INTERFERENSI CAHAYA LASER TERHAMBUR MENGGUNAKAN CERMIN DATAR “BERDEBU” DAN APLIKASINYA DALAM PENGUKURAN INDEKS BIAS KACA Ikhsan Setiawan1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Gadjah Mada Sekip Utara Kotak Pos BLS 21 Yogyakarta 55281 Indonesia
INTI SARI Disajikan suatu eksperimen interferensi cahaya laser yang terhambur dari cermin datar “berdebu” dan ditunjukkan bahwa eksperimen ini dapat digunakan untuk menentukan indeks bias kaca. Eksperimen yang instruktif dan ilustratif ini dapat dipersiapkan dengan peralatan yang sederhana dan murah, dan dapat dijadikan sebagai topik praktikum yang baik bagi mahasiswa. Dalam eksperimen ini, cermin datar yang bersih dikondisikan berdebu dengan menggunakan debu kapur tulis, tepung beras, dan bedak bayi. Variasi jenis partikel debu yang digunakan tidak berpengaruh pada geometri pola interferensi yang teramati, tetapi dapat berpengaruh pada kecerahannya. Indeks bias kaca yang diperoleh pada eksperimen ini adalah nkaca = 1,54 ± 0,05. Hasil ini sesuai dengan nilai indeks bias kaca yang telah dikenal luas yaitu sekitar 1,5. Selain itu, nilai ralat yang cukup kecil, yaitu sekitar 3%, menunjukkan bahwa pengukuran indeks bias kaca dengan metode ini adalah cukup baik. Kata-kata kunci: interferensi, indeks bias kaca
INTERFERENCE OF SCATTERED LASER LIGHT USING A “DUSTY” PLANE MIRROR AND ITS APPLICATION ON THE MEASUREMENT OF REFRACTIVE INDEX OF THE GLASS ABSTRACT An experiment on interference of laser light scattered from “dusty” plane mirror is presented and it is shown that this can be used to determine the refractive index of the glass. This instructive and illustrative experiment can be prepared with the simple and inexpensive apparatus, and can become a good laboratory topic for undergraduate students. In this experiment, a clean plane mirror was adapted to a dusty mirror using chalk dust, rice flour, and baby talcum powder. Variation of the kind of dust particles does not affect the geometry of the observed interference pattern, but may influence the brightness. Experimental result on determining the refractive index of the glass is nglass = 1.54 ± 0.05. This is agree with the value that has been generally known about 1.5 In addition, the smallness of the uncertainty, about 3%, indicates that the measurement of the refractive index of the glass using this method is good enough. Keywords: interference, refractive index of the glass 1
E-mail:
[email protected]
1
I PENDAHULUAN Eksperimen interferensi cahaya memiliki daya tarik tersendiri bagi siswa ataupun mahasiswa karena adanya tampilan visual pola interferensi.
Eksperimen-eksperimen
interferensi cahaya yang sederhana dan menarik dengan menggunakan laser telah banyak dilakukan antara lain oleh Woolsey (1973) yang menggunakan plat kaca, Maddox dkk (1976) yang menggunakan tabung kaca silindris, Leung dan Lee (1991) yang menggunakan lensa, dan Derby dan Kruglak (1996) yang menggunakan lapisan pelindung kaca mikroskop (microscope slide glass covers).
Sedangkan eksperimen-eksperimen tentang interferensi
cahaya terhambur telah diresensi dan disajikan dalam makalah yang ditulis oleh de Witte (1967), dan pernah juga dilakukan oleh Pontiggia dan Zefiro (1974). Suatu demonstrasi dan eksperimen interferensi cahaya laser yang terhambur dari sebuah cermin datar “berdebu” telah dilakukan oleh Gonza’lez dkk (1999). Mereka memberikan “debu” pada cermin bersih baik dengan menggunakan debu kapur tulis maupun dengan menggosokkan lempung mainan anak (children’s modeling clay) pada permukaan cermin tersebut. Makalah ini menyajikan eksperimen yang serupa dengan eksperimen yang telah dilakukan oleh Gonza’lez dkk (1999) dan menunjukkan bahwa eksperimen tersebut dapat digunakan untuk mengukur indeks bias kaca cermin jika tebal kaca cermin dan panjang gelombang cahaya laser telah diketahui. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menyediakan informasi tentang eksperimen sederhana tetapi menarik yang dapat dijadikan topik eksperimen/praktikum bagi siswa maupun mahasiswa.
II CARA EKSPERIMEN Peralatan eksperimen dan susunannya ditunjukkan secara skematis oleh Gambar 1, utamanya terdiri dari sebuah laser He-Ne, sebuah layar yang berlubang ditengahnya, dan sebuah cermin datar yang “berdebu”. Pada eksperimen ini, tiga macam “debu” digunakan yaitu bedak bayi, tepung beras, dan debu kapur tulis, masing-masing ditaburkan pada cermin datar yang bersih untuk memperoleh cermin datar “berdebu”. Berkas sinar laser melewati sebuah lubang pada layar tanpa mengalami difraksi menuju dan menyinari cermin berdebu tersebut secara tegak lurus.
2
Gambar 1. Skema susunan alat eksperimen interferensi cahaya laser terhambur dari cermin datar “berdebu”. Di sini, rel dan penyangga peralatan tidak diperlihatkan.
Interferensi cahaya yang terhambur dari cermin datar berdebu telah dijelaskan dengan baik oleh de Witte (1967) baik untuk cahaya biasa maupun cahaya laser. Untuk berkas sinar sejajar (seperti cahaya laser) yang menyinari cermin datar berdebu secara tegak lurus berlaku hubungan (de Witte, 1967) n sin 2 β m ≈ kaca mλ , t
(1)
dengan nkaca adalah indeks bias kaca cermin, t adalah tebal cermin, m adalah orde cincin terang atau interferensi konstruktif (m = 0, 1, 2, …), λ adalah panjang gelombang cahaya, dan
βm adalah koordinat sudut di mana terjadi interferensi konstruktif orde ke-m diukur relatif terhadap berkas laser (lihat Gambar 2).
Gambar 2. Koordinat sudut βm dan jejari cincin terang rm, serta jarak layar−cermin L. 3
Jejari cincin interferensi terang orde ke-m, yaitu rm, dan jarak antara layar dan cermin L dihubungkan oleh persamaan tan β m =
rm , L
(2)
rm . L
(3)
dan untuk sudut βm yang kecil berlaku sin β m ≈
Dari persamaan (1) dan persamaan (3) dapat diperoleh hubungan rm2 ≈
4n kaca λ mL2 , t
(4)
sehingga diameter cincin terang orde ke-m dapat diungkapkan sebagai 1
4n λm 2 Dm ≈ kaca L. t
(5)
Indeks bias kaca cermin nkaca dapat ditentukan secara eksperimen berdasarkan persamaan (5) dengan cara mengukur diameter cincin terang Dm untuk beragam nilai jarak layar−cermin L untuk orde interferensi m tertentu, yaitu diperoleh dari kemiringan grafik Dm versus L jika panjang gelombang cahaya λ dan tebal kaca cermin t diketahui.
III HASIL DAN PEMBAHASAN A Pola Interferensi Gambar 3 memperlihatkan foto sistem eksperimen yang sedang dioperasikan sehingga pola interferensi tampak pada layar. Laser yang digunakan adalah laser He-Ne (λ = 632,8 × 10−9 m).
Jarak layar-cermin L adalah sekitar 1,25 m dan tebal kaca cermin adalah
t = (2,0 ± 0,1) × 10 −3 m. Lubang yang dibuat pada layar memiliki diameter sekitar 10−2 m. Sedangkan cermin ditaburi dengan bedak bayi. Pola interferensi yang indah yang terbentuk dalam kondisi ini diperlihatkan oleh foto pada Gambar 4(a) di mana berkas laser juga terlihat. Foto ini diambil dari arah yang agak menyamping dari berkas laser.
4
Gambar 3. Foto sistem eksperimen yang sedang dioperasikan sehingga pola interferensi terbentuk pada layar.
Dalam kasus cahaya sejajar yang menyinari cermin datar berbebu, efek interferensi telah dijelaskan oleh de Witte (1967) dan dikutip kembali oleh Gonza’lez dkk (1999) sebagai berikut: “Tiap partikel penghambur pada permukaan cermin berdebu bersama-sama dengan bayangannya berperilaku sebagai dua sumber cahaya terhambur. Interferensi cahaya dari masing-masing sumber kembar ini menghasilkan pola frinji dasar (basic fringe pattern).” Berkas cahaya laser merupakan sinar-sinar yang sejajar dengan ketepatan tinggi. Dengan demikian, hamburan cahaya laser cermin berdebu menghasilkan pola interferensi pada layar.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Foto-foto pola interferensi cahaya laser yang terhambur dari cermin datar yang ditaburi dengan “debu” (a) bedak bayi, (b) kapur tulis, dan (c) tepung beras.
5
Pola interferensi ini terdiri dari cincin-cincin lingkaran sepusat yang berselang-seling antara terang dan gelap mengelilingi lubang yang dibuat pada layar. Citra atau bayangan terang pada pusat cincin-cincin tersebut merupakan wujud interferensi orde ke-nol. Gambar-gambar 4(b) dan 4(c) memperlihatkan foto-foto pola interferensi yang terbentuk pada layar dengan kondisi eksperimen yang sama seperti tersebut di atas tetapi berturut-turut menggunakan kapur tulis dan tepung beras sebagai debu pada cermin datar. Teramati secara visual bahwa tidak ada perubahan geometri pola interferensi, tetapi ada perbedaan tingkat kecerahannya (brightness).
Secara kasar, kecerahan pola interferensi
terlihat relatif sama saat menggunakan debu kapur tulis maupun tepung beras, sedangkan pola interferensi saat menggunakan bedak bayi agak lebih cerah dan tajam dari pada keduanya. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran partikel bedak bayi lebih kecil dari pada debu kapur tulis dan tepung beras. Hal ini secara kualitatif dapat dirasakan oleh sentuhan jemari. Ukuran individual partikel debu kapur tulis dan tepung beras adalah sekitar 1×10−6 m 2×10−6 m (de Witte, 1967), tetapi sayangnya penulis tidak memiliki data ukuran partikel bedak bayi. Dibandingkan dengan partikel berukuran besar, ukuran partikel yang lebih kecil berdampak pada kerapatan partikel yang lebih besar, jumlah partikel penghambur menjadi lebih banyak dalam suatu volume tertentu, sehingga pola interferensi menjadi lebih cerah dan tajam. Semua jenis partikel meskipun ukuran dan bentuknya tidak beraturan dalam suatu bahan dapat digunakan sebagai partikel penghambur di permukaan cermin. Sifat alami partikel-partikel debu tidak mempengaruhi geometri pola interferensi yang teramati, tetapi dapat mempengaruhi kecerahannya. Selain itu, distribusi partikel bukanlah hal yang penting, partikel-partikel tidak harus terdistribusi ke permukaan secara dua dimensi, melainkan dapat saja terdistribusi secara tiga dimensi seperti gumpalan awan (de Witte, 1967). Sebagai tambahan, pola interferensi seperti yang terlihat pada Gambar 4 dapat pula diperoleh dengan menggunakan cermin yang “terkotori“ oleh partikel-partikel dari hembusan nafas yang ditiupkan melalui mulut kita. Kehadiran pola interferensi yang terbentuk pada layar dengan cara seperti ini tidak bertahan lama dan segera lenyap saat partikel-partikel tersebut menguap.
6
B Indeks Bias Kaca Laser He-Ne digunakan dalam eksperimen pengukuran indeks bias kaca cermin nkaca. Karena pola interferensi berbentuk cincin-cincin yang tebal, maka pengukuran diameter cincin dilakukan dengan menghitung diameter rerata dari diameter cincin sebelah dalam dan diameter cincin sebelah luar. Ralat atau ketakpastian pengukuran diameter cincin relatif besar karena batas antara cincin terang dan cincin gelap yang kurang tegas, di samping bentuk cincin yang tebal tadi. Hasil pengukuran diameter cincin interferensi terang Dm untuk m = 1 pada beragam jarak layar−cermin L ditunjukkan oleh Gambar 5 yang memperlihatkan hubungan yang linear antara Dm dan L.
Pencarian persamaan linear terbaik dengan analisis regresi linear
menggunakan perangkat lunak MS Excel menghasilkan persamaan Dm =1 = 0,0437 L − 0,0004 (dalam meter). Titik potong grafik persamaan ini pada sumbu vertikal sangat mendekati nol dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai-nilai variabel sumbu vertikal (diameter) yang terlibat.
Jadi, persamaan linear terbaik tersebut di atas dapat dikatakan sesuai dengan
persamaan 5. Dengan demikian, dari nilai kemiringan grafik pada Gambar 5 dan berdasarkan persamaan (5), dengan nilai λ dan t yang telah disebutkan di muka, diperoleh nilai indeks bias kaca yaitu nkaca = 1,51 ± 0,09. Nilai ketakpastian indeks bias ini diperoleh dari rumus-rumus regresi linear dan perambatan ralat.
Gambar 5. Grafik Dm versus L untuk m = 1. Garis lurus adalah hasil analisis regresi linear menggunakan MS Excel dan memiliki persamaan Dm =1 = 0,0437 L − 0,0004 (meter).
7
Pengukuran indeks bias dengan cara seperti ini dapat pula dilakukan untuk berbagai orde interferensi m. Hasil pengukuran indeks bias kaca yang diperoleh untuk m = 1 sampai dengan m = 5 dirangkum oleh Tabel 1. Nilai rerata berbobot (weighted average) dari kelima nilai indeks bias kaca yang tercantum dalam Tabel 1 adalah nkaca = 1,54 ± 0,05 , Nilai indeks bias ini sesuai dengan nilai indeks bias kaca yang telah diketahui secara luas yaitu sekitar 1,5. Selain itu, nilai ralat yang cukup kecil, yaitu sekitar 3%, menunjukkan bahwa pengukuran indeks bias dengan metode ini adalah cukup baik meskipun persamaan dasar yang digunakan, yaitu persamaan (1), masih merupakan penghampiran. Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan indeks bias kaca dengan eksperimen seperti ini adalah dengan mengukur diameter cincin interferensi terang Dm untuk beragam orde interferensi m pada suatu jarak layar−cemin L tertentu. Masih berdasarkan persamaan (5), indeks bias kaca ditentukan dari kemiringan grafik Dm2 versus m. Sebagai topik eksperimen atau praktikum bagi mahasiswa, pengukuran indeks bias lebih menekankan kepada pembelajaran tentang metode pengukuran dan ketidakpastian dalam pengukuran. Laser He-Ne yang digunakan dalam eksperimen ini dapat diganti dengan laser pointer yang banyak tersedia secara komersial dengan harga yang cukup murah sehingga eksperimen ini dapat dipersiapkan dengan peralatan yang sederhana dan murah. Tetapi, karena intensitas laser pointer lebih rendah dibandingkan laser He-Ne, maka pola interferensinya tidak secerah pola interferensi yang dihasilkan dengan menggunakan laser He-Ne.
Tabel 1. Hasil pengukuran indeks bias kaca nkaca dengan cara mengukur diameter cincin interferensi terang Dm untuk variasi jarak layar−cermin L, masing-masing untuk m = 1 sampai dengan m = 5.
m 1 2 3 4 5
nkaca 1,51 1,57 1,55 1,52 1,53
± ± ± ± ±
0,09 0,10 0,10 0,16 0,13
8
IV. KESIMPULAN Dari uraian di atas, suatu eksperimen yang instruktif dan ilustratif tentang interferensi cahaya laser yang terhambur dari cermin datar “berdebu“ dapat dipersiapkan dengan bahan dan peralatan yang sederhana dan murah. Ditambah lagi dengan eksperimen pengukuran indeks bias kaca cermin, menjadikan topik ini sebagai topik eksperimen atau praktikum yang baik bagi siswa atau mahasiswa. Indeks bias kaca yang diperoleh pada eksperimen ini adalah nkaca = 1,54 ± 0,05. Hasil ini sesuai dengan nilai indeks bias kaca yang telah dikenal luas yaitu sekitar 1,5. Selain itu, nilai ralat yang cukup kecil, yaitu sekitar 3%, menunjukkan bahwa pengukuran indeks bias kaca dengan metode ini adalah cukup baik.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Agung B.S. Utomo dan Guntur Maruto, S.U. atas diskusinya, Lab. Fisika Atom dan Inti FMIPA UGM atas peralatan eksperimen, Lab. Fisika Dasar FMIPA UGM atas kamera digitalnya, dan Eko Sulistyo, M.Si. atas bantuan pemotretannya.
DAFTAR PUSTAKA de Witte, A.J., 1967, Interference in scattered light, Am. J. Phys. 35, 301−313. Derby, S.H. dan Kruglak, H., 1996, Interference fringes with a laser, Am. J. Phys. 64, 508. Gonza’lez, J. Bravo, A., dan Jua’rez, K., 1999, Interference of laser light from a “dusty” plane mirror, Am. J. Phys. 67, 839−840. Leung, A.F. dan Lee, J.E., 1991, Newton’s rings: A classroom demonstration with a He-Ne laser, Am. J. Phys. 59, 662−664. Maddox, W.C., Koehn, B.W., Stout, F.H., Ball, D.A., dan Chaplin, R.L, 1976, Interference pattern of a cylindrical glass tube, Am. J. Phys. 44, 387−388. Pontiggia, C. dan Zefiro, L., 1974, An experiment on interference in scattered light, Am. J. Phys. 42, 692−694. Woolsey, G.A., 1973, Laser optics experiment with glass plates and modified Jamin interferometer, Am. J. Phys. 41, 255−259.
9