Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 1, No. 1, Januari 2002
INVENTARISASI TUMBUHAN OBAT TNKS: Kajian dalam Perspektif Etnofarmakologis dan Budaya Azwar Agoes1 1
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / SP3T Sumatera Selatan
Abstract “The National Conservation Forest Kerinci Seblat” (Taman Nasional Kerinci Seblat) or TNKS is one of the fourteen Indonesian conservation forests. It covers certain areas in four provinces i.e. the province of Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi and Sumatera Selatan. The existence and role of conservation forest is very important for maintaining flora and fauna for the right ecosystem of human lives. In this forest beside tropical trees also grow many medicinal plants. Only traditional healers living in that area know the varieties and indication. This survey explored the know ledges of traditional healers living in that area and made notes on plants, types and uses, combined with “KAP” studies on healers and patients backgrounds. This report is a 12 months study at 4 Kecamatan of TNKS, i.e. Musi Rawas, Lubuk Linggau Barat, Rawas Ulu, Rupit, and BKL Terawas. We interviewed more than 60 traditional healers (Pengobat Tradisional = Battra), but only 22 included for this study in line with qualification from WHO. It has been collected approximately 220 medicinal plants used for various diseases but we could only find out 150 in Latin names. It also discussed the ethno-pharmacological aspects of knowledge, attitude and practice of the traditional healers and users. Key Words: Kerinci Seblat, Medicinal Plants. LATAR BELAKANG TNKS (Tanaman Nasional Kerinci Seblat) merupakan hutan lindung kebanggaan dan asset nasional. Adanya perambahan hutan dikhawatirkan akan terjadi kerusakan dan pemusnahan flora dan fauna oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, khususnya tumbuhan obat yang digunakan oleh penduduk setempat. Dilandasi asumsi demikian, SP3T didukung dana dari Yayasan KEHATI mengadakan survey yang merupakan (1) studi lapangan untuk inventarisasi tumbuhan obat di area bersangkutan, dengan tujuan pada waktunya dapat dilestarikan di luar habitat, (2) pendataan Pengobat tradisional dan (3) pendataan khasiat yang dimaksudkan untuk para pengguna. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengadakan inventarisasi keanekaragaman hayati TNKS dengan penekanan pada tumbuhan obat. Secara khusus bertujuan untuk: 1. Mendapatkan informasi keanekaragaman Tanaman Obat (TO) 2. Mendapatkan informasi, teknik dan cara penggunaan TO oleh Pengobat Tradisional (Battra) 3. Melindungi habitat dan memperkecil kerusakan lingkungan dengan perencanaan budidaya tanaman obat di luar habitat.
METODE PENELITIAN Pemilihan sampel daerah survey Sumber informasi penelitian diperoleh dari Battra yang berdomisili di desa-desa Kecamatan terpilih (Tabel 1) yaitu (1) Lubuk Linggau Barat, (2) Rawas Ulu, (3) Rupit dan (4) BKL Ulu Terawas. Keempat kecamatan tersebut merupakan daerah TNKS yang berada di Sumatera Selatan. Direncanakan tiap Kecamatan akan diwakili oleh 2 desa dengan 1- 5 Battra, sehingga untuk 1 kecamatan akan diwawancarai sekitar 10 orang. Namun karena faktor fisik lapangan (perjalanan sulit, jalan kaki, ojek atau dana perjalanan sungai tidak cukup), maka desa yang dapat dijadikan sampel berjumlah 6 dengan Pengobat tradisional yang diwawancarai sekitar 60 orang dan dipilih 21 orang sebagai sampel memenuhi persyaratan. Survey dilakukan dengan teknik wawancara, menggunakan 3 macam kuesioner standard yang ditetapkan oleh tim pengarah SP3T Departemen Kesehatan yaitu (1) Kuesioner untuk pribadi Battra, (2) kuesioner untuk jenis ramuan/tanaman obat yang digunakan, dan (3) kuesioner untuk pasien pengguna jasa Battra. Kuesioner ketiga tidak dapat digunakan karena alamat pasien umumnya tidak dikenal Battra yang bersangkutan dan mereka tidak memiliki catatan.
1
Inventarisasi Tumbuhan Obat TNKS … (A. Agoes)
Pengambilan sampel Battra, tanaman obat dan pengguna jasa Battra terpilih diambil sesuai saran kepala desa, puskesmas atau petugas TNKS. Persyaratan sesuai ketentuan WHO yaitu (1) mempunyai pasien sekitar 10 orang per minggu, (2) nama Battra dikenal ke pemukiman lain, minimal 3 km dari rumahnya, dan (3) sudah Mengerjakan pelayanan lebih dari 5 tahun. Sampel tanaman yang belum dikenal sebagai tanaman obat diambil secara utuh, dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi label, dan dikumpulkan untuk dibawa ke Palembang. Untuk tanaman yang sulit dibawa (pohon, akar, tanaman air dan sebagainya), dicatat dan dibuat herbarium, diidentifikasi oleh Laboratorium Fakultas Pertanian UNSRI dan Herbarium Bogoriense. Tanaman yang sudah umum hanya dibuat catatan dan penggunaannya saja. Battra terpilih diberi kartu yang sewaktuwaktu diperlukan dapat diperiksa ulang. HASIL 1. Sampel Penelitian Survey berlangsung sampai akhir Juli 2000. Survey telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yaitu pada 4 kecamatan dengan 7 desa dan 22 orang Battra (Tabel 1) 2. Pengobat Tradisional (Battra) Pada tabel 2 dicantumkan nama-nama Battra dengan latar belakang kualitasnya sebagai Pengobat tradisional antara lain jenis kelamin, umur, pendidikan tertinggi, asal mula ilmu dan lama praktek sebagai Pengobat tradisional. Tidak ada yang menyelesaikan pendidikan formal (SD). Pengetahuan pengobatan tradisional diperoleh secara turun temurun (100%). Pengenalan tanaman >50 macam: 22%, <10 macam: 36%. Penggunaan untuk pengobatan 35,5%, pencegahan 17% dan rehabilitasi 16%. Setiap Battra selalu menyatakan dapat mengobati semua penyakit (100%). Ada yang mengakui bahwa penyakit tertentu sulit disembuhkan, antara lain penyakit bengkak (tumor?), penyakit anak / bayi kurang makan atau penyakit jiwa (kesurupan). Untuk imbalan tidak ada ketentuan khusus, pemberian bersifat
2
3.
4.
sukarela, berupa hasil kebun uang ala kadarnya (93%). Pengobatan dilakukan bersama mantera (70%), ramuan tanaman obat dibuat sendiri (100%) dan atau disertai pijat (35%). Pemeriksaan pasien dilakukan dengan sikap pasien dalam keadaan duduk (90%), tiduran (jika pasien tidak bisa duduk) (90%). Tidak ada Pemeriksaan tanpa busana (0%). Pengguna/Pasien Sampel pasien tidak cukup dan sulit untuk dianalisa. Dari keseluruhan penelitian yang dapat ditelusuri hanyalah sekitar 4,5% (10 orang dari 220 yang diharapkan). Hal ini disebabkan Battra tidak punya alamat tertulis, dan pasien lebih banyak yang dikunjungi daripada yang datang berobat. Keluarga pasien menjemput Battra dan dibawa ke tempat si sakit. Pasien yang diobati umumnya pria (65%), umur 30-50 tahun (80%). Alasan berobat karena dianjurkan orang lain (86%). Sebagian besar menyatakan sembuh setelah pengobatan 2 – 5 kali (80%). Selama pengobatan tidak dirasakan adanya efek samping (100%). Tanaman Obat Ramuan tanaman obat yang digunakan cukup bervariasi (tabel 2). Tanaman lokal diperoleh dari pekarangan, kebun, atau hutan. Dari sekitar 150 jenis tanaman obat ini diketahui penggunaannya mulai dari penyakit ringan sampai berat (perut/kaki bengkak). Cara meramu dan penggunaan sebagian besar dalam bentuk godokan / seduhan dan diminum.
PEMBAHASAN Manusia telah menggunakan jasa Pengobat tradisional sejak ribuan tahun yang lalu. Di negaranegara industri pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang diturunkan antar generasi ke generasi telah menipis. Semula diperkirakan (1) pengobatan tradisional ini akan menghilang, namun pada kenyataannya tidak demikian. Pasien merasakan kedekatan antara dirinya dengan Pengobat karena penyakit dipandang bukan sebagai suatu kesatuan penyakit, tetapi kesatuan manusia seutuhnya (2). Dengan adanya kecenderungan pengobatan back to nature pengetahuan tentang ethnomedicine perlu ditingkatkan. Di Eropa penyakit-penyakit
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 1, No. 1, Januari 2002
Tabel 1. Nama Kecamatan, Desa dan Jumlah Battra No.
Kecamatan
Desa
1.
Lubuk Linggau Barat
2.
Rawas Ulu
3.
Rupit
4.
BKL Ulu Terawas
Ulah Surung Lubuk Tanjung Napal Licin Kota Tanjung Tanjung Agung Napal Melintang Batu Gane
Jml Battra 3 1 3 0 5 5 5
Tabel 2. Nama Battra dengan Pendidikan, Lama Praktek dan TO No. I. A. 1. 2. 3. B. 4. II. A. 5. 6. 7. III. A. 8. 9. 10. 11 12. IV. A. 13. 14. 15. 16. 17. B. 18. 19. 20. 21. 22.
Kecamatan dan Nama Battra Lubuk Linggau Barat Desa Ulah Surung Rahma Aji Teman Marwan Effendi Desa Lubuk Tanjung Yahya Alikia Rawas Ulu Desa Napal Licin M. Hasan Nursimin Suryati Sukuruku Rupit Desa Tanjung Agung Japri Mu’as Johar Duna M. Amin BKL Ulu Terawas Desa Napal Melintang Zainal Abidin Sohar Ali Goni Sulaiman Zakaria Desa Batu Gane Bustomi Usman Samsini Ramayani Iskandar
Praktek TO Asal Lama
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
70 71 43
P L L
TS TS TS
Ortu Ortu Ortu
25 th 25 th 10 th
7 8 15
66
L
TS
Ortu
15 th
13
60 34 42
L P L
TS TS TS
Ortu Ortu Ortu
20 th 20 th 20 th
35 27 7
53 80 70 58 48
L L L L L
TS TS TS TS TS
Ortu Ortu Ortu Ortu Ortu
25 th 25 th 25 th 20 th 15 th
22 4 6 10 7
48 37 37 37 39
L L L L L
TS TS TS TS TS
Ortu Ortu Ortu Ortu Ortu
25 th 10 th 15 th 15 th -
7 8 10 19 1
40 40 45 42 37
L L P P L
TS TS TS TS TS
Ortu Ortu Ortu Ortu Ortu
15 th 15 th 10 th 5 th 10 th
1 1 1 1 3
Jml TO
3
Inventarisasi Tumbuhan Obat TNKS … (A. Agoes)
gangguan metabolisme yang memerlukan pengobatan jangka panjang, sudah mulai diobati dengan tanaman obat (3). Survey lapangan untuk mendapatkan data tumbuhan obat telah dilaksanakan untuk beberapa daerah antara lain obat-obatan Jawa, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat, suku Kubu (4), Irian Barat (5), Toraja (6). Penggunaan jenis tanaman obat sangat tergantung pada keberadaan tanaman itu di daerah yang bersangkutan atau ketersediaannya di pasar (1). Namun Mien A Rifa’i (7) menekankan bahwa survey lapangan ke daerah-daerah merupakan salah satu jalan pintas untuk mengumpulkan berbagai jenis tanaman obat untuk jamu. Menurut Subroto (8) di Indonesia dikenal beberapa jenis Pengobat tradisional seperti sinshe, tabib, akupunkturis, tukang pijat, tukang jamu, dukun (dukun pengobat sakit, dukun beranak, dukun patah tulang, dukun ramal, dukun tuju) dan peraji (dukun beranak). Data Kanwil Depkes menunjukkan tidak kurang dari 8.000 orang tercatat sebagai Battra dengan berbagai Keahlian. Khusus dalam survey yang diadakan ini Battra yang memenuhi persyaratan WHO sangat jarang. Dari tidak kurang 60 orang menyatakan baik diri sendiri maupun para tetangga / orang desa sebagai Battra namun per definisi tidak dapat diambil sebagai sampel. Umumnya mereka hanya mengobati tetangga, beberapa orang desa yang tidak jauh dari tempat tinggalnya dan mempunyai pasien 1 atau 2 orang saja per minggu. Battra yang memenuhi syarat terdiri atas pria dan wanita dengan umur relatif tua, berbeda dengan yang ditemukan untuk daerah-daerah tingkat II Sumatera Selatan (9). Namun terdapat persamaan di beberapa daerah Afrika (10), Portugal, yang pada umumnya dukun Perempuan rata-rata berumur 60 tahun. Pengetahuan diperoleh dengan magang atau belajar sendiri meskipun juga diperoleh secara spontan. Dalam laporan pendahuluan ini dilaporkan sekitar 200 jenis tanaman obat yang tumbuh dan digunakan (Tabel 3). Untuk penetapan / identifikasi nama Latin dikerjakan oleh Fakultas Pertanian UNSRI dan Herbarium Bogoriense. Cara-cara penggunaan tanaman obat tidak banyak berbeda dengan daerah-daerah lain yaitu digodok, diseduh, dan untuk obat luar atau sebagai tetes mata. Ada beberapa Battra mengakui mempunyai Keahlian khusus yaitu mengobati kanker, tumor, dan tulang keropos. Di salah satu dusun, penyakit kanker, diobati oleh Battra dengan cara yang sulit dijelaskan secara ilmiah yaitu diisap, dijilat, atau dijampi. Indikasi penggunaan tanaman yang sama tidak selalu sama antara seorang Battra dengan Battra 4
lainnya. Demikian pula penyakit yang sama diobati dengan berbagai jenis tanaman yang berbeda KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian etnobotani dan etnofarmakologis seperti ini masih diperlukan mengingat luasnya hutan dan tersebarnya suku-suku bangsa di Indonesia. Hutan lindung TNKS pada saat ini mengalami ancaman penjarahan hutan dengan caracara membabat berbagai jenis tanaman tanpa pandang bulu. Sangat disayangkan jika pada suatu saat berbagai varietas tanaman obat yang langka ini ikut hilang. Untuk itu perlu usaha melestarikan dengan tujuan agar jenis tanaman obat yang penting dapat dipelihara di habitat luarnya. Penemuan beberapa jenis tanaman khusus perlu diteliti lebih lanjut dengan harapan dapat dikembangkan menjadi obat nasional yang bermanfaat untuk bangsa. UCAPAN TERIMA KASIH Sentra P3T mengucapkan terima kasih kepada Yayasan KEHATI atas penyediaan dana berdasarkan kontak kerja sama no. 464/CB020/KHT-TNKS/XII/1999. Khusus ucapan terima kasih disampaikan pula atas kerja sama dan bantuan administratif lapangan kepada Bapak Bupati Musi Rawas, Walikota Administratif Lubuk Linggau Kepala Proyek TNKS Lubuk Linggau dan Sungai Penuh, dan saudara-saudara yang terlibat langsung dalam penelitian lapangan di bawah koordinasi saudara Irlandia, S.H. dan saudara Chaerman. Tidak lupa kita bersama-sama merasakan budi baik bapak / ibu pengobat tradisional yang sudah berkenan memberikan ilmunya demi kepentingan generasi berikutnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas sesuai dengan amal tersebut DAFTAR RUJUKAN 1. Foster, G.M., 1983, An Introduction to Ethnomedicine, in: Traditional Medicine and Health Care Coverage, ed. Robert H. Bannerman et al., WHO, Geneva. 2. Kleinman, A., 1984, Indegenous System of Healing: Questions for Professional, Popular and Folk Care, in: Alternative Medicine, ed. John F. Mc.Kinley, Tavistock Publications, New York. 3. Ammon, H.P.T., 1993, The Situation of Phytotherapy in Europe Especially in The Field of Diabetes, Inflamation and Hepatitis, Seminar Pemanfaatan Obat Bahan Alami, ITB, Bandung. 4. Agoes, A., 1976, Obat-obat Asli Suku Kubu, Risalah Symposium Penelitian Tanaman Obat I, Bogor.
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 1, No. 1, Januari 2002
5.
6.
7.
Schifenhoevel,. W., 1983, Healing in Eipomek, Jaya Wijaya, Irian-Fieldwork in Irian Jaya, in: Traditional Healing Practice, ed. R. Kusmanto Setyonegoro, Direktorat Kesehatan mental, Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. Wijaya, 1977, Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Toraja, Risalah Symposium Tumbuhan Obat II, Bogor. Rifa’i, M.A., 1980, Strategi Pengumpulan Data Bahan Baku Jamu di Indonesia, Risalah Symposium Tumbuhan Obat II, Bogor.
8.
Subroto, B., 1983, The Role of Traditional Medicine in Indonesia: Country Report, in: Traditional Healing Practice, ed. R. Kusmanto Setyonegoro, Direktorat Kesehatan mental, Depatemen Kesehatan Republik Indonesia. 9. Agoes, A., 1991, Pengobatan Tradisional di Indonesia, MEDICA (17), 629-634, Jakarta. 10. Boulos, L., 1993, Medicinal Plants of North Africa, Algonac, Reference Publications.
5