BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Dalam usaha mewujudkan tujuan pembangunan nasional yang merata dan
dapat dinikmati oleh seluruh rakyat, pemerintah mengarahkan khususnya pada bidang ekonomi, dimana pemerintah memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan di dunia usaha yang dilaksanakan melalui langkah-langkah dan kebijaksanaan untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi nasional sesuai dengan yang diharapkan. Di antara berbagai kebijakan ekonomi yang dilaksanakan, bidang perbankan merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian pemerintah karena bank merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya. Sehingga bank dituntut peran sertanya untuk mensukseskan pembangunan melalui jasa kredit yang sangat dibutuhkan masyarakat. Pemberian kredit sangat berguna untuk membantu masyarakat yang memerlukan dana. Dengan dana tersebut, masyarakat dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. Salah satu jenis kredit yang diberikan bank adalah kredit investasi. Dalam hal ini kredit investasi merupakan bantuan yang diberikan oleh pihak bank baik untuk keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha atau bisnis serta untuk mendirikan suatu proyek baru.
1
2
Berdasarkan riset Infobank per Juni 2004 terdapat 40 bank di Indonesia yang mempunyai kredit bermasalah. Hal tersebut menjadi ketidakpastian yang harus dihadapi oleh perbankan dalam pemberian kredit kepada nasabahnya. Kemudian berdasarkan laporan Statistik Perbankan Indonesia untuk Januari 2011 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) terdapat 16 bank yang mempunyai tingkat Non Performing Loan (NPL) melebihi batas aman yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 5%. Seperti yang diberitakan oleh Kontan (2010) bahwa salah satu bank pemerintah terbesar di Indonesia yaitu bank BRI mengalami masalah dengan kredit macet, tingkat Non Performing Loan (NPL) bank BRI meroket naik. Dalam paparan kinerja kuartal dua 2010 tercatat sebesar 4,27% naik cukup besar dari tingkat NPL diperiode yang sama tahun sebelumnya yang baru sebesar 3,70%. Kenaikan NPL tersebut banyak disebabkan oleh meningkatnya kredit-kredit bermasalah di sektor menengah. Kemudian Kompas (2011) memberitakan bahwa laporan keuangan kuartal I 2011 sejumlah bank papan atas menunjukkan tren peningkatan write off atau penghapusbukuan kredit bermasalah. Menurut para banker tindakan write off dilakukan selain akibat kurang hati-hati bank dalam menyalurkan kredit, hapus buku mereka ambil lantaran prospek debitur menurun. Write off menjadi pilihan agar kondisi keuangan bank tetap sehat. Risiko yang mungkin timbul dalam usaha perbankan, sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia No.5/21/DPNP terdiri dari risiko kredit, risiko pasar, risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko operasional, risiko hukum. Pada industri perbankan yang sering terjadi adalah
3
risiko kredit yaitu risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya. Risiko yang dihadapi perbankan dapat menghambat perbankan mencapai keuntungannya. Isu mengenai kredit bermasalah ini telah berkembang dan menjadi perhatian perbankan nasional karena pinjaman atau kredit yang disalurkan masih menjadi sumber pendapatan dan keuntungan bagi bank jika dikelola secara optimal tetapi pada sebaliknya jika tidak dikelola secara optimal akan merugikan bank bila terjadi kredit bermasalah. Ratnaningsih (2004)
menyatakan bahwa dalam praktek perbankan di
Indonesia kredit bermasalah dalam jumlah besar akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bank harus kehilangan opportunity yang seharusnya dapat diperoleh bank
tersebut dari selisih bunga pinjaman dengan bunga simpanan yang telah ditentukan oleh Bank. 2. Semakin besar cadangan yang harus dibentuk oleh pihak Bank untuk cadangan penghapusan aktiva produktif yang dimiliki bank tersebut sehingga keuntungan bank akan menurun. 3. Berkurangnya jumlah modal sendiri yang dimiliki bank selanjutnya akan
menurunkan jumlah Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank. Dari akibat-akibat tersebut diatas maka pada akhirnya akan berpengaruh pada kesehatan bank secara keseluruhan. Disebutkan pula dalam simpulan penelitian tersebut bahwa tingginya kredit bermasalah bukan semata-mata faktor eksternal tetapi lebih pada adanya faktor internal, maka langkah yang harus ditempuh pihak bank yaitu pembenahan sistem perkreditan dan sistem sumber
4
daya manusia. Karena itu penanggulangan terhadap kredit bermasalah perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dari manajemen bank. Vong dan Patricio (2005) menyatakan bahwa banyaknya kasus kepailitan di dunia menjadi alasan utama untuk menerapkan manajemen risiko kredit, penerapan manajemen risiko yang tepat pada perbankan merupakan bagian penting dan integral operasional bank yang efektif. Di antara berbagai jenis risiko, risiko kredit berhubungan dengan variabilitas potensi aliran arus kas sehingga menjadi indikator penting penyebab kegagalan bank. Bank Indonesia sebagai regulator perbankan Indonesia mengeluarkan peraturan BI No.5/8/PBI/2003 yang mengharuskan tiap bank untuk menerapkan manajemen risiko di setiap kegiatannya untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemberian kredit oleh bank. Mulai awal tahun 2004 perbankan nasional diwaibkan menerapkan manajemen risiko. Pengembangan manajemen risiko bertujuan untuk menghindari suatu kerugian yang disebabkan oleh risiko atau peristiwa, dengan cara meminimalkan risiko. Keberhasilan penerapan manajemen risiko yang tepat dan proporsional memerlukan suatu peran audit internal. Peran audit internal dalam hal ini untuk meyakini kebenaran dalam pengelolaan risiko (assurance) dan memberikan saran-saran bagi manajemen agar manajemen risiko dapat berjalan lebih baik (konsultasi).
5
Samid (2005) menyatakan bahwa fungsi audit internal sebagai pemberi jaminan dan konsultasi menuntun personel audit internal untuk dapat meramalkan apa yang terjadi di masa depan. Hal ini berbeda dengan pemahaman lama bahwa auditor internal sebagai evaluator, hanya melihat ke masa lalu. Audit Internal haruslah bersifat luas dan fleksibel yang sejalan dengan kebutuhan serta harapan manajemen, jadi pandangan yang sempit bagi sebagian orang yang mengatakan bahwa peran audit internal hanya terbatas pada bidang akuntansi, sudah tidak berlaku lagi. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa fungsi audit internal menurut paradigma baru haruslah juga memahami proses bisnis, aktivitasaktivitas yang dilakukan oleh perbankan dan ketidakpastian dari aktivitas yang dijalankannya. Internal audit menurut paradigma baru, telah berorientasi terhadap risiko. Hal ini diperjelas pada Standard For The Profesional Practice of Internal Auditing (IIA 2004) yang menyatakan bahwa fokus dari internal auditing dan peran dari fungsi tersebut dalam organisasi telah bergeser dari pengendalian yang tradisional dan berorientasi kepatuhan (compliance) ke arah fokus terhadap risiko. Dengan pendekatan risiko diharapkan internal audit dapat mengambil alih fungsi evaluasi sistem manajemen risiko. Fokus pada efektivitas manajemen risiko tidak hanya membuat internal audit dapat mengurangi risiko tetapi juga dapat mengantisipasi berbagai potensi risiko dan berperan penting dalam menjaga bank dari berbagai risiko.
6
Risiko perkreditan yang tinggi dan tingkat persaingan antar bank yang semakin banyak menyebabkan manajemen bank perlu untuk menerapkan suatu pengendalian intern yang memadai. Pengendalian intern yang baik pada dasarnya bertujuan untuk melindungi harta milik bank tersebut dengan meminimalkan kemungkinan terjadinya penyelewengan, pemborosan, kemacetan kredit, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja. Dengan pengendalian intern yang memadai diharapkan dapat menjamin proses pemberian kredit tersebut akan dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan dan penyelewengan-penyelewengan yang akan terjadi, sehingga efektifitas pemberian kredit investasi dapat tercapai. Karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap pengendalian intern, yaitu dengan melakukan pemeriksaan internal atau audit internal Penelitian yang saya susun merujuk pada penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2006) dengan topik peranan audit internal dalam menunjang efektifitas pengendalian intern pemberian kredit. Penelitian ini menyimpulkan bahwa audit internal berperan dalam menunjang efektifitas pengendalian
intern
pemberian
kredit.
Hal
ini
dapat
dilihat
dengan
dilaksanakannya compliance, verifikasi, dan evaluasi. Kemudian berdasarkan persentase kuesioner sebesar 84% dipercayai bahwa internal audit dapat menyebabkan pengendalian intern pemberian kredit menjadi efektif dan efisien. Dengan dilakukannya audit internal atas pengendalian intern pemberian kredit dapat menyebabkan risiko kredit macet lebih kecil dan mengurangi kolusi antara personel bagian kredit dan calon debitur.
7
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini meneliti dan menganalisis peranan audit internal dalam menunjang efektifitas kredit investasi dan melakukan penelitian pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan dan melihat betapa pentingnya peranan audit internal pada industri perbankan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang hasilnya dituangkan dalam penelitian dengan topik ” Peranan Audit Internal dalam Menunjang Efektifitas Kredit Investasi Pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk”
8
1.2
Identifikasi Masalah Pemberian kredit investasi mengandung risiko tertentu yaitu potensi
kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan yang disetujui, sehingga dalam pemberian kredit investasi pihak bank tidak dapat begitu saja menyetujuinya dan harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Kredit macet yang terjadi disebabkan baik oleh pihak kreditur (bank) maupun debitur tetapi penyebab utama merupakan kesalahan pihak kreditur seperti keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan dan terlalu mudah memberikan kredit yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan. Dengan kata lain, diperlukan pengendalian intern yang memadai agar risiko kredit macet dapat berkurang dan efektifitas pemberian kredit investasi dapat tercapai. Pengendalian intern yang memadai dapat terlaksana dengan adanya peran dari auditor internal yang bertugas untuk mengevaluasi dan mengontrol pengendalian intern di dalam bank. Setelah menganalisis fenomena yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan timbul dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Apakah audit internal yang diterapkan pada Bank tersebut telah memadai. 2. Apakah pelaksanaan pemberian kredit investasi pada Bank tersebut telah
efektif. 3. Bagaimana peranan audit internal dalam menunjang efektifitas kredit
investasi pada Bank tersebut.
9
1.3
Maksud dan Tujuan Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka maksud
serta tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah audit internal pada Bank tersebut telah dilaksanakan secara memadai. 2. Untuk mengetahui efektifitas kredit investasi pada Bank tersebut. 3. Untuk mengetahui peranan audit internal terhadap efektifitas kredit
investasi pada Bank tersebut.
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan mempunyai kegunaan
bagi semua pihak antara lain: 1. Bagi penulis Penelitian ini sebagai sarana untuk mengkaji dan meningkatkan wawasan mengenai konsep audit internal khususnya bidang perkreditan dan pengaruhnya terhadap efektifitas kredit investasi. 2. Bagi pihak bank
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan memberikan masukan dalam mengevaluasi efektifitas pemberian kredit investasi. 3. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi terpercaya yang dapat kembali dikaji untuk jenis objek yang lain.
10
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis
mengadakan penelitian pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk yang bertempat di Jalan Naripan No. 12-14 Bandung. Adapun penelitian dilakukan dari bulan November 2012 sampai dengan Januari 2013.