INTERNALISASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MELALUI PRINSIP PENDIDIKAN MONTESSORI PADA ANAK USIA DINI Oleh: Fuad Fitriawan©
ABSTRAK : Observing the child's development and learning in early childhood, there are three things to note in early childhood education, namely: 1) educational materials, 2) the application of educational methods, and 3) the environment. the fact that the environment is important for children's development, forms of culture, people's behavior in an environment that provides impact and a major influence on the model for early childhood education. age children involve participation needs of the children to develop themselves need to be stimulated. form of stimulus through the manifestation of the parents, and community leaders, as well as the need for appropriate media, in order to avoid delays in its development stage. Form of stimulus is another meaning of a Local Wisdom (local wishdom). the principle of local knowledge with educational theory motessori is the feel of freedom in education, the community became an important part in education, aspects of structure and order in the institution of social wisdom of the local community are on order, Aspect realistic and natural, people to rural areas provide a natural feel in learning as well as the aspect of beauty and natural aspect of play equipment
Kata Kunci: Values, Local Wishdom, Montessori. A.
PENDAHULUAN Seorang anak merupakan sumber kebahagian bagi orang tua, saat anak tumbuh dan berkembang saat itu pulalah terjadi perkembangan potensi yang kelak akan berharga sebagai sumber daya manusia. Demikian juga dimana anak berkembang, dengan siapa anak berkembang maka itulah yang akan menajdi cerminan kelak anak ketika telah dewasa. Perubahan dan perkembangan anak di lingkungannya, akan melalui beberapa tahapan-tahapan, oleh sebab itu anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umumnya belum sepenuhnya memberikan stimulus dan media yang diperlukan anak untuk mengembangkan kemampuan mereka sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Dengan keterbatasan pengetahuan dan pendidikan orang tua, muncul berbagai macam cara dan model pendidikan yang diterapkan para orang tua terhadap anaknya, yang kemudian tidak jarang ditemui bentuk model pendidikan kolonialisme yang masih mewarnai pendidikan orang tua kepada anaknya, sehingga ini merupakan bentuk factor lain hambatan bagi perkembangan anak usia dini terhadap bakat terpendamnya. Mencermati perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini, tampaklah bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada pendidikan ©
Dosen Tetap Fak. Tarbiyah Prodi PGMI INSURI Ponorogo
1
anak usia dini, yakni: 1) materi pendidikan, 2) metode pendidikan yang dipakai, dan 3) lingkungan nya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa lingkungan menjadi penting bagi perkembangan anak, bentuk budaya, perilaku masyarakat pada sebuah lingkungan akan memberikan dampak dan pengaruh besar terhadap model pendidikan bagi anak usia dini. Kebutuhan anak untuk mengembangkan dirinya perlu distimulus. Diantaranya perlunya tauladan dari orang tua, tokoh dan masyarakat, demikian juga perlunya media yang tepat, agar tidak terjadi keterlambatan dalam tahap perkembangannya. Bentuk stimulus tersebut merupakan arti lain dari sebuah Kearifan Lokal (local wishdom). Selanjutnya menurut Ridwan1 bahwa Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu, suatu hal yang menjadi nilai lebih dalam konteks kearifan lokal adalah bahwa nilai nilai etika dan estetika luhur nya bisa menjadi sebuah langkah awal untuk mewujudkan pendidikan berbasis keunggulan lokal yaitu sebuah konsep pendidikan yang mencakup segala sesuatu yang menjadi ciri khas kedaerahan baik yang meliputi ekonomi, budaya, teknologi, komunikasi, ekologi dan lain sebagainya2 Hal tersebut diatas selaras dengan model pendidikan yang telah dikenalkan oleh Dr. maria Montessori. Metode Learning to Learn merupakan metode yang dilatihkan pada anak di sekolah Montessori. Selama tahap awal pembelajaran, anak memerlukan motivasi dari orang dewasa, maka diperlukan reward (penghargaan), aturan dan disiplin serta kontrol diri harus dilatihkan pada anak, keteladan dari orang dewasa merupakan metode yang menonjol dalam Montessori, sebab anak belajar segala hal dengan cara meniru orang dewasa 3. Sudah saatnya dunia pendidikan mencoba untuk menerapkan bentuk pendidikan berbasis kearifan local yang internalisasi nilai-nilainya dipadukan dengan pendidikan Montessori, harapannya adalah agar pendidikan Learning to be learn bisa lebih fleksibel disesuaikan dengan tempat Lembaga pendidikan tersebut ada. Melalui tulisan ini, penulis mencoba untuk memberikan gagasan mengenai internalisasi nilai-nilai kearifan local dengan model pendidikan Montessori khususnya pada anak usia dini. B.
PEMBAHASAN 1. Pengertian Metode Montessori
Dalam dunia pendidikan kita mengenal seorang pakar pendidikan, yaitu Dr. Maria Montessori. Maria Montessori memiliki pemikiran-pemikiran dengan berbagai metode pendidikan yang masih populer di seluruh dunia sampai saat ini. Metode pendidikan yang Montessori ciptakan mengembangkan sebuah sistem untuk pendidikan anak usia dini yang berpengaruh besar pada pendidikan anak usia dini.4 Lebih jelasnya, metode Montessori adalah suatu metode pendidikan 1
Ridwan, N.A.“Landasan Keilmuan Kearifan Lokal”. (Jurnal Studi Islam dan Budaya, Vol.5, (1),2007), Hal: 27-38. 2 Asmani, MJ. Pendidikan berbasis keunggulan Lokal.( . Jogjakarta: Diva Press, 2012), Hal: 29. 3 https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016 4 Padmodewo, Soemantri, Pendidikan Praskolah (Jakarta: DEPDIKBUD, 1995), hlm. 14.
2
untuk anak-anak, berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20.5 Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah. Metode Mentessori berdasarkan filosofinya, mencakup: pengelompokkan anak multi-usia berdasarkan periode perkembangannya, kecenderungan manusia, proses pembelajaran anak-anak, lingkungan yang dipersiapkan, observasi, pusat aktivitas, metode mengajar, ukuran kelas, pelajaran dasar, area belajar, jadwal sehari-hari, penilaian, gaya belajar dan pendidikan karakter.6 Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada anak dan pengamatan klinis dari guru. Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktik. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.7 Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang digunakan oleh sekolah-sekolah privat atau swata di berbagai Negara bagian di Amerika Serikat. Tujuan dari semua metode pembelajaran atau teori-teori pendidikan yang ada adalah untuk membantu anak menjadi manusia mandiri dan produktif ketika mereka dewasa. Demikian halnya dengan metode Montessori yang bertujuan membantu anak menjadi manusia mandiri.8 2. Metode pembelajaran Montessori Metode Montessori mengembangkan kepribadian anak secara keseluruhan. Metode Learning to Learn merupakan metode yang dilatihkan pada anak di sekolah Montessori. Selama tahap awal pembelajaran, anak memerlukan motivasi dari orang dewasa, maka diperlukan reward (penghargaan), aturan dan disiplin serta kontrol diri harus dilatihkan pada anak, keteladan dari orang dewasa merupakan metode yang menonjol dalam Montessori, sebab anak belajar segala hal dengan cara meniru orang dewasa9. Metode montessori membangun observasinya bahwa proses belajar didatangkan oleh kecenderungan manusia untuk bertindak, mengekplorasi, berkarya.10 Adapun aspek-aspek metode Montessori sebagai berikut: a. Aspek pentingnya kebebasan (Concept of freedom) Metode pendidikan Montessori menekankan pentingnya kebebasan11. Karena hanya dalam nuansa atau iklim yang bebaslah anak dapat menunjukkan dirinya. Alasan kedua, kunci terjadinya perkembangan yang optimal adalah kebebasan. Montessori mengatakan, “Real freedom is a concequence of development” yaitu kebebasan sejati adalah suatu konsekuensi dari perkembangan. Montessori mengatakan, “Jika anak di hadapkan pada lingkungan yang tepat, dan 5
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016 Cathy Nurtbrown, peter Clough,2015, Pendidikan Anak Usia Dini, sejarah, filosofi dan pengelaman, edisi kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 80 7 https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016 8 Agnes Triharjaningrum dkk, Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu Tumbuh Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan (Jakarta: Prenada: 2007), hlm. 55-56. 9 https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016 10 Cathy Nutbrown., hlm. 81 11 Maria Montessori, 2016, Rahasia Masa Kanak-kanak, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 178 6
3
b.
c.
memberikan peluang kepada mereka untuk secara bebas merespon secara individual terhadap lingkungan tersebut, maka pertumbuhan alami anak terbuka dalam kehidupan mereka”.12 Makna lain dari prinsip kebebasan adalah bahwa pendidikan sudah selayaknya untuk tidak dibebankan kepada anak. Lingkungan belajar harus diciptakan dalam suasana kondusif yang memberikan kesempatan kepada anak untuk bertindak secara bebas dan mengembangkan dirinya sendiri. Montessori merasa bahwa kebebasan dalam lingkungan yang telah dimodifikasi ini sangatlah penting untuk perkembangan fisik, mental, dan spiritualnya.13 Lebih lanjut, melalui kebebasan-kebebasan dalam kelas Montessori, maka anak akan memperoleh kesempatan-kesempatan unik terhadap tindakannya sendiri. Mereka akan menyadari segala konsekuensi atas apa yang anak lakukan baik terhadap dirinya maupun orang lain, mereka belajar membuktikan atau menguji dirinya terhadap batasanbatasan realistis, mereka akan belajar tentang apa saja yang membuatnya atau orang lain merasa puas atau sebaliknya merasa kosong dan tidak puas atau kecewa. Peluang untuk mengembangkan pengetahuan diri (self-knowledge) inilah yang merupakan hasil penting dari kebebasan yang kita ciptakan dalam kelas Montessori. Aspek stuktur dan keteraturan (Structure and order) Struktur dan keteraturan alam semesta harus tercermin dalam lingkungan kelas Montessori. Melalui keteraturan, anak tahu kemana harus mencari barang mainan yang ia inginkan, misalnya. Oleh karena itu, diperlukan desain untuk merancang penempatan barang mainan sesuai dengan klasifikasi berdasarkan keteraturan tertentu dan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sebagai contoh, alat bermain ditempatkan dalam rak yang rendah sehingga terjangkau anak, ditata dengan rapi dan teratur sesuai dengan kategori, begitu pula halnya dengan ruangan kelas tertata sedemikian rupa dengan penuh keteraturan.14 Dengan demikian anak akan menginternalisasinya dan akhirnya membangun mental dan inteligensinya sendiri terhadap lingkungan. Dalam lingkungan yang dirancang dengan tepat dan benar, anak dapat mengkategorisasikan persepsinya yang pada akhirnya nanti akan membentuk pemahaman mereka yang benar terhadap realistis dunia. Aspek realistis dan alami (Realistis and nature) Lingkungan pendidikan Montessori didasarkan atas prinsip realistis dan kealamian. Anak harus memiliki kesempatan untuk menginternalisasikan keterbatasan alam dan realistis supaya mereka terbebas dari sikap berangan-angan (fantasy) atau ilusi baik yang bersifat fisik maupun psikologis. Menurut Montessori yang dikutip
12
David Gettman, “Basic Montessori: Learning Activities for Under-Fives”, (New York: St. Martin’ Press, 1987), hlm. 30. 13 Anita Yus, Model Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012), hlm. 14-15. 14 John Chattin, McNochols, “The Montessori Controversy”, (New York: Delmar Publiser Inc., 1998), hlm. 51.
4
d.
e.
dalam buku Teori Perkembangan William Crain menjelaskan fantasi sebagai produk pikiran yang sudah kehilangan ikatannya dengan realitas.15 Hanya dengan cara mengembangkan disiplin diri dan keamanan yang dia perlukan untuk menggali dunia eksternal dan internal mereka dan untuk menjadikan mereka pengamat realistis hidup yang aktif dan apresiatif. Alat bermain dan lingkungan dalam kelas Montessori didasarkan atas konsep realistis. Sebagai contoh, anak dihadapkan dengan telepon yang sebenarnya, gelas sebenarnya, setrika, pisau dan lain-lain. Semuanya adalah benda sebenarnya. Aspek keindahan dan nuansa (Beauty and nuance) Lingkungan Montessori harus sederhana. Semua yang ada didalamnya harus memiliki desain yang cocok untuk tingkat perkembangan anak. Tema warna harus menunjukkan kegembiraan. Nuansa ruangan harus terkesan santai dan hangat sehingga mengundang anak untuk bebas berpartisipasi aktif. Tatanan akan menghasilkan kesenangan alami yang mungkin dapat dilihat dari jenis permainan-permainanyang dimainkan oleh anak-anak.16 Aspek alat bermain Montessori (Montessori Materials) Yang dimaksud dengan Montessori Materials di sini adalah bukan semata-mata alat bermain. Tapi semua benda yang ada dalam lingkungan. Tujuan dari semua benda itu bukan bersifat eksternal untuk mengajar anak keterampilan. Tapi tujuan utamanya adalah bersifat internal yaitu membantu perkembangan fisik dan pembangunan diri anak. Montessori mengatakan, ”Hal penting pertama perkembangan anak adalah konsentrasi. Ia harus menemukan cara bagaimana berkonsentrasi, dan oleh karenanya mereka membutuhkan benda-benda yang dapat membuatnya berkonsentrasi, karena itulah pentingnya sekolah kita mendasarkan pada hal ini. Yaitu tempat dimana mereka dapat menemukan aktifitas yang memungkinkan mereka melakukan konsentrasi.”17 Benda-benda atau alat-alat bermain harus membantu pembentukan internal anak. Oleh karenanya benda atau alat bermain tersebut harus sesuai dengan kebutuhan internal anak. Artinya, benda-benda dan alatalat bermain tersebut harus disajikan atau diberikan pada situasi yang sesuai dengan perkembangan mereka.
3. Implementasi Nilai Nilai Kearifan Lokal Melalui Pendidikan Montessori di PAUD Dalam pengimplementasiannya, diketahui bahwa Montessori telah mendirikan casa dei bambini, meliputi dalam berbagai kegiatan.
15
William Crain, 2014, Teori Perkembangan, konsep dan Aplikasi edisi ketiga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 119 16 Ibid., hal. 79 17 John Chattin., hlm 53.
5
Berikut merupakan tabel kegiatan di casa dei bambini.18
Adapun dalam pelaksanaan metode pengajaran Montessori juga harus mengetahui prinsip Metode Montessori yang selalu dipantau, sehingga dapat mengetahui apa yang dibutuhkan anak didik, dan apa yang harus dilakukan oleh orang tua maupun pendidik, tiga prinsip Metode Montessori, yaitu19: 1. Pendidikan Anak Usia Dini (early childhood), memperhatikkan segala pembiasaan dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan perkembangannya. Cara pembelajarannya juga disesuaikan dengan cara belajar anak yang spontan tanpa tekanan melalui bermain. 2. Lingkungan Pembelajaran (the Learning environment), yaitu mendesain keadaan dan lingkungan seperti lingkungan dirumah. Anak-anak diajak untu melakukan pekerjaan rumah, mencuci perabot atau memandikan boneka. 3. Peran Guru (The role of the Teacher), guru sebagai fasilitator. Dengan mendesain lingkungan menarik perhatian dan minat anak sehingga anakanak berkesan. Dengan timbulnya kesan inilah keingintahuan anak menimbulkan banyak yang akan dikomunikasikan dengan guru. Dalam mengiplementasikan metode pembelajaran Montessori yang perlu diperhatikan dan dipenuhi agar tujuan pendidikan dapat tercapai adalah : 1. Kurikulum Kurikulum pada pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak. Dalam pelaksanaan kurikulum ada perlu mengetahui masa peka anak, agar dalam memberikan stimulus yang tepat untuk mengembangkan 18
Maria Montessori, Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan Orang Tua Didik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Trjmh Ahmad Lintang Lazuardi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2013), hlm. 201-202. 19 Anggani Sudono, 2000, Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk anak usia dini, Jakarta, Grasindo, hlm. 17
6
tahapan-tahapan perkembangan anak. Montessori membagi 9 (Sembilan) masa peka anak20: 0 – 3 tahun : Masa Penyerapan total : perkenalan dan pengalaman panca indera/sensorik 1,5 – 3 tahun : perkembangan bahasa 1,5 – 4 tahun : perkembangan dann koordinasi antara mata dan otot-ototnya 2 – 4 tahun : perkembangan dan penyempurnaan gerakangerakan. Perhatian anak ke hal-hal nyata. Mulai ada kesadaran tentang urutan waktu dan ruang. 2,5 – 6 tahun : penyempurnaan penggunaan pancaindera 3 – 6 tahun : peka terhadap pengaruh orang dewasa 3,5 – 4,5 tahun : mulai mencoret-coret 4 – 4,5 tahun : indera peraba mulai berkembang 4,5 – 5,5 tahun : mulai tumbuh minat baca Elizabeth Hainstock yang dikutip dalam buku Sumber belajar dan alat permainan menjelaskan dalam bukunya Essential Montessori bahwa Metode Dr. Maria Montessori tetap relevan digunakan untuk saat kini maupun yang akan datang. Hal ini dikarenakan konsep Montessori yang menjadikan kelas sebagai laboratorium, melakukan pengujian terhadap berbagai ide baru maupun perbaikannya demi perkembangan anak.21 2. Materi pendidikan Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu. 3. Kompetensi akademis Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan manipulasi dilihat sebagai materi yang berguna untuk pengembangan diri anak. Montessori menganjurkan perlu adanya area yang berbeda mewakili lingkungan yang disediakan. Kompetensi Akademis ini seperti halnya pendidikan Anak Usia Dini dengan pendekatan Sentra atau area. Adapun area-area yang menjadi pusat latihan dalam kurikulum Montessori, yaitu: a. Latihan Kehidupan Praktis ( LKP) Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati, dan koordinasi dari pergerakan fisik. Pada tahap perkembangan usia antara 2 sampai 6 tahun merupakan fase dimana anak-anak mempunyai keinginan yang kuat untuk meniru orang dewasa dan hal ini sangat diperlukan untuk pengembangan mereka. Pada fase ini, anak-anak diberi kesempatan untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitar mereka setiap hari. Misalnya, mereka menyapu, mencuci, memindahkan suatu barang dengan berbagai alat yang berbeda ( sendok, sumpit dan lain-lain). Melalui berbagai aktivitas yang menarik ini, anak-anak belajar untuk membantu diri 20 21
Ibid., hlm. 17 Ibid., hlm. 16
7
mereka sendiri (self help), berkonsentrasi dan mengembangkan kebiasaan bekerja dengan baik. Seperti telah diungkapkan di atas bahwa Montessori meyakini bahwa anak secara bawaan telah memiliki suatu pola perkembangan psikis. Selain itu, anak juga memiliki motif yang kuat ke arah pembentukan sendiri jiwanya (self construction). Dengan dorongan ini anak secara spontan berupaya mengembangkan dan membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap lingkungan.22 b. Penginderaan Bahan-bahan tentang penginderaan dirancang untuk memperbaiki perasaan/kepekaan anak-anak akan waktu pada saat terutama sensitif untuk mempelajari keahlian. Anak-anak dapat belajar untuk menilai, memisahkan dan membedakan dimensi, tinggi, berat, warna, suara, bau, barang tenunan dan mengembangkan bahasa dan kosa kata. Melalui bahan-bahan tentang penginderaan, anak-anak dapat mengembangkan kontrol otot untuk hal-hal tertentu, misalnya mengontrol pensil pada saat menulis, dan melukis dengan jari untuk mengkoordinasikan mata dengan tangan. c. Matematika Pengenalan akan matematika dilakukan melalui penyesuaian, pemilahan dan penyusunan terhadap apa yang anak-anak hadapi sehari-hari di area LKP dan area penginderaan. Matematika diperkenalkan kepada anak-anak melalui konsepkonsep yang jelas dan menarik. Metode yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan anak untuk merekayasa bahan-bahan yang nyata/jelas sebelum mereka sampai pada tahap konsep abstrak yang berkaitan dengan dunia angka. Setelah anak-anak memahami konsep dasar kuantitas/jumlah dan hubungannya dengan lambang-lam bang, hal lain yaitu mempelajari angka-angka yang lebih besar dan operasi matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian akan menjadi lebih alami. Selain itu, anak dapat belajar matematika melalui pengukuran, seperti mengukur jarak, mengukur literan, mengukur besar kecil dan lain-lain. d. Bahasa Kelas Pra sekolah Montessori menekankan bahasa lisan sebagai dasar dalam semua ekspresi bahasa. Melalui seluruh lingkungan Montessori, anak-anak mendengar dan menggunakan kosa kata yang tepat untuk seluruh kegiatan, mempelajari nama-nama susunan, bentuk geometris, komposisi, tumbuhtumbuhan, operasi matematika dan sebagainya. Selain itu, bahan-bahan tertentu di area bahasa sangat mendukung dalam berbahasa secara lisan. Bahan-bahan untuk bahasa tulisan diperkenalkan pertama kali kepada anak-anak melalui huruf-huruf yang dapat dipindahkan. Setelah itu, anak-anak mulai diperkenalkan tentang komposisi/susunan kata, kalimat dan seluruh cerita dengan menggunakan bahanbahan tersebut guru dan orang tua sebaiknya mulai mengenalkan bahasa kedua pada anak. e. Kebudayaan Anak-anak diperkenalkan mempelajari Geografi, Sejarah, IImu tentang tumbuh-tumbuhan dan iImu pengetahuan yang sederhana. Anak-anak belajar melalui latihan individual, kelompok dan aktivitas-aktivitas latihan seperti diskusi 22
Jaipaul L. R dan james E. J, “ Pendidikan Anak Usia Dini; dalam erbagai pendekatan” (Jakarta: Prenada Media Group, 2011) hal 385-393
8
mengenai dunia sekitar mereka, pada saat ini dan masa lalu. Pengenalan akan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan binatang seperti juga pengalaman sederhana untuk mengetahui lebih jauh tentang ilmu pengetahuan alam. Selain itu, anakanak pun diperkenalkan tentang masakan khas daerah, melalui 'cooking'. Sepanjang hari di sekolah diperkenalkan pula aktivitas-aktivitas yang memungkinkan anak-anak menikmati dan mengembangkan keahlian dan kepekaan sosial mereka. 4. Perkembangan Kepribadian Ide Montessori dikenal sebagai pembelajaran terpadu, yang mempercayai bahwa pemahaman terbentuk dengan; kontruksi anak, kreatifitas personal, partisipasi aktif dengan lingkungan dan aktualisasi diri. Ia mengidentifikasi beberapa perbedaan tahap-tahap perkembangan dan percaya bahwa kedewasaan seseorang tergantung dari kemajuan melalui setiap tahap yang memuaskan.Tahap tersebut ialah: a. Selama tahap pertama (masa kanak-kanak), anak perlu dibuat untuk merasa aman dan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan orangtua, pengasuh atau Ibu penggantinya, oleh karena itu kebutuhan fisiknya harus dipenuhi. b. Pada tahap berikutnya, anak perlu mengembangkan kebebasan. Dia selalu membutuhkan orangtua, khususnya ketika ia berusaha untuk melakukan sesuatu sendiri, karena jika ia terlalu sering mengalami kegagalan, ia akan kehilangan kepercayaan diri dan mulai meragukan kemampuan dirinya sendiri. Montessori yakin bahwa pada usia 3 tahun, seorang anak telah meletakkan dasar-dasar kepribadiannya. c. Pada tahap akhir berlangsung dari usia 3-6, sesuai dengan ”fasedari pikiran yang mudah menyerap”, kepribadian anak akan menjadi lunak cukup untuk menjadi ”normal”, ini berarti bahwa dengan berhati-hati dan penanganan yang simpatik, ia akan menjadi dirinya sendiri dan akan tampak bahagia serta berarti dalam dunianya. Montessori memandang perkembangan anak usia dini sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Ia juga memahami pendidikan sebagai aktivitas diri, mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri. Dengan mengetahui perkembangan kepribadian, menjadi modal awal untuk menyiapkan stimulus maupun media pembelajaran yang sesuai dengan tahapantahapan yang dihadapi oleh anak. 5. Peran Orang Tua dan Guru Peran orang tua adalah membantu kepribadian anak berkembang selama 6 tahun pertamanya, sebagai orang tua butuh untuk menyadari pentingnya peran orang tua dalam pembangunan ini, serta pentingnya sikap terhadap menangani berbagai situasi yang muncul dari hari ke hari. Montessori memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kecerdasan23, sebagai berikut: a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yang diarahkan guru b. Melakukan berbagai tugas yang mendorong anak untuk memikirkan tentang hubungan dengan orang lain 23
http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/2009/11/implementasi-konsep-montessori-pada.html, diakses tanggal 1 April 2016
9
c. Menawarkan kesempatran untuk menjalin hubungan social melalui interaksi yang bebas d. Dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh guru e. Aturan pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan Menurut Montessori, tugas pendidik atau orang tua adalah menyiapkan lingkungan belajar yang responsif pada kebutuhan anak. Dalam hal ini pendidik atau orangtua tetap perlu menetapkan, menentukan aturan-aturan dan membimbing anak tanpa anak terlalu merasakan kehadiran sang pendidik. Dengan kata lain, pendidik hanya mengarahkan dan menolong anak jika dibutuhkan sehingga dia tidak berpotensi menjadi penghalang antara anak dengan pengalaman-pengalaman barunya. 6. Lingkungan pendidikan Anak usia dini menggabungkan fungsi psiko-sosial, fisik dan akademis dari seorang anak. Tugas pentingnya adalah untuk menyediakan dasar yang awal dan umum, dimana di dalamnya termasuk tingkah laku yang positif terhadap sekolah, inner security, kebiasaan untuk berinisiatif, kemampuan untuk mengambil keputusan, disiplin diri dan rasa tanggung jawab anggota kelas lainnya, sekolah dan komunitas. Dasar ini akan membuat anak-anak mampu untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang lebih spesifik dalam kehidupan sekolah mereka.24 Untuk memfasilitasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanakkanak perlu dibuat adanya arena bermain yang dilengkapi dengan alat-alat peraga dan alat-alat keterampilan lainnya, karena pada usia 2- 6 tahun tingkat perkembangan fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut anakanak perlu dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih memacu perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk kecerdasan. Dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan uji coba (trial and error), mangadakan penyelidikan bersamasama, menyaksikan dan menyentuh sesuatu objek, mengalami dan melakukan sesuatu , anak-anak akan jauh lebih mudah mengerti dan mencapai hasil belajar dengan mampu memanfaatkan atau menerapkan apa yang telah dipelajari.25 Lebih lanjut bahwa penggunaan metode Montessori ini sangat membantu untuk perkembangan anak, karena metodenya sesuai dengan perkembangan anak. Montessori memiliki konsep bahwa spiritual sudah ada sejak lahir. Seperti pada hadist Rasulullah Saw, yang menerangkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah dan tergantung bagaimana orang yang lebih dewasa dapat mengembangkannya.26 Adaptasi pembelajaran kearah child center bisa dijadikan sebagai bentuk inovasi internalisasi nilai-nilai kearifan lokal melalui pendidikan montessori. Contoh konkritnya adalah negara jepang. Jepang banyak melahirkan produk 24
http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/ Implementasi Konsep Montessori pada Pendidikan Anak usia Dini, diakses pada tanggal 24 Maret 2016. 25 Maria Montessori, The Absorbent Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. XIII 26 Feni Meiliana, Penerapan Metode Montessori Untuk Spiritualitas Anak Usia Dini di TK IT Amanah Sidapurna Dukuh Turi Tegal, (Skripsi: UIN Walisongo, 2015), hlm. 32.
10
inovatif. Selama tinggal di Jepang, psikolog pendidikan Dien Nurdini Nurdin atau Adin27, mengamati hal tersebut berkaitan dengan sistem pendidikan ideal yang ada di sana. Ada dua jenis pendidikan anak usia dini di jepang yaitu Youchien (TK) dan Hoikuen (Day care). Dikutip dari MEXT28 beberapa hal yang ditekankan dalam pendidikan taman kanak-kanak di sana adalah (1) Mendorong anak-anak untuk melakukan kegiatan sukarela yang memungkinkan mereka memimpin kehidupan yang tepat untuk usia dini. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa anak-anak memanfaatkan pengalaman penting untuk perkembangan mereka dengan menunjukkan kemampuan mereka dalam emosi yang stabil. (2) Secara komprehensif mencapai tujuan pendidikan melalui bermain yang berpusat pada instruksi. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa bermain sebagai 'kegiatan sukarela anak' adalah aspek penting dari pembelajaran yang memupuk fondasi bagi keseimbangan fisik dan mental. (3) Bertujuan untuk melaksanakan tugastugas perkembangan dengan merespon karakter individual setiap anak. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan awal masa kanak-kanak dicapai melalui proses yang beragam dan interaksi antara berbagai aspek fisik dan mental dan bahwa pengalaman hidup dari masing-masing anak beragam. Dalam hal ini, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang bisa mendorong anakanak berpartisipasi dalam kegiatan sukarela berdasarkan pada pemahaman dan mengantisipasi kegiatan individu setiap anak. Oleh karena itu, guru harus membuat fisik dan psikologis lingkungan yang mengakui pentingnya hubungan yang baik antara anak, guru, dan segala sesuatu. Guru juga harus bermain berbagai peran tergantung pada kegiatan masing-masing anak dan harus berupaya untuk membuat kegiatan yang lebih memperkaya anak-anak. Menurut Adin29, salah satu target pendidikan usia dini di Jepang adalah mengembangkan rasa ingin tahu mengenai lingkungan. Setiap siswa di Jepang dilatih untuk peka terhadap lingkungan, tertarik pada berbagai macam benda buatan manusia maupun benda di alam, serta menemukan nilai potensi benda itu. Dari segi ekspresi, anak-anak dilatih untuk memperkaya kreativitas, di antaranya membebaskan mereka dalam menggambar, menyanyikan lagu dan membuat ritme sederhana, serta mengungkapkan imajinasi dengan gerakan dan kata-kata. Lebih lanjut beliau memaparkan bahwa rasa percaya diri juga ditumbuhkan melalui dukungan yang diberikan oleh guru. Misalnya, guru mendorong anak untuk berani mencoba permainan dan memberi pujian jika anak menunjukkan kemajuan walau sedikit. Sistem pendidikan di Jepang juga sangat menghargai hasil karya anak-anak. Biasanya dinding kelas selalu penuh dengan hasil tugas siswa. Tidak semuanya bagus karena yang dipajang bukan hanya karya-karya yang dianggap paling menarik. Yang dipajang adalah karya yang diselesaikan dengan tuntas. Bentuk apresiasi ini mendorong siswa untuk dapat menyelesaikan sebuah karya dan menghasilkan karya-karya selanjutnya. Pendidikan untuk anak-anak (TK dan SD) juga fokus pada hal-hal yang konkret. 27
Laporan observasi budaya dalam http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/03/siswa-di-jepangdilatih-peka-dan-kreatif-sejak-dini 28 (Ministry of Education, Culture, Sports, and Science) http://www.mext.go.jp/english/lawandplan/index.htm 29 Laporan observasi budaya dalam http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/03/siswa-di-jepangdilatih-peka-dan-kreatif-sejak-dini
11
Misalnya, belajar ilmu pengetahuan alam tidak melalui teori dalam buku mengenai bagian-bagian tumbuhan, tetapi menanam tanaman di pot yang diletakkan di halaman sekolah. Setiap minggu mereka diminta mengamati perkembangan tanaman itu, menggambar dan mencatatnya dalam kertas laporan. Disisi lain juga ada suatu ruangan prakarya yang berisi alat-alat lukis, kain jahit, dan berbagai perkakas lainnya. Ketika itu pelajaran melukis. Setiap siswa memiliki kanvas. Lukisan yang dibuat sangat beragam, tangan-tangan dan baju mereka kotor oleh cat. Anak-anak di Jepang berkreasi sejak dini dan tidak dimarahi. Siswa didukung berkreasi pada sarananya dan tetap diarahkan membereskan perkakasnya dan mencuci tangan setelah kegiatan selesai. Mereka juga tidak dibatasi ketika berkreasi, misalnya mewarnai gunung dengan warna kuning. Secara umum, faktor pendidikan di Jepang yang memungkinkan tumbuhnya ide dan inovasi adalah dukungan dan apresiasi dari lingkungan. Sebaliknya, kepekaan terhadap lingkungan juga menyebabkan mereka tahu akan kebutuhan sehingga mampu menghasilkan produk yang berdaya guna. Misalnya mereka membuat tali jemuran yang berlubang-lubang sehingga cucian tidak bergeser-geser. Hal menarik lain yang menurut Adin ikut menentukan berkembangnya inovasi di Jepang adalah rata-rata orang Jepang memilih jalur pekerjaan yang spesifik dan konsisten di sana. Kesetiaan orang Jepang terhadap pekerjaan membuat dia konsisten mengembangkan bidangnya walau terkesan sepele. Misalnya, pekerja di pabrik pulpen membuat pulpen dengan tinta yang bisa dihapus. Idealisme kearifan lokal pendidikan di Jepang sangat nampak dan selaras dengan kentalnya budaya mereka yang telah ditanamkan secara turun temurun sejak usia dini, sehingga hal tersebut seharusnya bisa kita contoh sebagai bentuk inovasi kurikulum yang telah dimandatkan undang undang sistem pendidikan indonesia. Minimal beberapa muatan lokal pada satuan pendidikan anak usia dini dapat memberikan pesan mengenai warisan budaya lokal masyarakat indonesia. Menurut Widiyanto30 beberapa beberapa contoh kearifan lokal masyarakat jawa sebagai berikut; 1. Orang Jawa melakukan upacara wiwitan sebelum panen padi sehingga ada pelajaran untuk membiasakan memilih benih unggul buatannya sendiri sebelum dilakukan pemanenan padi yang akan diperjualbelikan atau untuk konsumsi. Menyiapkan benih unggul adalah sangat penting bagi keberlanjutan usaha tani. 2. Di desa-desa masa lalu Jawa selalu ada tempat yang disebut punden berupa hutan lebat dan disampingnya adalah makam. Segala jenis tanaman yang tumbuh di punden tidak boleh diganggu keberadaannya kecuali untuk dilestarikan dan dikembangkan. Punden biasanya memberi manfaat pada kelestarian sumber air dan ketersediaan plasma nutfah lokal. 3. Petani Mataraman tempo dulu wajib untuk membudidayakan tanaman terpadu yang berupa kombinasi jenis oyod-oyodan, kekayon, gegodhongan, kekembangan, woh-wohan, dan gegedhangan. Jika hal 30
Widiyanto, h. Kearifan lokal Budaya jawa sebagai bahan Ajar bahasa Indonesia bagi penuntun asing. (Makalah Badan Pengembangan dan Pembinaan bahasa http://kidemang.com/kbj5/images/MAKALAH%20PENGOMBYONG/25%20Kearifan%20L okal%20Budaya%20Jawa%20sebagai%20Bahan%20Ajar%20Bahasa%20Indonesia.p df) diakses 28 Februari 2016
12
tersebut dilakukan maka kebutuhan pangan, bahan bakar, perumahan, obat-obatan, dan harum-haruman akan dapat dipenuhi dari lingkungannya sendiri. 4. Penyuburan tanah dan tanaman serta pengendalian hama-penyakit tanaman biasa dilakukan dengan memanfaatkan doa, lelaku dan menggunakan alat dan bahan hayati lokal. 5. Masyarakat pedesaan biasa memanfaatkan tanaman-tanaman lokal untuk berbagai keperluan adat, kesehatan, asesoris, dan lain-lain. 6. Masyarakat desa yang masih memiliki hutan, biasa menanam aneka tanaman umbi-umbian yang dapat tumbuh subur tanpa harus menebang pohon di atasnya. 7. Masyarakat biasa menanam aneka tanaman koro-koroan untuk penyubur tanah dan sumber pangan kaya protein. 8. Orang Jawa memantang membakar tanaman kelor yang setelah diteliti ternyata tanaman kelor akan kehilangan unsur hara penyubur daun bila dibakar. 9. Orang desa biasa mengolah hasil umbi-umbian untuk berbagai keperluan dengan tanpa pewarna, pengawet, dan bumbu penyedap karena ternyata unsur unsur tersebut sudah ada secara alami. 10. Pesan nenek moyang, jika ingin kuat bertahan hidup maka kita harus menanam aneka tanaman yang sifatnya uripan, Jika ingin berdiri kokoh maka kita harus bertanam oyod-oyodan atau umbi-umbian. Memperkelankan pada anak usia dini beberapa budaya jawa di atas akan memiliki nilai tersendiri terutama bagi kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan kearifan loca dengan materi-materi yang ada di lembaga pendidikan anak usia dini. Karena menurut teorinya Montessori bahwa paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut: 1. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya. 2. Usia setengah tahun sampai kirakira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap). 3. Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam). 4. Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca31. Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidkan Taman Siswa, Ki hadjar Dewantara32, sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih 31
32
Montessori, M. The Absorben Mind ( Pikiran yang mudah menyerap) (Terjemah; Daryanto; Yogyakarta; Pustaka pelajar, 2008) Hal 15 Soeratman, D. Ki Hajar Dewantara. (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan, 1985) Hal:55
13
(mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dan dalam situasi yang damai dan harmoni. C.
PENUTUP
Maria Montessori merupakan pencipta metode yang mempunyai kontribusi bagi pendidikan anak usia dini, mentessori mengembangkan serangkaian prinsip, berdasarkan observasinya mengenai anak-anak, kemudian diterapkan untuk proses belajar untuk semua anak yang berasal dari hasil observasinya. Implementasi Nilai-nilai kearifan lokal melalui metode montesori antara lain harus memperhatikan lingkungan, sarana dan prasarana, ketersediaan sumber dana, sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik). Sedangkan kriteria muatan lokal yang dapat diekmbangkan antara lain kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik (fisik, psikis, dan sosial); ketersediaan pendidik yang diperlukan; ketersediaan sarana dan prasarana; ketersediaan sumber dana; Sedangkan beberapa jenis keunggulan lokal sebagai bentuk kearifan lokal yang dapat dikembangkan dalam dunia pendidikan antara lain. Kesenian daerah; Tata busana, tata boga, perawatan tubuh, dan sejenisnya; Elektronika (perakitan, perawatan, dan perbaikan alat-alat elektronik); Kewirausahaan, industri kecil (penyiapan, produksi, dan pemasaran); dan lain-lain. Bentuk-bentuk Integrasi dengan kearifan lokal seharusnya dapat mencontoh bagaimana jepang menerapkannya pada pendidikan usia dini, salah satu caranya yaitu mencoba membumikan nilai-nilai karakter kearifan local di jawa dalam kurikulum pada anak usia dini, mengingat anak usia dini adalah sesosok makhluk dengan daya intelegensia yang sangat sempurna. Penerapan metode pembelajaran Montessori harus memperhatikan prinsipprinsip dan kebutuhan anak didik sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Selain itu juga memperhatikan tingkatan-tingkatan periode atau masa peka anak. Secara riil, implementasi metode pembelajaran Montessori harus memperhatikan: kurikulum pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak, materi pengajaran harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan anak, Kompetensi Akademik, Perkembangan Kepribadian, peran orang tua dan guru, serta lingkungan pendidikan. DAFTAR PUSTAKA
Anggani Sudono, 2000, Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk anak usia dini, Jakarta, Grasindo. Agnes Triharjaningrum dkk, Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu Tumbuh Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan (Jakarta: Prenada: 2007).
14
Cathy Nurtbrown, peter Clough,2015, Pendidikan Anak Usia Dini, sejarah, filosofi dan pengalaman, edisi kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar David Gettman, “Basic Montessori: Learning Activities for Under-Fives”, (New York: St. Martin’ Press, 1987) http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/ Implementasi Konsep Montessori pada Pendidikan Anak usia Dini. http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/2009/11/implementasi-konsep-montessoripada.html https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori Jaipaul L. R dan james E. J, “ Pendidikan Anak Usia Dini; dalam erbagai pendekatan” (Jakarta: Prenada Media Group, 2011). John Chattin, McNochols, “The Montessori Controversy”, (New York: Delmar Publiser Inc., 1998) Maria Montessori, 2016, Rahasia Masa Kanak-kanak, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Maria Montessori, The Absorbent Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Maria Montessori, Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan Orang Tua Didik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Terj. Ahmad Lintang Lazuardi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2013). Padmodewo, Soemantri, Pendidikan Praskolah (Jakarta: DEPDIKBUD, 1995). Undang-Undang Republik Indonesia, nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. William Crain, 2014, Teori Perkembangan, konsep dan Aplikasi edisi ketiga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
15