pemimpin Islam untuk membentuk jurnalistik Islam yang benar-benar murni tanpa dikaitkan dengan suatu golongan. Pada masa lalu, jurnalistik Islam terlihat lebih condong disebut jurnalistik yang dikaitkan kepada partai/organisasi Islam, sehingga yang ditemukan hanya saling serang antara sesama golongan umat. Jika kita lihat sejenak kebelakang untuk mengkaji pertumbuhan jurnalistik Islam,
Agus Dedi P & Fahrurrozi
49
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
maka yang didapatkan hanyalah puing-puing tanpa ditemukan adanya bekas yang dapat dijadikan dasar bagi kelanjutannya. Penyebab utamanya adalah jurnalistik Islam tidak pernah dijadikan suatu lembaga yang menjadi tumpuan umat. Karena itu bila sekali hilang dari masyarakat, orang lupa untuk selama-lamanya. Saat ini bisa dikatakan bahwa pertumbuhan jurnalistik Islam mulai bangkit kembali. Sudah banyak koran/ majalah tampil memperjuangkan motto Islam. Misi yang tertuang dalam motto beberapa suratkabar/ majalah Islam diantaranya: a. Al-Jihad yang dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto dengan motto: “Suara Pergerakan Islam” dalam usahanya menentang dan menolak serangan dan penghinaan kepada agama Islam, menjunjung keluhuran dan kebenaran Islam serta mempersatukan umat. b. Pelita, mottonya: kesatuan, kedamaian, dan kebahagiaan umat. c. Harmonis, mottonya: memaju kan pengetahuan dan peradaban Islam sambil membina ke hidupan remaja dan sekaligus menolak westernisasi (pemujaan
50
terhadap Barat yang berlebihan, pembaratan). d. Risalah Islamiah, mottonya: aqidah, syariat, dan ilmiah atau menggugah pembaca untuk gemar mempelajari Islam. e. Panji Masyarakat, mottonya: penyebar ilmu pengetahuan dan kebudayaan untuk dakwah dan pembangunan umat. f. Suara Masjid, mottonya: membangun kecerdasan umat dan bangsa yang dijiwai takwa kepada Allah Swt. g. Suara Hidayatullah, mottonya: nyatakan tiada Ilah selain Allah, pasti menang. h. Mimbar Ulama, mottonya: mengingatkan belajar hidup sederhana karena nikmat itu tidak akan abadi. i. Media Dakwah, mottonya: serulah (manusia) ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah, QS Al-Nahl (16): 125. j. OASE Media Silaturahmi ICMI, mottonya: menghidupkan serpihan-serpihan pemikiran ke-Islam-an, dan lain-lain.
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Terkait dengan media massa Islam di atas, oleh karena Islam mengatur semua aspek kehidupan, sistem komunikasi
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
massa yang mempengaruhi banyak orang tidak dapat diabaikan oleh Islam dan harus diarahkan sesuai dengan ajaran Islam. Dedy( (2005:125). 2. Jurnalisme Kotemporer Jurnalisme dikenal menjadi suatu profesi sejak abad ke-20 an, keberadaannya itu menjadi tolak ukur kemajuan dan perkembangan suatu peradaban kala itu. Sedikit nya ada empat fungsi yaitu pe ngembangan keorganisasian dan pekerjaan kewartawanan, kekhu susan pendidikan jurnalisme, pertumbuhan keilmuan sejarah, permasalahan dan berbagai teknik komunikasi massa dan perhatian yang sungguh-sungguh dari tanggung jawab social kerja kejurnalistikan. Fahrurrozi,(2000:102 ) Jurnalistik Kontemporer disebut kotemporer dikarenakan proses kegiatan kejurnalistikannya mempunyai massa dan waktu, kerena dilaksanakan pada zaman yang serba modern seperti sekarang ini membuat kewartaan tersebut dikategorikan kotemporer, maka disebutlah jurnalistik kotemporer. Jurnalisme pada elemennya paling tidak memiliki tugas sebagai berikut:
Pertama, Menyampaikan Kebe naran. Kebenaran yang dimaksud dalam konteks jurnalisme Kon temporer adalah kebenaran yang fungsional, bukan kebenaran yang dicari-cari oleh orang-orang filsafat. Bukanlah kebenaran mutlak, apalagi kebenaran Tuhan. Kebenaran fungsi onal berarti kebenaran yang terus menerus dicari, seperti kebenaran harga sembako, kebenaran hasil pertandingan sepak bola, dsb. Septia wan Santana (2004:5). Kedua, Loyalitas Kepada Masyarakat. Ini manandakan ke mandirian jurnalilsme yang artinya para jurnalis bekerja atas komitmen, keberanian, nilai yang diyakini, sikap, kewenangan, dan profesionalan yang telah diakui publik. Ketiga, Disiplin Dalam Melakukan Verifikasi yang artinya kegiatan menelusuri sekian banyak saksi untuk sebuah peristiwa, mencari sekian banyak narasumber, dan mengungkap sekian banyak komentar. Kovach dan rosientiel menawar kan lima konsep dalam verifikasi. 1. Jangan menambah atau mengurangi apapun. 2. Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar. 3. Bersikap transparan dan sejujur mungkin tentang metodee dan motivasi Anda dalam melakuakan reportase. 4. Ber
Agus Dedi P & Fahrurrozi
51
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
sandarlah terutama pada reportase Anda sendiri. 5. Bersikap rendah hati. Keempat, Kemandirian Terhadap Apa yang Diliputnya, artinya menunjukan kridebilitas kepada semua pihak melalui dedikasi terhadap akurasi, verifikasi, dan kepentingan public. Kelima, Kemandirian untuk Memantau Kekuasaan. Artinya, media meng ungkap tuntutan masyarakat akan kebaikan di berbagai kehidupan dan berbagai tingkat social, seperti kekuasaan yang korup, kolutif dan nepotisme. Keenam, Media Menyediakan Ruang Kritik dan Kompromi Kepada Public. Ketujuh, Jurnalisme Harus Dapat Menyampaikan Sesuatu Secara Menarik dan Relevan Bagi Public. Elemen ini mewajibkan media menyampaikan berita secara menyenangkan, mengasyikan, dan menyentuh sensasi masyarakat. Kedelapan, Kewajiban Membuat Berita Secara Konprehensif dan Proporsional, mutu jurnalisme sangat tergantung kepada kelengkapan pemberitaan yang dikerjakan media. Kesembilan, Member Keleluasaan Jurnalis untuk Mengikuti Nurani Mereka. Ini terkait dengan sistem dan menejemen media yang memiliki
52
keterbukaan. Bill Kovach Dan Tom Rosentiel( 2001:17). Jurnalisme Kontemporer mau pun jurnalisme Islam sebenarnya memiliki tugas yang sama namun ada hal-hal yang tidak sejalan dengan elemen jurnalisme Kontemporer seperti kebenaran yang dianut oleh Islam jelas berbeda dengan kebenaran yang diyakini oleh jurnalis yang bukan beragama Islam, sehingga dalam hal-hal tertentu jurnalisme Kontemporer menjadi suatu yang kebablasan karena kebebasan yang dianutnya, sehingga control keagamaan menjadi hilang. Disini jurnalisme Islam memiliki peran sebagai control moral terhadap persoalan kemasyarakatan yang menjadi objek pemberitaan. C. Al-Qur’an Dalam Jurnalisme Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata joun, dalam bahasa prancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai ke giatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik, dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar,
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
majalah, dan disiarkan di stasiun siaran (mappatoto, 1993:69-70). Dalam penyebarannya meng alami yang disebut editing. Dalam prosesnya jurnalisme sarat dengan aturan main yang disepakati(kode etik jurnalistik) sehingga informasiinformasi yang disampaikan ke mudian diterima oleh pembaca, penonton, pendengar yakni sesuai cirri utamanya yaitu: sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari pengunaan kata atau istilah-istilah teknis, dan tunduk kepada etika. Namun berbeda halnya dengan media komunikasi Al-Qur’an. Pada hakikatnya Al-Qur’an adalah kalam Tuhan yang mempunyai keistimewaan dari pelbagai aspek kehidupan, baik keotentikan, keindahan bahasa, dimensi dialogis dengan realitas dan kekuatan nilainya yang akuratif pada setiap zaman dan waktu. Bahasa yang begitu indah serta kekuatan nilainilai yang terkandung di dalamnya membuat ia tak tertandingi, AlQur’an sebagai kitab suci dapat dikategorikan sebagai salah satu
jenis media massa cetak. Sebagai media cetak, kitab itu tentu memiliki fungsi-fungsi yang kurang lebih sama dengan fungsi –fungsi yang dimiliki oleh media cetak lainnya seperti berfungsi sebagi sumber informasi (information), fungsinya sebagai pendidik (education), fungsi kritik, fungsi pengawasan social (social control ) , fungsinya sebagai penyalur inspirasi public, serta memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan suatu zaman. Menurut Ellys Lestari Pambayun (2012: 28) , al-qur’an adalah member informasi (khabar) dan menjadikan umat muslim tahu sesuatu, sehingga pikiran, prilaku, dan jiwanya merasakan kepastianm yang sejati. Objek-objek informasi yang terdapat dalam al-Qur’an menginformasikan tentang keberadaan Allah (apa dan siapa Allah?). kedua memberitahukan tentang keberadaan manusia (apa dan siapa manusia?). ketiga, menjelaskan tentang hal-hal kegaiban. Keempat, menjelaskan tentang alam akhirat. Menurut Nasr Abu Zaid (1990:35) Al-Qur’an sebagai pesan komunikasi Tuhan telah diubah menjadi mushap dan kini telah menjadi perhiasan. AlQur’an tiada lain hanyalah sebuah teks, sehingga dapat ditafsirkan terbuka(plural), maka wajar bila dalam setiap rentan waktu tertentu
Agus Dedi P & Fahrurrozi
53
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
terjadi pergulatan penafsiran yang begitu beragam. Dalam pamaknaan Al-Qur’an yang begitu luas makna serta artinya, Al-Qur’an menjadi pedoman umat Islam untuk menjalani hidup semasa di dunia menuju kehidupan di akhirat kelak. Begitu banyak ayatayat jurnalistik di dalam Al-Qur’an, ia memperkenalkan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus (Q.S.al-Isra’(17):19) ia bertujuan member kesejahtraan bagi manusia, baik secara individu maupun social. Nabi Muhammad dalam hal ini bertindak sebagai penerima wahyu Al-Qur’an, bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut, me nyucikan serta mengajarkannya kepada manusia (al-Mulk (67): 2) Diantara penjelasan uraianuraian tentang persoalan-persoalan kejurnalistikan di dalam Al-Qur’an mulai dari alat-alat jurnalistik antara lain: kata midad (Tinta): Q.S.kahfi (18) : 109, Q.S Lukman !13) :27. Kata al-Qalam (pena): 04, Ali-Imran (3):44, kata Qirthas (Kertas) :Q.S. al-An’am (6):07,9. Kata lauh (batu tulis) : QS.al-Buruj (83): 21,23, alMuddatsir (74):29, Raqq (lembaran): al-Muffifin (83):9,20. Shuhuf (helaihelai kertas: Q.S. Thaha (20), sampai kepada proses penginformasian dan pebulisan berita yang dilakukan
54
dengan penuh etika Qur’ani yang kemudian di aplikasikan menjadi kode etik jurnalistik. 144 surat di dalam Al-Qur’an, 33 surat di antaranya memuat 66 kata berita dari 66 ayat. Meskipun tidak semua dapat dikatakan sebagai ayat-ayat yang mempunyai unsur-unsur bermakna jurnalistik namun AlQur’an begitu luas penafsiran serta pemaknaannya sehingga tidak menutup kemungkinan unsur-unsur kejurnalistikan seperti Annaba’ adalah berita yang mempunyai faidah yang besar yang bisa menghasilkan pengetahuan atau pemenangan asumsi dan tidak disebut al-Khabar pada prinsipnya sehingga mencakup komponen-komponen tersebut, ananba’ bisa berarti kebenaran dan sepantasnya jauh dari kebohongan, seperti berita Allah dan Rasul (Q.S. alNaml:22), (al-Hujurat:6). Sementara al-Khabar; apa yang dipindahkan dari orang lain dan ada kemungkinan ada bohong dan ada benarnya. D. Dakwah Islamiyah Dalam Ke jurnalistikan Bergelut di dalam dunia ke jurnalistikan hakikatnya adalah menjadi seorang pendakwah. Me nyebarkan informasi-informasi yang hak, memberi kabar gembira, men didik, mengkritik, serta melaku kan pengawasan sosial. Kalau
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
diperhatikan secara seksama dan mendalam, maka pengertian dari pada dakwah itu tidak lain adalah komunikasi. Hanya saja yang secara khas dibedakan dari bentuk komunikasi yang lainnya, terletak pada cara dan tujuan yang akan dicapai. H.Toto Tasmara(1997:39 ) Islam didalam menyampaikan pesan haruslah secara sopan, dengan kata-kata yang tidak menimbulkan konflik, bijaksana, seperti firman Allah SWT yang artinya: “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan nasehat-nasehatyang baik, dan bertukar fikiranlah dengan cara yang baik- baik sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalanNya,dan Dia-lah yang mengetahui siapa yang terpimpin”.(Q.S.An-Nahl : 125). Firman-Nya yang lain yang artinya: “Bahwasanya engkau itu adalah yang memberi peringatan bukannya engkau itu sebagai seorang pemaksa sesuatu yang dikehendaki”.(Q.S.AlGhaasyiyah: 21-22) Istilah “Pemberi peringatan” dalam arti komunikasi ialah menjadi seorang komunikator, pendakwah atau wartawan. Menyampaikan pesan-pesan yang bersumber dari Allah SWT. Disampaikan kepada umat manusia sama halnya dengan menyampaikan suatu informasiinformasi yang didapatkan dari
narasumber berita kemudian diproses melalui editing terus kemudian disebarkan. Disamping majalah atau tabloid, media massa elektronik maupun cetak baik local maupun nasional media dalam skala yang lebih kecil, namun mampu menyuarakan visi agama jauh lebih nyaring, seperti sirkulasi pamphlet atau bacaan ringan di masjid-masjid setiap hari jum’at semisal al-hujjah. Dengan tanpa memungut biaya alis gratis dan jumlah tulisan dengan jumlah halaman yang pendek, yaitu empat halaman, maka bulletin dakwah semacam ini kan menjadi bacaan ringan, serta penyampaian pesan yang mudah dicerna selain padat, jelas bulletin dakwah seperti inibisa menjadi media dakawah yang cukup efektif. Menurut Ziauddin Sardar (1988:16) “informasi kini dengan cepat menjadi suatu komuditi primer dan sumber kekuatan. Salah satu bentuk komunikasi yang mutakhir adalah internet, dimana proses komunikasi secara mobilitas begitu cepat sehinnga memudahkan public untuk mendapatkan informasiinformasi yang diinginkan. Dakwah tidak hanya dilakukan secara faceto-face namun bisa menggunakan media yang begitu beragam jenisnya,
Agus Dedi P & Fahrurrozi
55
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
peranan Pendakwah kini mulai menemukan keeksistensiannya sebagai penyebar visi keagamaan. Dakwah dalam kejurnalistikan disebut-sebut menyampaikan informasi-informasi ketuhanan, memberi peringatan, mengajak kejalan yang ma’ruf serta mencegah daripada yang mungkar. Ada beberapa definisi sebagai berikut: H. Endang S. Anshari mengata kan sebagai berikut: 1. Arti dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan islam kepada manusia secara lisan, maupun secara tulisan, ataupun secara lukisan.( panggilan, seruan, ajakan kepada manusia pada islam) 2. Arti dakwah dalam arti luas adalah penjabaran, penerjemahan dan pelaksanaan islam dalam kehidu pan dan penghidupan manusia (termasuk didalamnya politik, ekonnomi, social, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dan sebagainya. Anshari, (1976:8) Thoha Omar sebagai berikut:
berpendapat
1. Ilmu dakwah secara umum ialah suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntunan, bagaimana seharusnya
56
menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi – pendapat pekerjaan tertentu. 2. Dakwah menurut Islam ialah mengajak manusia dengan cara bijaksna kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Menjadi seorang muslim dakwah merupakan suatu hal yang wajib, sudah melekat dalam diri setiap muslim sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan sabda beliau: “balligu anni walau ayah” (al Hadis) yang artinya “sampaikan apa yang (kamu terima) daripadaku walaupun hanya satu ayat” jelas disini bahwa islam adalah agama misi yang mengaruskan setiap pemeluknya untuk saling pemperingati, mengajak, memberi kabar gembira tentang surga, dan lain-lain. Di dalam prosesnya jurnalisme adalah suatu profesi yang begitu termenajemen begitu apik sehingga mulai dari pemburuan berita, mencari narasumber, peengolahan informasi, sampai kepada pengeditannya mengalamai suatu proses manajemen, berita yang disampaikan kepada public
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
dengan bahasa yang mengasikkan, menghibur, mendidik, memberi kabar, serta memberikan rasa terhadap lingkungan baik di dalam diri pembaca maupun di lungkungannya. Dalam hal ini dakwah melalui media massa perlulah di manajemen sehingga tidak menjadi barang yang mubazir hanya menjadi koleksi semata, mungkin bisa mulai dari “kapan” misalnya di televisi, radio waktu penyiaran agama perlu disiasati terlebih dahulu, sehingga informasi-informasi keagamaan bisa tersampaikan, contohnya subuh, magrib dimana pada waktu-waktu ini orang sudah tidak melakukan aktivitas pekerjaannya secara umum. Kemudian “siapa” seseorang Pendakwah juga berpengaruh terhadap ketertarikan pemirsa, pendengar, pembaca, dikarenakan ke- favorit an mereka terhadap seseorang tokoh membuat mereka intens untuk menerima informasi misalnya: ustadz Yusuf Mansur, A.Agym dll, didalam suatu penyampaian pesan perlu kiranya mempertimbangankan berbagai kemungkinan penarikan minat dari komunikan sehingga dakwah melalui media masa perlu dimenejemen.
E. Al-Qur’an dan Kode Etik Jurnalistik 1. Al-Qur’an Pesan-pesan yang tertulis di dalam al-Qur’an dan Hadis dengan muatannya yang mulia dan suci menjadikan para penyampai pesannya menjadi merasa “takut” dan kaku dalam mensyiarkan kedua sumber keselamatan umat Islam tersebut. Kelihatan proses dakwah tidak hanya sekedar menawarkan neraka dan syurga. Akan tetapi sebenarnya Allah mengajarkan begitu banyak metode supaya pesan-pesan tersebut dapat diterima tanpa merasa kaku. Di contohkan oleh Nabi SAW, yang senang bercanda gurau, serta menghibur para pengikutnya. Di dalam Islam sendiri sebenarnya ada etika-etika menyampaikan pesan komunikasi, firman Allah SWT yang artinya: “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan nasehat-nasehat yang baik, dan bertukar fikiranlah dengan cara yang baik-sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya,dan Dia-lah yang mengetahui siapa yang terpimpin”. (Q.S.An-Nahl : 125). Dari firman Allah di atas dapat kita garis bawahi bahwa di dalam al-Qur’an sendiri yang dirinya sebagai pesan Allah juga merekomendasikan cara-
Agus Dedi P & Fahrurrozi
57
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
cara penyampaiannya yang efektif sehingga megurangi kekakuan ssang pembawa berita. 2. Kode Etik Jurnalistik Pasal 28F yang berbunyi: Setiap orang berhak untuk ber komunikasi untuk mengembang kan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memproleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada.
Berdasarkan pernyataan di atas setiap orang berhak untuk menjadi seorang wartawan, mencari, memproleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan meenyampaikan informasi dengan menggunakan media apa saja, namun dalam kebebasan tersebut perlu adanya space pembatas sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain terkait pesan komunikasi yang akan disebar luaskan.(Pasal 2: Tentang Pertanggung Jawaban Wartawan). 3. Lampiran Kode Etik Jurnalisitik Bahwasanya kemerdekaan pers adalah perwujudan kemerdekaan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945, dan karena itu wajib dihormati oleh semua pihak. Kemerdekaan pers
58
merupakan salah satu ciri Negara Hukum yang dikehendaki oleh penjelasan - penjelasan undangundang Dasar 1945. Sudah barang tentu kemerdekaan pers itu harus dilaksanakan dengan tenggung jawab social serta jiwa Pancasila demi kesejahtraan dan keselamatan Bangsa dan Negara karena itula PWI menetapkan Kode Etik Jurnalistik untuk melestarikan asas kemerdekaan pers yang bertanggung jawab. Pasal 1 Kepribadian Wartawan Indonesia Wartawan Indonesia adalah warga Negara yang memiliki kepribadian: 1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Berjiwa Pancasila 3. Taat kepada Dasar 1945
undang-undang
4. Bersifat kesatria 5. Menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia 6. Berjuang untuk emansipasi Bangsa dalam segala lapangan, sehingga dengan demikian turut bekerja ke arah keselamatan Masyarakat Indonesia sebagai anggota Masyarakat Bangsabangsa di dunia.
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Pasal 2
Negara lain, mendahulukan kepentingan nasional Indonesia.
Pertanggung jawaban 1. Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan perlu/patut atau tidaknya suatu berita, tulisan, gambar, karikatur, dan sebagainya disiarkan. 2. Wartaawan Indonesia menyiarkan:
tidak
a) Hal-hal yang bersifat destruktif dan dapat merugikan Negara dan bangsa; b) Hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan; c) Hal-hal yang dapat menyinggung perasaan susila, agama, kepercayaan atau keyakinan seseorang atau suatu golongan yang dilindungi oleh undangundang. 3. Wartawan Indonesia melakukan pekerjaanny berdasarkan ke bebasan yang bertanggung jawab demi keselamatan umum.
Ia tidak menyalah gunakan jabatan dan kecakapannya untuk kepentingan sendiri dan/atau kepentingan golongan.
4. Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas Jurnalistiknya yang menyangkut Bangsa dan
Pasal 3 Cara Pemberitaan dan Menyatakan Pendapat 1. Wartawan Indonesia menempuh jalan dan cara yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan berita dan tulisan dengan selalu menyatakan identitasnya sebagai wartawan apabila sedang melakukan tugas peliputan. 2. Wartawan Indonesia meneliti kebenaran sesuatu berita atau keterangan sebelum menyiarkannya, dengan juga memperhatikan kridebilitas sumber yang bersangkutan. 3. Di dalam penyusunan suatu berita, wartawan Indonesia membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat (opini), sehingga tidak mencampur-baur fakta dan opini tersebut. 4. Kepala-kepala berita harus mencerminkan isi berita. 5. Dalam tulisan yang memuat pendapat tentang sesuatu kejadian(byline story), wartawan Indonesia selalu berusaha untuk bersikap objektif, jujur dan sportif berdasarkan kebebasan yang bertanggung jawab dan
Agus Dedi P & Fahrurrozi
59
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
menghindarkan dari caracara penulisan yang bersifat pelangaran kehidupan pribadi (privasi), sensasional, immoral atau melangggar kesusilaan. 6. Penyiaran setiap berita atau tulisan yang berisi tuduhan yang tidak berdasar, desasdesus, hasutan yang yang dapat membahayakan keselamatan Bangsa dan Negara, fitnahan, pemutarbalikan sesuatu kejadian, merupakan pelanggaran berat terhadap profesi jurnalistik. 7. Pemberitaan tentang jalannya pemeriksaan perkara pidana di dalam siding-sidang pengadilan harus dijiwai oleh prinsip “praduga tak bersalah”, yaitu bahwa seseorang tersangka baru dianggap bersalah telah melakukan tindakan tindak pidana apabila ia telah dinyatakan terbukti bersalah dalam keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan tetap. 8. Penyiaran nama secar lengkap, identitas dan gambar dari seorang tersangka dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, dan dihindarkan dalam perkaraperkara yang menyangkut kesusilaan atau menyangkut anak-anak yang belum dewasa.
60
Pemberitaan harus selalu berimbang antara tuduhan dan pembelaan dan dihindarkan terjadinya “trial bythe press.” Pasal 4 Hak Jawab
1. Setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak benar atau berisi hal-hal yang menyesatkan, harus dicabut kembali atau diralat atas keinsafan wartawan sendiri. 2. Pihak yang merasa dirugikan wajib diberi kesempatan secepatnya untuk menjawab atau memperbaiki pemberitaan yang dimaksud, sedapt mungkin dalam ruang yang sama dengan pemberitaan semula dan maksimal sama panjangnya, asal saja jawaban atau perbaikan itu dilakukan secara wajar. Pasal 5 Sumber Berita 1. Wartawan Indonesia menghargai dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak bersedia disebut namanya. Dalam hal berita tanpa menyebut nama sumber tersebut disiarkan, maka segala tanggung jawab berada pada wartawan dan/atau penerbit pers yang bersangkutan.
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
2. K e t e r a n g a n - k e t e r a n g a n yang diberikan secara “off the record” tidak disiarkan, kecuali apabila wartawan yang bersangkutan secara nyata dapat dapat membuktikan bahwa ia sebelumnya memiliki keterangan-keterangan yang kemudian diberikan secara “off the record” itu. 3. Jika seorang wartawan tidak ingin terikat pada keterangan yang akan diberikan dalam suatu pertemuan secara “off the record” , maka ia dapat tidak menghadirinya. 4. Wartawan Indonesia dengan jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita, gambar atau tulisan dari suatu penerbitan pers, baik yang terbit dalam maupun di luar negeri. Perbuatan plagiat, yaitu mengutip berita, gambar atau tulisan tanpa menyebut sumbernya, merupakan pelanggaran berat. 5. Penerimaan imbalan atau suatu janji untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu berita, gambar atau tulisan yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang, sesuatu golongan atau sesuatu pihak dilarang sama sekali.
Pasal 6 Kekuatan Kode Etik 1, Kode etik ini dibuat atas prindip bahwa pertanggung jawaban tentang pentaatannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. Tiada suatu pasalpun dalam Kode Etik ini yang memberikan wewenang kepada golongan manapun diluar PWI untuk mengambil tindakan seorang wartawan Indonesia atau terhdap penerbitan pers diindonesia berdasarkan pasal-pasal dalam kode etik ini, karena sanksi atas pelanggaran kode etik ini adalah merupakan hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melalui organ-organnya. Kode Etik ini meskipun tidak menetapkan sanksi tegas seperti undang-undang, namun ketentuanketentuanya dipatuhi oleh setiap wartawan karena jika tidak, martabat serta profesi wartawan akan terpuruk. Dengan demikian tegaknya “professional code” ini sangat mengandalkan pada “kata hati” atau “hati nurani” wartaawan sendiri. Hikmat Kusumaningrat,(2006:106). Al-Qur’an dengan Kode Etik Jurnalistik memang merupakan aturan-aturan, atau sebuah pedomanpedoman pelaksanaan tertulis bagi
Agus Dedi P & Fahrurrozi
61
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
wartawan atau Pendakwah , akan tetapi Al-Qur’an diatas segalanya karena Ia adalah pesan atau pedoman bagi umat manusia yang langsung dari Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an sendiri terdapat bagaimana seorang Pendakwah, serta metode apa yang bisa digunakan oleh pendakwah untuk menyampaikan pesan alQur’an sendiri kepada khalayak. Sedangkan Kode Etik Jurnalistik adalah pedoman bagaimana seorang wartawan, serta metode penyampaian berita kepada pembaca, pemirsa, pendengar yang hasil buatan manusia belaka. F. Penutup Jurnalisme Islam di Indonesia mengusung tema-tema keIslaman mempunyai berbagai peran diantaranya. Pertama, peran media masa Islam sebagai media komunikasi massa religious dan Islam telah berhasil memerankan diri sabagai media cetak dan corong kemajuan bangasa. Artinya sebagai sumber informasi keIslaman terhadap objek positf, kontrol sosial yang membangun, penyaluran inspirasi masyarakat atau penyambung kehendak minat masyarakat, serta sebagai mobilisator dan dinamisator pembangaunan.
62
Kedua, media masa Islam sanggup menjadi media Profetik; mampu menjadi pembawa amanat atau risalah keagamaan dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Ketiga, media masa Islam telah mampu menjadi “Agent Pemersatu Bangsa”. Keempat, media masa Islam telah memiliki alat komunikasi modern dan dikelola secara professional. Adapun peran jurnalis Islam menurut perspektif Al-Qur’an antara lain, sebagai pendidik (mu’adid) melaksanakan fungsi pendidikan, informasi-informasi yang di sampaikan mengandung unsur pendidikan, sebagai pelurus informasi (musaddid). setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh jurnalisme keislaman: informasi tentang ajaran dan umat Islam, informasi tetang karya-karya atau prestasi umat Islam, jurnalisme Islam dituntut mampu menggali kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia. selanjutnya, sebagai pembaharu (Mujadid) menyebarkan faham pembaharu tentang pemahaman serta pengalaman ajaran Islam. Kemudian, sebagai pemersatu (Muwahid) harus mampu menjadi jembatan penghubung umat Islam serta toleransi umat beragama,Terakhir, sebagai pejuang
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
(Mujadid) pejuang yang membela Islam serta berjihad dalam ilmu pengetahuan, mensyiarkan agama Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan rahmatan lil alamin.
Daftar Pustaka (Tim EPI/Wid. Buku Jurnalisme Universal, Menelusuri PrinsipPrinsip Da’wah Bi Al-Qalam ( Jakarta: Penerbit Teraju, 2004) Anshari, “Pokok Pikiran Tentang Islam, Penelitian Usaha Enterprises, Jakarta, 1976. Asep, Syamsul M., Ramli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, (Bandung: Rajawali Rosdakarya, 2000). Bungin, Burhan, M., Sosiologi Komunikasi , Teori, Paradigm, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006) Fahrurrozi, “Al-Qur’an dan praktek jurnalisme” Tasamuh Kajian Ilmu-ilmu Dakwah (IAIN Mataram) Kasman, Suf Jurnalistik Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip
Dakwah Bl Al- Qalam Dalam AlQur’an, ( Jakarta: Teraju, 2004) Kovach dan Rosestiel, The Element Of Journalism, (What Newspeople Should Know And The Public Should Exfect, 2001) Malik, Djamaludin, Dedy, Media Masa Islam Dan Informasi, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984) Muis, Abdul, Media Massa Islam Dan Era Informasi, ( Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989) Mulyana, Dedy, Nuansa-Nuansa Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya: 2005) Nadjib, Ainun, Emha,“Pers Islam Antara Ideology, Oplog, Kualitas Hidup”, (Majalah Syahid, Edisi 08 Desember 1991) Nasir, Abduh, Moh, Makalah Disampaikan Dalam Seminar “Konservatisme Agama Di Media Massa”. Yang Diselenggarakan Oleh LPM Ro’yuna, PPMI Mataram dan Sejuk Jakarta, Jum’at 1 juli 2011, Auditorium IAIN Mataram. Ningrat, Kusma, Purnama, Hikmat, Teori & Praktik Jurnalistik (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006)
Agus Dedi P & Fahrurrozi
63
Komunike, Volume 7, No. 1, Juni 2015
Informasi, cet.1 Mizan,1988)
Omar, Yahya, Toha, Ilmu Dakwah, ( Jakarta: Wijaya, 1971) Pambayun, Lestari, Ellys, Communication Quotient” (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) PD/PRT, Kode Etik Jurnalistik, dan sepuluh pedoman penulisan bagi wartawan, yang diterbitkan oleh PWI Pusat. Prawitasari, Indra, Priambodo RH, Buku Saku Wartawan ( Jakarta: Lembaga Pers Dr. Sutomo, 2010) Saptiawan, Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Yayasan Obor Indonesia: 2005)
--------------------, Jurnalisme Investigasi, edisi 1 ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004) Sumadiria, Haris, Bahasa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosarekatama Media, 2006) --------------------, Jurnalistik Indonesia (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006) Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, ( Jakarta: Gaya Media, 1997) Zaid, Abu, Hamid, Nasr, Mafhum alNash Dirasat fi Ulum Al-Qur’an, (Kairo: al-Haiya’ah al-Ammah Li al-Kitab,1990)
Sardar, Ziauddin, Tantangan Dunia Islam Abad 21: Menjangkau
64
(Bandung:
Islam in Contents of Jurnalism in Indonesia