M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
INDIKASI GUNUNG API PURBA DI DAERAH MOROWALI SULAWESI TENGAH Sri Mulyaningsih1 1
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
[email protected] Diterima tanggal : 15 November 2013
Abstract Daerah Morowali – Sulawesi Tengah merupakan wilayah dengan litologi yang tersusun atas batuan beku ultra basa dan batugamping. Di permukaan, batuan ultra basa tersebut sebagian besar telah lapuk membentuk nikel laterit dengan penyebaran yang luas. Keberadaan batuan beku ultra basa memiliki arti sebagai asal batuan ofiolit, yang secara genesis merupakan batuan gunung api punggungan tengah samudera (MORB). Hasil analisis data permukaan dan bawah permukaan mengindikasikan bahwa sebaran batuan ultra basa dan sedimen yang menutupinya tersebut sangat luas dan tebal, mencapai belasan hingga beberapa puluh meter. Secara stratigrafi, litologi yang menyusunnya adalah batuan metamorf serpentinit, batuan beku peridotit, beberapa gabro, dan dunit yang sebagian tertutup sedimen asal laut yaitu batugamping terumbu, batugamping klastika dan batulempung. Beberapa sesar mendatar dan sesar naik juga dijumpai di wilayah ini. Meskipun litologi tersebut telah banyak mengalami deformasi, namun diinterpretasi peridotit dan gabro yang sebagian telah mengalami serpentinisasi terbentuk tidak jauh dari lokasi awalnya. Hal itu dapat diinterpretasi bahwa daerah penelitian merupakan zona gunung api purba bagian dari gugusan punggungan tengah samudera (MORB). Kata kunci: batuan ultra basa, gunung api, purba, dan MORB
Abstract Morowali area - Central Sulawesi is a region with the lithology is composed by ultra mafic igneous rocks and limestones. On the surface, the ultra-mafic rocks are deeply weathered forming nickel laterite with a wide spread. The existence of ultra mafic igneous rocks is meaning as ophiolite rocks, which is a volcanic rock origin that formed within mid oceanic ridge (MORB). Surface and subsurface data analysis indicate wide distributions of ultramafic and sediment rocks that cover the very broad and thick sequences, reaching dozens to several hundred meters. Stratigraphically, this area is composed by metamorphic rocks of serpentinite; igneous rocks of peridotites, some gabbros, and dunites; and are partially covered by marine sedimentary origin of reefs, clastical limestones and claystones. Some horizontal faults and reverse faults are also found in this region. Although the lithology has been deformed, the presence of peridotites and gabbros which are some of them have getting serpentinized, can be interpreted formed not far from its original location. It can be interpreted that the research area is ancient volcanic zone part of the cluster of the oceanic ridge volcanism (MORB). Key words: ultra mafic rocks, volcano, ancient and MORB
PENDAHULUAN
Daerah penelitian terletak di desa Lalemo (-3,14662214oN dan 122,4272843°E) dan desa Lamontoli (-3,1424075°N dan 122,4015481°E) Kecamatan Kaleroang dan Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah di batas timur dan Desa Culambatu (Lamonae I), Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara (-3.1657181°N 202
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
dan 122.2985513°E) dan Desa Matarape, Kecamatan Menui Kepulauan, Kabupaten Morowali (-3.1903993°N dan 122.330137°E), Provinsi Sulawesi Tengah di batas barat (Gambar 1). Di samping adanya ancaman bencana gerakan massa yang terjadi pada hampir tiap-tiap musim hujan, daerah ini juga diketahui sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam berupa laterit nikel. Ketebalan laterit nikel mencapai 8 meter dengan ketebalan rata-rata 4 meter. Kandungan nikel dalam laterit bervariasi dari 0,03 % hingga 1,9 %. Kerentanan daerah dan keberadaan laterit nikel di daerah penelitian tersebut tidak lepas dari kondisi geologinya.
Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian (tanpa sekala) Secara geologi, litologi daerah penelitian tersusun atas seri batuan ofiolit yang terdiri atas batuan ultra basa, yaitu peridotit, harzburgit, dunit, gabro dan serpentinit yang berumur Kapur, serta batugamping klastik dan non klastik yang berumur Oligosen. Geomorfologinya dicirikan oleh perbukitan karst di bagian tenggara-selatan, bergelombang kuat di bagian tengah-barat, sedang sampai lemah hingga dataran serta ber-rawa di sisi utara (dekat pantai). Ketinggian daerah berada pada 15 m dpl sampai 660 m dpl, kemiringan lereng 5o di dekat pantai sampai 45o di daerah bagian selatan-tenggara, dengan kemiringan lereng rata-rata 5-25o. Keberadaan batuan ofiolit dan kondisi geomorfologi di daerah penelitian tersebut menarik untuk dikaji. Daerah penelitian diduga sebagai pusat gunung api purba bawah laut yang menghasilkan batuan ofiolit MORB (mid oceanic ridge basalt), yang antara lain ditunjukkan oleh diketemukannya peridotit, dunit, harsburgit dan serpentinit. Sejalan dengan perkembangan geologi, daerah ini selanjutnya mengalami pendangkalan, sehingga terbentuk batuan karbonatan yang menumpang di atas sisa-sisa tubuh gunung api purba bawah laut tersebut. Kini, wilayah ini telah mengalami tektonisme secara berulang-ulang hingga kini muncul di permukaan bumi. Dengan ditemukannya fasies pusat gunung api bawah laut tersebut, maka eksplorasi laterit nikel dapat disentralisasi. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk membuktikan bahwa proses geologi yang mengontrol pembentukan geologi di daerah penelitian adalah aktivitas gunung api, mengetahui pusat erupsinya dan mengetahui penyebarannya. Metodologi pengumpulan data adalah melalui pemetaan geologi permukaan dan bawah permukaan. Data geologi 203
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
permukaan didapatkan dari pemetaan geologi di permukaan, sedangkan data bawah permukaan didapatkan dari pemboran dangkal kedalaman maksumum 30 m dan dari data test paritan. Data geokimia batuan diketahui dari analisis XRF (X-Ray Fluorescene), yang didukung oleh data analisis petrografi terhadap beberapa contoh batuan yang diambil dari inti bor dan contoh di permukaan. Minimnya contoh batuan di permukaan yang segar untuk dapat dilakukan analisis geokimia, maka analisis dilakukan pada kebanyakan contoh inti bor.
GEOLOGI REGIONAL Sulawesi terletak pada pertemuan tiga lempeng yang saling bertabrakan; yaitu Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak relatif ke barat dan Lempeng Australia-Hindia yang bergerak relatif ke utara (Hamilton, 1978, 1979, 1988; dan Katili, 1978, 1989). Berdasarkan kondisi stratigrafi dan perkembangan tektoniknya tersebut, Surono (2011) membagi Sulawesi menjadi empat mendala geologi, yaitu Lajur Gunung Api Sulawesi Barat, Lajur Malihan Sulawesi Tengah, Lajur Ofiolit Sulawesi Timur dan Kepingan Benua Renik. Daerah penelitian termasuk Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Lajur Malihan Sulawesi Tengah diduga terbentuk karena subduksi pada Kapur. Lajur Ofiolit Sulawesi Timur merupakan hasil pemekaran Samodra Pasifik pada Kapur – Eosen. Sedangkan kepingan benua yang tersebar di bagian timur Sulawesi merupakan pecahan tepi utara Australia. Tektonostratigrafi Lajur Sulawesi Timur dapat dibagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap prapemekaran, selama pemekaran, setelah pemekaran, dan selama orogenesa. Kompresi akibat bergeraknya kepingan benua di bagian timur Sulawesi yang berlangsung terus sampai saat ini, telah membentuk sesar aktif dan pengangkatan di beberapa bagian pulau di Sulawesi dan di beberapa daerah di sekitarnya. Berdasarkan hasil analisis geokimia terhadap beberapa contoh batuan basalt yang diambil dari komplek ofiolit tersebut, Surono dan Sukarna (1995) menginterpretasinya sebagai batuan asal punggungan tengah samudera. Mengacu pada van Leewen et. al (1994), daerah penelitian termasuk ke dalam sabuk metamorfik Sulawesi Tengah (Gambar 2), yang tersusun dari Komplek sekis Pompangeo dan ofiolit melange. Menurut Kadarusman (2004) dan van Leewen (1981), sabuk ofiolit dari Sulawesi Tengah tersebut merupakan bagian dari sabuk Ofiolit Sulawesi Timur, yang penyebarannya dimulai dari lengan timur Sulawesi hingga lengan selatan Sulawesi. Lebih jauh lagi, menurut Kadarusman, ofiolit Sulawesi Timur ini berasal dari punggungan tengah samudra (mid oceanic ridge) dan oceanic plateau Pasifik yang teralih-tempatkan. Pada lengan timur Sulawesi terdapat bagian yang lengkap dari sekuen ofiolit, sedangkan di beberapa tempat lain litologinya sangat bervariasi, mulai dari sekuen ultramafik yang hadir sangat dominan di daerah lengan tenggara Sulawesi dan Pulau Kabaena, dan batuan basal vulkanik seperti di daerah Lamasi. Di beberapa lokasi, terutama di daerah dekat pantai, batuan metamorfik dan ofiolit tersebut ditutupi oleh batuan karbonat klastik dan non klastik yang bervariasi umurnya, dari Oligosen hingga Pliosen.
HASIL PENELITIAN Didasarkan atas data hasil pemetaan geologi permukaan, menjumpai batuan beku ultra basa, yaitu peridotit, dunit, harsburgit dan basal yang tersebar di bagian baratlaut dan tengah dari daerah penelitian. Batuan-batuan ultra basa tersebut tersebar pada morfologi yang landai hingga bergelombang sedang-kuat. Di bagian tengah daerah peelitian, pada geomorfologi yang curam, litologinya tersusun atas batugamping klastik dan non klastik; sebagian besar batugamping nonklastik telah mengalami dolomitisasi. Di bagian timur daerah penelitian dan bagian utara tersingkap batuan sedimen klastika yang bersifat silisiklastik, yang terdiri atas batupasir, batulempung/lanau dan konglomerat. Dalam
204
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
batupasir dan konglomerat ditemukan fragmen-fragmen batuan beku ultrabasa dan batugamping. Gambar 3 memperlihatkan sebaran litologi di daerah penelitian. Geomorfologi daerah penelitian dicirikan oleh perbukitan bergelombang lemah hingga dataran di bagian utara, lemah hingga sedang di bagian barat dan perbukitan bergelombang kuat di bagian selatan dan timur-tenggara. Kontrol struktur juga dijumpai pada geomorfologi bergelombang kuat, yang dicirikan oleh adanya struktur sesar geser oblik sinistral dan sesar normal. Didasarkan pada data pemboran inti, menunjukkan bahwa batugamping hanya menumpang tipis di atas basalt dan dunit, serta serpentinit. Penelitian geokimia selanjutnya difokuskan pada kondisi geologi batuan ultrabasa, serta beberapa pemboran dangkal untuk mengetahui penyebaran batuan ultrabasa secara vertikal.
Lawanopo Fault Kolaka Fault
Gambar 2. Peta geologi regional Sulawesi menurut van Leuwen et. al (1994), daerah penelitian terletak pada sayap utara Mandala Timur, litologinya merupakan bagian dari sabuk metamorfik Sulawesi Tengah Pemboran dangkal (hingga kedalaman 30 meter) telah selesai dilaksanakan, dan mendapatkan data sebaran litologi, yaitu dunit dan peridotit yang sangat luas hingga kedalaman di bawah 30 m. Peridotit dicirikan oleh warna hitam keabu-abuan, masif, fanerik halus, tersusun atas mineral olivin, piroksen klino dan plagioklas anorthit (Gambar 3).
205
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 3. Peridotit di daerah penelitian yang didapatkan dari inti bor pada kedalaman 15 m; dicirikan oleh warna abu-abu gelap kehitaman, fanerik, tersusun atas olivin, piroksen klino dan anorthit, beberapa garnaerit Sebagian dari peridotit ini mengalami alterasi dan dijumpai urat-urat kuarsa selebar 1-3 mm. Di beberapa lokasi secara lokal, juga dijumpai peridotit yang telah mengalami metamorfisme membentuk serpentinit (Gambar 4). Serpentinit dicirikan oleh warna abuabu gelap kehijauan, terfoliasi, tersusun atas mineral serpentin warna hijau gelap. Di atas batuan ofolit secara stratigrafi adalah batugamping klastik dan non klastik, serta batupasir dan konglomerat. Beberapa batugamping non klastik telah mengalami dolomitisasi sedangkan batugamping klastik tersusun atas boundstone dan packstone, dengan struktur berlapis tebal perlapisan 40-60 cm. Di atas batugamping adalah batupasir, yang dicirikan oleh warna coklat hingga abu-abu gelap, kondisi lapuk sampai sangat lapuk dan secara setempat dijumpai fragmen batuan beku (peridotit dan serpentinit). Secara setempat dijumpai konglomerat, yang dicirikan oleh struktur masif-berlapis (15-40 cm), sortasi sedang-baik, kemas tertutup, tersusun atas fragmen peridotit, dunit, dan batugamping dengan bentuk butir membulat tanggung. Di beberapa tempat secara lokal juga dijumpai perlapisan basalt dan basalt dengan struktur bantal, dengan luas sebaran secara lokal-likal. Sebaran litologi di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Serpentinit di daerah penelitian yang didapatkan dari inti bor pada kedalaman 7 m; dicirikan oleh warna abu-abu kehijauan, terfoliasi dan tersusun atas mineral serpentin Hasil analisis kimia batuan terhadap beberapa contoh yang didapatkan dari inti bor menjumpai kandungan SiO2 33,05-43,66 %, Fe2O3 19,65-34,32 %, K2O+Na2O 0,09-0,56 % dan kandungan Ni 0,16-0,76 % (Tabel 1).
206
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Tabel 1. Data hasil analisis XRF contoh inti bor di daerah penelitian (dalam %) Analyte :
Ni
Co
Al2O3 CaO Cr2O3 Fe2O3
K2O MgO MnO Na2O P2O5
SiO2 TiO2
Zn
SUM
DH/3/02
0,58
0,036
14,95
0,27
0,71
25
0,29
4,19
0,38
0,18 0,04
40,4
0,82
0,03
99,13
DH/3/03
0,76
0,029
13,51
0,46
0,69
22,06
0,27
5,58
0,45
0,13 0,03
43,66 0,72
0,04
99,22
DH/6/04
0,37
0,048
16,37
0,52
1,04
21,5
0,17
4,66
0,86
0,13 0,03
42,04 1,03
0,02
99,52
DH/3/02 UP
0,58
0,036
15,02
0,3
0,7
25,06
0,29
4,23
0,38
0,13 0,04
40,57 0,82
0,03
99,49
DH/9/06
0,56
0,032
14,34 0,32
0,76
24,35
0,24
5,64 0,46
0,10 0,03
41,04 0,84
0,04 99,46
DH/9/06 EP
0,55 0,032
14,27
0,33
0,77
24,16
0,24
5,60
0,46
0,10
0,03 40,77 0,85
0,04 99,01
C72 - 01
0,46 0,043
11,86
0,74
0,94
26,66
0,06
4,82
0,63
0,15
0,04 39,98 0,64
0,02 99,48
C73 - 05
0,48 0,027
14,60
0,45
0,68
24,10
0,20
4,87
0,35
0,06
0,03 40,77 0,82
0,02 98,47
C73 - 06
0,59 0,026
12,90
0,59
0,88
26,04
0,18
5,85
0,33
0,07
0,03 40,58 0,65
0,02 99,41
C/2/010/1
0,47 0,026
13,06
2,59
0,80
21,39
0,16
7,64
0,41
0,33
0,03 43,22 0,81
0,01 99,72
C/2/010/10
0,50 0,019
10,33
3,88
0,94
22,53
0,12
8,32
0,22
0,32
0,05 43,61 0,56
0,02 99,17
C/3/3/0/1
0,46 0,038
11,26
0,96
0,92
25,47
0,04
5,84
0,54
0,14
0,03 41,80 0,64
0,01 98,13
C/3/1/0/2
0,88 0,026
8,20
1,17
1,05
25,60
0,03
6,93
0,36
0,15
0,02 40,75 0,34
0,02 98,44
C/3/1/0/3
0,90 0,033
9,57
1,01
1,04
26,81
0,03
7,17
0,41
0,15
0,01 40,69 0,35
0,02 98,86
C/3/1/0/11
0,32 0,002
13,37 11,14
0,37
10,79
0,35
8,95
0,29
0,23
0,10 40,96 0,98
0,01 98,57
C/2/7/0/2
0,40 0,015
16,76
1,68
0,37
20,24
0,30
4,84
0,46
0,21
0,03 40,59 1,27
0,01 98,14
C/3/1/11 EP
0,29 <0,001 13,28
1,19
0,23
10,76
0,35
8,93
0,29
0,24
0,10
0,01 98,18
207
40,79 0,96
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 5. Peta geologi daerah penelitian
208
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
PEMBAHASAN Mengacu pada deskripsi gunung api, magma yang keluar melalui suatu rekahan (celah) yang menjangkau hingga ke permukaan bumi membentuk lava, maka dapat digunakan sebagai petunjuk adanya gunung api (Decker & Decker, 1997; Schminche, 2004). Runtunan batuan ofiolit secara stratigrafi, umumnya dari bawah ke atas tersusun atas gabro, peridotit dan harsburgit, dunit dan basalt. Batuan-batuan tersebut selanjutnya ditumpangi oleh batuan sedimen asal laut dalam, seperti batugamping merah dan rijang. Namun, secara geomorfologi tidak semua runtunan endapan tersebut dapat dibentuk. Jika lingkungan geologi gunung api yang membentuknya terletak di darat, maka runtunan yang mungkin terbentuk adalah batuan intrusi ultrabasa yang kaya olivin dan basalt berstruktur Aa dan Pahoehoe, sedangkan jika lingkungan pengendapannya berada pada lingkungan laut dangkal maka runtunan batuan ultra basa tersebut ditumpangi oleh batuan sedimen klastik dan karbonat laut dangkal. Begitu juga yang dijumpai di daerah penelitian. Batuan beku ultrabasa, seperti basalt yang juga berasosiasi dengan batuan intrusi dangkal seperti dunit dan peridotit, dihasilkan oleh aktivitas gunung api yang berasosiasi dengan gunung api gugusan punggungan tengah samudera (mid oceanic ridge basalt), yang sering membentuk tipe gunung api perisai. Di daerah penelitian dijumpai batuanbatuan beku ultrabasa, yaitu basalt, yang berasasiasi dengan dunit, peridotit dan gabro serta batuan metamorf serpentinit. Hasil analisis geokimia plot SiO2 dan K2O+Na2O pada beberapa contoh peridotit (◊) yang diambil dalam contoh inti bor di daerah penelitian, menunjukkan bahwa peridotit tersebut kebanyakan merupakan seri batuan subalkalin (mengacu pada MacDonald, 1968). Batuan subalkalin dihasilkan dari magma primitif asal astenosfer; sedangkan batuan alkalin merupakan batuan yang berasal dari magma yang telah mengalami differensiasi dengan batuan dinding / batuan di sepanjang yang dilaluinya.
Gambar 6. Plot SiO2 dan K2O+Na2O pada contoh peridotit inti bor di daerah penelitian (◊); sebagai perbandingan bulat biru dan bulat merah adalah contoh batuan MORB di Hawaii (setelah MacDonald, 1968) Mengacu pada Peccerillo & Taylor (1976), peridotit di daerah penelitian termasuk ke dalam seri batuan tholeiit K rendah (Gambar 7). Hal itu mengindikasikan bahwa peridotit di daerah penelitian berasosiasi dengan batuan vulkanik tengah samudera. Proses pengangkatan yang berlangsung secara berulang-ulang, menyebabkan wilayah ini memiliki geomorfologi yang sangat curam, serta asosiasi batuan vulkanik di atasnya, yang tersusun atas basalt dan endapan asal laut dalam tererosi, menyisakan batuan intrusi yang lebih 209
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
resisten. Keberadaan peridotit, harsburgit, dunit dan serpentinit, mengindikasikan bahwa batuan-batuan tersebut berada pada fasies pusat gunung apinya. Basalt yang seharusnya terdapat di atas batuan-batuan tersebut telah lapuk dan tererosi menyisakan soil laterit.
Gambar 7. Plot SiO2 dan K2O pada contoh peridotit inti bor di daerah penelitian (setelah Peccerillo & Taylor, 1976)
KESIMPULAN Batuan ofiolit yang dijumpai di daerah penelitian merupakan batuan seri tholiit, yang keberadaannya berasosiasi dengan batuan vulkanik laut dalam. Secara tektonik, batuanbatuan tersebut dibentuk oleh kemunculan magma ke permukaan bumi, melalui rekahan punggungan tengah samudera (zona pemekaran). Proses tektonik yang berlangsung secara berulang-ulang, menyebabkan runtunan batuan ofiolit tersebut terangkat menjadi daratan yang selanjutnya tererosi, menyisakan batuan intrusif yang ada di bawahnya.
References: [1] Decker, R., & Decker, B., Volcanous, W.H. Freeman & Co: 322 pp.1997. [2] Hamilton, W. Tectonic map of the Indonesian region. U.S. Geological Survey, Miss. Inv. Ser. Map, 1-875-D. , 1978. [3] Hamilton, W. Tectonics of the Indonesian Region. U.S. Geol. Survey Prof. Paper, pp. 1078, 1979. [4] Hamilton, W. Plate tectonics and island arcs. Geological Society of America Bulletin 100, 1503-1527, 1988. [5] Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C.D. and Ishikawa, A. Petrology, geochemistry and paleogeographic reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia. Tectonophysic, 392: 55-83, 2004. [6] Katili, J. Past and present geotectonic position of Sulawesi, Indonesia. Tectonophysics 45, 289-322, 1978. [7] Katili, J. Evolution of the southeast Asian Arc complex. Indonesian Geology 12, 113-143, 1989. [8] Van Leeuwen, T., The geology of southwest Sulawesi with special reference to the Biru area. In: A.J. Barber & S. Wiryosayono (eds.) The geology and tectonics of Eastern Indonesia. Geol. Res. Dev. Centre, Bandung, Spec. Publ. 2, p. 277, 1981.
210
M04
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
[9] Van Leuwen, T., M., Taylor, R., Coote, A., Longstaffe, F.J., Porphyry molybdenum mineralization in a continental collision setting at Malala, northwest Sulawesi, Indonesia, Journal of Geochemical Exploration, Volume 50, Issues 1–3, pp 279–315, 1994. [10] Macdonald, G. A., Volcanoes, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 510, 1972 [11] Peccerillo, A. & Taylor, S. R, Geochemistry of Eocene calc-alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area, Northern Turkey. Contributions to Mineralogy and Petrology 58, 63–81, 1976. [12] Schminche, H.U., Volcanism, Springer-Verlag, 333 pages, 2004. [13] Surono and Sukarna, D. The Eastern Sulawesi Ophiolite Belt, Eastern Indonesia. A review of it's origin with special reference to the Kendari area. Journal of Geology and Mineral Resources 46, 8-16, 1995. [14] Surono, Tektono-Stratigrafi bagian timur Sulawesi, Prosiding PIT IAGI 2011, Joint Convention IAGI ke 40 dan HAGI ke 36, Makasar, abstract, 2011.
211