Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
INVESTIGASI PENGARUH RETAK RADIAL PADA PELET EKSENTRIS TERHADAP PARAMETER TERMAL ELEMEN BAKAR PWR Hendro Tjahjono Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN)-BATAN Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Selatan Telp./Faks. 021-7560912 / 021-7560913, Email:
[email protected]
ABSTRAK INVESTIGASI PENGARUH RETAK RADIAL PADA PELET EKSENTRIS TERHADAP PARAMETER TERMAL ELEMEN BAKAR PWR. Keretakan arah radial dari pelet bahan bakar PLTN bisa diikuti dengan retaknya kelongsong akibat naiknya gradien azimutal maupun radial dari temperatur. Pengaruh ketidaksentrisan posisi pelet juga perlu diinvestigasi karena diperkirakan bisa memperparah keadaan. Investigasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh retak radial pada pelet eksentris terhadap gradien azimutal dan radial dari temperatur kelongsong sebagai dasar dalam menentukan besarnya tegangan mekanik yang dialami kelongsong. Investigasi dilakukan pada titik terpanas dari elemen bakar PWR kelas 1.000 MW dengan rapat daya sebesar 8,27x108 W/m3 dan dengan variasi lebar retak antara 1 hingga 6. Pengaruh keeksentrisan pelet diinvestigasi dengan membandingkan 3 posisi yaitu, posisi sentris, renggang dan rapat. Metode yang digunakan adalah dengan memecahkan persamaan konduksi pada koordinat silinder tergeser secara numerik dengan bantuan Matlab. Hasil investigasi menunjukkan retak radial berpengaruh menaikkan gradien azimutal temperatur kelongsong hingga 115C/mm dan gradien radial hingga 215C/mm, pengaruh variasi lebar retak hingga 6 tidak signifikan. Temperatur maksimum pada pelet juga dipengaruhi posisi, yaitu 1.937C pada posisi sentris, 1.728C pada posisi renggang dan 2.118C pada posisi rapat. Dengan investigasi ini dapat disimpulkan bahwa retak radial yang terbuka pada pelet bahan bakar berdampak meningkatkan tegangan termal kelongsong sehingga memperbesar peluang terjadinya retak kelongsong. Kata kunci: retak radial, pelet eksentris, gradien temperatur kelongsong, PWR
ABSTRACT INVESTIGATION ON THE INFLUENCE OF ECCENTRIC PELLETS RADIAL CRACK TO THERMAL PARAMETERS OF PWR FUEL ELEMENTS. Cracks in the radial direction of a nuclear fuel pellets can be followed by a cladding failure due to the increase of azimuthal or radial gradient of temperature. Effect of pellet eccentricity position also needs to be investigated because it is estimated could aggravate the situation. This investigation aims to determine how far the influence of radial cracks in the eccentric pellets against azimuthal and radial gradient of temperature in the cladding as the basis for determining the mechanical stresses experienced by cladding. Investigation performed at the hottest point of PWR-1.000 fuel element with power density of 8.27 x108 W/m3 and with variation of crack width between 1 to 6. Effect of pellet eccentricity investigated by comparing the 3-position such as: the symmetrical position, the tenuous position and aligned position. The method used is to solve the conduction equation in shifted cylindrical coordinates numerically with the help of Matlab. Results of this investigation show that radial cracks increase the azimuthal temperature gradient of cladding to 115C/mm and a radial gradient up to 215C/mm, the influence of crack width variations of up to 6 is not significant. Maximum temperature in pellets is also influenced by the position, that is 1.937C in the centric position, 1.728C at tenuous position and 2.118C in aligned position. With this investigation it can be concluded that the presence of radial cracks of fuel pellets give impact to increase thermal stress cladding so enlarge opportunities for cladding cracking. Key words: radial crack, eccentric pellets, cladding temperature gradient, PWR
ISSN 1979-1208
390
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
1.
PENDAHULUAN
Keretakan dari pelet bahan bakar suatu PLTN terjadi ketika tegangan mekanik yang dialami melampaui batas dukungnya. Tegangan mekanik yang besar tersebut bisa disebabkan oleh dilatasi pelet melampaui dilatasi dari kelongsong sehingga terjadi interaksi pelet-kelongsong yang lebih dikenal dengan istilah PCI (Pelet Cladding Interaction). Selain itu, tingginya gradien temperatur di dalam pelet sendiri juga berkontribusi menyebabkan terjadinya retak baik dalam arah radial maupun azimutal. Retak azimutal pada umumnya merupakan retak yang tertutup sehingga tidak menimbulkan dampak langsung pada kelongsong, sedangkan retak radial umumnya bersifat terbuka sehingga bisa berdampak pada integritas kelongsong. Beberapa hasil penelitian terkait PCI tersebut [1,2,3,4,5] menunjukkan bahwa retaknya pelet dalam arah radial bisa diikuti dengan retaknya kelongsong bagian dalam tepat di titik yang berhadapan dengan titik retak pelet tersebut. Pada Gambar 1 ditunjukkan foto dari penampang elemen bakar yang mengalami retak, baik radial maupun azimutal yang diikuti dengan retaknya kelongsong pada titik yang berhadapan dengan posisi retak radial[1].
Kelongsong
Pelet Retak radial
(a) (b) Gambar 1. Keretakan Pada Elemen Bakar PWR (a). Keretakan pada Pelet (b). Perambatan Retak pada Kelongsong Bahasan sementara yang diambil adalah bahwa dengan terbukanya pelet di titik retak, maka terjadi penurunan konduktivitas termal di jalur retak yang menyebabkan terjadinya gradien temperatur dalam arah azimutal di sisi dalam kelongsong yang berhadapan dengan alur retak. Gradien temperatur ini menyebabkan timbulnya tegangan mekanik azimutal (hoop stress) yang bisa menyebabkan keretakan kelongsong jika melampaui batas dukungnya. Adanya difusi gas-gas produk fisi yang mengalir pada celah retak dan diteruskan ke arah kelongsong akan memperbesar konduktivitas celah dibandingkan dengan konduktivitas gap antara pelet dan kelongsong. Dari literatur diperkirakan bahwa nilai konduktivitas efektif dari celah retak hanya turun sekitar 20% saja dari konduktivitas pelet atau sekitar 4 kali lebih tinggi dibandingkan konduktivitas gap. Semua hasil investigasi di atas dilakukan untuk posisi pelet yang simetris/sentris terhadap kelongsong. Untuk pelet yang eksentris, telah ditunjukkan, dalam investigasi sebelumnya [6], adanya gradien temperatur kelongsong dalam arah azimutal walaupun untuk pelet yang utuh sehingga sudah memberikan resiko naiknya tegangan mekanik azimutalnya. Investigasi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh retak radial pada pelet eksentris terhadap gradien temperatur azimutal dari kelongsong sebagai dasar dalam menentukan besarnya tegangan mekanik yang dialami kelongsong. Perhitungan tegangan mekanik dalam hal ini tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini. Elemen bakar yang diinvestigasi adalah elemen terpanas dari PLTN tipe PWR kelas 1.000 MW pada kondisi
ISSN 1979-1208
391
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional operasi nominal dengan pelet UO2 berdiameter 8,19 mm, kelongsong Zirconium, lebar gap 0,085 mm dan dengan retak radial divariasikan selebar 1 hingga 6 atau sekitar 0,071 mm hingga 0,429 mm[7,8]. Pengaruh keeksentrisan pelet diinvestigasi dengan membandingkan 3 posisi yaitu, posisi simetris, posisi retak di sisi renggang dan posisi retak di sisi rapat.
2.
METODE PENELITIAN
2.1.
Persamaan yang Digunakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan terlebih dahulu menyusun program perhitungan numerik dengan fasilitas Matlab menggunakan koordinat silinder tergeser (akibat ketidaksimetrian). Persamaan yang dipecahkan adalah persamaan konduksi dalam dimensi radial dan azimutal dalam rejim permanen untuk menentukan distribusi temperatur dalam penampang elemen bakar seperti ditunjukkan pada persamaan (1). Perpindahan kalor dalam arah aksial bisa diabaikan mengingat dimensi aksial yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dimensi radial, yaitu perbandingan panjang dengan diameter sekitar 300 dibanding 1[9].
1 T 1 1 T q' ' ' 0 r r r r r r k
(1)
dengan: r : posisi radial (m) : posisi azimutal (radian) T : temperatur (K) q’’’ : daya volumik yang dibangkitkan (W/m3), diasumsikan konstan k : konduktivitas termal (W/mK), diasumsikan konstan. Pada elemen bakar PWR terdapat tiga mekanisme perpindahan kalor, yaitu konduksi dalam pelet, gap dan kelongsong, radiasi dalam gap dan konveksi antara permukaan luar kelongsong dan air pendingin. Konveksi alam oleh gas dalam gap diabaikan mengingat dimensi gap yang sangat kecil yaitu dengan bilangan Rayleigh jauh lebih kecil dari 1 (estimasi bilangan Rayleigh di gap hanya sebesar 0,003). Radiasi dalam gap dimungkinkan berlangsung antara permukaan pelet bahan bakar dengan permukaan kelongsong sisi dalam, tetapi dengan lebar gap yang sangat kecil (kurang dari 0,2 mm), maka faktor radiasi tersebut relatif kecil dibandingkan dengan konduksi yaitu dengan rasio kurang dari 10%. Oleh karena itu, mekanisme perpindahan kalor pada gap bisa tetap dimodelkan konduksi dengan nilai konduktivitas termal yang disesuaikan untuk mengakomodasi radiasi tersebut. Antara permukaan luar kelongsong dengan air pendingin, perpindahan kalor berlangsung secara konveksi paksa karena air pendingin di PWR dialirkan secara paksa oleh pompa primer. Nilai koefisien perpindahan kalor dalam analisis ini diasumsikan konstan sesuai nilai generik pada PWR 1.000 MWe. Nilai koefisien tersebut bersama dengan temperatur air pendingin digunakan sebagai syarat batas dalam pemecahan persamaan konduksi tersebut secara numerik. Adanya retak radial menyebabkan terjadinya diffusi gas hasil fisi yang mengalir melalui retak tersebut ke arah kelongsong. Adanya aliran ini meningkatkan konduktivitas ekivalen dari ruang retak tersebut hingga sampai pada permukaan sisi dalam kelongsong. Beberapa penelitian menyarankan orde nilai konduktivitas termal sekitar 80% dari konduktivitas pelet, suatu nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konduktivitas gap yang hanya 25% dari konduktivitas pelet.
ISSN 1979-1208
392
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional 2.2.
Pemecahan Persamaan Konduksi dengan Metode Numerik Beda Hingga Metode numerik beda hingga merupakan metode yang relatif sederhana dalam perumusan matematiknya tetapi agak kurang fleksibel dibandingkan metode elemen hingga jika diterapkan untuk geometri daerah analisis yang tidak teratur. Kasus ketidaksentrisan pelet ini termasuk kategori geometri tidak teratur, untuk itu penerapan metode beda hingga harus disertai dengan pengambilan strategi yang tepat dalam diskritisasi daerah analisis agar kesalahan pendekatan numerik masih relatif kecil. Tahapan yang digunakan dalam penerapan metode ini adalah sebagai berikut: a. Penetapan data masukan, yaitu data geometris (Rpelet, Rkelongsong, tebal kelongsong, pergeseran gap), sifat termal bahan ( kpelet, kgap, kkelongsong dan kretak), koefisien perpindahan kalor ke pendingin (hkonveksi), densitas daya pembangkitan (q’’’) dan temperatur pendingin (Tpendingin). b. Diskritisasi daerah analisis dalam segmen-segmen dan simpul-simpul arah radial (Nr) dan azimutal (N). Untuk menghindari pembagian dengan nol, titik pusat koordinat tidak diambil sebagai titik simpul. Jarak antar simpul dalam masing-masing arah bisa dibuat seragam atau tidak, disesuaikan dengan keragaman daerah analisis. Petunjuk umum adalah, semakin tinggi gradien temperatur diperkirakan di suatu lokasi, semakin rapat jarak antar simpul dibuat. Jika daerah analisis mengandung bidang/ garis simetri, baik simetri geometri maupun simetri termal, daerah analisis bisa direduksi untuk mengurangi waktu komputasi. Pengaruh ketidaksentrisan diakomodir dengan memperbanyak jumlah segmen di daerah gap, demikian juga halnya dengan daerah retak sendiri yang karena sangat kecilnya ukuran retak, segmentasinya juga dibuat lebih kecil. c. Selanjutnya dilakukan identifikasi koordinat seluruh titik simpul, misalkan simpul (I,J) berada pada koordinat r=r(I) dan =(J). Berikutnya adalah mengidentifikasi bahan, yaitu menentukan harga konduktivitas termal dari setiap titik simpul. Dalam hal ini, titik simpul yang berada di perbatasan dua daerah, konduktivitasnya didekati dengan harga rata-rata konduktivitas kedua daerah tersebut. Nilai densitas daya pembangkitan q’’’ pada setiap simpul juga ditetapkan, yaitu untuk simpul-simpul yang berada dalam pelet bahan bakar, selain itu nilainya nol. d. Merumuskan pendekatan beda hingga terhadap diferensial temperatur orde satu dan orde dua di sekitar titik simpul (I,J), yaitu
T ( I 1, J ) T ( I , J ) T dan T T ( I , J ) T ( I 1, J ) r ( I 1) r ( I ) r ( I ) r ( I 1) r I 1, J r I , J
(2)
demikian juga
T ( I , J 1) T ( I , J ) T dan T T ( I , J ) T ( I , J 1) ( J 1) ( J ) ( J ) ( J 1) I , J 1 I , J
(3)
sehingga
1 T 2 r r r r r ( I )
ISSN 1979-1208
T T r ( I 1) r ( I 1) r I 1, J r I , J r ( I 1) r ( I 1)
(4)
393
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional dan
T T 1 1 T 2 I , J 1 I , J r r r ( I ) 2 ( J 1) ( J 1)
(5)
e. Langkah berikutnya adalah menerapkan pendekatan diferensial tersebut ke dalam persamaan konduksi (persamaan 1) pada seluruh titik simpul di daerah analisis kecuali pada simpul-simpul yang terletak di perbatasan. Untuk simpul-simpul pada perbatasan bisa diberlakukan syarat batas Dirichlet, jika nilai temperatur ditetapkan, atau Neumann, jika nilai gradien temperatur yang ditetapkan. Dalam kasus ini, syarat batas yang sesuai untuk diterapkan adalah syarat batas Neumann karena tidak ada penetapan temperatur dalam daerah analisis. f. Dari penerapan pendekatan diferensial untuk seluruh simpul, dihasilkan suatu sistem persamaan linier dengan temperatur simpul sebagai variabel yang dihitung. Jumlah persamaan sama dengan jumlah simpul, yaitu Nr x N persamaan. Dengan menggunakan program aplikasi Matlab, solusi sistem persamaan linier tersebut dapat diperoleh[10]. g. Dengan telah diperolehnya data distribusi temperatur di seluruh daerah analisis, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data tersebut dengan menampilkan profil-profil radial maupun azimutal dari temperatur pada kondisi yang ditentukan. 2.3.
Deskripsi Data Penelitian Daerah analisis dalam penelitian ini adalah keseluruhan bagian dari penampang elemen bakar PWR mencakup pelet bahan bakar termasuk daerah retak, gap dan kelongsong, dengan batas terluar adalah permukaan luar kelongsong. Pada posisi pelet yang konsentris, temperatur dan fluks kalor dalam arah azimutal seragam sehingga terdapat bidang/ garis simetri yang tak berhingga jumlahnya, dalam hal ini analisis bisa dilakukan hanya terhadap dimensi radial. Pada posisi pelet yang tidak konsentris atau posisi eksentris, masih ada satu bidang/ garis simetri yang berimpit dengan garis pergeseran pelet. Dengan demikian daerah analisis bisa diperkecil menjadi setengah bagian dari penampang elemen bakar. Untuk menginvestigasi pengaruh posisi retak radial terkait dengan ketidaksimetrian pelet tersebut, ditinjau 3 posisi berbeda, yaitu: a. Posisi rapat, yaitu ketika titik retak merapat ke dinding kelongsong. b. Posisi sentris, yaitu ketika pelet pada posisi kosentris dengan kelongsong. c. Posisi renggang, yaitu ketika pelet merapat ke kelongsong dalam arah yang berlawanan dengan posisi titik retak. Gambar 2 menunjukkan penampang dari elemen bakar dalam ketiga posisi retak relatif terhadap ketidaksentrisan pelet.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Posisi Retak Dalam Ketidaksentrisan Pelet (a) Posisi Rapat (b) Posisi Simetris (b) Posisi Renggang
ISSN 1979-1208
394
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Dalam analisis ini, jumlah simpul arah azimutal diambil sebesar 34 untuk setengah lingkaran atau sebesar 68 jika digunakan dengan jarak antar simpul seragam kecuali di daerah retak yang dibagi dalam 4 segmen. Sedangkan untuk arah radial jarak antar simpul bervariasi dengan mengambil jarak yang kecil untuk simpul-simpul yang berada di gap mengingat tingginya gradien temperatur di daerah tersebut. Data masukan dalam analisis ini adalah: a. Data geometri: diameter luar kelongsong = 9,50 mm diameter dalam kelongsong = 8,36 mm diameter pelet =8,19 mm lebar gap = 0.085 mm atau 0,9% dari diameter luar kelongsong. pergeseran gap relatif= 100% dari lebar gap atau bergeser penuh hingga pelet menyentuh kelongsong lebar sudut retak = antara 1 sampai 6 b. Data termal: konduktivitas termal pelet UO2 (kpelet) = 2,8 W/m.K konduktivitas termal ekivalen pada gap (kgap) =0,51 W/m.K konduktivitas termal kelongsong (kkelongsong) = 13 W/m.K konduktivitas daerah retak= 80% dari konduktivitas pelet densitas daya pembangkitan pada posisi terpanas (q’’’) = 8,27 x108 W/m3 koefisien perpindahan kalor pada permukaan kelongsong ke pendingin = 34.000 Watt/m2K temperatur pendingin (Tf) = 315C atau 588K
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Gambar 3 diberikan profil radial dari temperatur sepanjang bidang yang melalui sumbu retak untuk ketiga posisi yang ditinjau. PROFIL RADIAL TEMPERATUR 2200 2000
Rapat
1800
Temperatur (C)
1600
Sentris Renggang
1400 1200 1000 800 600 400 200 -5
-4
-3
-2
-1
0 1 Radius (mm)
2
3
4
5
Gambar 3. Profil Radial Temperatur Elemen Bakar Profil radial temperatur tersebut menunjukkan bahwa ketidakeksentrisan posisi pelet berpengaruh baik pada profil maupun nilai temperatur maksimum dari bahan bakar, yaitu sebesar 1.728C pada posisi renggang, 1.937C pada posisi sentries dan 2.118C pada posisi rapat. Nilai maksimum tersebut dipengaruhi oleh kemampuan menyalurkan daya yang dibangkitkan pada pelet. Semakin mudah penyaluran dayanya, semakin rendah temperatur
ISSN 1979-1208
395
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional maksimum dari pelet. Ketika bagian pelet yang retak merapat ke dinding kelongsong, di sisi yang lain, bagian yang utuh justru merenggang yang menyebabkan efektivitas menyaluran daya menurun sehingga akan menaikkan temperatur pelet. Merapatnya sisi retak ke kelongsong tidak seefektif merapatnya sisi utuh dalam menyalurkan kalornya karena konduktivitas bagian retak lebih rendah. Jadi ketika sisi utuh yang merapat atau pelet berada pada posisi renggang, penyaluran kalornya maksimal sehingga temperatur puncak bahan bakar lebih rendah dibandingkan kedua posisi lainnya. Dari ketiga profil tersebut selalu ditemui profil temperatur yang sangat tajam yang merupakan profil temperatur pada gap yang memang berkonduktivitas termal rendah. Satu hal yang penting untuk ditinjau dalam investigasi adalah profil azimutal dari temperatur kelongsong, khususnya pada sisi dalam yang berhadapan langsung dengan bagian pelet yang retak. Dari profil ini dapat ditentukan gradien maksimum dari temperatur kelongsong yang diperlukan dalam penentuan tegangan mekanik yang dialami kelongsong. Profil azimutal dari temperatur kelongsong sisi dalam untuk ketiga posisi pelet diberikan pada Gambar 4. PROFIL AZIMUTAL TEMPERATUR SISI DALAM KELONGSONG 500 490 Rapat
480
Temperatur (C)
470 460 450
Sentris
440 430 420
Renggang
410 400
0
20
40
60
80 100 Sudut (derajat)
120
140
160
180
Gambar 4. Profil Azimutal Temperatur Kelongsong Dari profil tersebut terlihat bahwa terdapat gradien temperatur yang sangat besar di sisi yang berhadapan dengan posisi retak (sudut arah azimutal di bawah 6), yaitu hingga mencapai 100C/mm dalam arah azimutal untuk posisi renggang dan 90C/mm untuk posisi sentris. Gradien azimutal yang rendah terjadi pada posisi rapat yaitu hanya sebesar 14C/mm karena gap di sekitarnyapun sangat sempit. Dalam arah radial, gradien temperatur maksimum pada kelongsong juga relatif besar, yaitu sebesar 189C/mm untuk posisi renggang, 216C/mm untuk posisi sentris dan 198C/mm untuk posisi rapat. Walaupun tegangan mekanik sangat erat kaitannya dengan masalah gradien temperatur, namun penentuan besar tegangan mekanik sebagai fungsi dari gradien temperatur pada kelongsong tidak termasuk dalam lingkup penelitian ini. Pengaruh dari lebar retak juga diinvestigasi dalam penelitian ini. Pada Tabel 1 diberikan pengaruh lebar/sudut retak terhadap temperatur maksimum pelet dan kelongsong serta gradien temperatur maksimumnya untuk posisi sentris. Hasil investigasi pada Tabel 1 menunjukkan bahwa lebar sudut retak hingga 6 sangat kecil pengaruhnya terhadap temperatur kelongsong maupun pelet. Gradien temperatur kelongsong juga sedikit menurun dengan semakin lebarnya retak. Investigasi hanya dibatasi hingga 6 saja karena sangat kecil kemungkinannya terjadi retak dengan lebar sudut yang lebih besar.
ISSN 1979-1208
396
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Tabel 1. Pengaruh Lebar Sudut Retak Terhadap Temperatur dan Gradiennya Lebar sudut Tmax pelet Tmax kel Gradien T Gradien T rad retak (C) (C) azim (C/mm) (C/mm) 1 1937,4 478,9 109,3 211,3 2 1937,4 481,6 90,6 215,9 3 1937,4 481,2 91,0 214,7 4 1937,3 479,9 90,2 212,1 5 1937,3 478,8 89,1 209,6 6 1937,3 477,1 87,8 207,6 Lebar sudut retak ini juga memberikan pengaruh pada besarnya fluks kalor di permukaan kelongsong seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Terlihat bahwa dengan semakin besarnya lebar sudut retak, fluks kalor yang diteruskan ke permukaan luar kelongsong juga semakin tinggi walaupun untuk sudut retak mulai dari 1 hingga 6, fluks kalor hanya bervariasi sebesar 3% saja.
1.53
6 x 10 PROFIL AZIMUTAL FLUKSKALOR SISI LUAR KELONGSONG
Flukskalor (W/m2)
1.52
1.51 sudut retak 6 derajat 1.5
5 4
1.49 3 2
1.48
1 1.47
0
10
20
30 Sudut (derajat)
40
50
60
Gambar 5. Pengaruh Lebar Sudut Retak pada Fluks Kalor
4.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan Dari hasil investigasi ini dapat disimpulkan bahwa adanya retak radial yang merupakan retak terbuka pada pelet akan berdampak pada naiknya gradien azimutal dan radial dari temperatur kelongsong terutama pada sisi yang berhadapan dengan posisi retak yang bisa berdampak pada terganggunya integritas dari kelongsong. Adanya ketidaksentrisan posisi pellet dalam kelongsong juga akan memperbesar resiko tersebut. Pengaruh dari lebar retak hingga sudut 6 relatif kecil terhadap temperatur maupun gradien temperatur kelongsong. 4.2.
Saran Untuk melengkapi kajian yang lebih lengkap terhadap keselamatan kelongsong dari dampak retaknya pellet diperlukan investigasi lanjutan untuk menentukan besarnya tegangan mekanik yang dialami kelongsong akibat gradien temperatur azimutal maupun radial.
ISSN 1979-1208
397
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
DAFTAR PUSTAKA [1]. BROCHARD, J. , et.al. , Modelling of Pelet Cladding Interaction in PWR fuel, Transaction, SMiRT 16, Washington DC, August 2001, paper 1314. [2]. DEMARCO, G.L. and MORINO, A.C., 3D Finite Elements Modelling for Design and Performance Analysis of UO2 Pellets, Science and Technology of Nuclear Installation, Vol 2011, Article ID843491, 10 pages. [3]. CRAWFORD, D., LWR Fuel Performance, Global Nuclear Fuel, June 3, 2009. [4]. SONG, K. W., et.al., High Burnup Fuel Technology in Korea, Nuclear Engineering and Technology, Vol 40, No. 1, February, 2008. [5]. LEE J.S., et.al., The Mechanical Behavior of Pelet Cladding with the Missing Chip under PCMI loading during Power Ramp, Proceeding of the 2007 International LWR Fuel Performance Meeting, San Fransisco, California, September 30 – October 3, 2007, paper 1022. [6]. TJAHJONO, H., Pengaruh ketidaksentrisan pelet terhadap parameter termal elemen bakar PWR pada kondisi tunak, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir II, Jakarta, 25 Juni 2009. [7]. GLASSTONE, S. and SESSONSKE, A., Nuclear Reactor Engineering, third edition, Van Nostrand Reinhold Company, New York, Cincinnati, Toronto, London, Melbourne, 1980 [8]. POPP, D. M., AP1000 European Design Control Document, Westinghouse Electric Company, EPS-GW-GL-700-Rev.0, 2009. [9]. INCROPERA & DE WITT, Fundamental of Heat and Mass Transfer, John Wiley & Son, 4th edition, 1996. [10]. GUNAIDI ABDIA AWAY, The Shortcut of MATLAB Programming, Penerbit Informatika, Bandung, 2010.
DISKUSI 1.
Pertanyaan dari Sdr. Bima (PT Krakatau Steel): a. Apa bahan dari kelongsong? b. Bagaimana mekanisme retak pada pelet? c. Bagaimana pengaruh gradien temperatur terhadap tegangan mekaniknya? Jawaban : a. Bahan kelongsong PWR adalah zircaloy (zirconium) b. Mekanisme retak bisa dikarenakan interaksi antara kelongsong dengan pelet (PCl), bisa juga akibat transien daya terlalu cepat yang mengakibatkan gradien temperatur tinggi sehingga tegangan mekanisnya melampaui daya dukungnya. c. Masih perlu dilakukan penelitian lanjut untuk mengetahui pengaruh gradien temperatur terhadap tegangan mekanik kelongsong.
2.
Pertanyaan dari Sdr. Pande Made Udayani (PTRKN_BATAN) Pengaruh posisi retak pellet terhadap gradient suhu? Jawaban : Posisi retak memang berpengaruh terhadap gradient suhu pada kelongsong. Dalam penelitian ada 3 posisi retak yang ditinjau, yaitu posisi retak merapat, sentris dan merenggang. Dari hasil analisis ternyata kondisi retak merenggang memberikan gradient temperatur yang lebih tinggi disbanding posisi lain.
ISSN 1979-1208
398