Jurnal Peternakan
Investigasi Keberadaan Cacing Paramphistomum sp. Pada lambung sapi yang berasal dari Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo
David Romario Nusa Siswatiana Rahim Taha Tri Ananda Erwin Nugroho Program Studi S1 Peternakan Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melakukan investigasi keberadaan cacing Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang berasal dari tempat pemotongan hewan di Andalas dan Biau kota Gorontalo. Total jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 60 ekor sapi yang diperoleh dari dua tempat pemotongan hewan tersebut. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pemeriksaan pada organ lambung setelah hewan di nekropsi. Parameter yang diamati adalah ada atau tidaknya cacing Paramphistomum sp. pada sediaan sampel hewan yang diperiksa. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian diperoleh adanya kejadian infestasi cacing Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang dipotong di dua tempat pemotongan hewan tersebut. Positive rate adanya infestasi cacing Paramphistomum sp. pada seluruh lambung sapi yang dipotong di kedua tempat pemotongan hewan tersebut adalah 54 ekor. Sedangkan positif rate infestasi cacing Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang berasal dari tempat pemotongan hewan Biau adalah 26 ekor lebih rendah dibandingkan dengan positive rate infestasi cacing Paramphistomum sp. pada sapi yang dipotong di tempat pemotongan hewan Andalas yaitu 28 ekor. Ditemukan adanya infestasi cacing paramphistomum sp. pada lambung sapi yang berasal dari TPH Biau sebanyak 26 ekor kasus dan TPH Andalas sebanyak 28 ekor.
Kata kunci : Positive rate, cacing, Paramphistomums sp, Sapi, TPH, Gorontalo
1
Jurnal Peternakan
Investigasi Keberadaan Cacing Paramphistomum sp. Pada lambung sapi yang berasal dari Tempat Pemotongan Hewan di Kota Gorontalo
David Romario Nusa Siswatiana Rahim Taha Tri Ananda Erwin Nugroho Program Studi S1 Peternakan Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo ABSTRACT This study aimed to investigate the presence of worms Paramphistomum sp. the cow's stomach that comes from the slaughterhouse at Andalas and Biau Gorontalo city. Total number of samples examined 60 cows obtained from the two abattoirs. Methods of research done by inspecting the stomach organ after animals at necropsy. The parameters measured were the presence or absence of worms Paramphistomum sp. the animals were examined sample preparation. The data obtained are presented descriptively. The results obtained by the incidence of worm infestation Paramphistomum sp. gastric cattle slaughtered at two abattoirs that. Positive rate of worm infestation Paramphistomum sp. the entire hull cattle slaughtered in two abattoirs that are 54 tails. While the positive rate of worm infestation Paramphistomum sp. gastric cattle originating from abattoirs Biau tail is 26 lower than the positive rate of worm infestation Paramphistomum sp. on cattle slaughtered at abattoirs Andalas is 28 tails. Found a worm infestation paramphistomum sp. the cow's stomach that comes from as many as 26 tails Biau TPH and TPH Andalas cases as many as 28 tails. Keywords: Positive rate, Paramphistomums sp, Cow, TPH, Gorontalo
2
PENDAHULUAN Cacing Paramphistomum sp. merupakan golongan cacing trematoda yang disebut sebagai cacing hisap karena cacing ini memiliki alat penghisap. Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior (oral sucker) dan dibagian ventral tubuh atau posterior tubuh (ventral sucker). Alat hisap (sucker) ini digunakan untuk menempel pada tubuh inangnya, oleh karena itu disebut pula cacing hisap. Pada saat menempel cacing ini menghisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh inang tempat dia tinggal (Levine, 1994). Dengan demikian maka cacing Paramphistomum sp. merupakan hewan parasit yang merugikan dengan hidup di tubuh individu yang ditumpanginya dan mendapatkan makanan yang tersedia di tubuh inangnya tersebut. Cacing Paramphistomum sp. dewasa hidup di dalam lambung komplek sapi. Keberadaannya bisa ditemukan di dalam rumen, retikulum, abomasun maupun omasum (Subronto dan Tjahajati, 2001). Menurut Darmono (1983), infeksi cacing Paramphistomum sp. ini dalam jumlah sedikit tidak menimbulkan gejala-gejala klinis dan tidak menunjukkan rasa sakit pada ternak, hal ini sangat berbahaya pada ternak karena ketika gejala penyakit sudah muncul sudah dalam keadaan yang parah. Infestasi yang parah dapat menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan (gastroenteritis) dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, terutama pada ternak muda. Ditinjau dari sifatnya dalam memperoleh makanan dan akibat yang ditimbulkan, maka cacing trematoda ini akan sangat merugikan bagi hewan ternak yang dipelihara dengan tujuan untuk penggemukan maupun pembibitan. Hasil penelitian tentang adanya infeksi Paramphistomum sp. di Indonesia pernah dilaporkan oleh Beriajaya dan Soetedjo (1971) pada sapi yang dipotong di rumah potong hewan di Ujung Pandang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Beriajaya., et.al (1981) selanjutnya melaporkan penelitian situasi paramphistomiasis pada sapi di Aceh Kutu sebanyak 94,5%, di Sumatra Barat 99,5%, di Lampung sebanyak 69,84%, di Jawa 41,60%, di Sulawesi Selatan 53,23 % di Kalimanatan Selatan 56 %, di Nusa Tenggara 80 % dan di Nusa Tenggara Timur 32,27 %. di Provinsi Gorontalo belum pernah ada laporannya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian awal dengan melakukan investigasi keberadaan
3
cacing Paramphistomum sp. pada sapi yang di potong di tempat pemotongan hewan (TPH) kota Gorontalo.
METODELOGI PENELITIAN Waktu dan Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan kurun waktu selama satu bulan. Pengambilan sampel dilaksanakan di dua tempat pemotongan hewan (TPH) kota Gorontalo yaitu TPH Andalas dan TPH Biau. Total sampel yang diambil sebanyak 60 ekor sapi yang berasal dari TPH Andalas sebanyak 30 ekor sapi dan TPH Biau sebanyak 30 ekor sapi.
Alat dan Bahan
Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan adalah organ lambung sapi, fomalin untuk mengawetkan cacing yang ditemukan.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung 10 ml, stoples kecil, kantung plastik, pinset datar, pinset bergerigi, scapel, gunting, pisau, cawan petri/ piring datar kecil, glove/ slop tangan, dan kertas label.
Pengambilan Sampel Pengambilan sampel organ lambung dilakukan setelah sapi di nekropsi. Pemeriksaan lambung dilakukan untuk menemukan ada tidaknya infestasi cacing Paramphistomum sp. yang berada pada organ lambung hewan terperiksa (Suardana dan Swacita, 2006).
Pemeriksaan Sampel Organ lambung pada bagian rumen, retikulum, omasum dan abomasum dilakukan penyayatan dan penelusuran dengan pingset untuk menemukan adanya
4
infestasi cacing Paramphistomum sp.. Identifikasi cacing Paramphistomum sp. menggunakan acuan perbandingan (Michel dan Upton, 2013).
Variabel yang diamati Variabel yang diamati adalah : 1. Ada atau tidaknya infestasi cacing Paramphistomum sp. pada sediaan sampel organ lambung hewan yang diperiksa. 2. Infestasi cacing Paramphistomum sp. pada Lambung sapi yang berasal dari TPH Andalas dan TPH Biau. Positive Rate ditentukan dengan jumlah lambung yang positif adanya infestasi cacing Paramphstomum sp. dibagi dengan keseluruhan sampel yang diperiksa dikalikan seratus persen. Positive rate satuannya adalah persen. Positive rate merupakan besarnya nilai peristiwa yang terjadi pada keseluruhan populasi dalam waktu tertentu (Noor, 2006). Analisis Data Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif (Sugiyono, 2007). Sistematika Pengambilan Sampel Sapi dipotong
Nekropsi pada Organ lambung Pemeriksaan Paramphistomum
Pengamatan morfologi (makroskopis) Cacing Paramphistomum sp. Dokumentasi Menggunakan camera digital
Analisis data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Infestasi Cacing Paramphistomum Sp. Pada lambung Sapi yang Berasal dari Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Kota Gorontalo
Dari hasil pemeriksaan dan pengamatan terhadap 60 ekor sapi yang dipotong di tempat pemotongan hewan (TPH) Andalas dan Biau kota Gorontalo, terdapat 54 ekor sapi yang terinfestasi cacing Paramphistomum sp.. Cacing Paramphistomum sp. yang ditemukan berbentuk bulat seperti buah pear dengan bagian ujung mulut terdapat lubang, warna merah tua atau merah kecoklatan (gambar 3). Cacing yang ditemukan mempunyai ukuran panjang 4-11 mm, lebar 2-4 mm, seperti tampak pada gambar 4. Pengamatan di lakukan pada bulan juni 2013.
Gambar. Cacing Paramphistomum sp. yang diperoleh dari lambung sapi yang berasal dari TPH Andalas dan TPH Biau, kota Gorontalo.
6
Jumlah infestasi cacing sangat beragam saat ditemukan, yaitu berjumlah antara puluhan sampai ratusan ekor bahkan diduga sampai ribuan ekor. Predileksi cacing Paramphistomum sp. saat ditemukan pada rumen, retikulum dan kedua bagian lambung sapi tersebut (Gambar 5 a,b). Pada rumen yang terinfestasi cacing dengan jumlah sedikit, cacing akan ditemukan hanya beberapa ekor saja pada rumen atau retikulum sapi, namun berbeda pemandangan jika pada rumen dan retikulum sapi terinfestasi oleh cacing dalam jumlah yang sangat banyak. Pada struktur permukaan rumen dan retikulum akan terlihat sekumpulan cacing dengan warna merah muda atau merah kecoklatan.
Gambar. Infestasi cacing paramphistomum sp. pada rumen (a) dan retikulum (b) sapi yang berasal dari TPH Biau dan TPH Andalas.
Positive Rate Infestasi cacing Paramphistomum Pada lambung Sapi yang Berasal dari Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Kota Gorontalo
Dari hasil pemeriksaan terhadap 60 lambung sapi yang berasal dari tempat pemotongan hewan (TPH) Andalas dan Biau kota Gorontalo, terdapat 54 ekor sapi yang terinfestasi cacing Paramphistomum sp.. Hasil pemeriksaan lambung disajikan dalam tabel 1 dan tabel 2. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Galdhar et al., (2004) yang menemukan kasus tingkat kejadian cacing Paramphistomum sp. pada sapi yang dipelihara masyarakat Chattisgarh, India adalah 9 ekor dari 37 sampel sapi yang diperiksa.
7
Tabel 1. Hasil pemeriksaan infestasi cacing Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang berasal dari TPH Andalas kota Gorontalo
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jenis Sapi P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
Asal sapi Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Andalas Isimu Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Isimu Isimu Bonggomeme Bonggomeme Andalas
8
TPH Andalas Paramphistomum sp. + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Tabel 2. Hasil pemeriksaan infestasi cacing Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang berasal dari TPH Biau kota Gorontalo
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jenis Sapi P P Bacam P P P P P Bacam P P P P P Bacam P P P P P P P Bacam Bali P P P P P P
Asal sapi Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala Pulubala
Keterangan : P = Peranakan Ongole Bacam = bali campuran
9
TPH Biau Paramphistomum sp. + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Hasil penelitian sangat menarik untuk dilakukan kajian lebih lanjut tentang tingkat kejadian infestasi cacing ini pada sapi yang dipelihara di masyarakat di Gorontalo, karena pada dasarnya sapi yang akan dipotong merupakan sapi pilihan oleh pemilik yang dianggap sehat namun pada kenyataannya setelah dilakukan pemeriksaan tetap ditemukan adanya infestasi cacing paramphistomum dengan tingkat keparahan yang berbeda.
10
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan yaitu : 1. Ditemukan infestasi cacing paramphistomum sp. Pada lambung sapi yang berasal dari TPH andalas dan Biau Kota Gorontalo. Pengamatan di lakukan pada bulan juni 2013 2. Positive rate infestasi cacing Paramphistomum sp. pada lambung sapi yang berasal dari TPH Andalas dan TPH Biau adalah 54 ekor dari 60 sampel yang diperiksa.
SARAN Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap kejadian paramphistomiasis pada sapi ditingkat penjual maupun pada sapi yang dipelihara masyarakat untuk mengetahui epidemiologi penyebaran penyakit ini. 2. Tingginya positive rate infestasi cacing paramphistomiasis menggambarkan pola pemeliharaan sapi masih perlu dibenahi. 3. Perlu dilakukan pemberian obat cacing secara periodik 3 bulan sekali dan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan telur cacing melalui feses sapi setelah 3 bulan pemberian obat cacing setiap tahunnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Beriajaya dan Soetedjo, R. (1979). Laporan Inventarisasi Parasit Cacing Pada Ternak di RPH. Ujung Pandang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lembaga Penelitian Penyakit Hewan, Bogor. Galdhar, C.N., Roy, S., Chopde, R.L. (2004). Studies On Prevalence Of Bovine Paramphistomiasis And Its Correlation With Meteorological Factors In Chattisgarh State. Journal of Bombay Veterinary College. Vol. 12. 66-68. Levine, N.D. (1990). Parasitologi Veteriner diterjemahkan oleh Gatot Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Michel, K., dan Upton. 2013. Animal And Human Parasite Images. http://www.kstate.edu/parasitology/625tutorials/index.html. tanggal akses 25 Mei 2013. Noor, N. N. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit Rineka Cipta. Subronto dan Tjahajati, Ida. (2001). University Press. Yogyakarta.
Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada
Suardana, I Wayan dan Swacita, I.B.N. 2006. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Buku Pedoman Pendidikan Profesi Dokter Hewan. Universitas udayana. Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung.
12