Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni
Vol.1, No.1, April 2016 ISSN 2503-4626
INTERTEKSTUALITAS DALAM PENCIPTAAN TEATER “SANGKU MENCARI RIANG” Giri Mustika Roekmana FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Email :
[email protected] Abstract : “Sangku Mencari Riang” is a story which meet Sangkuriang from Sundanese and Oidipus from Ancient Greek. This story was created as a continuation of folklore Sangkuriang of Sunda with the story of the Greek tragedy of Sophocles's work is Oidipus the King. Through the study intertext this story to new interpretations, new meanings in a new story "Sangku Mencari Riang". "Sangku Mencari Riang", It's about Sangku and Oidipus who meet somewhere in the middle of now here then they tell their adventures wich were not happy before. They have different story and culture, but they have same story they killed their father and married their mother that considered as their destiny from Gods if incident happened on the accident and their ignorance. Once they know each other that they both have the same story from their previous story they protested and revolted on the Gods in heaven. Sangku and Oidipus now become one unified whole, one in two, two in one, namely "Sangku" which means "I am" which will require changes their fate and destiny for the better, a path chosen by the revolt of the fate and destiny to reach the truth in happiness. And they do a grueling spiritual journey to reach heaven, after arriving at the gates of heaven by creatures they were in Prevent-like Beast (Sunda) and Titan (Greek), there was a dog fight as the symbol of the fight itself Sangku and Oidipus with their own desires, Sangku and Oidipus lost. Come Sang Hyang and Zeus as a symbol of authority that determines the fate of nature and human destiny. Both gods then gave a message that it's destiny is a certainty that has been outlined and the man can not escape from it (absolute), while it is still possible to change the fate of all human beings able to change it, one way to defeat the greedy desires of human beings that exist within it own. This story will be perfomed to approach the concept of the folk theater of Sunda has a dynamic structure that is flexible and dynamic. This concept will be combined with some elements that are in the classical Greek theater convention, in which there is a role choir with poetic words in any dialogue, as well as the use of media that give the impression of refinement masks of characters, ritualistic and aesthetic views for spectators. So that these two concepts will provide a new perspective in the work space theater arts creation. Then the result of collaboration between the two concepts will be seen a show with musical powers, essential thematic, visual aesthetics, oral dynamics, giving rise to an attraction for spectators. Key words : folklore, intertext, folk theater, ancient Greek Abstrak : “Sangku Mencari Riang” adalah cerita yang mempertemukan tokoh Sangkuriang dari Sunda dengan tokoh Oidipus dari Yunani Klasik. Cerita ini dibuat sebagai lanjutan dari cerita rakyat Sangkuriang dari Sunda dengan cerita tragedi dari Yunani karya Sophocles yaitu Oidipus Sang Raja. Melalui kajian intertekstualitas cerita ini menjadi tafsir baru, makna baru dalam sebuah cerita baru “Sangku Mencari Riang”.
66
67
Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.1, No.1, April 2016 : 66-78
“Sangku Mencari Riang” ini bercerita tentang Sangku dan Oidipus bertemu di suatu tempat antah berantah, lalu keduanya menceritakan petualangan masing-masing yang tidak membahagiakan sebelumnya. Cerita mereka memang berbeda, kultur merekapun berbeda namun peristiwa hidup mereka memiliki kesamaan yaitu membunuh bapak dan mengawini ibu kandungnya sendiri yang dianggap sebagai sebuah takdir dan nasib yang digariskan oleh Dewata, padahal peristiwa itu terjadi atas ketidaksengajaan dan ketidaktahuan mereka. Setelah keduanya saling mengetahui bahwa keduanya memiliki kesamaan kisah dari cerita mereka sebelumnya, maka keduanya berniat untuk melakukan protes dan memberontak pada Dewata di Kahyangan. Sangku dan Oidipus kini menjadi satu kesatuan yang satu, satu dalam dua, dua dalam satu, yakni “Sangku“ yang berarti “Sang Aku” yang akan menuntut perubahan nasib dan takdir mereka menjadi lebih baik, sebuah jalan yang dipilih dengan memberontak sang nasib dan takdir untuk mencapai kebenaran dalam meraih kebahagiaan. Merekapun melakukan perjalanan spiritual yang melelahkan untuk mencapai Kahyangan, setelah tiba di pintu gerbang kahyangan mereka di hadang oleh makhluk yang menyerupai Siluman (Sunda) dan Titan (Yunani), terjadilah perkelahian sengit sebagai simbol dari pertarungan diri Sangku dan Oidipus dengan hawa nafsunya sendiri, Sangku dan Oidipus kalah. Munculah Sang Hyang dan Zeus sebagai simbol dari penguasa alam yang menentukan takdir dan nasib manusia. Kedua Dewata itu lalu memberikan pesan bahwa takdir itu adalah sebuah kepastian yang sudah digariskan dan manusia tidak bisa menghindar darinya (kemutlakan), sementara nasib masih mungkin di ubah sepanjang manusia itu sanggup untuk mengubahnya, salah satu caranya dengan mengalahkan nafsu serakah yang ada di dalam diri manusia itu sendiri. Cerita ini akan dipagelarkan dengan pendekatan konsep teater rakyat dari Sunda yang memiliki dinamika struktur yang fleksible dan dinamis. Konsep ini akan dipadu dengan beberapa unsur yang ada di dalam konvensi teater Yunani Klasik, yang di dalamnya terdapat peran Kor dengan kata-kata puitis pada setiap dialognya, juga penggunaan media topeng yang memberikan kesan penajaman karakter, ritualistik dan pandangan estetik bagi penonton. Sehingga kedua konsep ini akan memberikan ruang perspektif baru dalam karya penciptaan seni teater. Maka hasil dari kolaborasi kedua konsep ini akan terlihat sebuah pertunjukan dengan kekuatan-kekuatan musikal, tematik yang esensial, estetika visual, dinamika oral, sehingga memunculkan daya tarik bagi penonton. Kata kunci : cerita rakyat, kajian intertekstual, teater rakyat, Yunani Klasik.
berbicara mitos yang berkembang di
PENDAHULUAN Mengangkat
cerita-cerita
masyarakat merupakan wacana atau
tentang legenda atau mitos dalam
pendapat
sebuah seni pertunjukan tentu masih
masyarakat diberi kebebasan untuk
memiliki daya tarik untuk disimak
mempercayainya atau tidak Roland
karena cerita legenda atau mitos
Barthes
biasanya
mengandung
nilai-nilai
yang
disebarkan,
mengatakan
dan
dalam
pendapatnya tentang mitos yang
pesan moral yang masih menarik
berkembang di masa kini, bahwa
untuk diapresiasi. Biasanya jika kita
mitos merupakan sistem komunikasi
ISSN 2503-4626
Intertekstualitas Dalam Penciptaan Teater (Giri Mustika Roekmana)
68
yang merupakan sebuah pesan. Hal
adalah sesuatu yang dialami oleh
ini akan memungkinkan kita untuk
manusia tetapi masih dapat diubah
berpandangan bahwa mitos tidak
sesuai
bisa menjadi sebuah objek, konsep,
kemampuan
atau
mengubahnya.
ide.
Mitos
adalah
cara
dengan
penandaan, sebuah bentuk (Barthes, 2011: 151).
kehidupan
manusia
Tema-tema
dan untuk
takdir
dan
nasib dalam sebuah karya seni,
Nilai-nilai merupakan
keinginan
sebuah tentang
pesan
itu
khususnya seni pertunjukan teater
gambaran
memang masih tetap kontekstual
sikap
dan
sampai saat ini. Selain itu manusia
perilaku manusia yang hidup di
sebagai
dunia ini yang buruk maupun yang
menjalani
baik sebagai kontrol terhadap situasi
berada pada realitas pilihan-pilihan,
dan
itu
meskipun sebenarnya ketika kita
mengajarkan manusia bagaimana
tidak memilih, itu adalah sebuah
menyikapi alam, manusia, maupun
pilihan. Pilihan-pilihan itu, apakah
yang menciptakan manusia. Pesan
kita pasrah saja dan menerima apa
itu ada relevansinya dengan proses
adanya atau kita melakukan sebuah
hidup manusia yang sudah barang
perlawanan
tentu tidak akan lepas dari apa yang
mengubahnya.
zamannya.
Pesan
disebut takdir dan nasib. Takdir dan
mahluk
hidup
proses
yang
kehidupannya
untuk
bisa
kita
melihat
Jika
nasib merupakan hakikat hidup
beberapa
manusia
proses
terjadi di Indonesia misalnya, ketika
kehidupannya di dunia dan sering
mahasiswa melakukan protes pada
kita menyebutkan bahwa takdir itu
kebijakan-kebijakan yang dianggap
sesuatu yang tidak bisa diubah,
merugikan masyarakat,
sesuatu yang pasti, sesuatu yang
bukan hanya sekedar luapan kritis
telah digariskan oleh Yang Maha
seseorang
terhadap
kebijakan
Kuasa dan tidak ada yang mampu
pemerintah
tetapi
semacam
menentangnya, begitu pula ketika
perlawanan dari diri manusia itu
kita memberi arti tentang nasib
sendiri untuk tidak “tunduk” pada
dalam
peristiwa
yang
ada
sering
pasti
itu
ISSN 2503-4626
69
Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.1, No.1, April 2016 : 66-78
sesuatu
yang
kepadanya,
tidak maka
memihak
Sangkuriang versi Banten, versi
terjadilah
Kuningan dan versi dari Bandung.
pemberontakan.
Namun dalam karya yang akan
Ketika berada
pada
manusia
posisi
diciptakan ini akan mengambil versi
yang
tidak
dari naskah Sang Kuriang karya
di
dalam
Utuy T. Sontani. Sementara cerita
dirinya muncul hasrat dan keinginan
Oidipus berasal dari mitologi Yunani
yang bertentangan, bahkan
yang
menguntungkan
pasti
ketika
ditulis
oleh
Sophocles.
seseorang berada pada posisi yang
Keduanya memiliki persamaan cerita
baik-pun
masih
akan
terjadi
yang sangat menarik untuk diangkat
pertentangan-pertentangan,
karena
kembali
ke
dalam
sebuah
manusia itu senantiasa melakukan
pertunjukan teater. Cerita Oidipus
proses berpikir terus menerus.
adalah cerita yang berasal dari
Berangkat dari tema besar
mitologi atau legenda dari Yunani
tentang takdir dan nasib, terutama
ditulis oleh Sophocles dalam sebuah
pada
festival
zona
pilihan-pilihan
yakni
teater sebagai
pemujaan
pasrah atau melawan sesuai posisi
terhadap Dewa Dyonisus. Untuk
manusia itu berada, maka dibuatlah
kebutuhan
penciptaan Sangku Mencari Riang.
Mencari
Lakon ini akan dijadikan sebagai
Oidipus menggunakan naskah yang
media transformasi gagasan tentang
sudah
pilihan-pilihan dan pemberontakan
Rendra, yaitu Oidipus Sang Raja.
terhadap takdir dan nasib ke dalam
Dalam cerita ini dikisahkan Oidipus
realitas pertunjukan. Cerita Oidipus
putra Thebes
mendapat
dan Sang Kuriang memiliki tema
bahwa
suatu
besar tentang takdir dan nasib. Serta
membunuh bapak dan mengawini
dua cerita ini berasal dari budaya
ibu kandungnya, mengetahui akan
yang berbeda, Sang Kuriang berasal
ramalan itu maka Oidipus dibuang
dari cerita lisan milik rakyat Jawa
oleh ayah dan ibunya sejak masih
Barat (Sunda), meskipun terdapat
bayi
beberapa
diselamatkan oleh seorang gembala
versi,
ISSN 2503-4626
pertama
cerita
penciptaan Riang
ini
diterjemahkan
dia
ke
hutan,
di
Sangku
versi
cerita
oleh
WS.
ramalan
saat
hutan
akan
dia
Intertekstualitas Dalam Penciptaan Teater (Giri Mustika Roekmana)
dan diserahkan kepada seorang raja
ternyata
di Corintha. Setelah besar Oidipus
beberapa saksi dapat disimpulkan
mendengar bahwa dia diramalkan
bahwa pendosa itu adalah Oidipus
akan membunuh bapak dan ibunya,
sendiri. Maka dia menusuk matanya
mendengar
pergi
sampai buta dan meminta untuk
dengan
diasingkan, sementara Jokasta sang
itu
meninggalkan maksud
Oidipus Corintha
menghindari
ramalan
ibu
setelah
dibuktikan
70
sekaligus
isterinya
oleh
mati
tersebut. Di perjalanan dia bertemu
menggantung diri. Dalam cerita ini
dengan
terjadi
terdapat konflik tentang perlawanan,
membunuh
yaitu ketika Oidipus digariskan oleh
para peziarah itu dan hanya satu
Dewata bahwa dia akan membunuh
orang yang selamat. Setibanya di
bapaknya dan mengawini ibunya,
Thebes
Oidipus
peziarah
perkelahian,
dan
Oidipus
yang
sedang
dilanda
mencoba
menghindari
bencana, serta diserang oleh monster
ramalan dengan pergi mengembara
berkepala
ke negeri lain, walaupun akhirnya
perempuan,
berbadan
singa dan memiliki sayap. Oidipus
ramalan itu tetap terjadi.
berusaha memberikan pertolongan
Sementara
cerita
Sang
pada masyarakat Thebes. Berkat
Kuriang versi Utuy T. Sontani
kepintarannya,
dapat
mengupas
dan
keturunan
mengalahkan
Oidipus monster
itu
penolakan orang
Sunda
tentang adalah
membebaskan rakyat Thebes dari
binatang, seperti kita ketahui bahwa
bencana,
Oidipus
dalam cerita rakyatnya dikatakan
menjadi Raja dan dinikahkan dengan
bahwa ayah kandung Sang Kuriang
janda raja terdahulu.
adalah si Tumang yang berwujud
diangkatlah
Singkat cerita setelah Oidipus
anjing, namun dalam versi Utuy
menjadi raja Thebes, negeri itu
wujud si Tumang yang merupakan
dilanda
ayah
bencana
hebat
yang
kandung
Sang
Kuriang
disebabkan oleh adanya seorang
berwujud orang tua yang memiliki
pendosa yang telah mengawini ibu
cacat fisik. Dalam versi Utuy ini pun
dan membunuh bapaknya. Oidipus
cerita
segera mencari pendosa itu dan
pertanyaan tentang eksistensi Sang
Sang
Kuriang
terdapat
ISSN 2503-4626
71
Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.1, No.1, April 2016 : 66-78
Kuriang, benarkah Dayang Sumbi itu
Soetomo
adalah ibu kandungnya? Bukti apa
halnya di daerah lain, manusia
yang bisa diungkapkan bahwa Sang
Yunani
Kuriang
adalah
kepercayaan, bahwa apa yang ada di
Dayang
Sumbi?
anak
kandung
Kuna
memiliki
seperti
naluri
Sang
dunia ini berada dalam pengawasan
bahwa
suatu kekuasaan yang tidak bisa
sesungguhnya Dayang Sumbi itu
dilihat oleh sembarang orang. Yaitu
adalah ibu kandungnya bahkan sudah
kekuatan yang mengatur keadaan,
mengetahuinya sejak lama, namun
gerak, dan sikap hidup manusia,
dia tetap bersikukuh untuk tetap
hewan, dan barang lain di alam
menikahi
Sang
semesta. Kekuatan yang tidak dapat
Kuriang adalah sebuah gambaran
dilihat oleh sembarang orang itu
karakter yang berpegang teguh pada
dalam bahasa Yunani Kuna disebut
kebenaran yang menurut dia benar.
Theos, bahasa latin Deus. Dua
Spirit perlawanan batin Oidipus dan
perkataan yang serumpun dengan
Sang Kuriang ini akan penulis
kata Indonesia Dewa, yang berasal
jadikan pijakan idealisme pikiran
dari suatu bahasa rumpun Indo-
untuk menciptakan peristiwa baru
Eropa yaitu Sansekerta. (Soetomo
sebagai peristiwa lanjutan dari cerita
Mangoenhardjo,1976:9).
Kuriang
Ketika
Mangeonhardjo,
menolak
Dayang
Sumbi.
sebelumnya yang merupakan proses untuk
melakukan
perubahan
Dalam
penciptaan
Sangku
Mencari Riang ini, akan dilakukan
sekaligus menentukan takdir dan
sebuah
nasibnya
kisah
mempertemukan kedua tokoh utama
tersebut adalah sebuah kisah yang
yang berbeda budaya ke dalam
mengangkat tema besar takdir dan
sebuah bangunan cerita baru sebagai
nasib yang sama, sama-sama korban
sebuah perlawanan terhadap cerita
dari permainan para Dewata yang
sebelumnya (takdir dan nasibnya).
mengharuskan mereka berada pada
Kedua tokoh ini menarik untuk
jalan yang sudah digariskan yaitu,
diangkat
menikahi ibu dan membunuh bapak
sebagai sebuah kebaruan artistik dan
kandungnya.
estetik
sendiri.
ISSN 2503-4626
Kedua
Menurut
pendapat
kreasi
ke
dalam
yang
dengan
pertunjukan
diharapkan
Intertekstualitas Dalam Penciptaan Teater (Giri Mustika Roekmana)
memunculkan
esensi-esensi
72
baru
Sang Kuriang karya Utuy, maka
yang akan menghasilkan semacam
terciptalah sebuah bangunan cerita
“mitos baru” di zaman sekarang ini.
baru yaitu Sangku Mencari Riang.
Oleh karena cerita Oidipus dan Sang
Penulis
Kuriang ini merupakan kisah yang
pendekatan intertekstualitas sebagai
sudah sangat populer di dunia teater
pondasi karya yang akan diciptakan
maupun karya sastra secara luas.
untuk menopang gagasan yang akan
Kedua tokoh tersebut akan bertemu
diciptakan. Dalam hal ini penulis
dan
sebuah
mencoba membuat penafsiran baru,
wujud
cerita baru dalam kaitannya dengan
kreativitas dalam penciptaan karya
proses kreatif, artinya, bahwa penulis
seni teater. Tentu tawaran baru dari
tidak akan membawakan ulang kisah
“pertemuan
Oidipus dan Sang Kuriang, namun
melakukan
pemberontakan
sebagai
tokoh
legenda”
ini
melakukan
adalah perlawanan pada kisahnya,
penulis
nasibnya, takdirnya yang dicurahkan
membuat kelanjutan kisah Oidipus
dalam
dan Sang Kuriang.
bentuk
percobaan
untuk
melakukan perubahan pada cerita sebelumnya,
sebuah
protes
oleh
sebagai
sebuah
Ideologi
kreator
kekaryaan
akan
akan
mengarahkan sikap kita pada kerja
tokoh-tokoh yang merasa dirugikan
penciptaan.
oleh sang penguasa alam (Dewata)
menyatakan bahwa dalam proses
karena
sudah
menciptakan karya seni, seorang
digariskan dengan sangat tragis,
seniman hendak menghadirkan dunia
kedua tokoh ini berada pada satu
tidak sebagaimana adanya. Tapi
kesadaran bahwa sesungguhnya apa
sebagaimana yang dirasakan dan
yang dialami sebelumnya itu adalah
dipahaminya,
sesuatu
diinginkannya-meskipun
jalan
hal
diinginkannya,
hidupnya
yang maka
tidak
merekapun
sinilah
proses
Albert
dunia
Camus
yang fenomena
itu absurd. Menciptakan karya seni
berontak.
Di
hakikatnya
melakukan
penciptaan
teks dimulai, setelah
pemberontakan terhadap absurditas.
dilakukan penelusuran terhadap teks-
Seorang pemberontak adalah seorang
teks Oidipus karya Sophocles dan
yang kreatif (Djelantik, 2002: 25).
ISSN 2503-4626
73
Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.1, No.1, April 2016 : 66-78
Menurut Ajip Rosidi Sang
Sunda. Menurut Jakob Sumardjo,
Kuriang adalah gambaran manusia
dunia memiliki tingkatan yang terdiri
Sunda
dari
yang
jujur,
patuh
dan
Dunia
Bawah
yaitu
dunia
pemberani yang memiliki sifat naon
manusia, Dunia Tengah yaitu alam
naon ku nanaon (apa-apa oleh
gaib, dan Dunia Atas yaitu dunia
apapun) (Ajip Rosidi, 2009:35).
para Dewa” (Sumardjo, 2003: 165).
Bertolak dari hal tersebut muncullah
Dalam kisah Sangku Mencari Riang,
sebuah ide untuk memunculkan sisi
mereka melakukan “protes” pada
lain dari pemikiran Sang Kuriang
takdir dan nasib atas peristiwa yang
yang merasa dirugikan oleh Dewata.
dialami
Sang
perjalanan
Kuriang
yang
menolak
mereka,
dan
melakukan
spiritual
menuju
perkawinan sedarah (incest), Sang
Kahyangan. Kisah Oidipus dan Sang
Kuriang yang menolak untuk tidak
Kuriang adalah sebuah ungkapan
menghormati
apalagi
dari perlawanan psikologis tokoh
membunuhnya, Sang Kuriang yang
terhadap apa yang sudah dialaminya.
bapak
menolak atas segala tipu daya dan kebohongan.
Begitupun
dengan
Oidipus yang merupakan simbol dari keteguhan
dan
kebesaran
hati
PEMBAHASAN Konsep Penciptaan A. Kajian Sumber Penciptaan
manusia Yunani Kuna yang memiliki Penulis
rasa tanggung jawab, berprinsip, tegas dan menghormati rakyatnya. Adanya kemiripan tema cerita, maka muncul
ide
baru
untuk
mempertemukan Sang Kuriang dan Oidipus di suatu tempat. Secara garis besar
plot-nya
yaitu
mereka
melakukan perjalanan dari mulai Dunia Bawah, Dunia Tengah dan Dunia Atas. Ide ini dipengaruhi oleh pola pikir budaya mistis orang
ISSN 2503-4626
lakon
sebagai
homocreator (istilah yang dipinjam dari
Michael
mampu
Landman)
memanfaatkan
harus realitas
sebagai sumber ilham bagi karyakaryanya. Ia selain memanfaatkan realitas,
juga
selektivitas melakukan
harus
ide/gagasan
melakukan sekaligus
pemamahbiakan
(ruminisasi) ide dan gagasan yang diseleksinya,
lalu
melakukan
Intertekstualitas Dalam Penciptaan Teater (Giri Mustika Roekmana)
perenungan.
Muaranya
sampai
dipermasalahkan
dalam
74
cerita
menghasilkan pesan (massage) yang
Sangku Mencari Riang. Adapun
ditawarkan sebagai nilai (values) di
pertemuan
balik bentuk. (Nalan, 1998: 10).
Mancari Riang ini ter-ilhami dari
tokoh
dalam
Sangku
Cerita tentang takdir dan
cerita pendek berbahasa Sunda yang
nasib dalam naskah Oidipus dan
berjudul Kalangkang Budah, karya
Sang
Godi
Kuriang
sangat
berkaitan
Suwarna.
Dalam
dengan sebuah anggapan tentang
tersebut
dikisahkan
“permainan”
pertemuan
Sang
manusia
Dewata,
berada
pengawasan
di
mana
pada
dari
para
tentang
Kuriang
yang
sebuah
sedang berada di pinggir laut sedang
penguasa
menghujat Dewata tentang nasibnya
langit. Kedua naskah atau teks
yang
tersebut
sekaligus
akan
cerpen
dijadikan
pijakan
telah
membunuh keinginannya
bapak untuk
sebagai embrio dalam penciptaan
menikahi ibu kandung. Pada saat itu
naskah
Riang.
Oidipus yang sedang melakukan
intertekstual
pelayaran bertemu dan berdialog
dengan menarik point-point peristiwa
tentang takdir dan nasibnya yang
Sang Kuriang dan Oidipus serta
memiliki kesamaan. Cerita yang
menjadikanya karya baru sebagai
akan penulis garap tentu berbeda
karya seni pertunjukan. Dari kedua
sekali dengan cerpen Kalangkang
naskah tersebut di atas yang akan
Budah tersebut, karya yang penulis
dipinjam sebagai bahan cerita adalah
ciptakan nanti
tokoh utamanya (Oidipus dan Sang
lebih luas lagi, yaitu tidak hanya
Kuriang),
sebatas
Sangku
Melalui
Mencari
pendekatan
cerita
(mengawini
ibu
membunuh
bapak
tema
besarnya kandung
bertemu
cakupannya akan
dan
membahas
dan
tentang kesamaan cerita saja tetapi
kandungnya),
dilanjutkan dengan pernyataan sikap
besarnya
(takdir,
nasib,
untuk melawan takdir dan nasib
eksistensialisme).
Point-
point
dengan cara menemui Sang Takdir
semacam
dan Nasib untuk meminta suatu
tersebut konflik
akan
menjadi
utama
yang
perubahan.
ISSN 2503-4626
75
Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.1, No.1, April 2016 : 66-78
SENIMAN
MEDIASI IDE (Sang Kuriang & Oidipus)
BUDAYA SUMBER
BUDAYATARGET
(Mitos/legenda Sunda & Yunani)
(perspektif pemikiran modern/ kontekstualisasi zaman)
KONSEP PENCIPTAAN (resepsi) “SANGKU MENCARI RIANG”
Gambar 1. Skema Penciptaan
Penjelasan dari skema di atas
serta alur cerita yang mengisahkan
sebagai berikut, seniman sebagai
seorang anak yang mencintai ibunya
homocreator
teater
serta membunuh bapaknya. Peristiwa
gagasan
kegelisahan
dan
menangkap untuk
ini ada keterkaitan dengan hal yang
diekspresikan ke dalam kenyataan
bersifat transenden di mana manusia
pentas melalui khasanah cerita lisan
hidup
dari dua budaya yang berbeda,
digerakkan oleh sesuatu hal yang
adapun ceritan lisan itu mengambil
tidak terlihat, dalam kepercayaan
cerita legenda Sang Kuriang versi
masyarakat kuno atau klasik hal itu
Utuy T. Sontani dari Jawa Barat dan
disebut Dewa, maka kepercayaan
cerita
dari
bahwa manusia itu hidup sudah
karya
digariskan takdir dan nasibnya dalam
Oidipus
mitologi
Sang
Yunani
Sophocles.
Raja
Klasik
Alasan
penulis
di
perjalanannya
dunia
di
sesungguhnya
dunia
melekat
meminjam dua cerita ini karena ada
sebagai sebuah kemutlakan bagi
kemiripan cerita mengenai incest,
manusia tersebut. Kedua cerita ini
ISSN 2503-4626
Intertekstualitas Dalam Penciptaan Teater (Giri Mustika Roekmana)
76
merupakan budaya sumber yang
di zaman modern ke dalam karya
akan
mengalami
kontekstualisasi
penciptaan
pada
masa
sesuai
dengan
Sangku Mencari Riang. Sebenarnya
persfektif dari pola pemikiran dan
pendekatan intertekstualitas pertama
pandangan
akan
kali diilhami oleh gagasan pemikiran
digarap dengan alur dan tema baru
Mikhail Bakhtin, seorang filsuf dari
diresepsi melalui konsep penciptaan
Rusia yang mempunyai minat besar
secara
pada
kini
penulis
artistik
yang
dan
estetik
ke
seni
sastra.
teater
Menurut
berjudul
Bakhtin,
panggung sebagai peristiwa teater
pendekatan
yang akan dipertunjukkan kepada
menekankan pada kerangka teks-teks
penonton. Maka setelah menjalani
sastra lain, seperti tradisi, jenis
proses tersebut terciptalah lakon
sastra, parodi, acuan atau kutipan
Sangku
(Noor, 2007: 4-5).
mencari
Riang
yang
merupakan hasil dari penelusuran
intertekstualitas
Sementara menurut Kristeva,
dan adaptasi tematik untuk mencoba
intertekstualitas
membuat karya yang setidaknya
dipahami sebagai hubungan suatu
mendekati kebaruan artistik.
teks dengan teks lain. Kristeva berpendapat
pada
bahwa
umumnya
setiap
teks
terjalin dari kutipan, peresapan, dan
B. Landasan Penciptaan karya
transformasi teks-teks lain. Sewaktu
Sangku Mencari Riang ini dilakukan
menulis, pengarang akan mengambil
dengan pendekatan teori intertekstual
komponen-komponen teks yang lain
sebagai landasan teoretis dengan
sebagai
melakukan
menciptakan karyanya. Semuanya itu
Dalam
penciptaan
pembacaan-pembacaan
bahan
dasar
untuk
teks-teks
disusun dan diberi warna dengan
sebelumnya (cerita Oidipus dan Sang
penyesuaian, dan jika perlu mungkin
Kuriang) lalu diolah sedemikian rupa
ditambah supaya menjadi sebuah
sampai menjadi sebuah karya baru
karya yang utuh
atau cerita baru melalui penafsiran
66). Berhadapan dengan sebuah teks
dan pengolahan konteks pemikiran
pada
penulis sebagai seniman yang hidup
hanya membaca teks yang dibaca
terlebih
dahulu
pada
hakikatnya
(Kristeva, 1980:
pembaca
tidak
ISSN 2503-4626
77
Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni, Vol.1, No.1, April 2016 : 66-78
saja,
melainkan
dengan
berdampingan
teks-teks
lain
sehingga
manusia hidup
mengalami yang
goncangan
diakibatkan
dari
interpretasi terhadapnya tidak dapat
“permainan takdir dan nasib” sang
dilepaskan
penguasa
dari
teks-teks
lain
tersebut.
mengalami
Gagasan
penciptaan
alam
maka
dia
akan
pemberontakan
batin
lakon
yang memuncak pada sikap protes
Sangku Mencari Riang ini adalah
dan perlawanan tanpa henti yang
meminjam
tidak mengenal lelah.
permasalahan
yang
terdapat pada cerita Oidipus dan Sang
Kuriang,
permasalahan
permasalahan-
itu
antara
lain
peristiwa tentang Oidipus dan Sang Kuriang
yang
mengawini
ibu
kandungnya sendiri, Oidipus dan Sang Kuriang membunuh bapaknya sendiri,
persoalan-persoalan
kehidupan yang ada relevansinya dengan fenomena takdir dan nasib. Beberapa permasalahan tersebut di atas akan penulis ungkit sebagai lahan untuk menciptakan cerita baru yang merupakan kelanjutan dari cerita
sebelumnya
yakni
sebuah
perlawanan, pemberontakan kisah atau cerita yang akan menghasilkan filosofi baru tentang kebangkitan dari keterpurukan manusia akan takdir dan nasib tragis, ide tentang perlawanan
psikologis
yang
mengalami interteks dari peristiwa psikologis
sebelumnya.
ISSN 2503-4626
Ketika
DAFTAR PUSTAKA Anirun, Suyatna. (2001). Menjadi Sutradara. Studiklub Teater Bandung, STSI PRESS, Bandung. Barthes, Roland. (2011), Mitologi. Kreasi Wacana, Kasihan, Bantul Yogyakarta. Durachman. C, Yoyo. (2008), Perkembangan Konsep Penyutradaraan (Bentuk dan Isi). Kelir, Bandung. Dimyati, S. Dimyati. (2010). “Komunikasi Teater Indonesia”. Kelir, Bandung. Djelantik. (1999), Estetika Sebuah Pengantar, MSPI, Bandung. Ekajati, Edi. (1995). Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Jakarta: Pustaka Jaya. Fergusson, Francis. (1952). The Idea of A Theatre, Mentor Books, Doubleday, New York. Kristeva, Julia. (1980). Desire in Language a Semiotic Approach to Literature and Art. Oxford: Basil Blackwell.
Intertekstualitas Dalam Penciptaan Teater (Giri Mustika Roekmana)
78
Mangoenhardjo, Soetomo. (1976). Mitologi Yunani-Romawi. Bandung: Tarate Bandung.
Teater, ed. Nur Sahid. Yayasan Untuk Indonesia, Yogyakarta.
Noor, Redyanto. (2007). “Perspektif Resepsi Novel Chiklit dan Teenlit Indonesia” Makalah Diskusi Program Studi S3 Sastra.
Sahid, Nur. (2000). Interkulturalisme (dalam) Teater. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.
Pavis, Patrice. (1992), Theatre at the Crossroads of Culture, terj. Loren Kueger Routledge. London. Rosidi,
Ajip. (2009). Manusia Sunda. Jakarta: Kiblat.
Saini KM, (2000). “ Teater Indonesia Sebuah Perjalanan dalam Multikulturalisme. Interkulturalisme (dalam)
Sumardjo, Jakob. (2003). SimbolSimbol Artefak Budaya Sunda Tafsir-Tafsir Pantun Sunda. Bandung: Kelir. Soemanto, Bakdi. (2001). Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo. Yudiaryani. (2002), Panggung Teater Dunia Perkembangan dan Perubahan Konvensi. Yogyakarta: Pustaka Gondosuli.
ISSN 2503-4626