INTERNET DAN BUDAYA INFORMASI S. Arifianto2 Pendahuluan Ketika internet mulai boming di Indonesia sekitar tahun 1994, dan dibukanya Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia oleh PT.Indo Internet (IndoNet) di Jakarta bisnis internet mulai dikenal oleh masyarakat. Ketika itu bisnis internet lebih popular disebut dengan media bisnis (e-bussines). Namun dalam rentang waktu antara tahun 1994 – 2000-an sebagian besar masyarakat umum masih juga kurang mendapatkan informasi yang cukup tentang internet. Hanya terbatas mereka yang dari kalangan pembisnis dan intelektual tertentu yang sering memanfatkan jaringan internet.Barulah setelah fase itu internet memasuki dunia pendidikan di daerah perkotaan, dan yang terakhir institusi pemerintahan dan masyarakat perdesaan. Sekarang jaringan internet telah menembus semua lapisan sosial dan budaya masyarakat dunia tanpa batas geografis,jarak dan waktu.Internet pada sisi lain telah mendorong berkembangnya sector industri,pendidikan, privat sector dan misi social budaya lainnya sehingga dipersepsikan positif. Meski demikian sebagian diantara masyarakat itu masih ada yang menanggapi secara ambigu. Komunitas kecil masyarakat seperti itu melihat internet dan perkembangan teknologi informasi ini selalu berkonotasi negatif. Kemajuan teknologi informasi dan internet di lihat sebagai suatu hal yang berkonotasi negative karena datangnya dari budaya barat, maka masih dipandang sebagai suatu hal yang amat tabu, atau kalau tidak boleh kita katakan haram bagi komunitas masyakat tertentu. Mereka berasumsi bahwa internet syarat
dengan persoalan
yang berbau pornografi,
kekerasan,eksploitasi kaum perempuan, penjajahan budaya, kapitalistik dan lainnya. Maraknya persepsi negative yang demikian pesat memang bukan sekedar isapan jempol, karena berbagai media massa juga telah ikut ambil bagian mengkunstruksi stigma negative tentang kehadiran teknologi informasi dan internet. Memang internet banyak di komudifikasi, dan di konstrusi menjadi opini negative, dari pada opini yang bersifat
2
S. Arifianto, Pemerhati Media dan Peneliti Madya Bidang Komunikasi dan Media di BPPI Wil.IV Yogyakarta,Balitbang SDM Depkominfo RI/dipublikasikan 2005.
1
positif untuk menumbuhkan semangat kreasivitas yang lebih produktif kepada komunitas masyarakat dalam berkarya sesuai dengan keahliannya masing masing. Misalnya data pemberitaan yang memprovokasi tentang stigma negatif atas berbagai situs internet antara tahun 1995- tahun 2003 menjadi tren isu negative di media massa. Internet sebagai intitas teknologi jaringan yang mampu memfasilitasi media baru ketika itu lebih di konstrusi sebagai alat penyebaran informasi yang berbau pornografi cyberseks,situs porno dan sejenisnya. Berikut ini di paparkan data pemberitaan yang bisa dianggap berkonotasi negative terhadap internet oleh media massa.
Berita Berkonotasi Negatif Terhadap Internet di Media Massa (1995-2003) No
Bl/Th
Nama Media
Judul Berita
Ket
01
Jn/1995
Mjh. Matra
Internet,pornografi tanpa sensor
brt.utm
02
Ap/2001
Mjh.Panji
Cyberseks local makin hot
brt.utm
03
Ap/2001
Mjh.Matra
100 macam situs porno
brt.biasa
04
Ok/2001
Tbl.Citra
26 artis ternama bugil di internet
brt.utm
05
Ok/2001
Mjh.Aha
Ditemukan situs presenter telanjang
brt.utm
06
Np/2001
Tbl.Bos
VCD porno Bandung di internet
brt.utm
07
Np/2001
Mjh.Computer
Rosa bugil di situs porno
brt.utm
08
Ds/2001
Mjh.Her World
Bercumbu di dunia maya
brt.utm
09
Jl/2002
Mjh.Matra
Situs bursa seks beragam di media
brt.biasa
10
Ok/2002
Mjh.Popular
Website: pasturi menyimpang
brt.utm
11
My/2003
Mjh.Popular
Service X-tra mudah local-import
brt.utm
12
My/2003
Krn.Lmp.Merah
Jual pelacur lewat internet
brt.utm
Sumber : dok.bppi yogyakarta (2003), diolah.
Data tersebut memberikan gambaran bagaimana media massa ketika itu ambil bagian mengkomodifikasi stigma pornografi, dan seksualits sehingga memunculkan persepsi negative atas kehadiran jaringan internet yang mempasilitasi media baru, sebagai competitor media massa yang sudah lebih dulu eksis. Jika melihat kondisi seperti itu tentu kita tidak bisa dengan serta merta mencari kambing hitam siapa yang disalahkan,
2
dan siapa pula yang harus di bela untuk di apresiasi positif. Karena bagaimanapun juga media massa sebagai cerminan realitas social di masyarakat, tidak mungkin mengemukakan realitas jika tidak ada fakta pembenarnya.Walaupun sebenarnya berkembangnya realitas itu sendiri sangat di pengaruhi media massa. Anehnya ketika masyarakat sedang sibuk memperdebatkan persoalan dampak negative internet, lupa bahwa kita sebenarnya sedang berada dalam perubahan peradapan budaya global, yang moderat. Menjamurnya warung internet (warnet), gallery internet, penjual computer PC, pembisnis provider, e-comerce, e-government, e-learning dan e- lainnya merupakan sebuah indicator telah terjadi transformasi kebudayaan tersebut.Kita tidak bisa berkelit, bahwa setiap perubahan pasti membawa ekses tertentu bagi kalangan masyarakat pelaku budaya itu sendiri. Ekses negative bisa terjadi jika dalam menghadapi perubahan budaya kita ikut kehilangan jati diri dan kepercayaan. Artinya jika kita telah berprangsangka negative lebih dulu terhadap kehadiran internet sebagai media baru di dunia maya, maka saat itu pula kita telah ikut memaknai budaya negative terhadap keberadaan internet dalam konteks budaya informasi modern. Begitu juga sebaliknya jika kita mampu memanfaatkan potensi internet sebagai hal yang positif, paling tidak kita akan mendapatkan informasi yang tidak terhingga dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas. Persepsi positif atau negative dalam melihat kehadiran internet di tengah masyarakat sangat tergantung dari bagaimana cara pandang seorang terhadap kehadiran media baru di dunia maya itu. Internet sebagai jaringan media baru pengaksesnya bagaikan menggunakan pedang bermata dua. Pada satu sisi pedang bisa digunakan pada hal yang bersifat positif, misalnya untuk menebang pohon, membabat rumput, dan lainnya. Tetapi pada saat yang sama pedang itu juga bisa digunakan untuk
membunuh manusia.Demikian halnya dengan
internet
yang
memfasilitasi tumbuhnya media baru itu. Dalam konteks ini para ahli psikolog umumnya memprediksikan jika seorang gagal mengintegrasikan jati dirinya dengan “diri” yang di ekspresikan secara berbeda di internet, maka hal tersebut akan sangat berbahaya bagi pertumbuhan pribadi orang yang bersangkutan.Jika internet dilihat sebagai alat untuk mengeksploitasi diri dampaknya tergantung dari masing masing individu, apakah ketika ia terpublikasikan melalui internet membawa manfaat, atau justru sebaliknya pada jati dirinya.Internet bermanfaat atau tidak sangat relative penilaiannya bagi setiap individu
3
penggunanya. Sebagai indikatornya internet di anggap bermanfaat jika ia mampu meningkatkan nilai tambah bagi penggunanya. Begitu sebaliknya ia dianggap tidak bermanfaat
ketika
internet
banyak
membawa
pengaruh
negative
pada
penggunanya.Pengaruh negative itu biasanya terjadi jika internet digunakan untuk tujuan mengisolasi diri dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada kondisi tersebut mereka tidak sadar bahwa sebenarnya ia telah menutup diri terhadap komunitas social dan budaya dimana mereka tinggal.Begitu sebaliknya jika kehadiran internet di pandang sebagai kebutuhan vital bagi komunitas masyarakat tertentu ia akan mampu berfikir positif dan internet akan ia gunakan untuk berkreasi pada suatu hal yang bersifat produktif. Pada sisi lain ketika internet bergeser menjadi kebutuhan komunitas masyarakat tertentu
suatu perubahan budaya yang terjadi di antaranya kesempatan
individu untuk ketemu individu lain menjadi semakin berkurang, atau bahkan jarang terjadi. Sebab fasilitas internet seperti chating,webcam,dan sejenisnya dapat mewakili pertemuan formal diantara mereka itu. Dari fasilitas tersebut antara jarak geografis, ruang dan waktu tidak akan menjadi masalah, mereka tidak harus bertemu secara fisik. Fasilitas seperti itu sekarang bisa kita dapatkan melalui fitur fitur internet yang di kemas secara praktis pada alat yang lebih mini seperti teknologi telephone selular yang berkembang selama ini. Ketika telephone selular berkembang menjadi media convergensi akan semakin mempermudah komunikasi virtual antar individu,antar masyarakat bangsa di dunia global. Artinya sekarang ini orang bisa mendapatkan informasi dari berbagai media yang dikemas pada sebuah telephone selular yang sangat praktis dan efisien itu. Terlepas dari berbagai permasalahan yang telah di paparkan pada bagian lain tulisan ini, apakah masyakat mampu mengimbangi perkembangan teknologi virtual dengan menghindari diri atas dampak negative yang di akibatkannya? pertanyaan ini tidak harus di jawab sekarang, tetapi perlu kita renungkan bersama untuk menemukan jawabannya pada suatu ketika nanti. Namun semua pihak hendaknya harus tetap berupaya mencari solusi dan jawabannya. Salah satu upaya yang telah di lakukan pemerintah untuk mengimbangi ekses perkembangan teknologi virtual melalui media internet adalah di buatnya Rancanga Undang Undang tentang Informasi dan Transsaksi Elektronik (RUU.ITE), yang keberadaannya baru saja di setujui DPR tahun 2008 ini. Undang undang tersebut di buat
4
atas dasar dorongan perkembangan teknologi informasi global yang telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia yang mengharuskan di bentuknya pengaturan, pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional agar pembangunan tenologi informasi dapat dilakukan secara optimal. Kebebasan media dalam konteks ini tentu tidak di maknai sebagai sebuah kebebasan yang bersifat absolute, tetapi kebebasan yang berbudaya. Kebebasan media yang dimaksudkan adalah adanya keseimbangan antara kebebasan yang dimiliki media dengan etika dan norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat budaya dimana media itu berinteraksi. Terciptanya perimbangan antara kebebasan media untuk berekspresi dengan batasan norma budaya yang tumbuh di lingkungan masyarakat itu akan melahirkan sebuah media yang berbudaya. Dengan demikian budaya media pada dasarnya merupakan cerminan dari realitas budaya masyarakatnya.
Relasi Komunikasi dan Budaya Media Antara komuniasi dengan budaya media merupakan suatu hal yang tidak bisa terpisahkan, karena komunikasi penting dan diperlukan untuk inovasi budaya media dan budaya media penting untuk kelangsungan hidup manusia yang berbudaya. Begitu juga melalui komunikasi kita bisa membangun sebuah budaya dan bisa berkomunikasi secara berbudaya ( Lull,2000). Budaya mampu membangun makna melalui praktik representasi simbolik,dalam pendekatan budaya sebagai komunikasi simbolik hendaknya kita jangan sampai terjebak pada pandangan konvensional bahwa budaya lama sudah ketinggalan dan budaya modern yang paling baik. Budaya menurut Watson (1997) dalam Subandy (2007:xxi) perlu di pahami secara dinamis, yakni sebagai serangkaian ide, ekspresi dan ekspektasi yang berubah secara sepontan pada saat orang atau kelompok itu sendiri berubah. Budaya media juga dipahami sebagai tatanan kehidupan media yang berkembang secara dinamis sejalan dengan perkembangan teknologinya. Sejak berkembangnya jaringan internet dalam media On-line berbagai transformasi, ekonomi,politik, dan social budaya terjadi begitu cepat karena di pengaruhi
oleh
perkembangan budaya media yang bersangkutan. Sedangkan komunikasi yang termediasi melaui jaringan internet di media On-Line baik secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong terjadinya pengaruh terhadap perubahan identitas (Thurlaw et al,2004).
5
Perkembangan tenologi komunikasi melalui internet serta pemanfaatannya kini semakin meluas. Memang ia bisa jadi platform yang cukup memadai untuk menstimulasi partisipasi sehingga mampu menciptakan berbagai peluang untuk pengambilan keputusan yang bisa menerobos institusi social politik. Tetapi disisi yang lain teknologi apapun termasuk media On-Line yang menggunakan jaringan internet juga dibentuk oleh penggunanya (Castells,2004). Maka dari itu dalam tulisannya ia lebih menekankan pengaruh media baru (internet) pada perubahan dunia politik dan sosial budaya di tataran masyarakat informasi. Dunia internet kini bukan saja menjadi ruang baru, tetapi juga budaya baru yang dapat di manfaatkan untuk berkomunikasi, mencari data melalui computer, dan perpustakaan digital. Internet telah menyentuh berbagai kehidupan masyarakat yang harus disikapi secara positif. Sikap positif itu prlu diwujudkan dngan berbagai kratifitas yang produktif dengan menggunakan fasilitas jaringan internet untuk melakukan interaksi baik sesama individu, kelompok dan masyarakat informasi lainnya. Karena siapapun yang berinteraksi dengan internet akan mendapatkan informasi dalam jumlah dan jenis yang tidak terbatas dalam waktu yang sangat cepat.Informasi telah bergeser menjadi kekuatan yang mampu melumpuhkan berbagai hal yang dianggap sebelumnya mempunyai kekuatan kekuasaan tertentu, yang tidak bisa tersentuh oleh kekuasaan sekalipun. Komunikasi dengan peralatan media convergensi kini bukan lagi menjadi barang mewah yang hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu, tetapi keberadaannya telah menjadi kebutuhan vital bagi sebagian komunitas masyarakat tertentu. Bahkan pada dasa warsa terakhir ini bisnis di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi trend baru di kalangan muda. Bagi komunitas mereka alat komunikasi digital yang sekarang hampir merambah semua lapisan masyarakat itu tidak lagi di lihat sebagai alat komunikasi. Memasyarakatnya teknologi informasi yang menggunakan jaringan internet secara global itu menjadi budaya media yang berkembang secara dinamis menjadi budaya informasi modern.
Internet Sebagai Budaya Informasi Bagi masyarakat perkotaan yang memiliki infrastruktur telekomunikasi memadai apa yang di katagorikan budaya informasi sudah menjadi pola kehidupan sehari hari di antara mereka.Suatu hal yang paling sederhana indikatornya dapat kita lihat dari
6
penggunaan sarana telekomunikasi melalui telephone selular, yang sudah di bahas pada bagian lain tulisan ini.Namun itupun masih belum cukup untuk menjelaskan, kapan masyarakat di katakan telah masuk pada tataran budaya informasi?.Memang secara garis besar budaya informasi terjadi ketika informasi telah dijadikan ideology yang di plikasikan dalam pola kehidupan semua komunitas masyarakat tertentu. Semua komunitas selalu memiliki kebudayaan dalam pengertian bahwa komunitas itu tidak dapat berfungsi tanpa ada aturan atau konvensi yang di sepakati bersama untuk berkomunikasi bersama dan menganut azas dan nilai nilai bersama pula. Tetapi bisakah kita mengatakan bahwa “konsep budaya informasi”di terapkan pada hubungan dan pershabatan yang bersifat semu dalam internet? Komunitas dalam internet mungkin bisa saja memiliki aturan atau konvensi tertentu misalnya seperti untuk tidak menulis e-mail yang tidak sopan,berbau pornografi, kekerasan,penghinaan,ancaman teror, pelecehan seksual terhadap kaum feminin dan lainnya. Tetapi apakah berarti budaya informasi itu sepenuhnya ada dalam belas kasihan teknologi informasi dan internet ? seperti yang kita bahas dalam tesis ini,semua masih bersifat tentative dan sangat relative. Kita memang mempunyai kemampuan untuk merubah menjadi sebuah tatanan baru berdasarkan kesepakatan bersama, tetapi itupun tidak ada jaminan bahwa internet menjadi salah satunya perubahan budaya dari budaya industri menjadi budaya informasi. Semula internet di ciptakan untuk pendukung peralatan militer, yang kemudian di kembangkan sebagai media interaksi social, dan kini berkembang pesat menjadi bisnis informasi. Bisnis iklan dalam media maya ini membuat konsumen harus selalu waspada akan adanya alternative pilihan produk dan penewaran bagi konsumen untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Tetapi juga sebaliknya banyak diantara iklan di media maya yang bisa dianggap menyesatkan konsumen karena banyak di pasang berbagai jebakan sehingga membawa implikasi yang lebih luas. Banyak pihak terjebak dalam memaknai budaya informasi versus determinasi teknologi. Misalnya beberapa orang berpendapat bahwa “media mencerminkan budaya tetapi tidak menciptakannya” atau media menyampaikan berbagai symbol yang kita gunakan untuk membentuk budaya. Di satu pihak budaya dalam konteks masyarakat massa dengan di dukung oleh media termasuk internet,dilihat sebagai entitas yang cair dan mampu menghegemoni sebuah komunitas masyarakat. Jadi yang
7
terlihat adalah bagaimana media (internet) mampu membentuk selera masyarakat terhadap cara pandang tertentu terhadap sebuah realitas budaya di komunitasnya (BoydBarret,1995). Tetapi penamaan budaya informasi yang lebih mengedepankan internet itu sendiri masih beragam,bahkan ada yang menyebut budaya internet adalah budaya ngrumpi. Bagaimanapun juga internet telah dianggap menjadi teknologi dalam masyarakat modern. Sehingga mengharuskan mereka yang menyatan berada dalam masyarakat modern tersebut masih gagap teknologi internet yang bersangkutan.
Penutup Keberadaan internet pada era global tidak bisa terpisahkan dengan budaya informasi yang dibentuknya, karena budaya masyarakat informasi itu telah menjadi idium yang harus terwujud tatkala jasa informasi telah bergeser menjadi komoditas utama dan interaksi antar manusia sudah berbasis teknologi informasi dan komunikasi.Namun demikian era masyakat berbudaya informasi merupakan suatu evolusi yang sedang berproses.Tahapan itu harus di maknai sebagai bentuk kesadaran masyarakat untuk mencari nilai tambah dalam pola kehidupannya baik secara individu, kelompok maupun kelembagaan, birokrasi dan masyarakat pelaku ekonomi. Pola menuju budaya informasi harus di dahului oleh tingkat kesadaran bagi semua komunitas masyarakat, bahwa keberadaan internet sebagai teknologi modern di apresiasi positif. Apresiasi positif itu dapat di implementasikan bahwa perangkat internet digunakan pada hal yang bersifat produktif, sehingga ekses negative bisa di eliminir. Konsep itu akan berjalan lancar jika komunitas masyarakat pengguna teknologi informasi dan internet mampu memanfaatkannya dengan benar. Pemanfaatan teknologi informasi dan internet hendaknya dilihat sebagai eksperimen ilmu pengetahuan untuk pengembangan diri, bukan untuk eksploitasi diri seperti yang banyak di katakan orang. Ekses negative terhadap internet berawal dari bagaimana seseorang memaknai eksistensi internet.Ia sebagai teknologi yang di ciptakan oleh manusia disamping mempunyai keunggulan komparatif, juga mempunyai kelemahan yang bersifat subyektif. Kelemahan muncul jika didalam memaknai internet seseorang hanya berpikir secara pintas. Akibatnya persoalan yang paling mendasar dari teknologi informasi ini tidak bisa di manfaatkan secara optimal oleh penggunanya. Tetapi sebaliknya permasalahannya akan
8
lain jika internet di maknai positif. Dengan demikian perkembangan internet dengan perilaku masyarakat penggunanya akan berjalan secara pararel dan saling mengisi dan membutuhkan.
Reperensi : Sey.A.and Castells, 2004, From Media Politics to Net Worked Politics : The Internet and The Political Prosess in Castells ed The Nort Society : Crass Cultural Perspective, Cheltenham : Edward Elgar.
Thurlaw Ch.Lengel and A Tomic, 2004, Computer Mediated Communication :Social Interaction and The Internet :London Sage
Lull.James,2000, Media Communication,Cultur : Global Approach.Ed,ke 2 New York : Colombia University Press.
Idi Subandy Ibrahim, 2007, Budaya Popular Sebagai Komunikasi, Pengantar Dr.Marshalla.Clark, Penerbit Jala Sutra, Yogyakarta.
Boyd-Barret,Oliver and Chris Newbold (ed),1995, Approches to Media : A.Reader, St Martins Press Inc:New York dalam:http://ekawenats
blokspot.com/2007/01/
masyarakat massa-dan-budaya- massa.html, diakses 19 April 2008.
9