CONSCIOUS COMPETENCE LEARNING MODEL (Dari Tidak Menyadari Bahwa Dirinya Tidak Mampu Menuju Kemampuan Yang Tidak Disadari) Oleh : Widyarini, S.Psi.
Abstrak Conscious Competence Learning Model (CCLM) menjelaskan bagaimana proses belajar individu dan tahapan-tahapan yang dilaluinya dalam proses pembelajaran tersebut hingga seseorang menguasai suatu kompetensi atau ketrampilan tertentu. Konsep Conscious Competence Learning Model (CCLM) pada awalnya dicetuskan oleh Abraham Maslow dengan teori Four Statge of Learning, kemudian dikembangkan oleh beberapa praktisi training secara terpisah, salah satunya adalah Noel Burch yang bekerja untuk US Gordon Training International Organisation sekitar tahun 1970-an. Tahapan pembelajaran dalam CCLM terdiri dari : Unconscious Incompetence, Conscious Incompetence, Conscious Competence dan Unconscious Competence. Kata Kunci : Conscious Competence Learning Model, Unconscious Incompetence, Conscious
Incompetence, Conscious Competence, Unconscious Competence
Pada saat proses pembelajaran berlangsung tidak jarang seseorang menemui kesulitan dan hambatan. Kesulitan yang muncul seringkali berkaitan dengan “rasa sulit” yang muncul karena justifikasi yang mereka buat terhadap pengalaman diri sendiri selama mengikuti proses belajar tersebut. Justifikasi terhadap diri sendiri seperti : “Aku tidak mampu melakukannya dengan benar”, atau “Saya tidak cukup bagus melakukannya” atau bahkan “Saya tidak akan pernah bisa mempelajarinya….”, menjadi penghambat mental yang signifikan dalam proses pembelajaran. Perasaan semacam itu muncul karena orang tersebut tidak memahami kondisi kompetensi yang dia miliki saat ini, sehingga dia tidak tahu, kalau mau belajar mau mulai dari mana. Tulisan ini membahas tentang tahapan belajar, yang awalnya diperkenalkan oleh Abraham Maslow sebagai Four Stage of Learning (Empat tahapan dalam belajar) pada tahun 1940-an. Pemahaman tentang stage atau tahapan dalam belajar akan membantu seseorang untuk tetap fokus pada apa yang ingin dia capai dalam proses pembelajaran tersebut, tanpa kecemasan atau perasaan negatif tentang bagaimana caranya belajar. Bagi para pendidik, pengajar, fasilitator maupun para trainer, pemahaman terhadap CCLM ini juga sangat penting.
Seringkali para
pendidik, pengajar, fasilitator maupun para trainer bertindak terburu-buru dalam memberikan materi pembelajaran atau pelatihan, tanpa berusaha terlebih dahulu memahami kondisi awal para pelajarnya / trainee-nya. Mereka seringkali beranggapan bahwa para siswanya adalah orang-
orang yang sudah mengetahui pengetahuan / ketrampilan apa (kompetensi macam apa) yang mereka butuhkan, dan seberapa banyak yang mereka butuhkan agar mereka bisa efektif. Padahal bisa jadi diantara calon pelajar atau siswa tidak menyadari sepenuhnya bahwa dia tidak mampu. Dia juga tidak tahu apa relevansinya pengetahuan dan ketrampilan itu dengan dirinya. Akibatnya mereka tidak termotivasi untuk mempelajari suatu pengetahuan dan ketrampilan baru, karena memang tidak tahu apa yang tidak diketahuinya. Konsep Four Stage of Learning ini selanjutnya dikembangkan secara terpisah oleh beberapa orang. Beberapa diantaranya menggunakan beberapa istilah yang berbeda, seperti Learning Matrix, Conscious Competence Matrix,atau The Conscious Competence Ladder meskipun esensinya adalah sama. Salah satu praktisi pelatihan yang mengembangkan konsep ini adalah Noel Burch yang bekerja untuk US Gordon Training International Organisation pada tahun 1970-an. Noel Burch menggunakan terminologi Consious Competence Learning Matrix (CCLM) sedangkan W Lewis Robinson, menggunakan istilah 'conscious competence' . Dan ternyata pada tahun 1969 Martin M Broadwell juga pernah menjelaskan konsep 'conscious competence' model, dalam artikelnya yang berjudul 'Teaching for Learning'. Dalam naskah ini, penulis menggunakan istilah Consious Competence Learning Model (CCLM). Conscious Competence Learning Model (CCLM) menjelaskan tentang bagaimana individu belajar dan tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses pembelajaran tersebut hingga seseorang menguasai suatu kompetensi tertentu. Menurut CCLM pembelajaran terjadi melalui 4 (empat) tahapan, yaitu : Tahap 1 : Unconscious Incompetence (tidak menyadari ketidakmampuannya) Tahap 2 : Conscious Incompetence (menyadari ketidakmampuannya) Tahap 3 : Consious Competence (menyadari kemampuannya) Tahap
4
:
Unconscious
Competence
(tidak
menyadari kemampuannya) TAHAP incompetence, seseorang
tidak
1
:
Tahap
merupakan menyadari
Unconscious
tahapan
dimana
kelemahan
atau
ketidakmampuannya dalam sesuatu hal. Individu
yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya dia tidak mampu biasanya dia tampil atau menghadapi suatu situasi dengan rasa penuh percaya diri, terlalu menyederhanakan masalah, dan tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang perlu untuk diketahui dan dipelajari. Dalam beberapa situasi mungkin dia akan menyangkal bahwa ketrampilan tersebut dibutuhkan atau mengganggap bahwa ketrampilan baru tersebut tidak bermanfaat. Untuk bisa menguasai suatu ketrampilan atau memiliki
kompetensi
tertentu,
seseorang
harus
mengerti
dan
menyadari
akan
ketidakmampuannya. Oleh karena itu penting bagi seorang pengajar, fasilitator atau trainer, untuk membantu peserta didiknya dalam menemukan kesadaran akan ketidakmampuannya, dan mendorong mereka agar mereka agar menyadari ketrampilan-ketrampilan atau kompetensi yang perlu mereka miliki. Dengan demikian, seorang pengajar, fasilitator atau trainer harus bisa menunjukkan dan meyakinkan bahwa suatu ketrampilan dan kompetensi tertentu itu dibutuhkan, relevan, dan bermanfaat bagi mereka, agar mereka menjadi orang-orang yang efektif dalam bidang pekerjaannya ataupun dalam kehidupan sehari-harinya. TAHAP 2 : Tahap Conscious Incompetence, adalah tahapan dimana individu telah menyadari bahwa ternyata ia tidak memiliki pengetahuan atau ketrampilan (kompetensi) tertentu, yang ia butuhkan. Pada tahap ini mereka menjadi tersadarkan bahwa ternyata masih banyak hal yang belum mereka ketahui dan harus dipelajari, lebih dari yang mereka kira. Pada awalnya mereka sendiri masih kebingungan, karena tidak benar-benar memahami apa yang sesungguhnya tidak mereka ketahui.
Kemudian mereka menyadari adanya dan perlunya
menguasai suatu pengetahuan dan ketrampilan tertentu. Mereka menjadi mengerti bahwa dengan memiliki dan meningkatkan ketrampilan tersebut akan membuatnya lebih efektif. Meskipun demikian, idealnya mereka tidak sekedar tahu bahwa ada gap pengetahuan dan ketrampilan yang harus diisi, mereka juga perlu mengetahui seberapa banyak dan seberapa dalam pengetahuan dan ketrampilan yang harus mereka kuasai. Selain itu juga sampai tingkatan ketrampilan mana yang mereka butuhkan. Apakah yang pokok-pokok saja , sekedar bisa ataukah harus benar-benar terampil dan ahli. Setelah seseorang memahami apa butuh ia pelajari, maka selanjutnya individu harus memiliki komitmen yang kuat untuk mempelajari pengetahuan dan mempaktekkan ketrampilan-ketrampilan baru, hingga akhirnya mereka tahu betul bahwa dirinya telah menguasai suatu ketrampilan atau kompetensi tertentu. Tahap 3 : Tahap Conscious Competence, merupakan tahap dimana individu menyadari dan mengetahui bahwa dirinya sudah mengetahui (hal baru) atau sudah mampu bagaimana melakukan sesuatu yang baru. Tahap ini merupakan tahap asimilasi, dimana terjadi perpaduan antara pengalaman belajar (lama) yang telah dimiliki oleh individu dengan pengalaman dan
pemahaman baru. Individu merasa mampu melakukan ketrampilan baru dan mampu menjelaskan ketrampilan-ketrampilan kunci, kemampuan, dan pengetahuan yang telah mereka pelajari, hingga mereka berhasil mencapai kompetensi tersebut. Ketika melakukan ketrampilan itu individu masih melakukan dengan penuh kesadaran.
Individu masih harus berfikir saat menunjukkan
kompetensinya, ketrampilan itu belum bisa dilakukannya secara “otomatis”. Meskipun ia sudah bisa menjelaskan kemampuan baru yang dimilikinya, ia belum dapat melatih orang lain. Nantinya, jika kemampuan atau ketrampilan yang telah ia kuasai tersebut dipraktekkan secara terusmenerus, sampai pada tingkatan dia tidak menyadari lagi akan kemampuan itu (melakukan secara “otomatis”) maka dia bisa menapak pada tahap berikutnya, yaitu unconscious competence. Tahap 4 : Unconscious Competence, merupakan tahapan yang paling tinggi dalam learning stage model. Pada tahap ini individu seolah-olah tidak merasakan lagi adanya kompetensi itu. Ketika melakukan ketrampilan itu, seseorang sudah tidak perlu memikirkannya. Segala sesuatu dilakukan seperti mengalir saja, “otomatis”, tidak terlalu atau tidak perlu dengan kesadaran penuh melakukannya. Contoh yang paling mudah adalah seperti seseorang yang sudah sangat ahli dalam mengemudi. Ia tidak perlu lagi terlalu memikirkan bagaimana menekan gas, memindahkan kopling, menentukan haluan untuk berbelok, dan lain-lain. Bahkan ia bisa melakukan kegiatan mengemudi itu sambil melakukan hal-hal lainnya (multi-tasking). Kompetensi itu tidak lagi sekedar kemampuan kerja atau ketrampilan, ketrampilan itu seperti sudah terintegrasi dengan dirinya, sehingga lebih tampak sebagai sebagai sebuah kebiasaan (habit). Tantangan bagi individu yang sudah mencapai tahap ini adalah bagaimana meningkatkan fleksibilitas dan menemukan variasivariasi baru dalam ketrampilannya itu. Ia juga harus selalu meng-up-date dan menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutan baru.
Robinson (1974), menyatakan bahwa tahapan-tahapan dalam proses belajar ini bukanlah suatu model yang bersifat linier. Model Conscious-Competence ini bersifat spiral. Ketika individu berhasil mencapai tahapan unconscious – competence dalam suatu pengetahuan dan ketrampilan baru, maka individu tersebut akan memulai lagi dari tahap awal saat ia menghadapi tantangan situasi yang baru atau saat ia melihat dan merasakan kebutuhan ketrampilan atau kompetensi baru lainnya. Manfaat apa yang dapat kita ambil dengan memahami Conscious-Competence Learning Model ini ? Rhames Mehay, 2010 mengemukakan bahwa pemahaman terhadap Model ConsciousCompetence ini dapat membantu kita dalam hal-hal sebagai berikut : a. membantu merumuskan tujuan pembelajaran dalam kurikulum ataupun program diklat yang akan kita laksanakan. Pada saat kita menyusun kurikulum atau program diklat, maka kita harus tahu benar kebutuhan kompetensi atau gap kompetensi yang akan diisi dan seberapa banyak yang dibutuhkan, seluas dan sedalam apa pengetahuan dan level kompetensi yang akan diampukan. b. model ini juga membantu kita mengidentifikasi “posisi kesadaran” para peserta diklat, pada suatu proses pembelajaran. Dengan demikian para pengajar, fasilitator dan trainer menjadi lebih tahu, harus mulai dari mana, dan apa yang harus dilakukan untuk menuju pada level pembelajaran selanjutnya pada proses pembelajaran itu. c. Conscious Competence Learning Model, juga akan membantu kita dalam menyusun strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa atau peserta, atau strategi pembelajaran dengan cara konstruktivistik. d. membantu para peserta atau siswa dalam memahami macam kompetensi (pengetahuan, ketrampilan dan attitude) apa saja yang kita harapkan dari mereka, serta pada level apa pengetahuan, ketrampilan dan attitude itu harus mereka kuasai. e. membantu kita dalam menyusun program evaluasi pembelajaran yang telah kita lakukan, hasilhasil apa saja yang telah berhasil kita capai dan ingin kita capai, serta ada level atau tahapan apa posisi peserta didik kita, setelah program pendidikan dan pelatihan itu kita laksanakan. f. model tahapan pembelajaran Conscious Competence juga bisa membantu kita dalam mendapatkan umpan balik kinerja kita sebagai pengajar, fasilitator atau trainer berdasarkan apa yang telah dicapai oleh peserta didik kita.
Dari uraian di atas, maka penting bagi kita untuk memahami tahapan dalam proses pembelajaran yang terjadi pada setiap individu, agar kita dapat menentukan “akan memulai dari mana” proses pembelajaran yang akan kita lakukan, dan strategi seperti apa yang akan kita terapkan, sehingga program pelatihan yang kita lakukan dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Referensi : Mehay, Ramesh, 2010, The Conscious Competence Learning Model (1970s, diunduh dari www.essentialgptrainingbook.com/.../The%20Conscious%20Competence... ……………., The Conscious Competence Model : Looking at the Process of Learning, Integrated Work, 2010, diunduh dari www.integratedwork.com ……………, The Four Stages of Learning, http://www.processcoaching.com/component/content/article/45-articles/articles/91-the-fourstages-of-learning.html?Itemid=66 Sumber gambar 1 : Consious competenceLearning Matrix, vincentvaneekhout.wordpress.com