Integrasi Pasar Keuangan Pasca Krisis Finansial Global Pada Negara Indonesia, Cina dan India Oleh : Anwar Puteh Dosen Fakultas Ekonomi Unimal abstract This study examines the integration of financial markets in Indonesia with China and India after the global financial crisis. Results of Vector Error Correction Model (VECM) tends to support the hypothesis that indicates, Indonesia's financial market is integrated with the Chinese and Indian markets keuagan relationship meaning both short-term and long-term (disequilibrium). Keywords: Financial Markets, Global Financial Crisis, Penelitian ini menguji integrasi pasar keuangan Indonesia dengan Cina dan India pasca krisis keuangan global. Hasil dari Vector Error Correction Model (VECM) cenderung mendukung hipotesis yang mengindikasikan, pasar keuangan Indonesia terintegrasi dengan pasar keuagan Cina dan India arti kata adanya hubungan baik bersifat jangka pendek ataupun jangka panjang (disequilibrium). Kata kunci: Pasar Keuangan, Krisis Finansial Global, Pendahuluan Krisis finansial global yang berpusat di negara-negara maju dengan cepatnya menyebar ke seluruh dunia. Kecepatan penyebaran ini didukung oleh struktur pasar keuangan global yang telah terintegrasi dengan baik. Terintegrasinya pasar keuangan global ini, di satu sisi memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian suatu negara karena mempercepat proses pengembangan pasar keuangan domestik, meningkatkan efisiensi pasar, dan membuka akses yang besar terhadap sumber pembiayaan luar negeri. Tapi si sisi lain, integrasi ini menjadikan pasar keuangan domestik lebih rentan terhadap kejutan eksternal. Semua Negara merasa kekwatiran terhadap pembalikan dana oleh pemilik modal akibat krisis finansial global tersebut. Pemilik modal akan menarik dananya dari tempat yang dianggap rentan terhadap krisis finansial tersebut dan menginvestasikan kembali ke tempat yang lebih aman. Indonesia merupakan salah satu dari tiga Negara yang dianggap aman dan mampu keluar dari krisis finansial dalam jangka waktu yang relatif cepat, karena berhasil meningkatkan perekonomiannya ditengah badai krisis finansial global yang berawal dari runtuhnya industri keuangan di Amerika Serikat. Krisis finansial tersebut turut mempengaruhi stabilitas ekonomi global, karena hampir semua Negara menganut sistem pasar bebas, termasuk Indonesia. Sehingga semua Negara saling terkait dalam ekonomi global yang terintegrasi aliran dana bebas keluar masuk dari satu Negara ke Negara lain tanpa batas. Hal ini pertanda bahwa pasar modal Indonesia saling terintegrasi dengan pasar modal Negara lain Terintegrasinya struktur pasar keuangan Indonesia dengan pasar keuangan global, juga memberikan dampak negatif terhadap kecepatan krisis finansial global ke pasar domestik. Seperti yang terjadi pada Oktober 2008, volume perdagangan saham dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan kuat hingga memaksa otoritas Bursa Efek Indonesia
(BEI) menghentikan perdagangan (blackout). Selain itu, gejolak di pasar saham domestik tidak terlepas dari cukup tingginya proporsi asing dalam perdagangan saham selama ini. Kerugian yang dialami investor di pasar keuangan global menyebabkan banyak investor asing yang mengalami kesulitan likuiditas, sehingga terpaksa menarik dananya (deleveraging). Selain disebabkan oleh kesulitan likuiditas yang memicu deleveraging, jatuhnya pasar saham juga disebabkan perilaku risk aversion dari investor yang kemudian memicu terjadinya flight to quality dari aset yang dipandang berisiko ke aset yang lebih aman. Walaupun sebenarnya keadaan fundamental ekonomi di negara berkembang khususnya Indonesia masih dapat dikatakan baik, namun penarikan dana tersebut memberikan efek buruk terhadap kinerja pasar saham di Asia. Di sisi lain, pasar keuangan yang terintegrasi dapat membantu memberikan informasi yang lebih lengkap dan mutakhir akan peluang investasi, dan dapat membantu mengembangkan pendekatan baru untuk membiayai kebutuhan investasi infrastruktur. Tingkat integrasi antar pasar yang satu dengan yang lain berbeda. Secara teori, hubungan dengan pasar global dapat menyediakan seluruh manfaat integrasi keuangan, memberikan peluang bagi peningkatan modal, beragam pilihan produk investasi, dan diversifikasi risiko. Bagi pasar keuangan global di Negara-negara maju, dengan adanya terintegrasi pasar modal para investor dapat melakukan investasi maupun diversifikasi internasional di mana saja tanpa hambatan. Namun kebanyakan bursa saham di kawasan Asia-Pasifik (regional) tergolong kurang terintegrasi, bahkan menjurus segmented, karena pembentukan harga lebih dipengaruhi oleh kondisi pasar domestik dibanding pasar internasional (Dewi, 2009). Zona waktu yang sama dan kedekatan geografis memudahkan aliran informasi dan kontak personal serta dapat membantu mengurangi informasi yang tak selaras. Pasar yang lebih besar, pada gilirannya, dapat mengarah pada layanan keuangan yang lebih efisien dan kompetitif. Penyebab terjadinya integrasi pasar keuangan di suatu Negara adalah bertambahnya aliran dana, meningkatnya kepemilikan investor asing terhadap asset keuangan dan sektor riil, Dampak positif dari integrasi pasar keuangan bagi perekonomian domestik adalah mempercepat proses pengembangan pasar keuangan domestik yang tercermin pada market deepening, efisiensi pasar dan terbukanya akses yang lebih besar pada sumber pembiayaan luar negeri. Akan tetapi di sisi lain, integrasi pasar keuangan ini menjadikan pasar keuangan domestic sangat dipengaruhi oleh berbagai perkembangan yang terjadi di pasar keuangan global. Bahkan, pasar keuangan domestik juga menjadi vulnerable terhadap external shocks, seperti krisis subprime mortgage di AS (paro kedua 2007) yang mengakibatkan gejolak di pasar keuangan domestik (Kurniati et al. 2008) Pasar keuangan menjadi lebih efisien, dan mampu membuat saling tergantungan antar Negara, khususnya dalam satu kawasan. Sehingga mendorong masuknya modal asing (capital inflow), disamping membaiknya faktor eksternal dan domestik, seperti kondisi ekses likuiditas yang cukup besar di pasar keuangan global, perekonomian emerging markets relatif lebih baik dibanding perekonomian negara maju, serta imbal hasil (yield) investasi yang lebih tinggi mendorong investor global untuk menempatkan kelebihan likuiditasnya pada instrumen investasi di emerging markets (Imran, 2009). Didasarkan pada fenomena dan temuan studi di atas ditemukan bahwa pasar keuangan di kawasan Asia-pasifik belum terintegrasi, jika dibandingkan dengan pasar keuangan global. Oleh karena ini, studi ini akan menguji integrasi pasar keuangan di Asia-Pasifik khususnya pasar keuangan ekonomi baru (Emerging Market Countries) yaitu Indonesia, India dan Cina.
Literatur Review Pasar modal terintegrasi juga dapat membantu mengembangkan pendekatan baru untuk membiayai kebutuhan investasi infrastruktur yang besar dari kawasan itu. Ada tiga faktor yang mendukung terjadinya integrasi pasar keuangan, yaitu: (1). Deregulasi atau liberalisasi pasar keuangan; (2). Kemajuan teknologi yang memungkinkan pengawasan terhadap pasar keuangan global; dan (3). Peningkatan institusionel pasar keuangan (Fabozzi, 1995). Jika pasar modal benar-benar terintegrasi, maka aset finansial akan mencerminkan harga yang sama di manapun. Pendekatan integrasi di Asia adalah ramah pasar, melalui berbagai jalur (multi-track) dan dengan berbagai kecepatan (multi-speed), yang memungkinkan dosis yang sehat akan pragmatisme di antara suatu kelompok dengan kepentingan bersama dari negara-negara di kawasan itu. Terjadinya integrasi antar pasar keuangan disebabkan adanya kesamaan pasar dalam pola pendapatan, dan ini memberikan kontribusi positif terhadap makroekonomi dalam negeri, dapat menfasilitasi aliran modal daerah ke pasar multinasional, transformasi teknologi, deregulasi keuangan memungkinkan investor untuk memperluas portofolio mereka secara internasional, dan perdagangan internasional dan mendorong hubungan ekonomi yang lebih kuat. Arshanapalli dan Doukas (1993) menggunakan unit root dalam menguji hubungan dan interaksi antara pasar saham New York, Jepang, Paris, Frankfurt, dan London, dari Januari 1980 sampai Mei 1990. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa telah terjadi interdependensi antar pasar saham setelah tahun 1987, kecuali untuk pasar saham Jepang. Pasar Perancis, Inggris, dan Jerman sangat dipengaruhi oleh pasar AS. Kinerja pasar Jepang tidak memiliki link sama sekali dengan pasar manapun di Amerika Serikat, Perancis, Jerman, dan Inggris. Ini menunjukkan bahwa pasar saham Jepang belum terintegrasi dengan pasar saham lainnya. Koutmos (1996) mengatakan bahwa terintegrasinya pasar saham Peranci, Jerman, Italia dan Inggris dipengaruhi oleh sejumlah informasi (berita) baik ditingkat nasional maupun internasional. Sedangkan Friedman dan Shachmurove (1997) melakukan penelitian di pasar modal Uni Eropa seperti Perancis, Jerman, Belanda dan Inggris. Hasilnya studi tersebut disimpulkan bahwa pasar modal yang besar saling berkaitan, namun pasar modal kecil terjadinya indepensi. Koutmos menyarankan bahwa pasar modal yang kecil dalam jangka waktu pendek sebaiknya memperluas diversifikasi investasi saham. Studi yang dilakukan Gallagher (1995), dan Knif dan Pynnonen (1999), justru menemukan tidak adannya integrasi (lemah) pasar saham di Negara Uni Eropa. Namun Gallagher (1995) menunjukkan bahwa investor Irlandia dapat meningkatkan manfaat diversifikasi dalam jangka panjang dengan memperluas portofolio saham domestik, karena tidak ditemukan integrasi antar pasar saham Irlandia, Jerman, dan Inggris. Serletis dan King (1997) menemukan bukti dari dua tren stokastik pada sepuluh pasar saham di Uni Eropa dengan menggunakan data kuartalan 1971-1992. Serletis dan King berpendapat bahwa adanya integrasi atau kecenderungan tunggal di pasar daham Uni Eropa, hal ini disebabkan adanya beberapa perbedaan pada kebijakan fiskal dan moneter di seluruh negara Uni Eropa. Dengan menggunakan estimasi variasi waktu, studi Serletis dan King menemukan adanya peningkatan konvergensi harga saham dari waktu ke waktu, ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pasar saham Uni Eropa dan ini memperkuat konvergensi pada periode yang akan datang. Zuhri dan Endri (2008) menguji intergrasi pasar saham ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina selama periode Januari 1999 – Januari 2008. Pengujian dilakukan secara bivariate co-integration dan multivariate co-integration. Hasilnya secara multivariate co-integration test menyimpulkan bahwa kelima Negara ASEAN memiliki kointegrasi pada vector 1 dengan tingkat signifikansi 5%. Sedangkan pengujian dengan
bivariate co-integration test menemukan bahwa pasar saham Indonesia terintegrasi dengan pasar saham ASEAN, akan tetapi pasar saham Malaysia-Singapura, Malaysia –Thailand, Malaysia – Filipina dan Thailand – Filipina tidak terintegasi. Data dan Metodologi Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data indeks harga saham gabungan harian dari 3 pasar modal di Asia-Pasifik. Periode yang digunakan adalah pasca krisis finansial global yaitu tahun Januari 2009 – Februari 2011. Pasar modal yang diamati adalah Indonesia (BEI), Jepang (NIKKEI), dan India (BSE). Pemilihan sampel penelitian ini didasari pada negara yang berhasil keluar dari krisis finansial global secara cepat dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada masa krisis. Unit Root Test Pada penelitian ini, uji stasioneritas dilakukan dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller Test (ADF). Uji stasioneritas ini didasarkan atas hipotesis nol variabel stokastik memiliki unit root. Jika nila probabilitas pasar saham tidak signifikan pada taraf keyakinan 90%, maka kesimpulan dari hasil pengujian unit root pada ordo nol semua data penelitian tersebut adalah tidak stasioner. Hal ini menunjukkan bahwa data time series pada umumnya bersifat nonstasionary (Gujarati, 1999). Pengambilan keputusan terhadap stasioneritas data didasarkan pada nilai kritis MacKinnon sebagai pengganti uji-t dari hasil model uji ADF test. Selanjutnya nisbah t tersebut dibandingkan dengan nilai kritis statistik pada t tabel ADF untuk mengetahui ada atau tidaknya akar-akar unit. Jika hipotesa diterima berarti variabel tersebut tidak stasioner, maka perlu dilakukan uji derajat integrasi. Uji derajat integrasi dimaksudkan untuk melihat pada derajat atau order diferensi ke berapa data yang diamati akan stasioner. Coointegration Test dan Error Correction Model Kombinasi dari dua seri yang tidak stasioner, akan bergerak ke arah yang sama menuju ekuilibrium jangka panjangnya dan diferensiasi diantara kedua seri tersebut akan konstan. Jika demikian halnya, seri ini dikatakan saling berkointegrasi. Tes kointegrasi berdasarkan pendekatan vector autoregressions (VAR) Johansen. Jika vektor Xt adalah vektor variabel endogen dalam VAR dengan panjang lag p, maka: Notasi: Yt adalah vector k dari variabel I(1) non-stasioner, Xt adalah vector d dari variabel deterministic dan et adalah vector inovasi. Spesifikasi VAR ini dapat dinyatakan dalam bentuk first difference (Widarjono, 2009).
Notasi. dan I = Matrik identitas Hubungan jangka panjang (kointegrasi) dijelaskan di dalam matrik dari sejumlah p variable. Karena 0 < rank = r < (Π) = r = p maka Π terdiri dari matrik Q dan R dengan dimensi p
* r sehingga Π = QR’. Matrik R terdiri dari r, 0
Hasil pengujian unit root terhadap variabel penelitian pada level (ordo nol) terdapat bahwa data penelitian tidak stasioner, agar variabel penelitian (BEI, NIKKEI dan STI) terbebas dari masalah unit root, maka variabel-variabel tersebut selanjutnya perlu dilakukan dengan proses diferencing melalui uji unit root ADF pada tingkat diferensiasi pertama (ordo satu). Pengujian stasioneritas terhadap data level dilakukan dengan menggunakan model intercept seperti uji ADF ordo nol terhadap data level sebelumnya. Output hasil uji unit root pada tingkat diferensi pertama (ordo satu) pada tabel diatas menunjukkan adanya perubahan tingkat signifikansi dari nilai probabilitas, statistik ADF dan serta critical value (α) pada semua variabel. Hasil uji unit root dengan nilai absolut statistik ADF yang lebih besar dibandingkan dengan nilai absolut critical value tabel Mac Kinnon. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel penelitian dalam kondisi stasioner atau sudah tidak mengandung unit root lagi pada ordo satu. Selain itu kondisi stasioner ini juga didukung oleh nilai probabilitas statistik ADF semua variabel yang signifikan pada α =1%. Keseluruhan variabel penelitian sudah stasioner pada first difference, maka pengujian kointegrasi dilakukan untuk melihat hubungan keseimbangan jangka panjang atau terdapat kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan antar variabel penelitian. Dari hasil pengolahan
data (Tabel 4) diperolah bahwa pasar modal Indonesia terkointegrasi dengan pasar modal asia, ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi, maka estimasi yang tepat adalah VEC, namun jika tidak terjadinya kointegrasi maka model yang cocok digunakan adalah VAR (Enders, 2004 dan Granger dalam Wong et al, 2005). Pengujian kointegrasi menggunakan metode Johansen Cointergation Test, ditunjukkan pada table 2 di bawah ini: Table 2: Johansen Cointegration Test Hypotheses
Eigenvalue
Likehood Ratio
Critical Values 1% 5% 60,16 53,12 41,07 34,91 24,60 19,96 12,97 09,24
r=0 0,033277 53,61717** r≤1 0,014981 24,24105 r≤2 0,011294 11,13879 r≤3 0,001474 1,28021 ** significant at 5% level Berdasarkan Table 2 di atas terlihat bahwa adaanya kointegrasi antar variabel, maka model yang sesuai digunakan adalah Vector Error Correction Model atau VECM (Widarjono, 2009). Adapun hasil VECM dapat dilihat pada Table 3 di bawah ini: Table 3: Vector Error Correction Model Variabel ΔBEI
ΔNIKKEI
ΔSTI
Error Correction -0.046066*** (-4.59496) [0.01003] -0.154315** (-2.95214) [0.05227] -0.016024** (-1.42604) [0.01124]
*** dan ** significant at 1% dan 5% level Error Correction Model di atas (Tabel 3) menunjukkan perubahan pasar keuangan Indonesia signifikan. Ini membuktikan bahwa perubahan pasar keuangan Cina dan India dalam jangka pendek akan menganggu equilibrium pasar keuangan Indonesia. Sebelum mencapai equilibrium dalam jangka panjang ke arah disequilibrium speed of adjustment merupakan ukuran seberapa cepat suatu pasar keuangan bergerak kembali ke arah equilibrium jangka panjang. Speed of adjustment yang signifikan menunjukkan bahwa guncangan disequilibrium. Kesimpulan
Perubahan pasar keuangan Cina dan India akan mempengaruhi pasar keuangan Indonesia. Analisa ekonometri dengan VECM mendukung hipotesis signifikansi pasar keuangan Indonesia terintergrasi dengan pasar keuangan Cina dan India. Perubahan pasar keuangan Indonesia ini akan mengkuti setiap perubahan pasar keuangan Cina dan India baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Referensi Arshanapalli, B. dan Doukas, J., (1993), International Stock Market Linkages: Evidence from the pre- and post-1987 period, Journal of Banking and Finance. Bank Indonesia, (2009), Outlook Ekonomi Indonesia 2009 – 2014, Edisi Januari 2009 Dewi, Shinta, (2009), Analisis Hubungan Kausalitas Bursa Global Terhadap Bursa Efek Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Inggrid, Maret, (2006), Sektor Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia:Pendekatan. Kausalitas dalam Multivariate Vector Error Correction Model, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8. No. 1, hlm. 40-50 Fabozzi, Frank J. (1995), The Handbook of Mortgage Backed Securities, Probus Publishing Co; Chicago Friedman, J. and Shachmurove, Yochanan, (1996), International Transmission of Innovations Among European Community Stock Markets, in Research in International Business and Finance,, Vol. 13, hlm. 35-64. Gallagher, L., (1995), Interdependencies among the Irish, British and German Stock Markets, The Economic and Social Review, Vol. Gujarati, (1999), Basic Econometrics, Mc-Graw Hill Publishing Imran, (2009). Knif, J. dan Pynnonen, S., (1999), Local and Global Price Memory of International Stock Markets, Journal of International Financial Markets, Institutions and Money. Vol.
Koutmos, G., (1996), Modeling the Dynamic Interdependence of Major European Stock Markets, Journal of Business Finance and Accounting, Vol. Kurniati Y., Permata M., dan Yanfitri, (2008), Struktur dan Produktivitas Ekspor serta. Potensinya dalam Mendorong Pertumbuhan. Ekonomi di Indonesia, Bank Indonesia
Murtini, Umi dan Ekawati, Erni, (2003), Integrasi Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek di ASEAN (Setelah Penghapusan Batas Pembelian Bagi Investor Asing), Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 6, No. 3 Outlook Ekonomi Indonesia 2009 - 2014, Edisi Januari 2009 Serletis, A. dan King, M., (1997), Common Stochastic Trends and Convergence of European Union Stock Markets, The Manchester School Tucker, et al. 1991), Widarjono, Agus, (2009), Ekonometrika, Pengantar dan Aplikasinya, Penerbit Ekononisia, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Zuhri, Munstanwir dan Endri, (2008), Analisis Keterkaitan Dinamis Pasar Saham di atara Negara-negara ASEAN, Finance and Banking Journal, Vol. 10. No. 1