LANTING Journal of Architecture, Volume 3, Nomor 1, Februari 2014, Halaman 37-47 ISSN 2089-8916
INOVASI DESAIN PONDASI KACAPURI DI ATAS TANAH GAMBUT YANG DISTABILISASI J.C. Heldiansyah Program Studi Teknik Arsitektur Universitas Lambung Mangkurat
[email protected] Muhammad Afief Ma’ruf Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat
[email protected] Wiku Adhiwicaksana Krasna Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat
[email protected] Abstrak Pondasi Kacapuri adalah tipe pondasi dangkal yang mengapung di atas tanah gambut. Pondasi Kacapuri menggunakan Kayu Ulin sebagai tiang dan Kayu Galam yang menerus sebagai telapaknya. Terbatasnya Kayu Ulin sebagai bahan baku utama memaksa mayarakat menggunakan beton dan pengurugan sebagai solusi pembangunan di tanah gambut. Inovasi desain Pondasi Desain Pondasi Kacapuri serta stabilitas tanah gambut merupakan alternatif jawaban bagi pengurugan di lahan gambut. Dana penelitian ini merupakan Hibah Gubernur Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2013, bertujuan melakukan inovasi pondasi kacapuri yang kuat, aman, berdaya dukung tinggi, ekologis serta relatif murah di daerah lahan basah .Penelitian ini berbasis kuantitatif untuk mendapatkan rekomendasi desain sebagai tujuan penelitiannya (research for design). Produk penelitiannya berupa desain pondasi kacapuri dan formulasi stabilisasi tanah gambut. Sampel observasi adalah tanah gambut di Kota Banjarmasin. Manfaatnya adalah efisiensi penggunaan material pondasi Kacapuri dan menjaga kelestarian lahan gambut. Kata Kunci: pondasi Kacapuri, Stabilisasi Tanah Gambut.
Abstract The Kacapuri foundation is a type of shallow foundation that floating on peat soil. This foundation uses ironwood (Eusideroxylon zwageri) as the poles and galam (Melaleuca cajuputi Roxb) as the base. Limited use of ironwood as the main material forces people to use concrete and landfilling as a solution to build on peat soil. Design inovation of the kacapuri foundation and peat soil stability are the alternative solution to peat land filling. This research uses a qualitative method to create design recommendation (research for design). The result is the kacapuri foundation design and formulation of peat soil stabilization.The sample of this observation is peat land in Banjarmasin. The benefit is to preserve peat land. Keywords: the Kacapuri foundation, Peat Soil Stabilization.
PENDAHULUAN Adanya Perda Kota Banjarmasin No.14 Tahun 2009 Tentang Rumah Panggung, menyebabkan pengurugan lahan rawa di Banjarmasin merupakan tindakan ilegal. Kelangkaan bahan baku tiang Kayu
Ulin (Eusyderoxylon zwagery) dan rendahnya daya dukung tanah gambut dijadikan alasan bagi masyarakat lokal untuk melakukan pengurugan lahan bangunan untuk mencapai stabilisasi tanah. Padahal penimbunan tanah di atas tanah gambut
37
dapat menyebabkan masalah lingkungan yang lebih luas.
KAYU ULIN 10/10 KAYU ULIN 10/10 MUKA AIR
KAYU ULIN
TINJAUAN PUSTAKA
5/7 atau 5/10
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
Min 30 cm
SLOOF Muka Tanah Asli
Kondisi Geografis Kota Banjarmasin Banjarmasin merupakan dataran rendah 2 Sungai Besar, 7 sungai sedang dan 31 anak sungai dan 32 sungai kecil (Heldiansyah, 2010). Kondisi geografis tersebut mempengaruhi substansi dan kondisi fisik tanah di wilayah Banjarmasin. Di antaranya yaitu substansi tanah rawa dan gambut. Oleh karena itu tipologi pondasi bangunan yang ada di wilayah Banjarmasin cenderung bersifat adaptatif, salah satunya yaitu pondasi apung (kacapuri)
Min 30 cm
KAYU ULIN 10/10
TAMPAK PERSPEKTIF
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
SLOOF (Menerus)
TELAPAK GALAM (Menerus)
Gambar 1. Pondasi Kacapuri (Sumber: Diolah dari Iskandar 2000)
Pondasi Tradisional Kalimantan Selatan Pondasi kacapuri umumnya menggunakan kombinasi kayu ulin dan kayu galam (Seman, 2000). Kayu Ulin dalam bentuk balokan, sebagai bahan utama tiang dan tongkat yang bertumpu di tanah sebagai pendukung bangunan rumah. Antara tiang dan tongkat dibedakan : Tiang adalah balok yang pangkalnya bertumpu dalam tanah dengan ujungnya sampai pada dasar atap di atas bubungan. Tongkat adalah balok yang pangkalnya bertumpu dalam tanah dengan ujungnya sampai pada dasar lantai. Kayu galam yang digunakan dalam pondasi ini biasanya berdiameter minimal 15 cm untuk tampuk ujung dan sekitar 20 cm untuk tampuk tengahnya. Cara pemasangannya agak berbeda dengan cara batang besar yang hanya satu lapis. Untuk pondasi batang kecil ada dua lapis, bagian bawah disebut Kacapuri dan lapisan atas disebut kalang sunduk, yaitu untuk penahan sunduk tiang atau sunduk tongkat. Ujung tiang atau tongkat tertancap hingga kedalaman dua meter dari permukaan tanah(Gambar 1).
Daya Dukung Pondasi Kacapuri Menurut Iskandar (2000), Pondasi Kacapuri dianggap berperilaku seperti pondasi menerus dengan panjang pondasi (B) adalah panjang tiang galam yang digunakan. Untuk menganalisa nilai daya dukung pondasi Kacapuri dapat digunakan beberapa persamaan yaitu formula Terzaghi (Gambar 2, Tabel 1, dan Tabel 2) : Formula Therzaghi (Menerus)
qu = c.Nc + q.Nq +0,5.γ.B.Nγ Persegi/Bujur Sangkar Dimana
qu = qa = c= Φ= qa =
daya dukung bataspondasi daya dukung izin pondasi kohesi tanah sudut geser dalam γ.D
D = Kedalaman dasar telapak dari permukaan galian B = Ukuran terkecil telapak γ = berat volume Tanah Nq, Nc, Nγ = Faktor Kapasitas Dukung untuk Pasir Sedangkan Lempung buruk : Nq’, Nc’, Nγ’ Qu
B 45°- o/2
D
b
a
o
e c
d
45°- o /2
g
Gambar 2. Analisis Formula Terzaghi (Sumber : Diolah dari Iskandar 2000)
38
Tabel 1. Faktor Kapasitas Dukung Formula Terzaghi ф° 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Nc 5,71 7,32 9,64 12,80 17,70 25,10 37,20 57,80 95,60 172,00
Nq 1,00 1,64 2,70 4,44 7,43 12,70 22,50 41,40 18,20 173,00
Ny 0 0 1,20 2,40 4,60 9,20 20,20 44,00 144,00 320,00
Nc' 3,81 4,48 5,34 6,64 7,90 9,86 17,70 16,80 23,20 34,10
Nq' 1,00 1,39 1,49 2,73 3,88 5,60 8,32 12,80 20,50 35,10
Ny' 0 0 0 1,20 2,00 3,30 5,40 9,60 19,10 27,00
Tabel 2. Faktor Bentuk Pondasi Faktor Bentuk
Nc Menerus
Ny Persegi
α β
1,0 0,5
1,3 0,4
Nq Persegi Panjang 1,0+0,3(B/L) 1,5-0,1(B/L)
ф° Lingkaran 1,3 0,3
Metode Perbaikan Tanah Gambut Karena sifat tanah gambut yang sangat tidak menguntungkan bagi konstruksi bangunan sipil di atasnya, diperlukan suatu perbaikan tanah gambut (peat soil improvement) untuk meningkatkan daya dukungnya (bearing capacity) sebelum digunakan sebagai penopang bangunan sipil di atasnya. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam memilih metode perbaikan tanah gambut adalah : 1. Tebal lapisan gambut. 2. Jenis tanah gambut, apakah termasuk gambut berserat atau tidak berserat. 3. Besarnya pemampatan yang harus ditanggulangi. Salah satu metode perbaikan tanah gambut adalah metode stabilisasi. Metode Stabilisasi Tanah Gambut Metode perbaikan tanah gambut selain metode mekanis adalah metode stabilisasi. Stabilisasi adalah mencampurkan bahan lain ke dalam tanah gambut untuk memperbaiki sifat – sifat tanah gambut tersebut. Pada tanah lempung stabilisasi yang dilakukan terutama dengan bahan kapur memberikan hasil yang memuaskan, namun penggunaan kapur pada gambut kurang berhasil dibanding metode perbaikan tanah secara mekanis yang teah dijelaskan sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan tanah
gambut yang tidak memiliki kandungan silica yang dibutuhkan kapur untuk membentuk CaSiO3 dalam bentuk gel yang nantinya perlahan akan mengkristal membentuk Calcium Silicate Hydrates. Hal lain yang masih menjadi masalah adalah lapisan yang distabilisasi umumnya hanya setebal 60 cm di permukaan tanah gambut saja sehingga bagian bawah masih belum cukup kuat menerima beban yang ada di atasnya. Penggunaan kombinasi abu sekam padi dan kapur telah banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada dunia ketekniksipilan. Pada stabilisasi tanah lempung, penggunaan bahan kapur telah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Bowles (1997) menyatakan bahwa penambahan kapur sebesar 2% - 4% dari volume lempung yang akan distabilisasi akan menurunkan indeks plastisitasnya. Namun penggunaan kapur untuk tanah gambut tidak dapat dilakukan karena ketiadaan kandungan silica pada gambut. Untuk memecahkan masalah ini maka ditambahkan abu sekam padi (rice husk ash) yang memiliki kandungan silica yang besar dan jumlahnya melimpah di Indonesia serta masih kurang memiliki nilai ekonomis di masyarakat. Dalam hal stabilisasi tanah gambut, penggunaan kombinasi abu sekam padi dan kapur telah diteliti, Hasil penelitian memberikan prosentase stabilisasi optimum campuran bahan stabilisasi 30% kapur dan 70% abu sekam dengan kadar campuran bahan stabilisasi untuk tanah gambut sebesar 10%. Pada umur stabilisasi 30 hari diperoleh total regangan yang terjadi berkurang sampai dengan 27% dari total regangan tanah gambut sebelum distabilisasi (Mochtar 2009). Untuk prosentase optimum bahan stabilisasi yang diperlukan oleh tanah gambut yang mendapat pengaruh air sekitar telah diteliti, dimana diperoleh prosentase bahan stabilisasi yang dicampurkan sebesar 15% berat basah (112,5% berat kering) untuk umur stabilisasi minimum 30 hari dimana
39
total regangan yang terjadi berkurang hingga 55,86% dan daya dukungnya meningkat sampai dengan 28,44%. PERMASALAHAN PENELITIAN Permasalahan utama yang ingin dipecahkan dalam penelitian kali ini adalah bagaimana bentuk alternatif desain pondasi kacapuri untuk bangunan rumah bubungan tinggi / rumah panggung di atas tanah gambut yang distabilisasi? Perumusan lebih rinci dari masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana daya dukung tanah gambut yang distabilisasi dengan prosentase bahan stabilisasi (campuran 30% kapur dan 70% abu sekam) sebesar 15% dari berat basah tanah gambut. 2. Bagaimana bentuk alternatif konstruksi pondasi kacapuri yang dapat menahan beban rumah panggung berdasarkan daya dukung tanah gambut yang distabilisasi? Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bentuk alternatif desain pondasi kacapuri untuk bangunan rumah bubungan tinggi / rumah panggung di atas tanah gambut yang distabilisasi Diharapkan pondasi alternatif ini nantinya dapat memberikan salah satu solusi dalam pembangunan rumah di atas tanah gambut pada aplikasi nyata. METODOLOGI Ada 3 (tiga) tahapan penelitian yang dilakukan dalam skala laboratorium dan perhitungan analisis numerik. Tahap I adalah kegiatan pengujian sifat teknis dan sifat fisik tanah gambut setelah distabilisasi. Tahap II adalah perhitungan daya dukung tanah gambut dan kekuatan pondasi kacapuri alternatif yang diperlukan. Dan tahap III adalah pembuatan desain pondasi kacapuri alternatif tersebut.
Menentukan Sifat Fisik dan Teknis Tanah Gambut Stabilisasi Dengan menggunakan campuran bahan stabilisasi optimum 30% kapur dan 70% abu sekam padi (Mochtar, N.E., dkk 2009), penelitian dilakukan dengan memberikan prosentase bahan stabilisasi 15% (Ma’ruf, M.A., 2012) dengan masa peram 10 hari. - Tahap I : Urutan pekerjaan untuk Tahap I diberikan pada Gambar 3 dengan uraian sebagai berikut: 1. Mempersiapkan sampel tanah gambut, kotak peram, dan bahan lain yang diperlukan. 2. Mencampurkan bahan stabilisasi yang telah disiapkan pada langkah no. 1 dengan dua tahap, yaitu dimulai dengan mencampurkan abu sekam padi terlebih dahulu pada tanah gambut yang akan distabilisasi untuk memberi kandungan silika pada tanah gambut dan diperam selama 24 jam kemudian ditambahkan kapur ke dalam campuran tersebut. 3. Benda uji yang telah disiapkan diperam selama 10 hari untuk dilihat peningkatan kekuatan tanah gambut yang telah distabilisasi. 4. Mengambil sampel tanah gambut yang telah disiapkan pada langkah 4 di bagian tepi dan tengah untuk dilakukan uji sifat fisik dan teknis sampel yang bersangkutan. Menentukan Desain Alternatif Pondasi Kacapuri - Tahap II : 1. Menghitung daya dukung tanah gambut yang telah distabilisasi. Daya dukung terhadap pondasi dihitung dengan menggunakan rumus terzaghi. 2. Menghitung kapasitas desain pondasi yang diperlukan berdasarkan data daya dukung tanah gambut pada poin 1 dan aturan pembebanan bangunan rumah panggung
40
- Tahap III : 3. Mengumpulkan hasil analisis daya dukung dan kekuatan pondasi dari tahap I dan II. 4. Membuat beberapa alternatif bentuk pondasi kacapuri yang memungkinkan sesuai dengan data pada poin nomor 1. Dicoba membuat tiga variasi bentuk, yaitu kacapuri standar 1 galam, 2 galam, dan 3 galam seperti gambar 4 sampai 6 1. Menghitung masing – masing pembebanan sesuai dengan variasi bentuk pondasi kacapuri alternatif. 2. Menyimpulkan hasil penelitian.
TIANG BETON 10/10 MUKA AIR
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10 SLOOF
TIANG BETON 10/10
TAMPAK PERSPEKTIF
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
SLOOF Galam(Menerus) TELAPAK GALAM (Menerus)
Gambar 4. Varian 1 Galam (Sumber: J.C. Heldiansyah, dkk, 2013) TIANG BETON 10/10 MUKA AIR
Mulai Tahap II KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10 SLOOF
Persiapan campuran bahan stabilisasi optimum 30% kapur + 70% abu sekam padi (referensi Mochtar, N.E., Pencampuran bahan stabilisasi dan tanah gambut Prosentase bahan stabilisasi 15 % terhadap berat basah tanah gambut
TIANG BETON 10/10
TAMPAK PERSPEKTIF
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
SLOOF Galam(Menerus) TELAPAK GALAM (Menerus)
Gambar 5. Varian 2 Galam (Sumber: J.C. Heldiansyah, dkk, 2013) TIANG BETON 10/10 MUKA AIR
Pemeraman campuran tanah gambut yang telah distabilisasi dengan umur stabilisasi 10 hari. Uji konsolidasi dan geser langsung serta uji sifat fisik pada sampel tiap masa peram : GS, kadar air, kadar organik, berat volume tanah, Ph, kadar abu
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10 SLOOF
TELAPAK (GALAM)
TIANG BETON 10/10
TAMPAK PERSPEKTIF
KAYU ULIN 5/7 atau 5/10
SLOOF Galam(Menerus) TELAPAK GALAM (Menerus)
Masuk ke Tahap III
Gambar 3 Diagram alir pengujian tanah gambut dan bahan stabilisasi (Sumber: J.C. Heldiansyah, dkk, 2013)
Gambar 6. Varian 3 Galam (Sumber: J.C. Heldiansyah, dkk, 2013)
41
kecil dari 2,0) menunjukkan bahwa tanah gambut memiliki kadar organik yang tinggi yaitu sebesar 99,140.
Mulai Tahap III Analisa data dari tahap I dan II
Tabel 3. Nilai Karakteristik Tanah Gambut Sebelum Stabilisasi No.
Desain beberapa alternatif bentuk pondasi kacapuri
Sifat Fisik Specific Gravity (Gs)
1 Menghitung masing – masing pembebanan
sesuai
alternatif.
Sampel tanah gambut kondisi disturbed diuji di Laboratorium Mekanika Tanah untuk mengetahui karakteristik sifat fisik dan teknis tanah gambut (Tabel 3). Tanah Gambut Sebelum Distabilisasi Gambut
Sebelum
Pengujian di laboratorium untuk sifat fisik tanah gambut meliputi uji Specific Gravity (Gs), kadar air, berat volume tanah, keasaman (pH), kadar serat, kadar organik dan kadar abu. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.1 Berdasarkan nilai kadar air 511,269%, kadar serat 50,913 dan pH 4, maka tanah gambut tersebut dapat diklasifikasikan sebagai gambut hemic dengan high acidity. Nilai spesific gravity (Gs) sebesar 1,51 (lebih
%
3
Berat Volume Tanah (γt)
4
Angka pori (e)
-
7.512
5
Keasaman (pH)
-
4.000
6
Kandungan Organik (Oc)
%
99.140
7
Kadar Abu (Ac)
%
0.860
8
Kadar Serat (Fc)
%
50.913
- Kadar serat kasar
%
53.015
- Kadar serat medium
%
27.876
- Kadar serat halus
%
19.110
Kuat Geser
Kpa
24.383
Total Pemampatan
Mm
5.8
Selesai Tahap
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.51 511.26 9
Kadar air (wc)
Analisa dan kesimpulan
Gambar 7 Diagram alir prakiraan pemampatan tanah gambut yang telah distabilisasi. (Sumber: J.C. Heldiansyah, dkk, 2013)
-
2
dengan
variasi bentuk pondasi kacapuri
Sifat Fisik Tanah Distabilisasi
Hasil Uji
Parameter
t/m
3
0.981
Sifat Teknis 9 10
Berat volume basah tanah gambut sebesar 0,981 dimana hal ini sesuai dengan nilai angka pori yang besar yaitu 7,512, sehingga air yang berada dalam pori tanah juga cukup besar. Berdasarkan pembagian ukuran serat, tanah yang distudi didominasi oleh serat kasar (53,015%). Serat – serat kasar tersebut akan sangat mempengaruhi perilaku teknis dari tanah seperti kemampumampatan tanah dan kekuatan gesernya. Sifat Teknis Tanah Gambut Sebelum Distabilisasi a. Kuat Geser Tanah Gambut Kuat geser pada tanah gambut berserat sangat ditentukan oleh kadar serat yang dikandungnya. Nilai kuat geser tanah gambut sebelum distabilisasi adalah sebesar 0,243 kg/cm2 atau 24,383 kPa.
42
b. Kemampumampatan Tanah Gambut Vertical strain yang terjadi adalah sebesar 0,29 dengan total pemampatan yang terjadi sebesar 5,80 mm, seperti terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kurva pemampatan tanah gambut sebelum stabilisasi : vertical strain vs waktu (Sumber: Data Primer, 2013)
Sifat Fisik Tanah Gambut Yang Telah Distabilisasi
Setelah distabilisasi diketahui bahwa sifat fisik tanah gambut secara umum mengalami perbaikan. Nilai Gs menjadi 1,584, kadar air menurun menjadi 221,393 % sedang berat volume tanah naik menjadi 1,158 t/m3. Hal ini menunjukkan kalau tanah gambut menjadi lebih padat setelah dilakukan proses stabilisasi. Hal ini juga terlihat dari nilai angka pori yang menurun menjadi 3,386 dikarenakan pori tanah mengecil akibat memadatnya tanah gambut. Nilai pH naik menjadi 5,2. Sifat Teknis Tanah Gambut Yang Telah Distabilisasi Uji sifat teknis pada tanah gambut yang telah distabilisasi adalah pemampatan dengan uji konsolidasi dan kuat geser dengan uji direct shear. Kemampumampatan
Dari hasil uji lab ditemukan sifat fisik tanah gambut yang telah distabilisasi seperti terlihat pada tabel 4. Tabel 4. Nilai Karakteristik Tanah Gambut Setelah Stabilisasi (Sumber: Data Primer, 2013) No.
Parameter
Hasil Uji
Sifat Fisik
Gambar 9. Kurva pemampatan tanah gambut setelah stabilisasi : vertical strain vs waktu
1
Specific Gravity (Gs)
-
1,584
Sumber: Data Primer, 2013
2
Kadar air (wc)
%
221,393
3
Berat Volume Tanah (γt)
t/m3
1,158
4
Angka pori (e)
-
3,386
5
Keasaman (pH)
-
5,2
Dari uji konsolidasi diperoleh nilai total pemampatan serta vertical strain yang terjadi. Total pemampatan secara umum semakin kecil Pemampatan yang terjadi berkurang menjadi 0,18 mm. Gambar 9 menunjukkan bahwa secara umum pemampatan primer untuk tanah gambut sebelum stabilisasi berlangsung lebih lama daripada kondisi setelah distabilisasi, dimana untuk tanah gambut yang telah distabilisasi, waktu yang diperlukan untuk pemampatan primer semakin pendek seiring dengan bertambahnya porsentase admixture. Hal ini karena dengan semakin bertambahnya
Sifat Teknis 9
Kohesi (C)
10
Sudut Geser (ɸ)
11
Pemampatan
0,1 o
30,646
mm
0,18
43
prosentase admixture, maka kadar air semakin kecil sehingga jumlah air pori yang dikeluarkan saat pemampatan primer semakin sedikit dan waktu yang diperlukan semakin pendek. Dari Gambar 9 juga terlihat bahwa pemampatan sekunder untuk tanah gambut sebelum distabilisasi memakan waktu lebih pendek dibandingkan pemampatan sekunder tanah gambut setelah distabilisasi. Pada kondisi setelah distabilisasi, pemampatan sekunder berlangsung semakin lama seiring dengan bertambahnya prosentase admixture. Hal ini dikarenakan proses keluarnya air pori dari mikro pori ke makro pori memerlukan waktu yang lebih lama dengan semakin banyaknya waterinsoluble gel yang terbentuk seiring penambahan prosentase admixture. Gambar 9 menunjukkan bahwa untuk sampel yang distabilisasi, pemampatan segera, pemampatan primer dan pemampatan sekunder yang terjadi secara umum semakin kecil seiring dengan bertambahnya umur stabilisasi. Hal ini karena reaksi bahan stabilisasi terus berlangsung seiring dengan bertambahnya umur stabilisasi dan gel bertambah padat sehingga pemampatan pun berkurang. Secara umum terlihat bahwa pemampatan primer untuk tanah gambut sebelum stabilisasi berlangsung lebih lambat daripada kondisi setelah distabilisasi, dimana hal ini dikarenakan tanah gambut sebelum stabilisasi memiliki angka pori yang lebih besar, sehingga tanah gambut sebelum stabilisasi bersifat lebih kompresibel, selain itu kadar air tanah gambut sebelum stabilisasi lebih besar sehingga proses keluarnya air dari makro pori yang merupakan proses pemampatan primer memerlukan waktu yang lebih lama daripada kondisi setelah distabilisasi. Kuat Geser Parameter kuat geser tanah gambut terkait erat dengan kondisi serat dari gambut dan parameter berat volume tanah. Hal ini
dikarenakan tanah gambut termasuk dalam frictional material / non kohesive material dimana kuat gesernya tergantung dari lekatan antar butiran padat (serat) tanah gambut. Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai kuat geser tanah gambut meningkat seiring dengan bertambahnya prosentase bahan stabilisasi. Hal ini karena dengan semakin banyak bahan stabilisasi yang diberikan, maka water-insoluble gel yang dihasilkan untuk melapisi serat gambut dan menutup pori juga semakin besar sehingga gambut semakin padat dengan bertambahnya bahan stabilisasi yang melapisi serat gambut, sehingga kuat gesernya meningkat, hal ini sesuai dengan kecenderungan yang terlihat pada parameter berat volume tanah. Terlihat bahwa kuat geser tanah gambut mengalami kenaikan dengan nilai kohesi 0,1 dan sudut geser 30,646o.
Gambar 10. Kurva Direct Shear Tanah Gambut Setelah Stabilisasi (Sumber: Data Primer, 2013)
Penambahan umur stabilisasi juga membuat nilai kuat geser tanah gambut semakin bertambah seperti pada Gambar 10. Hal ini karena dengan bertambahnya umur stabilisasi, maka reaksi pembentukan water-insoluble gel dari bahan stabilisasi terus berlangsung dan gel bertambah padat sehingga kuat gesernya pun meningkat. Qu = 87,675 t/m2
30,646°
Gambar 11. Daya Dukung Pondasi Kacapuri Di Atas Tanah Gambut Yang Distabilisasi (Sumber: Data Primer, 2013)
44
Daya Dukung Tanah Gambut Yang Telah Distabilisasi Dari data laboratorium tanah gambut yang telah distabilisasi, kemudian dihitung nilai daya dukung tanah gambut terhadap pondasi kacapuri. Seperti yang telah disinggung pada Bab 2, nilai daya dukung dapat didekati dengan persamaan formula Terzaghi. Daya Dukung Formula Terzaghi Menurut Iskandar (2000), pondasi kacapuri didekati perilakunya dengan asumsi pondasi menerus, sehingga formula terzaghi yang digunakan adalah: qu = c.Nc + q.Nq + ½ .γ.B.Nγ dimana nilai Nc, Nq, Nγ tergantung pada nilai sudut geser tanah. Menurut hasil lab, tanah gambut yang telah distabilisasi memiliki nilai sudut geser 30,646o. Sehingga menurut terzaghi, nilai Nc, Nq, Nγ nya adalah : Ø = 30,646o Nc = 37,20 Nq = 22,50 Nγ = 20 Dengan nilai parameter lain yaitu: γ = 1,158 q = γ x h = 1,158 x 1 = 1,158 t/m2 C = 0,1 B = asumsi panjang galam yang digunakan = 5 m Dengan demikian, maka nilai daya dukung ultimit qu untuk daya dukung pondasi kacapuri di atas tanah gambut yang distabilisasi menurut formula Terzaghi adalah 87,675 t/m2 (Gambar 11) Pembebanan Pada Pondasi Kacapuri Desain asli pondasi kacapuri memanfaatkan gaya apung dari kayu galam sebagai pelampung untuk menahan beban pondasi dan mentransfernya ke tanah dasar. Oleh karena itu dalam desain alternatif, kayu galam tidak digantikan namun ditambah
untuk menahan beban lebih sebagai akibat pergantian bahan tiang pancang dari kayu ulin menjadi beton. Dengan berat jenis kayu galam sekitar 0,75 t/m 3 yang lebih kecil dari berat jenis air yaitu 1 t/m3, maka dapat diasumsikan jika satu kayu galam memiliki daya apung sekitar 0,25 t/m 3. Rata-rata desain pondasi asli kacapuri mampu menahan beban sebesar 2 ton dengan berat jenis kayu ulin 0,88 t/m 3 sampai 1,2 t/m3 (Tabel 5). Jika dibandingkan dengan berat jenis beton sebesar 1,9t/m 3 sampai 2,4 t/m 3 (sekitar 2 kali berat jenis kayu ulin), maka beban sendiri pondasi kacapuri menjadi lebih besar, sehingga perlu ditambahkan kayu galam sebagai pengapung, dimana dalam desain alternatif penelitian ini ditambahkan hingga tiga kali lipat jumlah kayu galam dari desain asli, dimana diharapkan hal tersebut bisa membantu menahan beban sendiri pondasi sebelum nantinya menahan beban struktur rumah panggung. Tabel 5 Hasil Loading Tes Pondasi Kacapuri (Sumber: Iskandar 2000) Model 1 2119,84
Beban Runtuh (Pr) model (kg) Model 2 Model 3 Model 4 Pr (minimium) 2120,84 2118,80 2116,40 211,40
Dengan adanya penambahan berat sendiri pondasi tersebut, maka beban struktur yang dapat ditahan secara otomatis berkurang, dimana dengan kenaikan berat pondasi sebesar dua kali lipat diiringi dengan penambahan daya apung kayu galam menjadi tiga kali lipat, maka diperkirakan beban yang mampu ditahan oleh pondasi kacapuri alternatif menjadi sebesar sekitar 1,25 ton, yang lebih kecil dari daya dukung desain asli pondasi kacapuri, namun secara umum masih mampu menopang beban struktur lantai rumah tinggal yaitu sebesar 150 kg/m2 – 250 kg/m2 (Gambar 12).
45
Gambar 12. Mekanisme pembebanan pondasi kacapuri Sumber: J.C. Heldiansyah, dkk, 2013
Rencana Tahapan Berikutnya Penelitian ini merupakan langkah awal dari serangkaian penelitian mengenai pondasi kacapuri dan tanah gambut yang distabilisasi. Sebagai rencana lanjutan penelitian dalam tahapan tahunan berikutnya adalah: 1. Tahun II Pada tahun kedua direncanakan akan dilakukan permodelan software tentang reaksi dan kapasitas pondasi kacapuri alternatif di atas tanah gambut yang distabilisasi. Dalam hal ini sebelum memodelkan dengan software ansis, maka perlu dilakukan pengujian laboratorium terhadap kayu galam untuk memperoleh diagram tegangan tarik dan tegangan tekan dari kayu galam sebagai input software nantinya. 2. Tahun III Pada tahun ketiga direncanakan untuk membuat permodelan nyata di laboratorium dengan skala yang diperkecil untuk melihat bagaimana sebenarnya interaksi antara pondasi kacapuri alternatif di atas tanah gambut yang distabilisasi. Hasil pengujian laboratorium nantinya juga akan dibandingkan dengan data hasil pengolahan software pada tahun kedua. proses stabilisasi. Hal ini juga terlihat dari nilai angka pori yang menurun
3. Tahun IV Pada tahun keempat direncanakan untuk membuat model riil di lapangan dan melakukan loading test terhadap model tersebut. Hal ini untuk membuktian secara nyata di lapangan bagaimana kekuatan dan mekanisme pondasi kacapuri alternatif. Setelah tahapan penelitian ini selesai diharapkan dapat diperoleh suatu produk akhir penelitian berupa desain pondasi kacapuri yang dapat diaplikasikan di dunia nyata. KESIMPULAN DAN SARAN Inovasi dan rekayasa lahan gambut tidak hanya terfokus pada desain pondasi saja, namun tanah gambut perlu juga direkayasa agar dapat mendukung tekanan pondasi bangunan rawa/gambut. Tanah gambut yang distabilisai dengan metode pencampuran tanah gambut dengan kapur dan sekam padi membuat daya dukung tanah gambut secara umum mengalami perbaikan dimana kadar air menurun sedang berat volume tanah naik Hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut menjadi lebih padat setelah dilakukan
dikarenakan pori tanah mengecil akibat memadatnya tanah gambut.
46
Adanya kombinasi antara stabilisasi dan inovasi kacapuri tentunya akan meningkatkan daya dukung konstruksi pondasi bangunan lahan rawa, namun seperti yang telah dijelaskan di atas penenelitian ini belum menyentuh pengujian batas kekuatan inovasi desain kacapuri yang dimaksud, sebab penelitian ini menempuh 2 dari 3 tahapan penelitian secara menyeluruh. Inovasi pondasi ini tidak tertutup pada pondasi kacapuri saja, namun dapat dikembangkan terhadap jenis-jenis pondasi lokal lainnya seperti pondasi Pancang galam, Pondasi Kapur Naga maupun pondasi yang tersebar di tanah gambut di Nusantara. DAFTAR PUSTAKA _____.2009. Perda Kota Banjarmasin Tahun 2009. Banjarmasin: Pemerintah Kota Banjarmasin. Bowles, J. E., (1997), Sifat – Sifat Fisis Dan Geoteknis, Jakarta : Erlangga. Handayani, I.P. (2003). “Studi Pemanfaatan Gambut Asal Sumatra”. Lokakarya Pengelolaan Lahan Gambut
Berkelanjutan-Wetlands InternationalIndonesia Programe. Heldiansyah, J.C. (2010). Kajian Peningkatan Kualitas Lingkungan Binaan Tepian Sungai Kota Banjarmasin. Thesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Iskandar (2000). Tinjauan Kapasitas Dukung Teoritis Pondasi Kacapuri. Banjarbaru Info-Teknik Unlam. Ma’ruf, M.A., (2012). Pengaruh Air Disekitar Area Lahan Gambut Yang Distabilisasi Terhadap Sifat Fisik Dan Sifat Teknis Tanah Gambut. Surabaya: Magister Thesis Institut Sepuluh Nopember. Mochtar, Noor E., Lily Pudjiastuti, Musta’in Arif (2009). Pemakaian Campuran Bahan Pozzolan Dan Kapur Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Gambut Yang Ramah Lingkungan Untuk Konstruksi Jalan. Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional No: 342/SP2H/PP/DP2M/VI/2009. Seman, Syamsiar., Irhamna. (2000). Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Kalimantan Selatan. Terzaghi, K. (1925). Principles of Soil Mechanics. Engr. News Record, Vol. 95
47