BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 1. Pengertian UMKM Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan bahwa yang dapat dikategorikan sebagai usaha kecil adalah usaha/industri yang omsetnya berada di bawah Rp 1,000,000,000.- (satu milyar Rupiah), memiliki aset kurang dari Rp 200,000,000.- (dua ratus juta Rupiah) di luar tanah dan bangunan, dan bukan merupakan anak perusahaan dari usaha besar. Cakupan
yang
luas
dan
melebar
memang
menyebabkan
fokus
pengembangan sering tidak efektif, karena karakter dan orientasi bisnis yang dijalankan oleh para pemilik usaha, jika digunakan basis penyediaan pembiayaan sebagai tolok ukur, maka usaha kecil dalam pengertian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 dapat dibedakan menjadi tiga kelompok: a.
Kelompok usaha mikro dengan omset di bawah Rp 50,000,000.- (lima puluh juta Rupiah)
b.
Kelompok usaha kecil dengan omset antara Rp 50,000,000.- (lima puluh juta Rupiah) sampai dengan Rp 500,000,000.- (lima ratus juta Rupiah)
c.
Kelompok usaha menengah yang memiliki omset antara Rp 500,000,000.(lima ratus juta Rupiah) sampai dengan Rp 1,000,000,000.- (satu milyar Rupiah)
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya hanya usaha kecil dalam kelompok dua atau tiga yang pantas disebut sebagai usaha kecil, bahkan dalam perbandingan regional hanya kelompok tiga yang dapat dibandingkan dengan pengertian enterprises di dalam pembicaraan internasional. Sedangkan Glendoh (2001) menyebutkan usaha kecil dalam arti luas memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.
Industri kecil adalah industri berskala kecil, baik dalam ukuran modal, jumlah produksi maupun tenaga kerjanya.
b.
Perolehan modal umumnya berasal dari sumber tidak resmi seperti tabungan keluarga, pinjaman dari kerabat dan mungkind dari “lintah darat”.
c.
Karena berskala kecil, maka sifat pengelolaannya terpusat, demikian pula pengambilan keputusan tanpa atau dengan sedikit pendelegasian fungsi dalam bidang-bidang pemasaran, keuangan, produksi, dan lain sebagainya.
d.
Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari anggota keluarga atau kerabat dekat, dengan sifat hubungan kerja yang “informal” dengan kualifikasi teknis yang apa adanya atau dikembangkan sambil bekerja.
e.
Hubungan antara keterampilan teknis dan keahlian dalam pengelolaan usaha industri kecil ini dengan pendidikan formal yang dimiliki para pekerjanya umumnya lemah.
f.
Peralatan yang digunakan biasanya sederhana, dengan kapasitas output yang rendah pula.
Universitas Sumatera Utara
Dengan ciri-ciri tersebut, usaha kecil dapat terhambat perannya yang sangat potensial dan secara nyata menunjang pembangunan di sector ekonomi, yaitu: a.
Usaha kecil merupakan penyerap tenaga kerja;
b.
Usaha kecil merupakan penghasil barang dan jasa pada tingkat harga yang terjangkau bagi kebutuhan rakyat banyak yang berpenghasilan rendah;
c.
Usaha kecil merupakan penghasil devisa negara yang potensial, karena keberhasilannya dalam memproduksi komoditi non migas. Memperhatikan ciri-ciri Usaha Kecil dan peranannya yang sangat
potensial bagi pembangunan di sektor ekonomi, maka Usaha Kecil perlu terusmenerus dibina dan diberdayakan secara berkelanjutan agar dapat lebih berkembang dan maju.
2. Indikator Pengembangan Usaha Kecil Adapun yang menjadi indikator pengembangan suatu usaha kecil adalah sebagai berikut:
a.
Jumlah Pendapatan Jumlah pendapatan merupakan total keseluruhan pendapatan yang diterima dari suatu unit usaha, perusahaan atau organisasi pada satu periode tertentu. Peningkatan pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui pengembangan dari suatu usaha kecil.
Universitas Sumatera Utara
b.
Cash-in flow Tujuan utama dari cash-in flow adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas suatu usaha selama satu periode. Para investor terlebih dahulu akan memperhatikan laporan arus kas dibandingkan laporan laba rugi, karena kas adalah harta lancar yang tingkat likuiditasnya paling tinggi di antara semua harta lancar.
c.
Jumlah Pelanggan Salah satu indikator pengembangan usaha kecil yaitu jumlah pelanggan. Pelanggan merupakan konsumen tetap yang membeli produk atau jasa secara berulang-ulang pada satu tempat yang sama pada satu periode tertentu. Usaha kecil dikatakan berkembang, bila jumlah pelanggan dari usaha kecil tersebut mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
3. Kebijakan Pengembangan UMKM Guritno menyebutkan pengembangan UMKM di Indonesia dapat ditilik dari empat tataran kebijakan pengembangan, yaitu tataran meta, tataran makro, tataran meso, dan tataran mikro (Akyuwen, 2005). Pada tataran meta, kemauan politik para pendiri Republik Indonesia telah memberikan dukungan berdasarkan perundang-undangan yang jelas dan tegas kepada koperasi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 dan Penjelasannya. MPR-RI juga secara tegas selalu mencantumkan perlunya pemberdayaan UMKM pada setiaap GBHN yang ditetapkan dan selanjutnya diperkuat dengan adanya Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kebijakan pada tataran makro akan menentukan kondusif atau tidaknya sistem dan kondisi perekonomian dengan pembangunan UMKM. Kebijakan pada tataran makro akan menentukan struktur dan tingkat persaingan pasar yang dihadapi oleh pelaku usaha termasuk UMKM. Tugas Pemerintah (pusat dan daerah) untuk menumbuhkan iklim yang kondusif bagi UMKM, dalam arti UMKM memiliki kesempatan berusaha yang sama dan menanggung beban yang sama dengan pelaku usaha lainnya secara proporsional. Kebijakan makro bisa ditransfer ke dalam tataran mikro (skala usaha mikro, kecil dan menengah) umumnya melalui mekanisme dukungan perkuatan pada tataran meso, dimana perkuatan ini dapat diberikan baik dalam bentuk dukungan finansial dan/atau dukungan non-finansial. Proses transmisi dukungan perkuatan pada tataran meso ke tataran mikro memerlukan alat berupa proses inovasi dan pemberdayaan, agar sasaran pelaku yaitu UMKM dapat bersifat antisipatif dan responsive terhadap kebijakan pada tataran meta, makro dan meso. Dengan demikian, efektifitas pemberdayaan UMKM ditentukan oleh keselarasan dan sinergi kebijakan di tataran meta, makro, mikro, dan meso.
B. Kredit 1. Pengertian Kredit Kata “kredit” berasal dari bahasa Latin yaitu credere, yang berarti kepercayaan. Oleh karena itu, dasar dari kredit adalah kepercayaan yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
seseorang (kreditur) kepada orang lain dan percaya bahwa si penerima kredit tersebut (debitur) akan melunasi segala sesuatu yang telah disepakati bersama. Undang-Undang
Perbankan
Indonesia
Nomor
10
Tahun
1998,
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatn pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Menurut Carolina M. Lasambouw, yang dimaksud dengan kredit adalah “penyerahan sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis yang sepadan dengan yang diharapkan di kemudian hari.” (Budisantoso, 2005) Selain itu, bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dan debitur. Oleh karena itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau suatu badan/lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan, baik berupa barang, uang ataupun jasa.
Universitas Sumatera Utara
2. Unsur-unsur kredit Kasmir (2002) menyebutkan kredit yang diberikan oleh lembaga kredit mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a.
Kepercayaan Kepercayaan adalah keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya, baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya juga dilakukan penelitian dan penyelidikan tentang nasabah, baik secara intern maupun secara ekstern, dan juga penelitian dan penyelidikan tentang masa lalu dan masa sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
b.
Jangka waktu Waktu adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, yang mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut
bisa
berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. c.
Resiko Semakin lama kredit diberikan, semakin tinggi pula tingkat resikonya. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/macetnya pemberian kredit. Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin besar resikonya, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang
Universitas Sumatera Utara
lalai, maupun resiko yang tidak disengaja. Misalnya, terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan dari si nasabah sendiri. d.
Balas jasa Objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk barang atau jasa. Apa yang kita kenal dengan sebutan “bunga” adalah merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syari’ah, balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.
e.
Kesepakatan Di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian,
dimana
masing-masing
pihak
menandatangani
hak
dan
kewajibannya masing-masing.
3. Tujuan dan Fungsi Kredit Tujuan pemberian kredit adalah untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam, sesuai dengan hasrat manusia yang selalu meningkat. Hal ini terutama didorong oleh kemampuan manusia yang mempunyai batasan tertentu, dan memaksa seorang manusia itu untuk berusaha memperoleh bantuan permodalan untuk pemenuhan hasrat dan cita-citanya, salah satunya dengan cara meningkatkan usaha dan daya guna sesuatu barang/jasa yang diusahakannya.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain adalah sebagai berikut: a. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang 1) Para pemilk uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya. 2) Para pemilik uang/modal dapat menyimpan uangnya pada lembagalembaga keuangan. Uang tersebut kemudian diberikan oleh lembaga keuangan
sebagai
pinjaman
kepada
perusahaan-perusahaan
untuk
meningkatkan usahanya. b. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro, bilyet dan wesel dapat meningkatkan peredaran uang giral. Di samping itu, kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula. c. Kredit dapat mengembangkan daya guna dan peredaran barang Para pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi meningkat, apabila para pengusaha tersebut mendapatkan kredit, baik melalui penjualan secara kredit maupun membeli barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian tersebut uangnya berasal dari kredit. Hal ini juga berarti bahwa kredit tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.
Universitas Sumatera Utara
d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan pada usahausaha antara lain pengendalian inflasi, peningkatan ekspor dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan pembatasan kualitatif dan kuantitatif. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa diekspor, kebijakan tersebut telah terbukti berhasil dengan baik di Indonesia. e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usaha tersebut, namun ada kalanya dibatasi oleh kemampuan di bidang permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat mengatasi kekurangmampuan para pengusaha di bidang permodalan tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya. f. Kredit dapat meningkatkan penerimaan pendapatan Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat memperluas usahanya dan menidrikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja. Dengan demikian mereka akan memperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyekproyek baru telah selesai, maka pengelolaannya memerlukan pula tenaga kerja. Dengan tertampungnya tenaga kerja tersebut, maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.
Universitas Sumatera Utara
g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional Bank-bank di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Begitu juga negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuan dalam bentuk kredit kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk pembangunan. Bantuan dalam bentuk ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan, tetapi juga dapat meningkatkan hubungan internasional.
4.
Indikator Pengalokasian Kredit a. Modal Awal Pihak bank akan memperhatikan jumlah modal awal yang dimiliki oleh unit usaha, sebelum memberikan sejumlah kredit kepada unit usaha tersebut. Modal awal juga merupakan salah satu indikator keputusan bagi pihak bank untuk memberikan ataupun tidak memberikan kreditnya kepada suatu unit usaha. b. Jumlah Pinjaman Kredit Salah satu indikator pengalokasian kredit kepada unit usaha adalah berapa jumlah kredit yang dibutuhkan oleh unit usaha tersebut. Pihak bank juga akan membatasi jumlah kredit yang akan diberikan kepada unit usaha sesuai dengan penilaian yang dilakukan oleh pihak bank terhadap unit usaha tersebut.
Universitas Sumatera Utara
c. Penggunaan kredit Pihak bank dalam rangka pengalokasian kreditnya akan mengawasi penggunaan kredit oleh unit usaha yang bersangkutan, apakah kredit digunakan untuk pengembangan usaha atau digunakan untuk keperluan konsumsi. Tingkat persentase penggunaan kredit untuk pengembangan usaha juga merupakan indikator dalam pengalikasian kredit.
5.
Jenis-jenis Kredit Jenis kegiatan usaha yang bervariasi mengakibatkan bervariasi pula
kebutuhan jenis kreditnya. Dalam prakteknya, pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokkan ke dalam jenis yang masing-masing, dilihat dari berbagai segi. Pembagian jenis ini ditujukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu, mengingat setiap jenis usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu (Astiko dan Sunardi, 2002: 58). Secara umum, jenis-jenis kredit yang disalurkan oleh bank dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut: a.
Dilihat dari segi penggunaannya (1) Kredit investasi, yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru, dimana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan. (2) Kredit modal kerja, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
Universitas Sumatera Utara
b.
Dilihat dari segi tujuan kredit (1) Kredit produktif, yaitu kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha, produksi atau investasi. (2) Kredit konsumtif, yatu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. (3) Kredit perdagangan, yaitu kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
c.
Dilihat dari segi jangka waktu (1) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun, dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. (2) Kredit jangka menengah, yaitu kredit dengan jangka waktu berkisar antara satu sampai tiga tahun. Kredit ini juga dapat diberikan untuk modal kerja. (3) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, yakni di atas tiga tahun atau lima tahun.
d.
Dilihat dari segi jaminan (1) Kredit dengan jaminan, yakni kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. (2) Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
e.
Dilihat dari segi sektor usaha (1) Kredit pertanian, yaitu kredit yang diberikan untuk pembiayaan sektor perkebunan atau pertanian rakyat. (2) Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek, misalnya untuk peternakan ayam; dan untuk kredit jangka panjang, misalnya seperti peternakan sapi atau kambing. (3) Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah atau besar. (4) Kredit pertambangan, yaitu jenis kredit untuk usaha tambang, yang dibiayai, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau tambang timah. (5) Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk pembangunan sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar. (6) Kredit profesi, yaitu kredit yang diberikan kepada kalangan profesional seperti dosen, dokter atau pengacara. (7) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian rumah.
6.
Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Kasmir (2002) menyebutkan kriteria penilaian umum yang harus
dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk
Universitas Sumatera Utara
diberikan kredit, yang dilakukan dengan analisis 5 C (character, capacity, capital, condition, dan collateral). a.
Character Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orangorang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dapat dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitur, dapat dilihat dari latar belakang si nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial. Dari sifat dan watak ini, dapat dijadikan suatu ukuran tentang “kemauan” nasabah untuk membayar.
b.
Capacity Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Dari penilaian ini terlihat kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman selama ini dalam mengelola usahanya, sehingga akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yan disalurkan. Capacity sering juga disebut dengan istilah capability.
c.
Capital Untuk melihat pengggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba-rugi) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Analisis kapital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan, berapa modal sendiri dan berapa modal pinjaman. d.
Condition Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk masa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benarbenar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
e.
Collateral Hal ini merupakan jaminan yang diberikan oleh calon nasabah, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat digunakan secepat mungkin untuk mengatasi masalah tersebut.
Selanjutnya, Kasmir (2002) menyebutkan penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P, dengan unsur penilaian sebagai berikut: a.
Personality Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun kepribadiannya di masa lalu. Penilaian personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan bagaimana cara ia menyelesaikan masalah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
b.
Party Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongangolongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. Nasabah yang digolongkan ke dalam golongan tertentu akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
c.
Purpose Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacammacam sesuai kebutuhan. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja, investasi, konsumtif, produktif, dan lain sebagainya.
d.
Prospect Menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting, mengingat jika suatu fasilitas kredit diberikan tanpa mempunyai prospek, bukan hanya si pemberi kredit yang akan mengalami kerugian, tetapi juga nasabah.
e.
Payment Ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, maka akan semakin baik, sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh usahanya yang lain.
Universitas Sumatera Utara
f.
Profitability Untuk menganalisis bagaimana mengukur kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
g.
Protection Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.
5. Proses Pemberian Kredit Sebelum menerima pengajuan kredit dari debitur, para kreditur harus berusaha mengumpulkan data debitur, baik melalui data langsung dari debitur sendiri maupun yang diperoleh melalui wawancara dengan berbagai pihak, dan investigasi terhadap aspek-aspek penunjang lainnya. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menganalisis pemberian kredit yakni (Akyuwen, 2005): a.
Pemilihan pendekatan (approach) yang akan dipakai dalam melakukan analisa kredit, yang terdiri dari: (1) Pendekatan jaminan (collateral approach) Pendekatan ini dilakukan sebagai dasar dalam menganalisa kredit, yaitu kredit akan diberikan apabila calon debitur mempunyai jaminan memadai
Universitas Sumatera Utara
baik ditinjau dari nilai ekonomi ataupun dari uang (kredit) yang akan dilepaskan oleh pihak bank kepada calon debiturnya. (2) Pendekatan karakter (character approach) Pendekatan ini merupakan proses pemberian kredit berdasarkan atas kepercayaan terhadap reputasi karakter bisnis dari calon debiturnya. Pendekatan ini akan sangat tepat dilakukan oleh pihak bank apabila bank yang bersangkutan telah mengenal dengan baik reputasi dari calon debiturnya. (3) Pendekatan kemampuan pelunasan atas kredit (repayment approach) Pada pendekatan ini, penilaian kemampuan pelunasan tersebut tidak terbatas pada sumber-sumber dana yang diciptakan oleh kegiatan usaha nasabah untuk melunasi kreditnya. Tetapi dapat juga sumber dana untuk pelunasan kredit diambil dari sumber dana dari pihak ketiga lainnya atau dari likuiditas barang-barang jaminan yang disahkan oleh pihak nasabah. Pendekatan ini dapat menekan adanya kredit tidak tertagih, karena pihak bank telah benar-benar memperhitungkan kemampuan pelunasan para calon debiturnya. (4) Pendekatan dalam tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon debitur (feasibility approach) Pada pendekatan ini, pemberian kredit didasarkan pada sejauh mana proyek usaha calon debitur tersebut dapat melunasi semua kewajibankewajibannya dengan sumber-sumber dana yang dapat dihimpun oleh suatu usaha yang akan dilaksanakannya.
Universitas Sumatera Utara
(5) Pendekatan sebagai bank pembangunan (development approach) Pemberian kredit yang mendasarkan diri sebagai bank pembangunan telah meletakkan fungsi bank sebagai agent of development dari suatu sistem perekonomian. Dalam pendekatan ini para analis mempunyai tugas yang berat, karena tidak hanya bertugas untuk menilai feasibilitas suatu proyek saja, tapi juga harus memperhitungkan fungsinya dalam pembangunan sistem perekonomian yang telah digariskan oleh penguasa moneter. b.
Tahapan kedua dari proses analisis kredit adalah dalam pengumpulan informasi yang diperlukan, yaitu setelah pendekatan yang akan digunakan dalam analisa itu dapat dirumuskan, maka analis segera harus mendapatkan teknik-teknik analisa yang akan dipakai maupun lain-lain sarana yang diperlukan serta action program yang lainnya. Proses analisa harus dimulai dari titik kritis dari proyek yang akan dibiayai dengan kredit. Titik kritis (critical point) akan dapat diketahui dari faktor produksi yang paling menentukan terhadap keberhasilan proyek yang bersangkutan. Setelah titik kritis ini dapat diketahui, maka baru dilanjutkan dengan analisa-analisa lainnya yang paling relevan dengan faktor produksi yang dianggap sebagai titik kritis tersebut. Sudah tentu dalam menetapkan critical point dari proyek rencana usaha, seorang analis kredit harus mempunyai wawasan bisnis yang luas, serta mempunyai pengetahuan yang cukup tentang seluk-beluk usaha yang akan dianalisisnya.
Universitas Sumatera Utara
C. Penelitian Terdahulu 1.
Hasibuan (2005), “Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Peningkatan Kemampulabaan Usaha Kecil Percetakan di Kelurahan Medan Barat”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kredit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampulabaan usaha kecil. Dengan uji t perbedaan dua rata-rata diketahui bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara jumlah kemampulabaan para pelaku usaha kecil sebelum dan sesudah menerima kredit.
2.
Lambok Tampubolon (2006), “Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Kemajuan Usaha Kecil pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Angkasa Pura II Polonia Medan.” Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel dari pemberian kredit memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemajuan sektor usaha kecil yang diukur dari terjadinya kenaikan tingkat jumlah laba dari para pengusaha kecil yang telah menjadi mitra binaan PT. Angkasa Pura II Polonia Medan.
3.
Dewita (2007), “Analisis Manajemen Kredit Sektor Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan proses manajemen kredit yang terdiri dari perencanaan dan penyaluran, pemberian/prosedur, pengembalian, dan pengamanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen kredit yang optimal pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Batubara (2008), “Analisis Prosedur Kemitraan Pemberian Kredit Usaha Kecil Menengah (UKM) terhadap Pemberian Kredit pada Bagian Community Development Centre (CDC) PT. Telkom Kandatel Medan”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur kemitraan pemberian kredit usaha kecil menengah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pemberian kredit pada Bagian CDC PT. Telkom Kandatel Medan.
5.
Hendrawan
(2009),
“Pengaruh
Pengalokasian
Kredit
Terhadap
Pengembangan Usaha Kecil pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) PT. Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan.” Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalokasian kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan usaha kecil. Diketahui terdapat perbedaan yang signifikan atas pengembangan usaha kecil antara sebelum dan setelah menerima kredit dari PKBL PT. Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan.
D. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai. Kerangka konsep juga merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesa penelitian (Nawawi, 2001). Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterikatan antar indikator yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian dengan menggunakan bagan alur disertai penjelasan (Kasmir, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian variabel-variabel di atas, maka kerangka konseptual penelitian ini adalah:
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Pemberian Kredit Usaha Kecil (X) 1. Modal Awal 2. Jumlah Pinjaman Kredit 3. Penggunaan Kredit Sumber: Kasmir (2000:175), diolah
Perkembangan Usaha Pedagang Kecil (Y) 1. Jumlah Pendapatan 2. Cash-in Flow 3. Jumlah Pelanggan
E. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah penelitian yang masih perlu diuji kebenarannya. Menurut pola umum metode ilmiah, setiap penelitian terhadap objek hendaknya di bawah tuntutan suatu hipotesis yang berfungsi sebagai pegangan sementara atau jawaban sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya dalam kenyataan (empirical verification), percobaan (experimental) atau praktek (implementation). (Umar, 2004: 80) Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Pemberian Kredit Usaha Kecil memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan usaha pedagang kecil di Medan.”
Universitas Sumatera Utara