Incremental Process dalam Tempat Tinggal pada Masa Transisi Pasca Bencana Tia Nurfitriani Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 1624, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Kerusakan akibat bencana dapat menyebabkan banyak orang terpisah atau kehilangan tempat tinggal atau disebut juga dengan displacement. Selama proses rehabilitasi dan rekonstruksi kerusakan tersebut, terjadi masa transisi dari kondisi darurat menuju normal kembali, salah satunya terkait kebutuhan bertempat tinggal. Skripsi ini memaparkan perwujudan transisi kebutuhan bertempat tinggal pada transitional shelter. Transitional shelter merupakan istilah yang untuk tempat tinggal pada masa transisi pasca bencana. Transisi dalam transitional shelter merupakan suatu incremental process atau proses yang terjadi secara bertahap pasca terjadinya bencana hingga kondisi normal kembali tercapai. Hasil analisis dari studi pustaka dan studi kasus menunjukan bahwa perwujudan incremental process dalam transitional shelter tidak selalu sama tergantung pada konsep dan konteks projeknya. Namun pada dasarnya, incremental process dalam transitional shelter ada untuk memungkinkan penghuninya secara mandiri mengembangkan tempat tinggal hingga tercapai kondisi tempat tinggal yang layak sebagaimana sebelum terjadinya bencana. Kata Kunci: Bencana, Displacement, Incremental Process, Tempat Tinggal, Transisi
Incremental Process of Shelter in Transtion Periode After Disaster
Abstract
Destruction after disaster causes displacement or a phenomenon which a lot of people are displaced from their own home ground. Along the process to rehabilitate and reconstruct the disaster after effect, the displaced victims are in transition period from emergency to normal condition to live in. This undergraduate paper explains about transition of the necessities for living after disaster in transitional shelter. Transitional shelter is a term used to explain about shelter in transitional period after disaster. Transition in transitional shelter is an incremental process to achieve a proper shelter to settle like in normal condition. The result of literature and case studies shows that the realizations of incremental process in the cases of transitional shelter are various depends on the concept and the context of the projects. Despite of the vary realizations, incremental process basically is applied in transitional shelter project to enable the victims independently develop their own shelter to achieve a shelter as appropriate as the condition before disasters strike. Key Words: Disaster, Displacement, Incremental Process, Shelter, Transition
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
1.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Masalah Bencana besar seperti gempa bumi atau konflik bersenjata sering kali menyebabkan
banyak korban bencana harus tinggal terpisah dari tempat tinggal asalnya. Kerusakan tempat tinggal yang ditimbulkan oleh bencana membuat mereka harus mencari tempat tinggal lain yang lebih aman.
Ketika masa darurat pasca bencana berakhir, bukan berarti kondisi langsung
kembali normal. Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memperbaiki dampak yang ditimbulkan bencana. Selama masa itu, para korban bencana tidak dapat terus menggantungkan hidupnya dalam pengungsian. Mereka membutuhkan solusi jangka panjang yang memungkinkan untuk pemulihan kondisi hingga kembali normal yaitu transitional shelter. Transitional shelter dibutuhkan bukan hanya sebagai tempat yang nyaman dan layak untuk ditinggali, tetapi juga dapat mendorong para korban bencana secara mandiri memperoleh solusi tempat tinggal yang lebih permanen.
1.2
Permasalahan Pasca terjadinya bencana, banyak pihak eksternal seperti organisasi kemanusiaan,
pemerintah, dan sebagainya yang memberikan bantuan tempat tinggal untuk ditinggali selama masa transisi pasca bencana. Bantuan-bantuan tempat tinggal tersebut sering kali ditinggalkan atau tidak digunakan kembali ketika masa transisi berakhir. Hal tersebut dapat terjadi karena kualitas tempat tinggal yang kian menurun kualitasnya serta tidak sesuai untuk digunakan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, sering kali bantuan-bantuan tempat tinggal pasca bencana oleh pihak eksternal berakhir terlantar tanpa penghuni ketika masa transisi berakhir. Untuk mengurangi potensi terjadinya hal tersebut, transitional shelter sebagai tempat tinggal selama masa transisi daianggap perlu dipandang sebagai suatu incremental process. Incremental process adalah pendekatan dalam mendesain transitional shelter yang memandang bahwa shelter merupakan suatu proses perkembangan yang terjadi secara perlahan-lahan dari yang semula berupa tempat tinggal darurat hingga berkembang menjadi tempat tinggal permanen. Sebagai suatu incremental process, transitional shelter dapat terus berkembang kualitasnya
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
sehingga dapat digunakan sebagai tempat tinggal permanen ketika masa transisi berakhir. Permasalah tersebut dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana pembentukan masa transisi pasca bencana terkait dengan dampak yang ditimbulkan oleh bencana? 2. Bagaimana bentuk peralihan kebutuhan bertempat tinggal yang terjadi selama masa transisi pasca bencana? 3. Bagaimana peralihan sebagai suatu incremental process untuk menjadi tempat tinggal yang lebih permanen terjadi dalam transitional shelter?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melihat berbagai kemungkinan akan solusi arsitektural baru yang muncul dalam kondisi pasca bencana. Pemahaman akan
konsep
incremental process selama masa transisi pasca bencana dapat memberikan solusi tempat tinggal yang lebih efisien serta melepaskan ketergantungan para korban bencana dalam pemenuhan tempat tinggal.
2. Tinjauan Teoritis Bencana dalam skala besar dapat menimbulkan kerusakan yang parah, salah satunya pada tempat tinggal. Bencana menyebabkan banyak orang terpisah atau kehilangan tempat tinggal atau disebut juga dengan displacement. Displacement menempatkan para korban bencana dalam kondisi homelessness atau tidak memiliki tempat tinggal. Dalam konteks bencana, kondisi homelessness para korban biasanya termasuk dalam kategori provisionally accommodated atau mendapatkan akomodasi dari pihak eksternal sehingga mereka tidak benar-benar hidup tanpa naungan. Displacement sebagai akibat dari bencana juga membuat para korban bencana menjadi vulnerable atau rentan terhadap gangguan atau bahaya. Vulnerabilitas tersebut dapat terjadi secara fisik misalnya penyakit yang rentan dialami orang dengan kondisi fisik lemah. Vulnerabilitas secara psikologis atau sosial dapat berupa konflik yang disebabkan oleh kondisi high density dalam displacement. Kondisi displacement terjadi sementara. Ketika kondisi
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
lingkungan pasca bencana telah kembali normal, para korban bencana akan mencari solusi tempat tinggal lain yang lebih permanen. Displacement dan kerusakan pasca bencana menimbulkan masa transisi dari kondisi darurat ke keadaan normal. Masa transisi terjadi paralel dengan tahap rekonstruksi dan rehabiltasi. Transitional shelter merupakan istilah yang digunakan untuk tempat tinggal selama masa transisi pasca terjadinya bencana. Desain transitional shelter perlu peka terhadap aspek kebutuhan dasar bertempat tinggal pasca bencana (aspek Risk Reduction dan Viability), konteks pengguna shelter (aspek Cultural Sensitivity dan Community Input and Acceptance), kondisi lingkungan pasca bencana (aspek Environmental Soundness), kondisi ekonomi (aspek Cost Effectiveness), dan potensi perkembangan secara mandiri hingga menjadi tempat tinggal permanen (aspek Permanence, Independence, dan Progressive) (IRP, 2010). Hal-hal tersebut menjadi penting agar transitional shelter tetap digunakan bahkan setelah masa transisi berakhir. Transitional shelter bukan merupakan sekedar produk arsitektural untuk masa transisi, tetapi proses yang berlangsung seiring transisi itu terjadi. Sebagai suatu proses, nilai dari suatu bangunan akan senantiasa berkembang seiring dengan berjalannya waktu (Brand, 1994; Till, 2009). Selama masa transisi, transitional shelter dapat secara perlahan menjadi bagian dari solusi tempat tinggal permanen yang lebih kompleks. Agar hal tersebut terjadi, transititional shelter perlu dirancang dengan konsep built for change. Dalam konsep built for change, bangunan dirancang untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan di kemudian hari (Brand, 1994). Konsep built for change perlu didukung oleh organisasi ruang, kompleksitas form, dan sistem struktur dari bangunan itu sendiri. Ruang yang bebas dari fungsi spesifik lebih memungkinkan terjadi perubahan nantinya. Selain itu, bentuk ruang yang sederhana seperti kotak lebih adaptif terhadap perkembangan ruang karena mudah dibagi dan ditambahkan. Bangunan dengan struktur utama dan penutup yang terpisah mendukung perkembangan kualitas bangunan. Transitional shelter merupakan suatu incremental process (Shelter Centre, 2012). Proses perkembangan transitional shelter terjadi secara perlahan serta tumbuh secara organik. Transitional shelter dapat berkembang seiring waktu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
penghuninya, sehingga dapat mengurangi kebergantungan mereka dari pihak eksternal dalam mencapai solusi permanen. Konsep incremental membuat penghuni rumah lebih menghargai kesempatan yang fleksibel dalam mengembangkan rumahnya dengan
menggunakan potensi material dan
keterampilan lokal, dan harapan terhadap bangunan yang sesuai (Goethert, 2010). Melalui incremental housing, mereka juga dapat menginvestasi pengembangan dan peningkatan tempat tinggal mereka dalam kondisi yang memungkinkan dan sesuai dengan prioritas investasi dalam hal waktu, energi, sumber daya, dan penaksiran akan resiko pengusiran (Riley dan Wakely, 2011). Transitional shelter sebagai proses dapat diwujudkan dalam lima prinsip yaitu upgradable, relocatable, recyclable, reusable, dan resaleable (Shelter Centre, 2012) . Suatu transitional shelter setidaknya memiliki salah satu dari karakter tersebut. Karakter tersebut memungkinkan transitional shelter untuk menjadi bagian dari tempat tinggal permanen, sehingga nilai transitional shelter tidak semata-mata hilang ketika masa transisi berakhir.
3. Metode Penelitian Metode dalam pembahasan skripsi ini secara garis besar dengan melakukan studi kepustakaan dan studi kasus terhadap projek-projek transitional shelter. Studi kepustakaan menjadi landasan dalam menganalisis studi kasus yang dilakukan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari literatur yang berkaitan dengan bencana dan konsep bertempat tinggal. Studi kasus dilakukan dengan mencari literatur yang terkait dengan projek-projek transitional shelter bagi korban pasca bencana. Analisis mengenai projek-projek transitional shelter kemudian dikaitkan dengan hasil dari studi kepustakaan.
4. Hasil Penelitian Terdapat tiga contoh projek-projek penyediaan transitional shelter yang dijadikan bahan studi kasus yaitu projek T-Shelter di Haiti, projek Refugee Housing Unit, dan projek dengan konsep Self-Built di Padang, Indonesia. Ketiga projek tersebut dipilih karena memiliki konsep
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
penyediaan transitional shelter yang berbeda. Pada projek T-shelter di Haiti, penyediaan dilakukan dengan participatory process yaitu melibatkan para korban dalam menentukan desain transitional shelter. Pada projek Refugee Housing Unit, desain shelter telah ada sebelumnya sehingga ketika bencana terjadi shelter dapat langsung dibangun. Pada projek di Padang, pelaksana projek tidak menyediakan transitional shelter secara langsung namun hanya berupa finansial, pelatihan, dan pengawasan.
Gambar 1. Transitional Shelter pada projek Haiti, Refugee Housing Unit dan Padang Sumber: Shelter Post-disaster Shelters: Ten Designs (2013), Ikea Foundation (2013), Save The Children ( 2010)
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
Ketiga projek tersebut dibandingkan terkait aspek penunjang proses perkembangan transitional shelter, wujud Transitional Shelter, dan potensi wujud transitional shelter terhadap incremental process. Hasil perbandingan tersebut disajikan dalam table-tabel berikut. Tabel.1. Aspek Penunjang Proses Perkembangan Transitional Shelter
Aspek Penunjang Proses Perkembangan Transitional
T-Shelter Haiti
Refugee Housing Unit
Shelter di Padang
Bentuk Penyediaan
Shelter Secara Fisik Hasil Participatory Process
Shelter Secara Fisik
Finansial, Pelatihan, dan Pengawasan Standar Shelter
Jenis Lokasi
Kawasan Rural
Universal
Kawasan Rural
Risk Reduction
√√√
√
√√
Viability
√√√
√
√√
√√√
√
√√√
√√
√
√√√
Environmental Soundness
√√
√√
√√
Cost Effectiveness
√√
√√
√√√
Permanence
√√√
√√
√√√
Independence
√√
√√
√√√
Progressive
√√√
√√√
√√√
Shelter
Kebutuhan Bertempat Tinggal
Cultural Konteks Pengguna
Sensitivity Community Input and Acceptance
Keberlanjutan
Tabel. 2. Wujud Transitional Shelter
Wujud Transitional Shelter
Material
Waktu
T-Shelter Haiti
Refugee Housing Unit
Shelter di Padang (*)
Sumber
Internasional
Internasional
Lokal
Jenis
Prefabrikasi
Prefabrikasi
Tidak Ditentukan
2 Minggu
5 jam
Tidak Ditentukan
Pembangunan (On site)
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
Keterampilan
Perlu dalam
Ditentukan oleh
Pekerja
Khusus
membangun
Jumlah
10 orang
2 orang
Tidak Ditentukan
Fleksibilitas
Organisasi
Open Plan
Open Plan
Memungkinkan
Mengatur
Ruang
Tidak Perlu
Penghuni Sendiri
terjadinya pembagian
Ruang
ruang Bentuk Ruang
Rektangular
Ukuran
12m , 18m , 24m
Kapasitas
3 hingga 6 orang
4 orang
Tidak Ditentukan
Terdapat ramp
-
-
Struktur dan penutup
Struktur dan penutup
dapat terpisah
dapat terpisah
Density
Aksesibilitas Sistem Struktur
2
2
Rektangular
2
17m
2
Tidak Ditentukan
Min 3,5m2 per orang
Tidak Ditentukan
(*) Mengacu Pada Standar Pengawasan yang ditetapkan Pelaksana Projek
Tabel. 3. Potensi Wujud Transitional Shelter Terhadap Incremental Process Potensi Wujud Transitional Shelter Terhadap Incremental
T-Shelter Haiti
Refugee Housing Unit
Shelter di Padang
√√√
√√√
√√√
Relocatable
√
√√√
√
Aspek
Reusable
√√
√√
√√
Incremental
Upgradable
√√√
√√√
√√√
Process
Recyclable
√√
√√
√√
Resaleable
√√
√
√√
Process Potensi Perkembangan Form
5. Pembahasan Berdasarkan aspek-aspek tersebut, T-Shelter Haiti yang merupakan hasil desain dari pendekatan participatory process dengan masyarakat memiliki kelebihan dalam memahami kesesuaian shelter terhadap konteks pengguna dan lingkungannya. Kesesuaian tehadap konteks memungkinkan penghuninya dapat nyaman dan familiar (homeness) untuk bertahan dalam jangka waktu panjang.
Lain halnya dengan projek di Padang, kesesuaian dengan konteks
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
pengguna diupayakan dengan konsep self-built yang menyerahkan pembangunan dilakukan secara mandiri oleh penghuni sesuai dengan kehendak masing-masing. Dibandingkan dengan projek di Haiti dan Padang, Refugee Housing Unit yang paling mungkin mengalami ketidak sesuaian dengan konteks baik pengguna maupun lingkungannya. Refugee Housing Unit memang didesain untuk penggunaan secara universal sehingga konteks pengguna dan lingkungan diaanggap sama. Bagi beberapa penghuni shelter tersebut, keberadaan shelter tersebut menjadi sesuatu yang asing sehingga menjadi tidak nyaman untuk ditinggali. Selain konteks, kecepatan dalam penyediaan transitional shelter juga penting karena pasca terjadinya bencana, tempat tinggal menjadi kebutuhan yang sifatnya mendesak. Hal tersebutlah coba dipenuhi oleh projek Refugee Housing Unit. Dengan desain yang telah ada, Refugee Housing Unit hanya perlu dikirim ke lokasi tujuan. Selain itu, karena materialnya telah di prefabrikasi, pembangunan dapat berlangsung cepat. Ditinjau dari kecepatan penyediaan, projek di Haiti dan Padang tidak dapat berlangsung cepat kerena melibatkan masyarakat dalam proses menentukan wujud transitional shelter yang diharapkan.
Proses tersebut mencakup
diskusi, penelitian, pelatihan, pembangunan, dan sebagainya yang dapat memakan waktu lama. Projek di Haiti dan Padang serta Refugee Housing Unit memiliki bentuk penyediaan yang berbeda-beda sehingga wujud transitional shelter yang dihasilkan berbeda-beda pula. Dalam projek di Haiti, terdapat prototype tempat tinggal yang merupakan hasil dari participatory process yang dilakukan.
Prototype tersebut tidak berlaku secara baku namun dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sehingga shelter yang dihasilkan nampak serupa namun tidak identik. Dalam projek di Padang, shelter yang dihasilkan lebih bervariasi dari segi material dan bentuk karena pembangunan diserahkan secara mandiri kepada penghuninya. Pihak pelaksana projek hanya mendanai dan mengawasi. Dalam projek Refugee Housing Unit, transitional shelter yang disediakan seragam karena memang desain (bentuk, ukuran, material) telah dibuat sebelum shelter dibangun. Sebagai proses, keberlanjutan perkembangan shelter merupakan aspek penting dalam transitional shelter yang mempengaruhi incremental process yang terjadi pada bangunan. Pada projek di Haiti, Padang, dan Refugee Housing Unit, prinsip incremental diwujudkan dengan caracara yang berbeda. Pada projek T-shelter di Haiti, prinsip incremental lebih difokuskan dalam hal upgradable. Upgradable adalah sifat dari transitional shelter yang memungkinkan peningkatan
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
kualitas bangunan dengan mengganti bagian-bagian tertentu dengan material yang memiliki kualitas lebih baik. Proses upgradable dapat terjadi karena bangunan memiliki sistem struktur dan penutup yang terpisah. Clissade sebagai penutup dapat diganti atau diperkuat dengan dilapisi semen atau lumpur sehingga lebih permanen. Pada projek Refugee Housing Unit, prinsip incremental yang mungkin terjadi adalah upgradable dan relocatable. Refugee Housing Unit terdiri dari komponen struktur berupa rangka besi dan komponen penutup berupa semi hard plastic yang terpisah. Komponen struktur tersebut dapat bertahan lebih dari sepuluh tahun sehingga ketika komponen penutup sudah rusak dapat diganti dengan material baru yang lebih tahan lama. Refugee Housing Unit memiliki konsep smart flat pack yang mendukung aspek relocatable atau perpindahan shelter. Aspek relocatable menjadi penting karena sering kali para korban bencana tinggal di lahan secara illegal sehingga ketika masa transisi berakhir mereka harus pindah. Aspek relocatable memungkinkan penggunaan transitional shelter tetap berlanjut meskipun lokasinya berganti. Pada projek di Padang, prinsip incremental diwujudkan dengan menyediakan bantuan finansial untuk membeli kebutuhan tempat tinggal yang tidak bisa penuhi sendiri oleh para korban bencana. Pada awalnya, bantuan-bantuan dari pihak pelaksana projek hanya mencakup komponen-komponen dalam membangun tempat tinggal yang sulit untuk dipenuhi misalnya material, struktur, peralatan, dan sebagainya. Sisanya, mereka dapat melengkapi pembangunan secara bertahap selama masa transisi hingga tercapai tempat tinggal yang permanen. Seiring dengan waktu, para korban dapat meng-upgrade transitional shelter dengan mengganti material, mengalihfungsikan sebagai bagian dari tempat tinggal permanen (reuse), atau menggunakan kembali material pada tempat tinggal permanen (re-cycle). Berdasarkan perbandingan ketiga projek tersebut, pada dasarnya konsep incremental memungkinkan
transitional shelter tidak berakhir selama masa transisi saja namun dapat
berkembang hingga mencapai tempat tinggal permanen. Hal ini dapat meminimalkan kebergantungan para korban bencana terhadap pihak eksternal dalam menyediakan tempat tinggal. Selain itu, konsep incremental process meletakan para korban bencana sebagai pelaku sehingga pada pengembangan selanjutnya, transitional shelter dapat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
6. Kesimpulan Transisi kebutuhan ruang bertinggal dalam transitional shelter merupakan incremental process atau proses yang terjadi secara bertahap. Incremental proses merupakan cara mencapai keberlanjutan penggunaan transitional shelter selama masa transisi. Pendekatan incremental dalam transitional shelter pada prinsipnya menyediakan kebutuhan terpenting dalam tempat tinggal yang sulit dipenuhi sendiri oleh para korban bencana, sedangkan sisanya dipenuhi secara mandiri oleh mereka. Transitional shelter diharapkan akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka seiring dengan waktu. Incremental process memungkinkan transitional shelter untuk terus berkembang nilainya hingga mencapai solusi tempat tinggal yang permanen. Konsep built for change dapat mendorong terjadinya incremental process dalam transitional shelter. Pada konsep tersebut, bangunan didesain agar memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan di kemudian hari sesuai dengan kebutuhan. Organisasi ruang, kompleksitas form, dan sistem struktur memperngaruhi potensi terjadinya perkembangan pada bangunan itu sendiri. Dengan incremental process, transitional shelter memungkinkan penghuni untuk secara mandiri mengembangkan bangunan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas masing-masing. Hingga pada akhirnya, para koban bencana dapat secara bertahap melepaskan kebergantungannya dari bantuan pihak eksternal.
DAFTAR REFERENSI Barakat, Sultan. (2003). “Housing Reconstruction after Conflict and Disaster”. Humanitarian Practice Network no 43, Dec.03. Boyer, Bryan., Cook, Justin W. (2012). From Shelter to Equity: Designing Social Housing but Building Wealth. Helsinki: Sitra. PDF File Bradley, Megan., Cohen, Roberta. (2010). “Disaster and Displacement: Gaps in Protection”. Journal of International Humanitarian Legal Studies, vol. 1. Brand, Stewart. (1994). How Building Learn: What Happens After They Built. USA: Penguin Books.
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
CHRN.
(2012).
Canadian
Definition
of
Homelessness.
PDF
File.
Diunduh
dari
www.homelesshub.ca pada 29 April 2014. Corsellis, Tom., Vitale, Antonella. (2005). Transitional Settlement: Displaced Population. Cambridge: University of Cambridge. Gifford, Robert. (1987). Environmental Psychology. Massachusetts: Allyn and Bacon Inc. Goethert, Reinhard. (2010). “Incremental Housing: A Proactive Urban Strategy”. Monday Development. PDF File. Diunduh dari web.mit.edu/incrementalhousing pada 28 April 2014. IFRC., UN-HABITAT., UNHCR. (2012).
Shelter Project 2010. PDF File. Diunduh dari
www.ShelterCaseStudies.org pada 7 April 2014. IFRC.
(2012).
Transitional
Shelters:
Eight
Designs.
PDF
File.
Diunduh
dari
Ten
Designs.
PDF
File.
Diunduh
dari
www.sheltercentre.org pada 3 April 2014. IRFC.
(2013).
Post-disaster
Shelters:
www.sheltercentre.org pada 3 April 2014. Ingold, Tim. (1995). “Building, Dwelling, Living: How Animal and People Make Themselves at Home in the World.” Briganti, Chiara., Mezei, Cathy. (Ed). (2012). The Domestic Space Reader. Toronto: University of Toronto Press. IRP.
(2010).
Guidance
Note
on
Recovery:
Shelter.
PDF
File.
Diunduh
dari
www.recoveryplatform.org pada 3 Mei 2014. Ikea Foundation. (2013). Snapshots for Our Journey: Annual Review 2013. PDF File. Diunduh dari www.ikeafoundation.org pada 12 Mei 2014. “Ikea Develops Flat-Pack Refugees Shelters”. www.dezeen.com/2013/07/03/Ikea-DevelopsFlat-Pack-Refugees-Shelters/. Diakses pada 12 Mei 2014. Malnar, Joy Monice., Vodvarka, Frank. (1992). The Interior Dimension: A Theoretical Approach To Enclosed Space. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Michae, Kifle., Sena, Lelisa. (2006). Disaster, Prevention, and Preparedness. USAID. PDF File.
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014
OXFAM. (2003). Guidelines for Post Disaster Housing version 1. PDF File. Diunduh dari www.IFRC.org pada 28 Maret 2014. Riley, Elizabeth., Wakely, Patrick. (2011). The Case For Incremental Housing. Washington: The Cities Alliance. Shelter
Centre.
(2012).
Transitional
Shelter
Guidelines.
PDF
File.
Diunduh
dari
www.sheltercentre.org/library pada 16 April 2014. Stinson, Liz. (2013). “Ikea Develops a Smart Flat-Pack Shelter for Disaster Refugees”. www.wired.com/2013/07/ikeas-innovative-new-refugee. Diakses pada 12 Mei 2014. Till, Jeremy. (2009). Architecture Depends. Massachusetts: The MIT Press. UNHCR. (2013). A Better Home for Emergency Relief and Beyond. PDF File. Diunduh dari www.refugeehousingunit.se pada 12 Mei 2014.
Incremental Process..., Tia Nurfitriani, FT UI, 2014