INTENSITAS PENYAKIT PENTING, DETEKSI HUANGLONGBING DAN PENGARUH APLIKASI PGPR PADA TANAMAN JERUK DI KABUPATEN BOGOR
ROIS ZAYYINUL FUADI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Intensitas Penyakit Penting, Deteksi Huanglongbing dan Pengaruh Aplikasi PGPR pada Tanaman Jeruk di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015
Rois Zayyinul Fuadi NIM A34090067
ABSTRAK
ROIS ZAYYINUL FUADI. Intensitas Penyakit Penting, Deteksi Huanglongbing dan Pengaruh Aplikasi PGPR pada Tanaman Jeruk di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh KIKIN HAMZAH MUTAQIN dan EFI TODING TONDOK. Jeruk adalah salah satu tanaman holtikultura penting dan mempunyai nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Salah satu permasalahan penting yang dihadapi dalam budidaya jeruk adalah adanya penyakit tanaman yang mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil. Tujuan penelitian ini adalah mengamati penyakit-penyakit umum tanaman jeruk di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, deteksi penyakit huanglongbing dan melihat pengaruh aplikasi plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) pada fase vegetatifnya. Tahapan penelitian meliputi pengamatan intensitas dan identifikasi penyakit yang ditemui di lapang, aplikasi PGPR pada tanaman jeruk fase vegetatif untuk mengetahi pengaruhnya terhadap intensitas penyakit jeruk. Selanjutnya, pengamatan berdasarkan peubah agronomi tanaman yang dilakukan setiap minggu selama 10 minggu pengamatan. Khusus untuk penyakit huanglongbing, yang juga dikenal sebagai CVPD, dilakukan pengamatan gejala eksternal serta gejala internal melalui uji akumulasi pati pada jaringan floem yang diambil dari tulang daun tanaman jeruk dan deteksi secara molekuler dengan teknik polymerase chain reaction (PCR). Berdasarkan pengukuran Area8nderWKH 'isease3rogress &urve (AUDPC) ditunjukkan bahwa penyakit yang paling dominan pada fase vegetatif dan generatif adalah embun jelaga (Meliola sp.) dan penyakit kudis (Elsinoe fawcetti). Aplikasi PGPR memberikan perubahan tidak signifikan terhadap perubahan intensitas penyakit dibandingkan dengan tanaman jeruk yang tidak diberi perlakuan, tetapi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jeruk. Penyakit huanglongbing ditemukan dalam insidensi yang rendah. Diagnosis huanglongbing dari gejala internal ditunjukkan dengan adanya akumulasi pati pada jaringan floem, namun tidak selalu memberikan hasil uji PCR yang positif. Kata kunci: CVPD, huanglongbing, penyakit jeruk, PGPR, polymerase chain reaction.
ABSTRACT
ROIS ZAYYINUL FUADI. Intensity of Important Diseases, Detection of Huanglongbing and the Effect of Plant Growth Promoting Rhizobacteria Application on Citrus in Bogor. Supervised by KIKIN HAMZAH MUTAQIN and EFI TODING TONDOK. Citrus is one of the important holticultural crops and plays a significant economic role in Indonesia. Diseases are serious constraint to cause reduction of yield quality and quantity. The objectives of this study were to observe important diseases, which affect citrus plants grown in Bogor district of West Java province and to look the effect of application of plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) to its vegetative phase. The studies involved field observation and subsequent identification of encountered diseases, application of PGPR on citrus plants at vegetative phase to find its effect on citrus disease incidences and severities. Furthermore, observations based on agronomic growth parameter of the plants were made once a week during 10 weeks. For huanglongbing disease, external symptom observation and starch accumulation tests to show internal symptom were carried out on sample of leaf petioles and midribs. Huanglongbing detection was done through molecular methods with polymerase chain reaction (PCR). Total DNA was extracted from leaf petioles and midrib from each sample plant. The extracted DNA was used as template for PCR amplification. Based on Area Under the Diseases Progress Curve (AUDPC), it showed that the most predominant disease of citrus at vegetative and generative phase at area I were sooty mold (Meliola sp.) and scab disease (Elsinoe fawcetti), meanwhile in area II were scab disease in generative phase. PGPR application resulted in insignificant disease intensity change in the plant compare to that untreated citrus. Therefore, PGPR treatment did not give effect on decreasing the disease incidence and severity, but it could affect citrus growth and development. Huanglongbing diasease incidence was low at both orchards. Diagnosing huanglongbing from internal symptom expressed as starch accumulation in phloem tissue does not always show positive result with that of PCR assay. Keyword: CVPD, huanglongbing, citrus diseases, PGPR, polymerase chain reaction.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
INTENSITAS PENYAKIT PENTING, DETEKSI HUANGLONGBING DAN PENGARUH APLIKASI PGPR PADA TANAMAN JERUK DI KABUPATEN BOGOR
ROIS ZAYYINUL FUADI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Intensitas Penyakit Penting, Deteksi Huanglongbing dan Pengaruh Aplikasi PGPR pada Tanaman Jeruk di Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin MSi. dan Ibu Dr. Efi Toding Tondok SP. MSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, saran dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulis menuntut ilmu di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Endang Sri Ratna selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dan masukan terhadap penyempurnaan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak H. Iming, Bapak Yunus dan Bapak Amir pemilik pertanaman jeruk di Desa Situ Gede tempat penelitian dilaksanakan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa S1/S2/S3 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikologi Tumbuhan yaitu Ariny Prasetya SP. MSi., Indriati Husain SP. MSi., Mahardika Gama SP., Nadzirum Mubin SP. MSi., Tatit Sastrini SP., Syaiful Khoiry SP., Muhammad Rizal SP., Suci AK, Antoni Sulthan SP. dan Teguh Pratama SP. yang telah memberikan bantuan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Kakakkakak tingkat yaitu Zakarias Pikindu SP., Busyairi SP., Rado Puji Santoso SP. dan Mochamad Yadi Nurjayadi SSi. atas nasehat dan motivasinya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Devi Indriana Sari Amd.Keb yang telah menemani dan memberikan semangat selama proses penyelesaian penulisan skripsi. Teman-teman di Wisma Galih yaitu Hera Tri Utomo SPt., Ilham Abiwijaya SHut., Muhammad Doni Rahman STp., Bayu Gagat P SHut., dan Nasrudin SSi. atas kebersamaannya. Terimakasih juga ditujukan kepada temanteman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47 atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Kepada ibu, bapak, adik Rahma, serta seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, doa dan dukungan tiada henti selama ini, karya ini semoga menjadi persembahan kecil dari ananda. Semoga penelitian ini bermanfaat. Bogor, Juni 2015 Rois Zayyinul Fuadi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
x 1
Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 BAHAN DAN METODE 3 Tempat dan Waktu Penelitian 3 Alat dan Bahan 3 Metode Penelitian 3 Penentuan Lokasi dan Pengamatan Tanaman Contoh 3 Identifikasi Penyakit 4 Deteksi Penyakit Huanglongbing 4 Pengamatan Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Nilai Agronomis Tanaman 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Keadaan Umum Lahan Peranaman Jeruk 6 Penyakit yang Ditemukan pada Tanaman Jeruk 6 Busuk Buah 7 Busuk Pangkal Batang 7 Penyakit Kulit Diplodia 8 Mati Pucuk 9 Kudis 10 Jamur Upas 11 Embun Hitam 12 Bercak Alternaria 14 Bercak Cercospora 15 Kanker 16 Area Under the Disease Progress Curve (AUDPC) 17 Deteksi Penyakit Huanglongbing 18 Penyebab dan Vektor Penyakit Huanglongbing 18 Pengamatan Gejala Eksternal Penyakit Huanglongning 19 Pengamatan Gejala Internal Penyakit Huanglongbing 20 Deteksi Huanglongbing pada Jeruk dengan PCR melalui Ekstraksi DNA 20 Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Faktor Agronomis pada Tanaman Jeruk Fase Vegetatif 22 SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
25 25 26 29
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Penyakit tanaman jeruk di Situ Gede, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 2 Nilai AUDPC intensitas penyakit selama 10 minggu pada tanaman jeruk di Situ Gede 3 Identifikasi gejala penyakit huanglongbing secara eksternal, internal dan secara molekuler menggunakan PCR 4 Hasil pengamatan pengaruh aplikasi PGPR terhadap faktor agronomis pada tanaman jeruk fase vegetatif
7 18 19 23
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Bagan warna daun dengan nilai numerik 2-5 2 Pertanaman jeruk di Desa Situ Gede Kecamatan Dramaga 3 Persentase insidensi dan severitas penyakit busuk pangkal batang pada tanaman jeruk lahan 2 4 Gejala dan penyebab penyakit: (a) busuk buah, (b) busuk pangkal batang, (c) sporangium (Phytophthora spp.) 5 Persentase insidensi dan severitas penyakit kulit Diplodia pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 6 Persentase insidensi dan severitas penyakit mati pucuk pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 7 Gejala dan penyebab penyakit : (a) penyakit kulit Diplodia, (b) mati pucuk, (c) konidia Botryodiplodia theobromae 8 Gejala penyakit kudis (Elsinoe fawcetti) 9 Persentase insidensi dan severitas penyakit kudis pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 10 Penyakit jamur upas (Upasia salmonicolor) 11 Persentase insidensi dan severitas penyakit jamur upas pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 12 Gejala dan tanda penyakit embun hitam (Meliola citricola) 13 Persentase insidensi dan severitas penyakit embun hitam pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 14 Gejala dan penyebab penyakit bercak Alternaria (Alternaria alternate) 15 Persentase insidensi dan severitas penyakit bercak Alternaria pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 16 Gejala dan penyebab penyakit bercak Cercospora (Cercospora sp.) 17 Persentase insidensi dan severitas penyakit bercak Cercospora pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 18 Gejala penyakit Kanker (Xanthomonas axonopodis) 19 Persentase insidensi dan severitas penyakit kanker pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 20 Serangga vektor Diaphorina citri 21 Pengamatan gejala eksternal : (21a) tanaman bergejala huanglongbing, (21b) tanaman tidak bergejala 22 Pengamatan gejala internal : (22a) tanaman tidak bergejala, tidak terdapat akumulasi pati, (22b) tanaman bergejala, tidak terdapat akumulasi pati, (22c) tanaman bergejala dan terdapat akumulasi pati 23 Hasil amplifikasi PCR terhadap DNA contoh daun jeruk sakit huanglongbing
5 6 8 8 9 10 10 11 11 12 12 13 13 14 14 15 16 17 17 20 21 21 22
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data curah hujan bulanan pada bulan Mei sampai Oktober 2014 30 2 Insidensi dan severitas penyakit pada lahan I pertanaman jeruk di Desa Situgede pada bulan Agustus sampai Oktober 2014 31 3 Insidensi dan severitas penyakit pada lahan II pertanaman jeruk di Desa Situgede pada bulan Agustus sampai Oktober 2014 33 4 Identifikasi penyakit huanglongbing berdasarkan gejala eksternal pada daun jeruk 34 5 Identifikasi penyakit huanglongbing berdasarkan gejala internal berupa akumulasi pati pada petiol daun 6 Larutan Iodin - Kalium Iodida yang digunakan dalam uji akumulasi pati 41 7 Larutan Penyangga CTAB (CTAB buffer) yang digunakan dalam ekstraksi DNA 41
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk (Citrus spp.) merupakan tanaman hortikultura penting dari famili Rutaceae. Tanaman jeruk diduga berasal dari Asia, tepatnya Cina. Daerah yang terkenal sebagai daerah pertanaman jeruk di Indonesia adalah Medan dan Brastagi (Sumatra Utara), Palembang (Sumatra Selatan), Bogor, Garut, Sukabumi, Sumedang, Tasikmalaya (Jawa Barat), Karanganyar, Purworjo, dan Sragen (Jawa Tengah), Banyuwangi, Madura Malang dan Tulungagung (Jawa Timur), Bangli (Bali), Pontianak, Sambas (Kalimantan Barat), Jeneponto dan Pangkep (Sulawesi Selatan) (Sarwono 1986). Buah jeruk mempunyai kandungan vitamin C yang tinggi, rasa yang enak dan dimanfaatkan sebagai makanan buah segar, makanan olahan, minuman, obat-obatan dan kosmetik. Tanaman jeruk merupakan komoditas bernilai tinggi dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Produksi jeruk sebesar 1.6 juta ton menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil jeruk ke-13 di dunia pada tahun 2004 (Balitbangtan 2007). Produktivitas jeruk pernah mencapai 2.625.884 ton pada tahun 2007, namun terus mengalami penurunan hingga tahun 2014 dengan hasil produksi sebesar 1.411.229 ton (BPS 2014). Hama dan penyakit tanaman menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas jeruk tersebut. Beberapa penyakit penting pada tanaman jeruk dapat mengakibatkan kerugian ekonomi di antaranya, penyakit busuk pangkal batang, kudis, blendok, kanker, tristeza, dan penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Beberapa sentra penghasil jeruk Indonesia pernah mengalami kemunduran pada tahun 1982-1985 akibat penyakit CVPD (Balitjestro 2008). Menurut Ditlin (1994) daerah tersebut meliputi Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Punten (Jawa Timur), Tejakula (Bali). Penyakit CVPD yang disepakati secara internasional namanya menjadi huanglongbing, disebabkan oleh bakteri Liberobacter asiaticus yang ditularkan oleh serangga vektor Diaphorina citri (Balitjestro 2008). Diagnosis penyakit sebagai langkah awal untuk taktik pengendalian selanjutnya seharusnya didasarkan atas deteksi dan identifikasi yang tepat. Deteksi dan identifikasi penyakit seringkali merupakan rangkaian dari tahap-tahap pengamatan gejala di lapangan sampai dengan teknik-teknik di laboratorium. Salah satu teknik pengendalian yang potensial adalah penggunaan agens hayati, seperti plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) yang dapat meningkatkan kesehatan dan ketahanan tanaman. PGPR merupakan bakteribakteri yang hidup dan berkoloni di sekitar perakaran. Terdapat beberapa mekanisme PGPR dalam meningkatkan dan memicu kesehatan tanaman, diantaranya adalah mekanisme induksi resistensi sistemik, mekanisme pembentukan siderophores atau antibiotik dan mekanisme penyerapan nutrisi yang berperan sebagai pupuk hayati. PGPR juga dapat berperan sebagai biostimulus dengan membentuk phytohormone dan sebagai bioprotektan yang mampu menekan penyakit pada tanaman (Tenuta 2003).
2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati intensitas dan identifikasi penyakit yang umum pada tanaman jeruk, deteksi penyakit huanglongbing berdasarkan gejala dan teknik molekuler serta mengetahui peranan PGPR terhadap penekanan penyakit dan pertumbuhan tanaman. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis penyakit pada tanaman jeruk saat ini, cara deteksi penyakit huanglongbing secara tepat sebagai dasar upaya pencegahan dan penaganan penyakit tersebut dan manfaat plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) sebagai salah satu upaya pengendalian penyakit tanaman dengan memicu dan meningkatkan kesehatan tanaman.
3
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lahan pertanaman jeruk milik petani di Desa Situ Gede, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga Oktober 2014. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kantong plastik, gunting, kuas, mikroskop, cawan petri, kaca preparat, cover glass, kamera digital, stiker label, mortar, pipet mikro, tip pipet, mikrosentrifus Mikro 200R Hettich Zentrifugen, ice box, water bath, vortex mixer, freezer, Gene AMP PCR System 9700, perangkat elektroforesis dan transilluminator UV. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tanaman jeruk, pupuk hayati berupa PGPR, contoh daun jeruk dari semua tanaman dari pertanaman jeruk milik petani di Desa Situ Gede, tabung ependorf ukuran 1.5 ml dan 2 ml, nitrogen cair, asam laktat, iodin, kalium iodida, gelas preparat, bufer ekstraksi, bufer CTAB 2%, bufer NaCl 5 M, bufer CTAB 10% dalam 0.7 M NaCl, kloroform/isoamil alkohol (24:1 v/v), isopropanol, alkohol 70%, akuades, Primer forward A2, Primer reverse J5, ddH2O, gel agarosa, bufer TAE 2X, etidium bromida, bufer TAE 1X, marker 1 kbp, loading dye dan parafilm. Metode Penelitian Penentuan Lokasi dan Pengamatan Tanaman Contoh Penelitian dilakukan di dua lahan pertanaman jeruk milik petani di Desa Situ Gede. Pengamatan penyakit dilakukan pada kedua lahan secara langsung. Pada lahan I dilakukan pengamatan pada 20 tanaman contoh, masing-masing terdiri atas 10 tanaman jeruk fase generatif umur 5 tahun dan fase vegetatif umur 1 tahun, sedangkan pada lahan II dilakukan pengamatan terhadap 20 tanaman contoh fase generatif umur 7 tahun. Insidensi dan severitas penyakit dihitung dengan menggunakan rumus : n = jumlah tanaman yang terserang N= jumlah tanaman yang diamati n = jumlah tanaman yang tergolong ke dalam suatu kategori serangan v = nilai numerik pada masing-masing kategori N= jumlah tanaman yang diamati V= nilai kategori serangan terberat Pengamatan meliputi gejala pada keseluruhan tanaman dan bagian-bagian tanaman, penilaian penyakit (insidensi dan severitas penyakit). PGPR
4
diaplikasikan pada tanaman jeruk fase vegetatif, kemudian diamati perubahan pertumbuhan, insidensi dan severitas penyakit setiap minggu selama 10 minggu. Tanaman yang bergejala diambil contoh untuk identifikasi lebih lanjut. Skor penentuan kategori penyakit adalah sebagai berikut: 0 (tidak ada serangan), 1 (0 ≤ x ≤ 25 %), 2 (25 < x ≤ 50%), 3 (50 < x ≤ 75%), 4 (> 75%). Suatu penyakit yang teramati dihitung sebagai Area Under the Disease Progress Curve (AUDPC) menggunakan rumus sebagai berikut: ∑(
yi = data pengamatan ke-i ti = waktu pengamatan ke-I
)
yi+1 = data pengamatan ke-i+1 ti+1 = waktu pengamatan ke i+1
Identifikasi Penyakit Identifikasi penyakit dilakukan dengan berbagai cara tergantung jenis patogen penyebabnya, diantaranya didasarkan atas gejala khas yang ditimbulkan suatu patogen pada tanaman jeruk dan pembuatan preparat patogen. Tanaman yang bergejala patogen dibuat preparat dengan cara dikorek dan ditetesi dengan laktofenol biru. Penyakit yang disebabkan cendawan Deuteromycetes diidentifikasi secara mikroskopis berdasarkan kunci identifikasi berdasarkan Barnett dan Hunter (1999). Deteksi Penyakit Huanglongbing Deteksi penyakit huanglongbing, selain dilakukan pengamatan gejala eksternal, juga dilakukan pengamatan gejala internal melalui uji akumulasi pati menggunakan metode Noordam (1973) dan teknik PCR. Teknik PCR dilakukan dengan pengambilan 3 sampai 5 contoh daun secara acak pada setiap tanaman contoh dan tanaman kontrol. Tahapan bekerja dengan teknik PCR meliputi tahap ekstraksi DNA total menggunakan metode Su & Hung (2001), amplifikasi DNA dengan PCR, dan elektroforesis gel agarose. Ekstraksi DNA total dari jaringan tulang daun tanaman yang terinfeksi huanglongbing menggunakan metode Su & Hung (2001). Tulang daun dari dua helai daun segar yang tidak mengalami nekrosis dipotong-potong halus dengan silet, kemudian digerus pada mortar beku. Hasil gerusan dipindah ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml dan disuspensikan denga 800 μl bufer CTAB pada suhu 60 oC yang mengandung 0,2% CTAB; 1,4 M NaCl; 100 mM Tris-HCl pH 8,0; 20 mM EDTA; dan 1% β-Mercaptoethanol. Suspensi diinkubasi selama 10 menit pada suhu 65 oC. Selama inkubasi, tabung dibolak-balik beberapa kali. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi pada 5000 rpm selama 5 menit, supernatan yang dihasilkan dipindah ke dalam tabung eppendorf baru. Ke dalam supernatan ditambahkan kloroform/isoamil alkohol (24:1 v/v) dengan volume setara, kemudian divortex dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit. Lapisan epifase sebanyak 100 μl dipindahkan ke tabung eppendorf baru dan dipresipitasi dengan menambahkan 10 μl NaOAc (pH 5,2) serta 275 μl ethanol 70% dingin (-20 oC), kemudian diinkubasi pada suhu -20 oC selama 30 menit. Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4 oC. Supernatan dibuang, endapan DNA dicuci dua kali dengan etanol 70% dingin (-20 oC) dan disentrifugasi dengan kecepatan 13000 rpm selama 2 menit.
5
Endapan DNA dikeringanginkan, DNA diresuspensikan dengan bufer TE sebanyak 30 μl. Contoh DNA hasil ekstraksi kemudian diamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik untuk mendeteksi patogen Liberobacter asiaticus penyebab penyakit Huanglongbing, yaitu primer forward A2 (5’TATAAAGGTTGACCTTTCGAGTTT3’) dan primer reverse J5 (5’ACAAAAGCAGAAATAGCACGAACAA-3’) dengan target DNA patogen berukuran 680 bp (Garnier et al. 2000). Bahan PCR terdiri atas Dream Taq Green PCR Master Mix 2X. Kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi pada suhu 94 oC selama 3 menit, annealing pada suhu 62 oC selama 45 detik, ekstensi pada suhu 72 oC selama 90 detik, terdiri dari 35 siklus yang didahului dengan denaturasi awal pada suhu 94 oC selama 3 menit dan diakhiri dengan ekstensi akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit. DNA hasil ekstraksi dan PCR dielektroforesis pada gel agarose 1% dalam bufer TAE 1X dan divisualisasi pada trasilluminator UV untuk mengamati ukuran fragmen DNA bakteri dari contoh yang dianalisis. Pengamatan Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Nilai Agronomis Tanaman Pengamatan agronomis tanaman meliputi pengukuran indeks warna daun, pencatatan jumlah tunas, bunga dan buah pada tanaman fase vegetatif. Indeks warna daun diukur berdasarkan tingkat warna berdasarkan bagan warna daun pada skala 2-5. Bagan warna daun berfungsi sebagai alat untuk mengukur warna daun dan biasanya digunakan untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman padi (BBPTP 2014). Penggunaan bagan warna daun pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan warna pada daun jeruk selama periode pengamatan. Daun yang dipilih adalah daun bagian atas yang telah membuka sempurna. Daun diambil dan diletakkan di atas bagan warna daun untuk dibandingkan warnanya dengan skala 2-5. Apabila warna daun berada di antara dua skala yang terdapat pada bagan warna daun maka digunakan nilai rata- rata skala. Penilaian nilai indeks warna daun disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan warna daun dengan nilai numerik 2-5 BWD-1: 2 ≤ X < 3, BWD-2: 3 ≤ X < 4, BWD-3: 4≤ X <5, BWD-4: X ≥5
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan Pertanaman Jeruk Desa Situ Gede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terletak pada 106°75' BT dan 6°55' LS dengan mempunyai ketinggian tempat 207 m dpl. Komoditas pertanian yang dibudidayakan oleh para petani di daerah ini selain jeruk adalah padi, pepaya, bengkuang, kacang tanah, kacang panjang, talas, ubi kayu, ubi jalar, terong, mentimun dan kangkung. Tanaman jeruk dipilih petani untuk dibudidayakan, karena termasuk jenis tanaman tahunan yang mudah dirawat dan buahnya dapat dipanen sepanjang tahun. Terdapat dua lahan tanaman jeruk di Desa Situ Gede yang diamati. Lahan I dan II masing-masing mempunyai luas pertanaman sebesar 2400 m2 dan 3000 m2 dengan populasi 320 dan 400 tanaman. Varietas yang ditanam relatif seragam, yaitu jeruk kip dengan nama ilmiah Citrus nobilis Jarak tanam jeruk yang digunakan sebesar 3 x 2.5 m. Pada Lahan I umur tanaman jeruk adalah 1 tahun (STG-A) dan 5 tahun (STG-B), sedangkan pada Lahan II semua tanaman beurumur 7 tahun (SGT-C) (Gambar 2).
STG-A
STG-B
STG-C
Gambar 2 Pertanaman jeruk di Desa Situ Gede Kecamatan Dramaga Penyakit yang Ditemukan pada Tanaman Jeruk Penyakit yang ditemukan pada kedua kedua lahan pertanaman jeruk di Desa Situ Gede, Kabupaten Bogor berdasarkan pengamatan gejala (simtomatologi) meliputi penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri (Tabel 2). Penyakit tersebut antara lain kudis (Elsinoe fawcetti), embun hitam (Meliola sp.), jamur upas (Upasia salmonicolor), busuk pangkal batang dan busuk buah (Phytophthora spp.), penyakit kulit diplodia dan mati pucuk (Botryodiplodia theobromae), bercak coklat (Alternaria sp.), kanker (Xanthomonas axonopodis), bercak daun (Cercospora sp.), dan Huanglongbing (Liberobacter asiaticus). Tingkat keragaman penyakit pada keseluruhan lahan pertanaman jeruk tidak berbeda, namun penyakit busuk buah Phytophthora hanya ditemukan pada tanaman bukan contoh di lahan I, karena pada lahan tersebut banyak dijumpai usia tanaman yang tua dan dengan kondisi lahan kurang terawat dengan baik.
7
Tabel 1 Penyakit tanaman jeruk di Situgede, Dramaga, Bogor, Jawa Barat Penyakit
Patogen
Bagian yang terserang
Kudis Jamur upas Embun hitam Busuk pangkal batang Penyakit kulit diplodia
Elsinoe fawcetti Upasia salmonicolor Meliola cirticola Phytophthora spp. Botryodiplodia theobromae
Mati pucuk Bercak cokelat
Botryodiplodia theobromae Alternaria sp.
Kanker Bercak cercospora Busuk buah Huanglongbing
Xanthomonas axonopodis Cercospora sp. Phytophthora spp. Liberobacter asiaticus
buah, daun ranting daun batang batang, ranting ranting ranting, daun, bunga buah, daun daun buah daun
Keterangan :
Lahan I II √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √
√ √ √
√ √ * -
(√) dijumpai (-) tidak dijumpai (*) dijumpai pada lahan 2 pada tanaman bukan contoh
Busuk Buah Penyakit busuk buah disebabkan oleh patogen Phytophthora spp. (Futch dan Timmer 2014). Gejala penyakit diawali dengan adanya bulatan berwarna coklat yang mempunyai bau busuk di sekitar buah dan terlihat miselium berwarna putih di sekitar bulatan tersebut. Buah yang bergejala terlihat lebih cekung dibandingkan dengan buah yang normal (Gambar 4a). Penyakit busuk buah ini hanya terdapat pada tanaman fase generatif saja di Lahan II, namun tidak ditemukan di tanaman contoh, melainkan ditemukan pada tanaman bukan contoh. Busuk Pangkal Batang Penyebab penyakit ini sama dengan penyebab penyakit busuk buah, yaitu beberapa spesies Phytophthora, di antaranya adalah Phytophthora citrophtora, P. nicotianae atau P. palmivora (Ditlin 1994). Cendawan ini mempunyai sporangium berbentuk jorong (Gambar 4c), dapat bertahan pada tanah dan membentuk sporangium dan spora kembara. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui percikan air hujan atau air yang mengalir dari permukaan tanah. Terjadinya infeksi dapat melalui luka yang terjadi secara alami, luka yang diakibatkan oleh alat-alat pertanian ataupun melalui serangga (Retnosari 2011). Pada umumnya Gejala penyakit ini adalah busuk pada pangkal batang dan mengeluarkan cairan yang lembab dan berbau asam. Gejala lebih lanjut dapat mengakibatkan kematian tanaman karena jaringan xylem tanaman akan rusak (Gambar 4b). Penyakit busuk pangkal batang hanya dijumpai pada tanaman fase generatif pada Lahan II. Severitas maupun insidensi penyakit relatif stabil dan tidak mengalami perubahan dari awal hingga akhir pengamatan (Gambar 3).
8
Gambar 3 Persentase insidensi dan severitas penyakit busuk pangkal batang pada tanaman jeruk lahan 2 Insidensi penyakit fase generatif (▲), severitas penyakit fase generatif (●)
Gambar 4 Gejala dan penyebab penyakit: (a) busuk buah, (b) busuk pangkal batang, (c) sporangium (Phytophthora spp.) Penyakit Kulit Diplodia Penyakit kulit Diplodia disebabkan oleh cendawan Botryodiplodia theobromae. Cendawan ini mempunyai bentuk piknidia sederhana atau majemuk dengan lebar mencapai 5 mm (Ellis 2015) dengan konidia berukuran 26.88 µm x 13.88.µm (Gambar 7c). Terdapat dua sifat gejala serangan, yaitu bersifat basah dan kering. Serangan diplodia basah dapat dikenali karena pada tanaman terserang yang mengalami gummosis berwarna keemasan dari luka pada cabang atau batang tanaman, sedangkan pada gejala kering tidak mengalami gummosis, tetapi kulit tanaman akan tampak mengering dan mengelupas (Gambar 7a). Penyakit ini menular melalui percikan air dan luka pada batang.
9
A
B
Gambar 5 Persentase insidensi dan severitas penyakit kulit Diplodia pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 Insidensi penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (▲). Severitas penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (●)
Persentase insidensi dan severitas penyakit pada tanaman fase vegetatif relatif konstan selama 8 minggu kemudian mengalami kenaikan pada minggu ke-9 dan ke-10 pengamatan (Gambar 5A), sedangkan pada tanaman fase generatif di keseluruhan lahan relatif stabil dari awal hingga akhir pengamatan (Gambar 5B). Peningkatan insidensi serta severitas penyakit disebabkan oleh jaringan tanaman pada fase vegetatif masih terlalu lunak dibandingkan dengan pada tanaman fase generatif, sehingga patogen mudh menginfeksi tanaman tersebut, serta pengaruh intensitas curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan tersebut menyebabkan perkembangan penyakit semakin cepat. Mati Pucuk Penyebab penyakit mati pucuk sama dengan penyebab penyakit kulit Diplodia pada tanaman jeruk yaitu Botryodiplodia theobromae, hanya saja gejala penyakit ini ditemukan pada ranting-ranting kecil pada pucuk tanaman, sehingga membuat jaringan di atasnya mati (Gambar 7b). Pada lahan ke-1 terjadi perbedaan antara insidensi serta severitas penyakit antara tanaman fase vegetatif dan generatif. Pada mulanya insidensi serta severitas penyakit di kedua fase tanaman mengalami keadaan yang konstan, tetapi terjadi peningkatan pada tanaman fase vegetatif pada minggu ke-6 pengamatan dan kemudian menurun serta menjadi konstan kembali pada minggu ke-7 (Gambar 6A). Pada fase generatif insidensi serta severitas konstan dan stabil, hal yang sama terjadi pada pengamatan insidensi dan severitas penyakit pada lahan ke-2 (Gambar 6B). Kerentanan tanaman jeruk pada fase vegetatif menjadi faktor penting dalam penularan dan perkembangan cendawan patogen, selain itu ntensitas hujan yang tinggi serta kurang sterilnya alat-alat pertanian yang digunakan dalam budidaya tanaman menjadi faktor lain cepatnya perkembangan penyakit.
10
A
B
Gambar 6 Persentase insidensi dan severitas penyakit mati pucuk pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 Insidensi penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (▲). Severitas penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (●)
Gambar 7 Gejala dan penyebab penyakit : (a) penyakit kulit Diplodia, (b) mati pucuk, (c) konidia Botryodiplodia theobromae Kudis Penyakit kudis disebabkan oleh cendawan Elsinoe fawcetti. Penyakit ini menyerang buah dan daun tanaman pada fase vegetatif ataupun generatifnya. Gejala awal yang muncul pada buah dan daun yang terserang adalah adanya bintik-bintik kecil berwarna kekuningan, kemudian terus mengalami perubahan, hingga akhirnya tonjolan tersebut mengeras, berbentuk seperti gabus, kasar dan menonjol dengan warna keabuan (Gambar 8). Seluruh tanaman contoh pada tanaman jeruk fase generatif yang diamati terserang oleh penyakit ini sehingga buah dan daun mengalami malformasi bentuk dan kerontokan. Penyebaran penyakit ini melalui perantara angin dan serangga (Semangun 1989). Kisaran suhu yang diperlukan untuk perkecambahan konidia cendawan ini antara 13 sampai 25 oC dengan suhu optimal perkembangan penyakit antara 21 sapmai 25 oC. Cendawan ini tidak mampu menginfeksi inang apabila suhu di
11
bawah 14 oC dan lebih dari 25 oC. Masa inkubasi yang dibutuhkan cendawan ini adalah lima hari setelah terjadinya infeksi EPPO (2004a).
Gambar 8 Gejala penyakit kudis (Elsinoe fawcetti) Tingkat insidensi penyakit tinggi mencapai 100% dan severitas penyakitnya bersifat konstan selama pengamatan (Gambar 9B). Pada tanaman jeruk fase vegetatif hanya insidensi penyakitnya saja yang tidak mengalami perubahan selama pengamatan, sedangkan severitas penyakitnya mengalami kenaikan pada minggu ke-6 sampai minggu ke-9, setelah itu severitas penyakit menjadi turun seperti semula (Gambar 9A). Penurunan severitas penyakit pada tanaman vegetatif karena petani aktif melakukan perawatan dan penjarangan buah. Tingginya intensitas penyakit kudis disebabkan oleh kelembaban dan curah hujan yang tingi pada lahan pertanaman jeruk.
A
B
Gambar 9 Persentase insidensi dan severitas penyakit kudis pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 Insidensi penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (▲). Severitas penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (●)
Jamur Upas Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Upasia salmonicolor, menyerang bagian dahan dan ranting tanaman. Penyakit ini ditandai dengan munculnya lapisan putih seperti benang yang menyerupai jaring laba-laba pada bagian
12
tanaman yang terserang (Gambar 10). Menurut Semangun (1989) penyakit ini mempunyai empat tahapan stadia, yaitu stadia membenang, membintil, kortisium dan stadium nekator. Penyakit jamur upas dijumpai pada tanaman fase generatif saja dan tidak dijumpai pada tanaman fase vegetatif. Severitas dan insidensi penyakit pun relatif rendah dan stabil. Pada lahan ke-1 insidensi penyakit mencapai 10% dan severitas penyakit mencapai 3% (Gambar 11A), sedangkan lahan ke-2 insidensi penyakit mencapai 10% dengan severitas penyakit 5% (Gambar 11B). Penyakit jamur upas dengan intensitas rendah tidak terlalu membahayakan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena tidak terlalu menggangu proses fisiologi yang terjadi pada tanaman jeruk, sehingga produktivitas tanaman tidak terganggu.
Gambar 10 Penyakit jamur upas (Upasia salmonicolor) A
B
Gambar 11 Persentase insidensi dan severitas penyakit jamur upas pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 Insidensi penyakit fase generatif (▲), severitas penyakit fase generatif (●)
Embun Hitam Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Meliola citricola. Penyakit ditandai dengan adanya lapisan berwarna hitam pekat berbentuk seperti bulu-bulu tajam yang menggerombol dan menempel di bagian atas ataupun di bawah permukaan daun. Cendawan ini bersifat parasit obligat, mempunyai askospora berwarna gelap,
13
bersel 2 sampai 6. Ciri khas dari cendawan ini adalah memiliki hifapodium kapitat yang berbentuk tumpul dan membulat di ujung dan hipopodium mukronat yang hanya terdiri satu sel (Gambar 12). Penyakit embun hitam merupakan salah satu penyakit yang dominan yang terdapat pada keseluruhan lahan pengamatan pada pertanaman jeruk di Desa Situgede. Terjadi persamaan besarnya persentase insidensi penyakit antara tanaman fase vegetatif dan generatif selama pengamatan, tetapi terjadi perbedaan dari besarnya persentase severitas penyakitnya. Pada fase vegetatif severitas penyakitnya mengalami kenaikan maksimal pada bulan ke-2 dan minggu ke-2, setelah itu menurun pada minggu berikutnya, selanjutnya mengalami kenaikan lagi, hingga pada minggu terakhir pengamatan severitas penyakit kembali turun (Gambar 13A), sedangkan pada fase generatif severitas penyakitnya relatif sama dan stabil (Gambar 13B). Penurunan intensitas penyakit tersebut disebabkan oleh banyaknya tunas dan daun muda sehat yang tumbuh pada tanaman fase vegetatif, hal tersebut terjadi karena PGPR berperan dalam merangsang pertumbuhan tunas dan daun muda pada tanaman jeruk.
Gambar 12 Gejala dan tanda penyakit embun hitam (Meliola citricola) A
B
Gambar 13 Persentase insidensi dan severitas penyakit embun hitam pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 Insidensi penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (▲). Severitas penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (●)
14
Bercak Alternaria Penyakit bercak cokelat Alternaria ini disebabkan oleh cendawan patogen Alternaria alternata. Cendawan ini bersifat airborne atau tular udara (Reis et al. 2006). Gejala awal penyakit ini ditandai dengan adanya bercak berwarna cokelat dan dikelilingi halo berwarna kuning. Secara umum cendawan Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna coklat muda dengan konidiofor tegak, bersekat dan berukuran 50-90 µm. Konidiumnya berbentuk gada terbalik berukuran 154370 x 16-18 µm dan berwarna coklat, mempunyai sekat melintang 5-10 buah dan 1 atau lebih sekat membujur (Gambar 14).
Gambar 14 Gejala dan penyebab penyakit bercak Alternaria (Alternaria alternate) A
B
Gambar 15 Persentase insidensi dan severitas penyakit bercak Alternaria pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 Insidensi penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (▲). Severitas penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (●)
15
Cendawan ini mampu mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit (Semangun 1989). Menurut Dewdney dan Timmer (2009) halo berwarna kuning disebabkan oleh toksin cendawan yang digunakan untuk mematikan jaringan tanaman secara cepat. Toksin ini menyebar melalui vena daun dan menimbulkan gejala nekrotik lokal yang lebih luas. Gejala lanjut dapat mengakibatkan daun atau bunga mati dan gugur terutama pada daun yang muda. Insidensi penyakit bercak daun relatif sama pada tanaman fase vegetatf (Gambar 15A) ataupun generatif (Gambar 15B), tetapi severitas penyakitnya mengalami naik turun. Keparahan penyakit terberat terjadi pada bulan ke-2 pada minggu ke-2 selanjutnya severitas mengalami penurunan, sama seperti minggu sebelumnya dan kembali naik pada akhir pengamatan (Gambar 15A). Hal ini disebabkan munculnya tunas dan daun baru yang sehat pada tanaman fase vegetatif serta penggunaan pestisida yang dilakukan oleh petani pada periode sebelumnya menyebabkan severitas penyakit menurun. Bercak Cercospora Penyakit bercak Cercospora diawali dengan gejala berupa bercak bercak bulat berwarna cokelat pada daun. Bercak yang terus meluas, dapat mengakbibatkan daun berlubang, hal tersebut dapat mengakibatkan luasan daun untuk berfotosintesis menjadi semakin berkurang. Cendawan tersebut mempunyai bentuk konidium berwarna gelap, bulat dan memanjang (Gambar 16). Menurut Boedjin (1962) di dalam Semangun (1989) penyakit bercak cercospora dapat disebabkan oleh cendawan Cercospora penzigii Saac., C. fumosa Pens atau C. aurantia Heald et Wolf. Insidensi penyakit pada tanaman fase vegetatif cenderung mengalami kenaikan pada minggu ke-6 dan berbanding lurus dengan severitas penyakit tersebut (Gambar 17A), sedangkan pada tanaman fase generatif severitas serta insidensi penyakit di lahan ke-1 bersifat konstan (Gambar 17A). Severitas serta insidensi penyakit yang bersifat konstan juga terjadi pada tanaman fase generatif pada lahan ke-2 (Gambar 17B). Peningkatan insidensi serta severitas penyakit disebabkan kondisi lahan yang lembab, sehingga memicu perkembangan penyakit semakin cepat.
Gambar 16 Gejala dan penyebab penyakit bercak Cercospora (Cercospora sp.)
16
A
B
Gambar 17 Persentase insidensi dan severitas penyakit bercak Cercospora pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2 Insidensi penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (▲). Severitas penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (●)
Kanker Penyakit Kanker pada jeruk disebabkan oleh bakteri Xanthomonas axonopodis. Gejala penyakit diawali dengan adanya bercak-bercak cokelat yang mengering, pada bagian tengahnya terdapat gabus yang menonjol. Pada gejala lanjut bercak tersebut dapat meluas dengan tidak beraturan, sehingga dapat mengakibatkan daun berlubang atau malformasi pada daun dan buah tanaman jeruk (Gambar 18). Penyebaran patogen ini dapat terjadi diantaranya melalui alatalat yang digunakan dalam proses budidaya dan dapat juga melalui angin yang disertai hujan, selain itu patogen dapat bertahan pada bercak pada daun, ranting dan batang tanaman. Menurut EPPO (2004b) terjadinya infeksi pada daun yang muda biasanya terjadi dalam 10 sampai 21 hari setelah tunas mulai berkembang dan akan muncul gejala awal pada hari ke-7 setelah infeksi terjadi. Suhu optimal bagi patogen untuk menginfeksi tanaman adalah 20o-35o C Ditlin (1994). Terjadi konsistensi insidensi serta severitas penyakit pada fase generatif di kedua lahan, yaitu relatif stabil dari awal hingga akhir pengamatan (Gambar 19A), akan tetapi insidensi serta severitas penyakit tertinggi terdapat pada lahan ke-2 (Gambar 19B). Pada fase vegetatif terjadi peningkatan insidensi dan severitas penyakit pada minggu ke-10 pengamatan. Insidensi berbanding lurus dengan severitas penyakitnya (Gambar 19A). Peningkatan insidensi serta severitas penyakit pada fase vegetatif tanaman jeruk disebabkan oleh daun muda yang muncul telah terinfeksi oleh bakteri patogen Xanthomonas axonopodis sehingga memunculkan gejala penyakit semakin bertambah.
17
Gambar 18 Gejala penyakit Kanker (Xanthomonas axonopodis) A
B
Gambar 19 Persentase insidensi dan severitas penyakit kanker pada tanaman jeruk lahan 1 dan 2
Insidensi penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (▲). Severitas penyakit fase vegetatif () dan fase generatif (●)
Area Under the Disease Progress Curve (AUDPC) Jenis penyakit pada dua lahan pengamatan relatif tidak berbeda, tetapi intensitas penyakitnya beragam. Intensitas penyakit terdiri atas nilai insidensi dan severitas penyakit dihitung menggunakan nilai AUDPC (Tabel 2). Berdasarkan nilai AUDPC menunjukkan bahwa penyakit embun hitam (fase vegetatif) dan penyakit kudis (fase generatif) adalah penyakit yang paling dominan pada Lahan ke-1. Sedangkan penyakit yang paling dominan pada lahan ke-2 adalah penyakit kudis (fase generatif).
18
Tabel 2 Nilai AUDPC intensitas penyakit selama 10 minggu pada tanaman jeruk di Situ Gede Penyakit Kudis Embun hitam Jamur upas Busuk pangkal batang Penyakit kulit Diplodia Mati pucuk Bercak coklat Kanker Bercak Cercospora
Peubah pengamatan IP SP IP SP IP SP IP
Lahan 1 AUDPC Vegetatif Generatif 500 1000 169 680 860 800 252 230 0 100 0 30 0 300
Lahan 2 AUDPC Generatif 1000 550 950 410 100 50 200
SP IP
0 115
200 400
150 50
SP IP SP IP SP IP SP IP SP
37.5 165 44 620 186 645 215 855 229
180 700 330 200 50 600 330 600 180
40 250 60 450 190 950 610 350 110
Keterangan : IP= insidensi penyakit SP= severitas penyakit AUDPC = Area Under the Disease Progress Curve
Deteksi Penyakit Huanglongbing Terdapat perbedaan hasil dari identifikasi penyakit Huanglongbing berdasarkan gejala eksternal, internal, dan secara molekuler menggunakan PCR. Pengamatan eksternal diamati berdasarkan gejala pada daun yang mengalami klorosis. Gejala internal dilakukan dengan uji akumulasi pati, sedangkan pengamatan molekuler dilakukan dengan PCR. Identifikasi gejala penyakit ditampilkan dalam tablel 3. Penyebab dan Vektor Penyakit Huanglongbing Penyebab penyakit huanglongbing merupakan bakteri gram negatif dari genus Liberobacter yang berada pada floem tanaman (Jagoueix et al. 1994), salah satunya adalah Liberobacter asiaticus. Penyakit huanglongbing dapat ditularkan melalui serangga vektor, yaitu kutu loncat Diaphorina citri (Hemiptera:Liviidae) dan juga dapat ditularkan melalui penyambungan tanaman jeruk (Li et al. 2005). Menurut Wijaya (2007) patogen L.asiaticus bersifat persisten di dalam tubuh serangga vektor dan masih terus dapat ditularkan selama vektor tersebut masih hidup . D.citri membutuhkan periode makan akuisisi dan periode makan inokulasi selama 72 jam dan 21 hari (Gambar 20). Periode makan akuisisi adalah waktu makan yang dibutuhkan serangga vektor dari tanaman sakit sampai mendapatkan
19
Tabel 3 Identifikasi gejala penyakit huanglongbing secara eksternal, internal dan secara molekuler menggunakan PCR. Tanaman
Pengamatan Gejala Eksternal Internal PCR + ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ + + ─ ─ ─
+ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ + ─ ─ ─
Tanaman
K+ K1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
√ ─ ─ √ √ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ √ √ ─ ─ ─
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Keterangan :
(K+) tanaman kontrol positif huanglongbing (K-) tanaman kontrol negatif huanglongbing ( √ ) tanaman bergejala klorosis
Pengamatan Gejala Eksternal Internal PCR ─ ─ ─ √ ─ √ ─ √ ─ √ √ √ ─ ─ ─ √ √ √ √ ─ √
─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─
─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─ ─
(+) positif huanglongbing (─) negatif
patogen, sedangkan periode makan inokulasi adalah waktu makan yang dibutuhkan serangga vektor untuk menularkan patogen ke tanaman yang sehat. Pengamatan Gejala Eksternal Penyakit Huanglongbing Tanaman yang terserang penyakit huanglongbing menunjukkan gejala berupa tajuk tanaman tidak begitu lebat dengan daun mengalami klorosis, berukuran lebih kecil, tulang daun terlihat lebih tebal dan menonjol, berwarna kusam dan bentuk daun menjadi lebih ramping (Gambar 21a), sedangkan tanaman yang tidak bergejala mempunyai tajuk tanaman yang relatif lebat dengan daun yang hijau (Gambar 21b). Gejala penyakit huanglongbing menyerupai gejala kekurangan unsur hara pada tanaman. Kekurangan unsur hara Fe dan Zn dapat menyebabkan gejala klorosis dan kerontokan pada daun. Kekurangan unsur Zn juga dapat mengakibatkan ukuran daun menjadi lebih kecil, tegak dan runcing. Kerontokan dan perubahan ukuran daun menjadi lebih kecil dapat menyebabkan ukuran tajuk semakin berkurang (Zekri & Obreza 2002). Kekurangnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jeruk dapat diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan unsur hara mikro tersebut ataupun kurangnya kemampuan akar dalam menyerap unsur hara mikro dari dalam tanah. Dengan demikian gejala
20
klorosis pada tanaman jeruk tidak selalu mengindikasikan bahwa tanaman tersebut terserang penyakit huanglongbing. Dari keseluruhan tanaman contoh yang diamati berdasarkan pengamatan eksternal terlihat bahwa sebanyak 38% tanaman bergejala klorosis, akan tetapi hanya 3% tanaman yang positif terserang huanglongbing. Pengamatan Gejala Internal melalui Uji Akumulasi Pati Pengamatan hasil uji akumulasi pati dengan metode Noordam (1973) dengan perbesaran 100X menunjukkan bahwa daun yang tidak bergejala tidak menunjukkan adanya akumulasi di dalam jaringan floem (Gambar 22a), begitu pula daun yang mengalami gejala klorosis dan yang diduga terserang penyakit huanglongbing, tidak selalu terdapat akumulasi pati di dalam jaringan floem pada tulang daun tanaman (Gambar 22b), akan tetapi daun yang positif terserang penyakit huanglongbing selalu terdapat akumulasi pati di dalam jaringan floem pada tulang daun tanaman tersebut (Gambar 22c). Dari keseluruhan daun yang diuji hanya 5% daun yang menunjukkan adanya akumulasi pati dan yang positif terserang penyakit huanglongbing sebanyak 3%. Deteksi Huanglongbing pada Jeruk dengan PCR melalui Ekstraksi DNA Semua tanaman contoh selanjutnya dilakukan deteksi menggunakan PCR melalui ekstraksi DNA yang diambil dari tulang daun tanaman jeruk. Hasil ekstraksi DNA total dari semua tanaman kemudian dielektroforesis dan divisualisasi menggunakan transilluminator UV. Tanaman yang positif terserang huanglongbing menunjukkan pita DNA pada 680 pb, yaitu tanaman jeruk dengan kode tanaman R16 dan K (kontrol positif), sedangkan tanaman yang lain negatif, tidak menunjukkan pita DNA (Gambar 23). Dari keseluruhan tanaman, hanya 3% tanaman yang positif terserang penyakit huanglongbing. Tanaman yang positif terserang penyakit huanglongbing selalu menunjukkan gejala klorosis pada daun tanaman dan terdapat akumulasi pati di dalam jaringan floem pada tulang daun tanaman jeruk.
Gambar 20 Serangga vektor Diaphorina citri
21
21b
21a
Gambar 21 Pengamatan gejala eksternal : (21a) tanaman bergejala huanglongbing, (21b) tanaman tidak bergejala
22a
22b
22c
Gambar 22 Pengamatan gejala internal : (22a) tanaman tidak bergejala, tidak terdapat akumulasi pati, (22b) tanaman bergejala, tidak terdapat akumulasi pati, (22c) tanaman bergejala dan terdapat akumulasi pati
22
Gambar 23 Hasil amplifikasi PCR terhadap DNA contoh daun jeruk sakit huanglongbing M = marker 1 kbp, R-1 sampai R-40 = contoh tanaman dari Situgede nomor 1 sampai 40, kontrol + = tanaman terdeteksi huanglongbing (HLB)
Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Faktor Agronomis pada Tanaman Jeruk Fase Vegetatif Aplikasi plant growth promoting rhizobacter (PGPR) memberikan pengaruh pada perkembangan tanaman berdasarkan agronomis selama 10 minggu pengamatan, yaitu indeks warna daun, jumlah buah, serta tunas dan daun muda yang muncul pada tanaman jeruk. Hasil pengamatan pengaruh PGPR terhadap faktor agronomis pada tanaman jeruk pada fase vegetatif dtampilkan pada Tabel 4. Pada pengamatan warna daun tanaman yang diukur berdasarkan parameter indeks warna daun dan jumlah tunas, bunga dan buah baru yang tumbuh, sebagian besar contoh tanaman mengalami peningkatan perubahan nilai warna daun menjadi lebih hijau yang berkisar antara 1.5-5, termasuk juga tanaman kontrol tanpa perlakuan aplikasi PGPR. Tanaman yang mengalami perubahan warna daun yaitu tanaman dengan label K, R11, R12, R13, R14, R15, R16, R18 dan R19, di mana tanaman dengan label R16 adalah contoh tanaman yang teridentifikasi positif terserang penyakit huanglongbing. Peningkatan warna pada tanaman kontrol tidak begitu besar dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan aplikasi PGPR, yaitu hanya berkisar 3-3.5 dari nilai indeks warna daun. Perubahan warna tidak terjadi pada tanaman kontrol yang positif terserang penyakit huanglongbing yaitu tanaman dengan label K+huanglongbing serta contoh tanaman dengan label R17 dan R20. Kestabilan warna pada tanaman kontrol yang terserang penyakit huanglongbing yang menunjukkan nilai 1.5 disebabkan oleh gejala yang ditimbulkan, sedangkan pada tanaman R-17 dan R-20 kestabilan warna pada nilai 3.5 diduga disebabkan oleh faktor genetik pada tanaman tersebut, karena pada kisaran nilai 3.5 daun terlihat berwarna hijau, segar dan sehat, tidak menunjukkan adanya gejala akibat gangguan fisiologis. Pada
23
pengamatan munculnya tunas, daun muda, dan buah pada semua tanaman contoh dan kontrol, hampir terjadi kesamaan. Semua tanaman mengalami fluktuasi hasil pengamatan, yang membedakan hanyalah interfal waktu munculnya parameter tersebut. Pada tanaman kontrol mempunyai interfal waktu yang lebih jarang dibandingkan dengan interfal waktu pada tanaman contoh yang menggunakan PGPR. Tabel 4 Hasil pengamatan pengaruh aplikasi PGPR terhadap faktor agronomis pada tanaman jeruk fase vegetatif Tanaman keK
K+CVPD
R 11
R 12
R 13
R 14
R 15
R 16
R 17
R 18
R 19
R 20
Keterangan :
Parameter Agronomis IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah IWD jumlah tunas jumlah bunga jumlah buah
1 3 0 0 0 1.5 0 0 0 2.5 12 1 0 2.5 0 0 0 2 0 0 0 2 2 0 0 1.5 12 0 0 1.5 14 0 0 3.5 11 5 0 3.5 6 2 0 3.5 40 4 0 3.5 4 1 0
Agustus 2 3 3 3 0 0 0 0 0 0 1.5 1.5 0 0 0 0 0 0 2.5 2.5 12 0 1 0 0 0 2.5 2.5 0 22 0 0 0 0 2 2 0 17 0 0 0 0 2 2 2 56 0 0 0 0 1.5 1.5 12 18 0 0 0 0 1.5 1.5 14 15 0 0 0 0 3.5 3.5 11 22 5 0 0 0 3.5 3.5 6 23 2 0 0 0 3.5 3.5 40 50 4 0 0 0 3.5 3.5 4 5 1 0 0 0
4 3 0 0 0 1.5 0 0 0 2.5 12 1 0 2.5 0 0 0 2 0 0 0 2 2 0 0 1.5 12 0 0 1.5 14 0 0 3.5 11 5 0 3.5 6 2 0 3.5 40 4 0 3.5 4 1 0
1 3 3 1 0 1.5 17 0 0 3 0 13 0 3 2 6 0 3 0 0 0 3 4 0 0 2 26 0 0 2 5 0 0 3.5 2 19 0 3.5 0 0 0 3.5 0 6 52 3.5 0 19 0
September 2 3 3.5 3.5 11 0 0 0 0 0 1.5 1.5 17 12 0 0 0 0 3.5 3.5 31 0 27 2 0 1 3.5 3.5 31 0 20 7 1 1 3 3 11 0 12 4 1 1 3 3 0 0 0 0 0 0 2 2 28 30 0 0 0 0 2 2 26 26 0 0 0 0 3.5 3.5 78 60 0 10 0 0 3.5 3.5 64 0 0 0 0 0 3.5 3.5 83 0 29 20 14 19 3.5 3.5 5 0 69 1 0 3
4 3.5 8 0 0 1.5 0 0 0 3.5 14 5 8 3.5 31 3 0 3.5 34 0 0 3 9 0 0 2 11 0 0 2 3 0 0 3.5 0 0 0 3.5 0 0 0 3.5 0 0 12 3.5 0 4 25
1 3.5 5 108 0 1.5 6 0 0 3.5 30 64 0 4 25 53 0 3.5 69 104 0 3 9 0 0 2 11 0 0 2 11 0 0 3.5 2 0 0 4 0 0 0 3.5 34 21 18 3.5 0 4 34
Oktober 2 3 3.5 3.5 0 6 77 0 0 0 1.5 1.5 6 6 0 0 0 0 4 4 12 26 56 17 18 0 4 5 40 47 40 18 3 0 3.5 4 18 26 102 16 1 0 3 3.5 5 19 1 0 0 0 2 2 0 24 0 0 0 0 2 2 2 10 0 0 0 0 3.5 3.5 0 53 1 23 4 2 4 5 0 12 0 0 0 0 3.5 4 0 191 23 22 13 8 3.5 3.5 0 84 3 15 4 9
K= tanaman kontrol, tanpa aplikasi PGPR, K+ huanglongbing= tanaman kontrol positif terserang penyakit huanglong, R11-R20= tanaman contoh dari lahan Situgede, IWD= indeks warna daun
24
Perubahan yang terjadi pada pengamatan parameter agronomis pada tanaman jeruk fase vegetatif diantaranya disebabkan oleh peranan kandungan yang terdapat pada PGPR, yaitu bakteri Bacillus polimixa dan Pseudomonas fluorescenes. Bakteri dari genera Bacillus dan Pseudomonas tersebut mampu memproduksi hormon tumbuh, meningkatkan ketersediaan unsur hara dan meningkatkan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman, serta dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan hama penyakit (Tenuta 2003). Hormon tumbuh yang dihasilkan dapat memicu pertumbuhan tunas-tunas, bunga, dan buah baru pada tanaman. Ketersediaan serta kemampuan menyerap unsur hara makro ataupun mikro mutlak dibutuhkan tanaman. Kurangnya kemampuan akar dalam menyerap unsur hara dapat mengakibatkan defisiensi unsur hara pada tanaman. Kekurangan unsur mikro seperti Fe, Zn, dan Mn akan mengakibatkan gejala klorosis pada daun tanaman jeruk (Zekri & Obreza 2012).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penyakit penting yang ditemukan di lahan pengamatan jeruk di Desa Situ Gede umumnya adalah yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan adalah kudis (Elsinoe fawcetti), embun hitam (Meliola sp.), busuk pangkal batang dan busuk buah (Phytophthora spp.), penyakit kulit Diplodia dan mati pucuk (Botryodiplodia theobromae), bercak coklat (Alternaria sp.), dan bercak Cercospora (Cercospora sp.). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah kanker (Xanthomonas axonopodis) dan huanglongbing (Liberobacter asiaticus). Deteksi penyakit huanglongbing berdasarkan gejala eksternal pada tanaman jeruk kip (Citrus nobilis) menyerupai dengan gejala akibat kekurangan unsur hara, seperti Zn dan Mn. Daun yang berasal dari tanaman sakit huanglongbing memiliki ukuran lebih kecil, ramping, tulang daun lebih menonjol dan berwarna kusam dibandingkan daun yang tidak bergejala. Hasil pengamatan gejala internal melalui uji akumulasi pati dalam floem tidak selalu menunjukkan konsistensi dengan hasil PCR. Aplikasi PGPR pada tanaman jeruk fase vegetatif tidak menunjukkan pengaruh pada intensitas penyakit pada tanaman, tetapi memberikan pengaruh pada peubah pengamatan agronomis pada tanaman jeruk. Saran Perlu dilakukan pengamatan identifikasi penyakit jeruk pada tempat dan kultivar yang berbeda. Perlu dilakukan deteksi huanglongbing dari organ lain seperti buah dan dari tanaman jeruk kultivar lain. Perlu dilakukan aplikasi PGPR pada tanaman jeruk fase generatif. Perlu dilakukan pengenceran DNA total hasil ekstraksi untuk PCR yang optimum.
26
DAFTAR PUSTAKA [Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Ed ke-2. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Dinas Pertanian. [Balitjestro] Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. 2008. Balitjestro distribusikan pohon induk jeruk bebas penyakit [Internet]. Batu (ID): Balitjestro; [diunduh 2014 Nov 05]. Tersedia pada: http://203. 176.181.70/inovasi/kl08054.pdf. Barnett H, Hunter BB. 1999. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4. Minneapolis (US): APS Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Buah-buahan Indonesia 1995-2013 [internet]. [diunduh 2014 Okt 28]. Tersedia pada: http://bps.go.id/tab_ sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=16. [BBPTP] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2014. Bagan warna daun menghemat penggunaan pupuk N [Internet]. Makassar (ID): BBPTP; [diunduh 2014 Nov 05]. Tersedia pada: http://sulsel.litbang.pertanian.go.id /ind/index.php?option= com_content&view=article&id=920: baganwarna daun- menghemat–penggunaanpupuk-n&catid=170:info-teknologi. Dewdney MM, Timmer LW. 2009. Alternaria brown spot [Internet]. Gainesville (US); [diunduh 2014 Nov 16]. Tersedia pada: http:// www.crec.ifas.ufl.edu/ academics/faculty/dewdney/PDF/PP152.pdf. [Ditlin] Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1994. Pengelolaan Organisme Penganggu Tumbuhan Secara Terpadu pada Tanaman Jeruk. Jakarta (ID) : Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. Ellis D. 2015. Lasiodiplodia theobromae [Internet]. Adelaide (AUS): University of Adelaide [diunduh 2015 Jun 10]. Tersedia pada: www.mycology.adelaide.edu.au. [EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization. 2004a. Data sheets on quarantine: Elsinoe fawcettii and Elsinoe australis. EPPO activities on plant quarantine [Internet]. Paris (FR): EPPO; [diunduh 2014 Nov 5]. Tersedia pada: https://eppo.int/QUARANTINE/fungi/Elsinoe_ australis/ ELSISP_ds.pdf. [EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization. 2004b. Data sheets on quarantine: Xanthomonas axonopodis pv. citri. EPPO activities on plant quarantine [Internet]. Paris (FR): EPPO; [diunduh 2014 Nov 5]. Tersedia pada: https://eppo.int/QUARANTINE/bacteria/Xanthomonas_citri/ XANTCI_ds.pdf. Futch SH, Timmer LW. 2014. A guide to citrus disease identifcation [internet]. Gainesville (US): University of Florida [diunduh 2014 Nov 6]. Tersedia pada: http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/ CH/CH15900.pdf.
27
Garnier M, Jagoueix-Eveillard S, Cronje PR, Le Roux HF, Bove JM. 2000. Genomic characterization of a liberibacter present in an ornamental rutaceous tree, Calodendrum capense, in the Western Cape province of South Africa. Proposal of ‘Candidatus Liberibacter africanus subsp.capensis’. Intl. J. of Syst. and Evol. Microbiol. 50: 2119-2125. Erwin DC, Ribeiro OK. 1996. Minnesota: APS Press.
Phytophthora Diseases Worldwide. St Paul,
Jagoueix S, Bove JM, Garnier M. 1994. The phloem-limited bacterium of greening disease ofcitrus is a member of the asubdivision of the Proteobacteria. Int J System Bacteriol. [Internet]. [diunduh 2014 Nov 15]; 44(3):379-386. Tersedia pada: http://www.imok.ufl.edu/hlb/ database/.../00001112.pdf. Li W, Teixeira DC, Hartung JS, Levy L. 2005. Development of multiplex realtime PCR for detection and identificati Candidatus Liberibacter species associated with citrus huanglongbing. Di dalam: Tim R, Wayne N, James H, Philip B, editor. Proceedings of the Second International Citrus Cancer and Huanglongbing Research Workshop; 2005 November 7-11; Orlando. Orlando (US): United States Department of Agriculture, Agricultural Research Service.hlm: 59. Noordam D. 1973. Identification of Plant Viruses Methods and Experiments. Wegeningen (NL): Centre of Agriculture Publishing and Documentation. Reis RF, Goes AD, Mondal SN, Shilts T, Brentu FC, Timmer LW. 2006. Effect of lesion age, humidity, and fungicide application on sporulation of Alternaria alternata, the cause of brown spot of tangerine. Plant Dis. 8(90):1051-1054. Retnosari E. 2011. Identifikasi penyebab busuk pangkal batang jeruk (Citrus spp.) serta uji antagonism in vitro dengan Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sarwono B. 1986. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Semangun H. 1989. Penyakit- penyakit Tanaman Holtikultura di Indonesia. Yogyakarta (ID) : UGM Press. Su HJ, Hung TH. 2001. Detection of greening fastidious bacteria (GFB) causing citrus greening by dot hybridization and polymerase chain reaction (PCR) with DNA probes and primers pairs. Plant Prot. [Internet]. [diunduh 2014 Nov 15]; 2001(7):1-4.Tersedia pada: http://agnet.org/library.php?func=view &id= 20110714100740&type_id=6. Tenuta M. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria: prospects for increasing nutrient acquisition and disease control. Di dalam: Cropping Conditions in 2003. Manitoba Agronomists Conference 2003; 2003 Des 9-10; Winnipeg (CA): University of Minitoba. hlm 72-77. Wijaya IN. 2007. Penularan penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration) oleh Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera: Psyllidae) pada tanaman jeruk siam. Agritrop. [Internet]. [diunduh 2014 Nov 16]; 26(4): 140-146.
28
Tersedia pada: 3063/2211.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/agritro/article/download/
Zekri M dan Obreza TA. 2012. Micronutrient deficiencies in citrus: Iron, Zink, and Manganese [internet]. [diunduh 2014 Nov 16]. Tersedia pada: http://edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/SS/SS42300.pdf.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1 Data curah hujan bulanan pada bulan Mei sampai Oktober 2014. Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Sumber Keterangan
Mei 3.6 3 4.2 1.4 0 42.1 29 41.4 2 1.6 9.3 15.6 11 0.3 28.6 15.6 9.6 19.5 1 8.4 11.7 0.3 1 29.3 7.5 0.2
Juni 6.7 26.1 2.8 13.5 2.6 5.1 1.7 0 4.1 0.1 0.2 24 -
Juli 0.2 50.8 24.7 4 6.7 116.7 0.7 0 8.8 5.6 1.2 0.5 0 23.2 6 0.5 0 29.2 4.9 65.1 0 0.2
Agustus 2.3 1.5 35 0 5.2 16.1 85.8 100.4 5.2 0 147.3 38.1 5.1 62.5 33.9 -
September 1.4 5 0 5.7 4 5.7 1.4
Oktober 0.2 4.7 0.1 11.4 17.2 0.7 1.2 0 7.5 26.7 93.7 0 12.4 4.5 -
: Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Bogor : Satuan curah hujan (mm) (0) Tidak ada hujan (*) Data curah hujan tidak ada karena laporan curah hujan belum masuk
Penyakit kulit diplodia
Busuk pangkal batang
Jamur upas
Embun Hitam
Kudis
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Fase Tanaman IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP
Peubah Pengamatan
Insidensi Penyakit (IP) dan Severitas Penyakit (SP) pada Minggu Pengamatan (%) Agustus September Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 15 15 15 15 15 18 18 18 20 20 15 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 68 90 90 90 90 90 90 90 90 80 70 70 25 25 25 25 25 28 28 25 23 23 25 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 10 10 10 10 10 10 10 10 10 20 20 3 3 3 3 3 3 3 3 3 8 8 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Insidensi dan severitas penyakit pada lahan I pertanaman jeruk di Desa Situgede pada bulan Agustus sampai Oktober 2014
Penyakit
Lampiran 2
31
31
Bercak cercospora
Kanker
Bercak cokelat
Mati pucuk
Penyakit kulit diplodia
Penyakit
Lampiran 1 (Lanjutan)
32
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Generatif
Vegetatif
Fase Tanaman IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP
Peubah Pengamatan
Insidensi Penyakit (IP) dan Severitas Penyakit (SP) pada Minggu Pengamatan (%) Agustus September Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 10 10 10 10 10 10 10 10 10 20 20 3 3 3 3 3 3 3 3 3 8 8 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 10 10 10 10 10 30 20 20 20 20 20 3 3 3 3 3 8 5 5 5 5 5 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 60 60 60 60 60 80 60 60 60 60 60 18 18 18 18 18 23 18 18 18 18 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 60 60 60 60 60 60 60 60 60 90 90 20 20 20 20 20 20 20 20 20 30 30 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 80 80 80 80 80 90 90 90 90 90 90 20 20 20 20 20 23 23 23 28 28 28 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
32
Bercak cercospora
Kanker
Bercak cokelat
Mati pucuk
Penyakit kulit diplodia
Busuk pangkal batang
Jamur upas
Embun Hitam
Kudis
Penyakit
Generatif
Generatif
Generatif
Generatif
Generatif
Generatif
Generatif
Generatif
Generatif
Fase Tanaman IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP IP SP
Peubah Pengamatan
Insidensi Penyakit (IP) dan Severitas Penyakit (SP) pada Minggu Pengamatan (%) Agustus September Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 41 41 41 41 41 41 41 41 41 41 41 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 61 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11
Lampiran 3 Insidensi dan severitas penyakit pada lahan II pertanaman jeruk di Desa Situgede pada bulan Agustus sampai Oktober 2014
33
33
Lampiran 2 Identifikasi penyakit huanglongbing berdasarkan gejala eksternal pada daun jeruk
34 34
Lampiran 3 (Lanjutan)
35
35
Lampiran 4 (Lanjutan)
36 36
Lampiran 5 (Lanjutan)
37
37
38
Lampiran 6 Identifikasi penyakit huanglongbing berdasarkan gejala internal berupa akumulasi pati pada petiol daun
39
Lampiran 5 (Lanjutan)
40
Lampiran 5 (lanjutan)
41
Lampiran 7 Larutan Iodin - Kalium Iodida yang digunakan dalam uji akumulasi pati Nama bahan Jumlah untuk 10 ml Iodin 0.2 g Kalium Iodida 0.6 g Larutan I-KI kemudian diencerkan dengan asam laktat dengan perbandingan 1:20.
Lampiran 8 Larutan Penyangga CTAB (CTAB buffer) yang digunakan dalam ekstraksi DNA Nama bahan Konsentrasi Jumlah untuk 100 ml CTAB 2% 2g NaCl 1.4 M 8.1816 g Tris 100 mM 1.211 g EDTA 20 mM 0.7444 g Polyvinylpyrrolidone (PVP-40) 1% 1.0 g Akuades steril Ditambahkan sampai 100 ml Menjelang digunakan, Mercaptoethanol ditambahkan ke dalam bufer CTAB sebanyak 2 l/ml larutan (0.2%). Selanjutnya pH larutan diatur menjadi 8.0.
42
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 28 Oktober 1990, sebagai anak pertama dari dua bersaudara keluarga Sri Harto Mulyo dan Umi Sholikhah SAg. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wonosobo, Jawa Tengah pada tahun 2009, dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Pendidikan mayor penulis adalah Proteksi Tanaman. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi ketua pelaksana dalam kegiatan Insectaria pada tahun 2012. Menjadi kepala divisi keamanan dalam kegiatan Sport and Entertainer Event Region Faperta (Seri-A). Menjadi anggota panitia dalam kegiatan National Plant Protection Even pada tahun 2011 s.d 2013. Pernah mengikuti kegiatan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat melalui kegiatan IPB Goes to Field 2012. Penulis juga aktif mengikuti berbagai lembaga kemahasiswaan seperti, Organic Farming Club dan Entomologi Club tahun 2013 sebagai anggota. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di Departemen Proteksi Tanaman dan Fakultas Pertanian. Penulis diberi kepercayaan menjadi Asisten Praktikum di Departemen Proteksi Tanaman pada Mata Kuliah Dasar Proteksi Tanaman pada tahun 2014.