1 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015
IMPROVED CRITICAL THINKING ON STUDENT LEARNING MATERIALS SOSIAL SCIENCE ISSUES BY USING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) IN PRIMARY SCHOOL Imam Muhajir Ansori 1)Nina Sundari 2)Ening Widaningsih Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRACT
This research is motivated by the problem of lack of critical thinking skills of students in learning social studies in elementary school. It is caused by the model and learning approaches used by teachers less effective. Teachers lacking adequate use of media or less to maximize the media as a tool in the learning process but it is only focused or more using textbooks so that students are less enthusiastic in participating in the learning process and the learning that is delivered becomes less meaningful and tends to be dominated by the teacher. The formulation of this research problem is how to process, critical thinking, and student learning outcomes in learning material social problems using Contextual Teaching and Learning approach?. The instruments used are teacher and student observation sheet, sheets interviews, field notes and student work sheets and test evaluation. Research subjectsare students of class IV A SDN Tenjolaya1Subdistrict Cicalengka Kab. Bandung numbered 25 people. Consisting of 13 men and 12 women. Data analysis technique that quantitative, qualitative and triangulation. Conclusion of the studyis the processof learning aboutsocial problemsby using CTL approachruns smooth lyreference intophases, namely Phase Invitational CTL approach, Exploration, Explanation and solution-making and action. Increase students 'critical thinking skills well proven by the results of students' critical thinking in the first cyclein the amount of 60.39 forthe second cycle of 67.28 and in the third cycleis equal to77.68. Increased student learning outcomesis well proven by the results of the first cycletest that is equal to 61.64. second cycletest results is equal to76.34. While the test results of students in the third cycleis equal to 88.4. of learning outcomes using CTL approach above, it is recommended that the CTL approach canbe used asone alternative learning approach estoimprove learning, critical thinking skills and student learning outcomes. Keywords: Contextual Teaching andLearning (CTL), Critical Thinking, Learning Outcomes, Learning Social Science, Sosial Science 1)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Ciibiru, NIM 1105924 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab 3) Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab 2)
2 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS MATERI MASALAH-MASALAH SOSIAL DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SEKOLAH DASAR Imam Muhajir Ansori 1)Nina Sundari 2)Ening Widaningsih Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS di SD. Hal tersebut disebabkan oleh model dan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang efektif. Guru kurang menggunakan media yang memadai atau kurang memaksimalkan media sebagai sarana dalam proses pembelajaran tetapi melainkan hanya berfokus atau lebih menggunakan buku paket sehingga siswa kurang bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran serta dalam pembelajaran yang disampaikan menjadi kurang bermakna dan cenderung lebih didominasi oleh guru. Rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana proses, berpikir kritis, dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran materi masalahmasalah sosial menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning? Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi guru dan siswa, lembar wawancara, catatan lapangan dan lembar kerja siswa serta tes evaluasi. Subjek penelitian yaitu siswa kelas IV A SDN Tenjolaya 1 Kecamatan Cicalengka Kab. Bandung berjumlah 25 orang. Terdiri dari 13 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Teknik analisis data yaitu secara kuantitatif, kualitatif dan triangulasi. Kesimpulan hasil penelitian yaitu proses pembelajaran tentang masalah-masalah sosial dengan menggunakan pendekatan CTL berjalan dengan lancar mengacu kedalam tahapan-tahapan pendekatan CTL yaitu Tahap Invitasi, Eksplorasi, Penjelasan dan solusi dan pengambilan tindakan. Kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dengan baik terbukti dengan hasil berpikir kritis siswa pada siklus I yaitu sebesar 60,39 untuk siklus II sebesar 67.28 dan pada siklus III yaitu sebesar 77.68. Hasil belajar siswa meningkat dengan baik yang terbukti dengan hasil tes siklus I yaitu sebesar 61.64. hasil tes siklus II yaitu sebesar 76,34. Sedangkan hasil tes siswa pada siklus III yaitu sebesar 88.4. dari hasil pembelajaran menggunakan pendekatan CTL diatas, maka disarankan bahwa pendekatan CTL dapat dijadikan salah satu alternatif pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan proses pembelajaran, kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa . Kata kunci : Contextual Teaching and Learning, Berpikir Kritis, Hasil Belajar, Pembelajaran IPS, IPS 4)
Mahasiswa PGSD UPI Kampus Ciibiru, NIM 1105924 Dosen Pembimbing I, Penulis Penanggung Jawab 6) Dosen Pembimbing II, Penulis Penanggung Jawab 5)
4 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berkembang sesuai dengan kondratnya. Manusia dituntut untuk bisa mengembangkan semua panca indera yang dimilikinya untuk dapat memaksimalkan segenap potensi yang ada di diri manusia itu sendiri, salah satu pengembangan potensi manusia yaitu dengan cara menempuh suatu jenjang pendidikan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan yaitu: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan sejarah, geografi, sosialogi, antropologi dan ekonomi. Gunawan ( 2011, Hlm. 48). Sebagai suatu disiplin ilmu, IPS juga mempunyai tujuan tertentu. Menurut Hasan (Supriatna, et al : 2010), ”Tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokan kedalam tiga kategori, yaitu “Pengembangan kemampuan intelektual siswa, pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta pengembangan diri siswa sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu-ilmu sosial. Tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri siswa dan kepentingan masyarakat. Sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu”. Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin besar pula tantangan yang dihadapi termasuk dalam bidang pendidikan. Salah satu untuk menjawab tantangan tersebut yaitu dengan adanya kurikulum. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa yang berkaitan dengan materi IPS dan berkaitan dengan tantangan dalam dunia pendidikan adalah keterampilan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang. Glaser (Fisher, 2007, hlm. 5). Namun dalam kenyataannnya proses pembelajaraan dalam dunia pendidikan di Indonesia belum maksimal. Permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran yaitu kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa. salah satu faktor rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa adalah kurang termotivasinya siswa untuk belajar dikarenakan guru kurang memberikan penguatan kepada siswa baik secara verbal maupun non-verbal dan pembelajaran terpaku pada buku sehingga anak tidak bisa belajar jika tidak ada buku paket. Hal ini mengakibatkan kurang bersemangatnya siswa serta rasa bosan saat proses pembelajaran berlangsung sehingga proses pembelajaranpun tidak akan bermakna karena anak hanya disuruh menulis apa yang ada pada buku tanpa mengetahui isi serta makna dari materi yang mereka tulis. Hal ini menyebabkan situasi belajar siswa tidak kondusif dan cenderung tidak terkontrol terbukti dengan banyaknya siswa yang mengobrol, keluar masuk
5 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 kelas serta bermain bersama temantemannya tanpa mengerjakan tugas yang diberikan guru. Hal seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa serta wadah untuk mengembangkan kemampaun tersebut. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang mungkin menjadi salah satu upaya memperbaharui kegiatan proses pembelajaran tersebut. Menurut Sutarji dan Sudirdjo (2007, hlm. 93) menjelaskan bahwa: “Pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja”. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan permasalahan peneitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada proses pembelajaran IPS materi masalah-masalah sosial dikelas IV SDN Tenjolaya I? 2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS materi masalah-masalah sosial kelas IV SDN Tenjolaya I dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)? 3. Bagaimana hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran IPS dikelas IV SDN Tenjolaya I? Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan tentang penggunaan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) pada proses pembelajaran IPS materi masalahmasalah sosial dikelas IV SDN Tenjolaya I 2. Untuk mendeskripsikan tentang kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPS materi masalah-masalah sosial kelas IV SDN Tenjolaya I dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning(CTL). 3. Untuk Mendeskripsikan tentang hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS materi masalahmasalah sosial dikelas IV SDN Tenjolaya I dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pengertian IPS adalah integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya Trianto (2011, hlm. 175). Sedangkan menurut Moeljono Cokrodikardjo IPS adalah: “Perwujudan suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. IPS ini merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi, budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari” Ilmu Pengatahuan Sosial (IPS) membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana peserta didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai
permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya.
6 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 Pembelajaran IPS disekolah dasar mempunyai fungsi dan tujuan masingmasing. Fungsi IPS dalam pembelajaran di sekolah dasar Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai SDM yang bertanggung jawab dalam merealisasikan tujuan nasional. IPS memiliki tujuan utama dalam mengambangkan potensi peserta didik, tujuan dari IPS ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat Trianto (2011, hlm. 176) Pembelajaran kontekstual atau CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Blanchard ,Berns ,Erickson (Komalasari:2010:6) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan: “ konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja” Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL
merupakan sebuah strategi pembelajaran yang dianggap tepat untuk saat ini karena
materi yang diajarkan oleh guru selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan menggunakan pembelajaran kontekstual, materi yang disajikan guru akan lebih bermakna. Siswa akan menjadi peserta aktif dan membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan mereka. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pendekatan konstektual lebih menekankan belajar melalui pengalaman hidupnya dan masalahmasalah yang ada disekitar lingkunganya sehingga peserta didik dapat menemukan solusi dan pemecehan dari masalah yang sedang dihadapi. Menurut Ditjen Disdakmen (Komalasari, 2010, hlm. 11) menyebutkan 7 komponen utama pembelajaran Kontekstual, yaitu 1. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Dalam konstruktivisme pengetahuan siswa dibangun secara bertahap dan hasil yang diperoleh melalui konteks yang terbatas. 2. Inquiry (menemukan sendiri) Inquiry merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diperoleh dengan cara menemukan sendiri. 3. Questioning (bertanya) Questioning merupakan strategi yang utama dalam pendekatan kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru yntuk mendorong, membeimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. 4. Learning community (masyarakat belajar) Learning community merupakan salah satu teknik dalam pendekatan kontekstual. Dengan tekhnik ini pembelajaran diperolah dari kerjasama dengan orang lain. 5. Modeling (pemodelan)
7 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 Maksud dari pemodelan adalah pembelajaran dilakukan dengan menampilkan model yang bisa dilahat, dirasa dan bahkan bisa ditiru oleh siswa. 6. Reflection ( refleksi) Reflection adalah cara berfikir tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian , aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. 7. Authentic Assessment (penilan yang sebenarnya) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Tahapan-tahapan dalam pendekatan CTL dimulai dari tahap invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan tahap pengambilan tindakan. Pembelajaran dengan menggunakan pendeatan CTL ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Yang mana dijelaskan oleh John Dewey, menurut Norris dan Ennis (Fisher: 2009.hlm 4) berpikir kritis adalah Pemikiran yang masuk akal dan rerlektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Lebih lanjut Alec Fisher (2009: 7) menyebutkan ciri-ciri kemampuan berpikir kritis sebagai berikut: a. Mengenal masalah b. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan. c. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalahmasalah itu d. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat dan jelas. e. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaaan-kesamaan yang diperlukan. Dari ciri-ciri diatas akan digunakan penulis sebagai acuan indikator penilaian berpikir kritis. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatanCTLdapat memberkan suatu pembelajaran yang bermakna bagi siswa
karena pembelajaran yang disajikan dihubungkn dengan pengetahuan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapatMenurut Ausubel, belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan yang kuat dari pihak pembelajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang dimiliknya. Teori lain yang melandasi pendeatan CTL yaitu Teori Free Discovery Learning dari Bruner. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. METODE Metode yang digunkan dalam penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) atau classroom action research. Melalui penelitian tindakan kelas masalah-masalah yang terdapat dalam praktek pendidikan dapat dikaji, dievaluasi, dan dipecahkan melaui tindakan-tindakan yang terencana. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh peneliti terdiri dari tiga siklus dan setiap siklus terdiri dari tiga tindakan, oleh karena itu peneliti menggunakan desain penelitian dari John Elliot. Alasan peneliti menggunakan PTK karena peneliti dapat melihat, melakukan bahkan merasakan langsung apa yang terjadi pada proses penelitian, sehingga peneliti dapat mengetahui secara langsung peningkatan kualitas pembelajaran yang akan peneliti lakukan, sehingga peneliti bisa meganalisis dan merefleksi kekurangan dari penelitian. Selain itu PTK juga merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan
8 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 mutu proses belajar mengajar di kelas. Selain itu dengan melakukan PTK kekurangan atau kelemahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar dapat teridentifikasi, terdeteksi, sehingga peneliti bisa mencari solusi dengan tepat. Penelitian tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan CTL ini dilaksanakan di SDN Tenjolaya 1 kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung. Jumlah siswa yang menjadi objek penelitian berjumlah 25 siswa Alasan peneliti memilih SDN Tenjolaya 1 sebagai tempat penelitian karena Penulis menemukan suatu permasalahan dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis siswa dikelas IV A, Lokasi penelitian yang mudah dijangkau oleh peneliti, sehingga dapat meminimalisir waktu yang terbuang percuma serta biaya. Instrumen yang digunakan oleh peneliti yaitu lembar observasi, catatan lapangan, lembar wawancara, LKS, evaluasi dan format penilaian. Analisis data yang dignakan yaitu tenik analisis data kualitatif yang diperoleh dari lembar obsevasi, wawancara catatan lapangan, dan teknik analisis data kuantitaif yang diperoleh dari hasil tes evaluasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil deskripsi, analisis dan refleksi dari penelitian yang telah dilaksanakan pada setiap siklus. Pada bagian ini peneliti akan memaparkan temuan-temuan yang diperoleh secara lebih terperinci. Temuan-temuan tersebut dikelompokan dan dibahas berdasarkan tahapan-tahapan pada proses pembelajaran. Adapun pembahasan dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran merupakan inti dari kegiatan belajar mengajar. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 menyebutkan bahwa:
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Abidin (2012, hlm. 4) Pembelajaran adalah serangkaian proses yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dari sudut pandang siswa, pembelajaran merupakan proses yang berisi seperangkat aktivitas yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Dari pengertian tersebut pada dasarnya pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa guna mencapai hasil belajar tertentu dalam bimbingan dan arahan serta motivasi dari seorang guru. Dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar siswa mempelajari berbagai jenis mata pelajaran salah satunya yaitu mata pelajaran IPS. IPS merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari di setiap jenjang pendidikan dari sekolah dasar, menengah, dan tinggi. IPS mempunyai peranan yang sangat penting dalam pendidikan sekolah dasar karena IPS mempunyai tujuan tertentu yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat (Trianto, 2011, hlm. 176). Maka dalam hal ini guru perlu menciptakan suatu pembelajaran yang bermakna yang bisa mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa yaitu melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Blanchard ,Berns ,Erickson (Komalasari, 2013, hlm. 6) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan: Konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
9 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja. Maka dalam hal ini guru harus menciptakan suasana belajar yang efektif dan menyenangkan misalnya dengan cara siswa belajar dengan lingkungan nyata sebagai alat atau media untuk menjembatani antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata. Selain itu diadakannya suatu permainan sederhana untuk memicu antusias siswa dalam belajar. Kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari 3 siklus setiap siklusnya terdiri dari 3 tindakan. pada setiap tindakan, guru melakukan beberapa kegiatan yang terbagi kedalam kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Pada kegiatan awal guru menyapa siswa dengan mengucapkan salam dan berdoa dipimpin oleh ketua kelas. Setelah itu kegiatan apersepsi dilakukan. Kegiatan apersepsi ini dimaksudkan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna hal ini sesuai dengan pendapat Ausubel (Komalasari, 2013, hlm 21) menyebutkan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kegiatan apersepsi ini dilakukan oleh guru dengan cara siklus 1 menyanyikan lagu tepuk tenjolaya, siklus 2 menyanyikan lagu semangat belajar dan siklus 3 siswa melakukan relaksasi sederhana untuk menemangkan pikiran dan memancing semangat serta antusias siswa. Setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan ini, guru dan siswa melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tahapan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan bantuan media gambar. Tahapan-tahapan pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dalam Sutardi dan Sudirjo (2007, hlm. 106) adalah sebagai berikut. Tahap Invitasi
Pada tahap invitasi guru memancing siswa dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang kehidupan sehari-hari tentang konsep yang sedang dibahas. Awalnya siswa belum bisa memahami betul masalah yang ada dilingkungan sekitar mereka. Mereka cenderung asal-asalan dalam menjawab suatu permasalahan yang dilontarkan oleh guru. Namun pada kegiatan-kegiatan selanjutnya siswa sudah mulai bisa memahami bahkan sudah banyak siswa yang percaya diri untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Tahap Eksplorasi Pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk menyelediki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian dan penginterpretasikan data dalam sebuah kegiatan yang telah dirangcang oleh guru. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok. Di awal siklus sebagian siswa tidak mau berperan aktif dalam kerja kelompok bahkan masih banyak siswa yang tidak menyumbangkan pemikirannya dalam diskusi kelompok namun pada siklus-siklus berikutnya siswa sudah mulai kondusif dan sudah terbiasa melakukan kerja kelompok sehingga pada saat pengerjaan LKS siswa terlihat bekerja sama dengan cukup baik, dan melakukan kegiatan diskusi untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Tahap Penjelasan dan Solusi Pada tahap ini merupakan pemberian penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru. Pada siklus awal saat guru menyuruh siswa mempresentasikan hasil pekerjaanya didepan kelas, kegaduhan terjadi dimana setiap kelompok ingin maju kedepan terlebih dahulu dan siswa
10 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 saling mengandalkan temannya untuk maju kedepan kelas namun pada siklussiklus berikutnya saat kelompok yang maju mempresentasikan hasil diskusinya kelompok lain terlihat memperhatikan dengan seksama jawaban dari kelompok yang ada didepan sehingga pada tahap ini siswa sudah baik dalam bekerja sama atau kondisi siswa sudah kondusif. Tahap Pengambilan Tindakan Pada tahapan ini siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, membagi informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Pada siklus awal masih sedikit siswa yang bertanya lanjutan tentang permasalahan yang mereka pecahkan atau hal yang belum dimengerti oleh siswa, dan pada siklus selanjutnya pun masih saja belum terlihat peningkatan walaupun dari tahap-tahap yang lain sudah cukup bagus tapi kemampuan siswa dalam bertanya lanjutan masih rendah dikarenakan siswa masih malu bertanya. Pada kegiatan akhir, guru menyimpulkan pembelajaran dengan bertanya kembali hal yang belum dimengerti. Pada siklus 1 ketika menyimpulkan pembelajaran masih ada siswa yang acuh tak acuh. Namun pada siklus selanjutnya siswa sudah cukup bagus dalam menyimpulkan pembelajaran yang sudah mereka pelajari. Penilaian proses dan penilaian hasil belajar siswa mengalami perkembangan di setiap siklus. Terlihat dari rata-rata kelas yang mengalami peningkatan dan perkembangan setiap siklusnya. Terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh terus mengalami peningkatan. Nilai proses yang diambil dari LKS dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
100
95.8
95
90.41
90 85
81.25
80
Nilai Proses
75 70 Siklus Siklus Siklus 1 2 3
Gambar 1 (Diagram Perolehan Nilai LKS pada Setiap Siklus) Berdasarkan gambar diatas, maka hasil nilai LKS siswa dikategorikan pada Sangat Tinggi. Hal tersebut dari peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus 1 diperoleh rata-rata sebesar 80,25, siklus 2 dikategorikan sangat tinggi terlihat dari perolehan rata-rata sebesar 90,41 dan siklus 3 dikategorikan Istimewa dengan memperoleh nilai ratarata sebesar 95,8. 2. Kemampuan Berpikir Kritis Sebelum penelitian, peneliti melakukan kegiatan observasi terlebih dahulu. Dari hasil observasi, terlihat masih kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satunya adalah kurang termotivasinya siswa untuk belajar dikarenakan guru kurang memberikan penguatan kepada siswa baik secara verbal maupun non-verbal dan pembelajaran terpaku pada buku sehingga anak tidak bisa belajar jika tidak ada buku paket. Hal ini mengakibatkan kurang bersemangatnya siswa serta rasa bosan saat proses pembelajaran berlangsung sehingga proses pembelajaranpun tidak akan bermakna karena anak hanya disuruh menulis apa yang ada pada buku tanpa mengetahui isi serta makna dari materi yang mereka tulis.
11 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 Mengingat bahwa kemampuan berpikir kritis itu sangat penting, maka sebaiknya guru mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Glaser (Fisher, 2007, 5) Berpikir kritis merupakan suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalahmasalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, maka peneliti menggunakan suatu alternatif yaitu dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Menurut Hull’s dan Sounders (Komalasari, 2013, hlm. 6) menjelaskan Bahwa didalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis didalam konteks dunia nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan, pengauatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam sebuah tim, baik dikelas, laboratorium, tempat bekerja maupun bank. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pada pembelajaran pertama kali siswa tampak kebingungan dengan cara belajar yang diberikan. Namun setelah diberikan penjelasan mengenai tahapan pembelajaran yang akan dilakukan, siswa menjadi lebih tertarik. Pada saat kegiatan pembelajaran, sebagian besar siswa masih belum mampu memahami atau mengenal masalah dengan baik, masih malu-malu atau kurang berani dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Dalam ini guru harus bisa memberikan dorongan atau motivasi secara verbal ataupun non-verbal pada siswa agar siswa menjadi lebih paham. Sehingga dalam hal ini kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat
dengan baik, yang ditandai dengan siswa telah mampu mencapi indikator berpikir kritis yaitu menurut Fisher (2007, hlm. 7) menyebutkan ciri-ciri kemampuan berpikir kritis sebagai berikut: a. Mengenal masalah b. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan. c. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalahmasalah itu d. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat dan jelas. e. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaaan-kesamaan yang diperlukan. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata-rata yang diperoleh setiap siklus mengalami peningkatan yang dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini: 80 70 60 50 40 30 20 10 0
77.68 60.39
67.28
Rata-rata berpikir kritis siswa pada setiap siklus
Siklus Siklus Siklus 1 2 3
Gambar 2 (Diagram Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Setiap Siklus) Berdasarkan gambar diatas, maka hasil nilai kemampuan berpikir kritis siswa dikategorikan pada Cukup Tinggi. Hal tersebut dari peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus 1 yang dikategorikan rendah diperoleh rata-rata sebesar 60,39, siklus 2 dikategorikan cukup tinggi terlihat dari perolehan ratarata sebesar 67,28 dan siklus 3 dikategorikan Tinggi dengan memperoleh nilai rata-rata sebesar 77,68
12 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 3. Hasil Belajar Pengertian tentang hasil belajar diuraikan oleh Brahim (Susanto, 2012, hlm. 5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Pengukuran hasil belajar siswa diperoleh dari soal evaluasi yang diberikan oleh guru, untuk perolehan nilai hasil belajar setiap siklus, dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini: 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
86.58 76.34 61.64 Nilai rata-rata hasil belajar siswa setiap siklus
SiklusSiklus 1 Siklus 2 3
Gambar 3 (Diagram Peningkatan Hasil Belajar siswa Setiap Siklus) Berdasarkan gambar diatas, maka hasil belajar siswa dikategorikan pada Tinggi. Hal tersebut dari peningkatan nilai ratarata yang diperoleh pada siklus 1 yang dikategorikan cukup tinggi diperoleh rata-rata sebesar 61,64, siklus 2 dikategorikan tinggi terlihat dari perolehan rata-rata sebesar 76,34 dan siklus 3 dikategorikan Sangat Tinggi dengan memperoleh nilai rata-rata sebesar 86,58 Peningkatan nilai dari siklus 1 sampai siklus 3 disebabkan karena siswa telah terbiasa dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan, sehingga memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan hal ini
penelitian dihentikan karena telah berhasil meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa serta hasil belajar siswa Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Leraning (CTL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya berkaitan dengan dengan proses dan hasil pembelajaran masalah-masalah sosial dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran IPS di kelas IV A SDN Tenjolaya 1 Kecamatan Cicalengka tentang masalah-masalah sosial dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) mengacu pada langkah-langkah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang meliputi Invitasi, Eksplorasi, penjelasan dan solusi serta pengambilan tindakan. Prosesnya meningkat pada setiap siklusnya yang nampak pada tahap Invitasi siswa telah mampu mengenal permasalahan yang diberikan oleh guru kepada siswa, pada tahap eksplorasi siswa sudah bisa untuk menyusun informasi untuk menjawab soal yang diberikan dengan teman kelompoknya, pada tahap penjelasan dan solusi siswa sudah mampu dan baik dalam mempresentasikan jawaban yang telah disusun sebelumnya dan memberikan solusi untuk memecahkan masalah yang diberikan, pada tahap pengambilan tindakan siswa sudah cukup baik dalam memberikan pertanyaan lanjutan tentang hal-hal yang belum dimengerti dalam proses
13 ANTOLOGI, Volume 3 Nomor 2 Agustus 2015 pembelajaran. Seiring dengan pembelajaran IPS menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), maka kemampuan berpikir kritis siswa perlahan meningkat pada setiap siklusnya. 2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV A SDN Tenjolaya 1 dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) meningkat dengan baik, terlihat dari hasil siklus 1 dengan kriteria Rendah sama halnya dengan siklus 2 dengan kriteria cukup tinggi dan pada siklus 3 dengan kriteria tinggi. Kemampuan berpikir kritis tercermin pada kemampuan siswa mengenal masalah tentang permasalahan yang dilontarkan oleh guru, siswa mampu menyusun beberapa informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, mampu mengatasi atau memberi solusi untuk memecahkan masalah yang diberikan, menggunakan bahasa yang tepat dan jelas serta mampu menarik kesimpulan atas pembelajaran yang sudah dipelajari. Hasil berpikir kritis siswa yang diperoleh setiap siklusnya mengalami peningkatan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil ratarata yang diperoleh pada siklus 1 berada pada kategori rendah sebesar 60,39, siklus 2 berada pada kategori cukup tinggi memperoleh nilai ratarata 67,28 dan siklus 3 berada pada kategori tinggi memperoleh nilai rata-rata 77,68. 3. Pada hasil belajar siswa kelas IV A SDN Tenjolaya 1 pada materi masalah-masalah sosial dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Pada siklus 1 hasil yang diperoleh berada pada kategori cukup tinggi sebesar 61,64, siklus 2 berada pada kategori tinggi sebesar 76,34 dan pada siklus 3 berada pada
kategori sangat tinggi sebesar 86,58. Hasil nilai belajar siswa sudah mencapai KKM yang ditentukan. DAFTAR PUSTAKA
Anak
Bangsa, W (2003) Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Bandung: Wahana anak bangsa
Fisher, A (2007). Berpikir Kritis. Jakarta: Erlangga Gunawan, R. (2011). Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta Supriatna, et al. (2010). Pendidikan IPS SD. Bandung: Upi Press Komalasari, K. (2013). Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Refika Aditama. Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara Susanto. (2012). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kecana Prenada Media Group