WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
IMPLIKATUR DALAM KOLOM WACANA POJOK KOMPAS Ratna Danyati ABA BSI Jakarta Jl. Kramat Raya 25 Jakarta
[email protected]
ABSTRACT This research has its aim to get clear and whole information in the application of implicature in discourse corner. Language has important role in our life. Every language is used as a tool to communicate. Communication will run well if speaker and listener understand each other. Pragmatics is the only rank that also consider human as the user of language. Pragmatics as external structure study in language observes many aspects in the use of language in a concrete situation. Implicature concept in conversation can be used to explain sentence which can be translated, hinted; or intended by speaker, which is different with the real meaning as the result of deviation in cooperative principle and politeness principle. Some problems should be identified in application of conversation implicature in the discourse of newspaper corner and speech act in the discourse of newspaper corner. In conclusion, discourse corner has speech act, especially speech act which intends to criticize, accuse, give polite advice, as discourse corner criticism or comments create in such away with speech act which has implicature. Keywords: Implicature, Pragmatics, Speech act, Kolom Pojok
I. PENDAHULUAN Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Setiap bahasa digunakan sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri seseorang kepada orang lain, atau dari pembaca kepada pendengar, dan dari penulis ke pembaca, manusia berinteraksi menyampaikan informasi kepada sesamanya. Selain itu, orang dapat mengemukakan ide-idenya, baik secara lisan maupun secara tulis/gambar. Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan berjalan baik apabila di antara penutur dan mitra tuturnya saling memahami maksudnya. Sebaliknya, terjadinya salah paham atau misinterpretasi disebabkan karena hanya salah satu pihak yang memahami maksud suatu tuturan. Komunikasi terjadi terutama melalui bahasa. Bahasa adalah perpaduan seperangkat simbol atau suatu sistem simbol vokal atau tertulis dengan sistem makna, yang keduanya tidak mudah dipisahkan, yang digunakan secara seragam atau hampir seragam oleh anggota-anggota suatu komunitas. Seperti yang diungkap oleh Yule (1996:6), studi bahasa sangat dikuasai oleh kecenderungan untuk menjelaskan bahasa
berdasarkan sistem formalnya, yaitu dengan menurunkan sistem yang terdapat dalam matematika dan logika, dan mengabaikan unsur pengguna bahasa. Sebagai tataran terbaru dalam linguistik, pragmatik merupakan satu-satunya tataran yang turut memperhitungkan manusia sebagai pengguna bahasa. Pragmatik sebagai kajian struktur eksternal bahasa mengamati berbagai aspek pemakaian bahasa dalam situasi yang kongkret. Situasi yang kongkret salam hal ini mengandaikan sebuah tuturan benarbenar dipandang sebagai produk sebuah tindak tutur yang jelas konteks lingual (kooteks) dan konteks ekstralingual (konteks). Konteks ekstralingual digunakan untuk mengungkapkan maksud (makna penutur) yang tersembunyi di balik sebuah ujaran. Walaupun sering disinggung pentingnya peranan konteks ekstralingual di dalam kajian cabang ilmu bahasa yang lain, pemanfaatannya memiliki perbedaan yang mendasar. Dalam kajian linguistik struktural, konteks ekstralingual membantu peneliti dalam mengidentifikasikan ketaksakaan makna linguistik. Sementara, sosiolinguistik memanfaatkan konteks ekstralingual sebagai independent variable untuk mengidentifikasikan variasi bahasa (language variation) yang merupakan dependent variable-nya. Karena perbedaan78
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
perbedaan itulah, ada berbagai aspek kebahasaan yang menjadi topik kajian ilmu ini, seperti tindak tutur, presuposisi, deiksis, implikatur, entailment, prinsip pertuturan (cooperative principle dan politeness principle). Implikatur merupakan salah satu kajian yang penting dalam studi kebahasaan mengenai pragmatik. Konsep implikatur dalam percakapan dapat digunakan untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur sebagai akibat terjadinya penyimpangan prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan sepert Leech (Jaszczolt, 2002). Subjek penelitian kecil ini mengenai implikatur percakapan yang terdapat dalam wacana pojok. Penggunaan kata atau kalimat pada wacana pojok akan memberikan pengaruh bagi pembacanya atau bagi orang lain. Beberapa masalah yang diidentifikasikan adalah bagaimana penerapan implikatur percakapan dalam wacana pojok di surat kabar, bagaimana tindak tutur dalam wacana pojok di surat kabar, dan bagaimana implikatur yang terdapat dalam wacana pojok di surat kabar ditinjau dari prinsip-prinsip pragmatik. Penelitian kecil ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang jelas dan menyeluruh, tentang penerapan implikatur percakapan dan prinsip kesantunan dalam wacana pojok di surat kabar.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wacana Pojok Wacana pojok adalah wacana kolom khusus yang terdapat di salah satu halaman pojok (sudut) sebuah surat kabar. Apabila dilihat dari strukturnya wacana ini ada berbagai variasi. Akan tetapi, tipe yang paling umum, wacana ini terdiri dari dua bagian, yaitu situasi dan sentilan. Dalam sekali terbitan, biasanya terdapat tiga atau empat wacana yang berstruktur situasi dan sentilan yang saling tidak berhubungan. Disudut kolom terdapat nama pojok, sedangkan di sudut kanan bawah terdapat nama penjaganya. Wacana pojok surat kabar kompas yang digunakan sebagai sumber data penelitian memiliki struktur yang serupa. Bagian inti wacana terdiri dari tiga penggal wacana yang satu sama lain tidak berhubungan. Setiap penggal inti wacana mengandung elemen situasi dan sentilan.
Elemen situasi memberikan latar belakang mengenai peristiwa aktual yang sedang terjadi, pendapat atau kebijakan pemerintah atau aparat, dsb. Sementara, elemen sentilan merupakan komentar terhadap kejadian atau kebijakan itu. Komentar dalam hal ini ada kemungkinan merupakan pernyataan keprihatianan, simpati, kesetujuan, ketidaksetujuan, kritikan, saran dari penjaga pojok (yang dalam hal ini pihak redaktur harian bersangkutan). Banyaknya fungsi yang diemban oleh bagian sentilan wacana pojok secara langsung mengakibatkan keberagaman aspek kebahasaan yang harus dimanfaatkan oleh para penjaga pojok untuk mengkreasikan komentar-komentarnya. Penelitian ini merupakan penelitian yang didasarkan pada paradigma kualitatif, dengan analisis isi (content analysis). Pendekatan pragmatik yang digunakan dalam penelitian ini memusatkan perhatiannya terhadap aspek-aspek yang tersembunyi dibalik sebuah kenyataan yang tampak guna dilakukannya kritik dan perubahan terhadap struktur sosial. Data penelitian ini diambil dari surat kabar Kompas edisi Sabtu 11 Juli 2009 dan Kamis 16 Juli 2009 sebagai data tulis. 2.2. Pragmatik Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan bahasa tidak hanya didasarkan pada prinsip well-formed dalam sintaksis, tetapi atas dasar kepentingan supaya komunikasi tetap dapat berjalan dengan baik. Lebih tepatnya, dengan mengikuti kecenderungan dalam etnometodologi, bahasa digunakan oleh masyarakat tutur sebagai cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Karena itulah, komunikasi tetap dapat berjalan walaupun menggunakan bahasa yang tidak apik secara sintaksis; dan kedua, demi kebutuhan para anggota masyarakat petutur untuk mengorganisasi dan memahami kegiatan mereka, selain tata bahasa, makna juga merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dalam analisis bahasa. Sehingga, dapat dipahami bahwa perbedaan utama antara sintaksis dan pragmatik, sekaligus menyatakan pentingnya studi pragmatik dalam linguistik, terletak pada makna ujaran dan pada pengguna bahasa. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbedabeda, khususnya pakar pragmalinguistik atau pragmatik. Yule (1996: 3), misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna 79
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Thomas (1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction). 2.3. Implikatur Percakapan Konsep implikatur (implicature) atau penyiratan adalah konsep yang mengacu pada sesuatu yang diimplikasikan (implicated) oleh sebuah tuturan yang tidak dinyatakan secara eksplisit oleh tuturan itu. Konsep implikatur sangat penting dalam pengembangan pragmatik. Kontribusi tersebut terdapat pada uraian berikut ini: a. Implikatur dapat memberikan penjelasan fungsional yang berarti atas fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik struktural. b. Implikatur dapat memberikan penjelasan eksplisit adanya perbedaan antara apa yang diucapkan secara lahiriah dan apa yang dimaksud oleh suatu tuturan dan penjelasan bahwa pemakai bahasa pun memahaminya. c. Implikatur dapat menyederhanakan deskripsi semantik hubungan antar klausa yang berbeda konjungsinya. d. Konsep implikatur dapat menerangkan berbagai macam gejala kebahasaan yang secara lahiriah tampak tidak berkaitan. Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatis yang terdapat dalam percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya penyimpangan prinsip
percakapan. Sejalan dengan batasan tentang implikasi pragmatis implikatur percakapan itu adalah proposisi atau ”pernyataan” implikatif, yaitu apa yang mungkin disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakannya dalam suatu percakapan Grice dan Gazdar implikatur percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa sebuah tuturan dan tidak pula merupakan konsekuensi yang harus ada dari tuturan itu. Fraser, dalam Peter Cole (1988:99), membagi jenis-jenis implikatur menjadi lima, yaitu sebagai berikut: a. Representatif mencakup menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, dan berspekulasi. b. Direktif mencakup memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, dan menantang. c. Evaluatif mencakup mengucapkan terima kasih, mengkritik, memuji, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung, dan mengeluh. d. Komisif mencakup berjanji, bersumpah, menyatakan kesanggupan, dan berkaul. e. Isbati mencakup mengesahkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, membatalkan, mengangkut, menggolongkan, memaafkan, dan mengampuni. Menurut Kridalaksana (2009:91) implikatur ada dua, yaitu implikatur percakapan dan implikatur konvensional. Implikatur percakapan adalah makna yang dipahami tetapi tidak atau kurang terungkap dalam apa yang diucapkan, contoh: a. Maukah kamu pergi menonton film dengan saya besok? b. Saya kebetulan ada acara keluarga di Pejaten. (B menolak ajakan A karena si B sudah ada rencana pergi). Implikatur konvensional adalah makna yang dipahami atau diharapkan pada bentukbentuk bahasa tertentu tetapi tidak terungkap, contoh: a. Apakah arisan kemarin ramai? b. Bahkan Pipit saja datang. (Dialog ini menyatakan bahwa arisannya ramai dan Pipit yang biasanya tidak pernah datang pun ikut menghadiri). Jika implikatur percakapan merupakan proposisi atau pernyataan implikatif dari suatu tuturan dalam suatu percakapan dan 80
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
konsep implikatur percakapan itu dikemukakan dengan maksud menerangkan apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur dalam suatu percakapan; praanggapan atau presuposisi adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan (Stalnaker dalam Cole 1988:321). Dasar bersama itu adalah sebuah praanggapan hendaknya dipahami bersama oleh penutur dan petutur sebagai pelaku percakapan dalam bertindak tutur. 2.4. Tindak Tutur dalam Pengungkapan Implikatur Tindak tutur merupakan satuan analisis pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Unsur yang dikaji bidang ini bukanlah bahasa seperti yang dipelajari oleh para linguis, tetapi bahasa sebagai alat komunikasi dalam konteks tertentu. Satuan analisis sintaksis berupa kalimat dan satuan analisis semantik berupa makna kata dan makna kalimat, sedangkan satuan analisis pragmatik adalah tindak tutur. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral didalam pragmatik. Entitas ini merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, dan prinsip-prinsip kesantunan. Kajian yang tidak mendasarkan analisisnya pada tindak tutur bukanlah kajian pragmatik dalam arti sebenarnya. Berhubungan dengan bermacammacam maksud yang mungkin dikomunikasikan, Leech berpendapat bahwa sebuah tidak tutur hendaknya mempertimbangkan lima aspek situasi tuturan yang mencakup. 1. Penyapa dan pesapa. 2. Konteks tuturan 3. Tujuan tuturan 4. Tuturan sebagai tindakan atau kegiatan 5. Tuturan sebagai tindak verbal Tindak tutur yang digunakan penutur dalam berkomunikasi dengan bahasa melalui kegiatan percakapan ada bermacam-macam. Melalui artikel How to Do Things with Words dalam buku The Discourse Analysis, Austin membedakan tuturan yang kalimatnya bermodus deklaratif menjadi dua, yaitu: 1. Tindak tutur konstatif adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang kebenarannya dapat diuji, benar atau salah dengan menggunakan pengetahuan tentang dunia.
Contoh: Beijing adalah ibukota Republik Rakyat Cina yang terletak di Cina Utara. Hal itu terjadi karena sesuai dengan kebenaran (truth condition) ujaran tersebut. 2. Tindak tutur performatif merupakan tindak tutur yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu. Contoh: “Kami mohon maaf atas kesalahan yang telah kami perbuat.” Pada bentuk tuturan ini, pemakai bahasa tidak dapat menyatakan bahwa tuturan tersebut salah atau benar, tetapi sahih atau tidak. Berkenaan dengan tuturan, Austin membedakan tiga jenis tindakan, yaitu: 1. Tindakan lokusioner (locutionary act) atau lokusi, merupakan tindak tutur yang semata-mata merupakan tindak tutur, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan maknanya dalam kamus dan menurut kaidah sintaksisnya. Tindak tutur ini disebut The Act of Saying Something. Konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai suatu satuan yang terdiri atas dua unsur, yakni subjek atau topik dan predikat atau comment yang relative paling mudah untuk diidentfikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tertuturnya tercakup dalam situasi tutur. Jenis tindak ini tidak dipermasalahkan maksud atau fungsi tuturnya. Contoh: a. Cuaca hari ini panas sekali. b. Saya lapar. Contoh tersebut tidak dikaitkan dengan maksud tertentu. 2. Tindak ilokusioner (ilocutionary act) atau ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung suatu maksud atau berkaitan dengan intensi atau maksud pembicara. Sehingga dalam tuturan ilokusi terkandung maksud atau fungsi ujaran. Untuk menentukan bahwa suatu tuturan merupakan tindak tutur ilokusi atau bukan harus diperhatikan aspekaspek tuturan, sehingga maksud dari suatu tuturan dapat diketahui. Austin memberikan batasan bahwa ilokusi adalah tidakan melakukan sesuatu dengan menyatakan sesuatu. Contoh: a. Tenggorokan saya kering Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena jenis tindak tutur 81
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
ini berkaitan dengan siapa yang bertutur kepada siapa, kapan, dan dimana tindak tutur itu dilakukan, dsb. Contoh tersebut memiliki maksud ingin disediakan air minum. Tindak ilokusi merupakan bagian yang penting untuk memahami tindak tutur. Ada beberapa verba yang menandai tindak tutur ini, antara lain: melaporkan, mengumumkan, bertanya, menyarankan, berterima kasih, mengusulkan, mengakui, mengucapkan selamat, berjanji, mendesak, dsb. 3. Tindak perlokusioner (perlocutioneary act) adalah tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memiliki efek atau daya pengaruh. Daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja dan dapat pula secara tidak sengaja. Contoh: a. Ada beberapa kota besar di Indonesia yang menjadi incaran bom para teroris. Tuturan tersebut memiliki daya mempengaruhi masyarakat, yaitu mereka menjadi ketakutan akan terkena bom. Ada beberapa verba yang dapat menandai tindak perlokusioner, antara lain: membujuk, menipu, mendorong, membuat jengkel, menakut-nakuti, menyenangkan, melegakan, mempermalukan, menarik perhatian, dsb. Selain itu, Searle, dalam Devitt, juga menyebut lima jenis fungsi tindaktutur, yaitu: 1. Asertif (assertive) atau representatif merupakan tindak-tutur yang menyatakan tentang sesuatu yang dipercayai pembicaranya benar. Termasuk ke dalam jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi. Contoh: ”Sebentar lagi hujan.” 2. Direktif (directive) merupakan tindak-tutur yang menghendaki pendengarnya melakukan sesuatu. Termasuk ke dalam jenis ini adalah memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, menantang. Contoh: ”Tolong belikan telur di pasar itu!” 3. Komisif (comissive) merupakan tindak-tutur yang digunakan pembicaranya untuk menyatakan
4.
5.
sesuatu yang akan dilakukannya. Termasuk ke dalam jenis ini adalah berjanji, bersumpah, menyatakan kesanggupan, dan berkaul. Contoh: ”Besok saya akan memperbaiki kelakuan saya yang kurang baik.” Ekspresif (expressive) atau evaluatif (evaluative) merupakan tindak-tutur yang menyatakan perasaan pembicaranya. Termasuk ke dalam jenis ini adalah mengucapkan terima kasih, mengkritik, memuji, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung, mengeluh. Contoh: ”Selamat atas keberhasilan anda mendapatkan juara pertama.” Deklaratif (declaration) atau isbati (establishive) merupakan tindak-tutur yang mengubah status sesuatu atau menciptakan hal yang baru. Termasuk ke dalam jenis ini adalah membatalkan, melarang, dan mengizinkan. Contoh: ”Orangtuanya tidak mengizinkan dia pergi menonton pameran.”
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Wacana pojok adalah wacana kolom khusus yang terdapat di salah satu halaman pojok (sudut) sebuah surat kabar. Apabila dilihat dari strukturnya wacana ini ada berbagai variasi. Akan tetapi, tipe yang paling umum, wacana ini terdiri dari dua bagian, yaitu situasi dan sentilan. Perhatikan wacana pojok berikut: 1. SBY-JK tuntaskan mandat. Kebesaran jiwa membuat urusan kalah-menang jadi hal biasa. 2. Partai Golkar harus belajar jadi pihak oposisi. Kayaknya dekat dengan penguasa itu lebih enak, lho... 3. Putus mata rantai perjokian SNMPTN. Ternyata untuk bertindak jujur, sangat susah dilakukan. 4. Orang tak peduli bahaya rokok. Sulitnya, semakin dilarang, semakin melawan..... 5. Tak ada broker politik untuk kabinet baru (SBY) Pasang bubu dan umpan, siapa tahu nyangkut! 6. Larangan terbang maskapai Indonesia ke Uni Eropa dicabut. Langit itu kan borderless, ya? 7. Pidato kenegaraan akan dipercepat 3 Agustus 2009.
82
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
8.
Alih-alih cucu lahir pun merdeka, kok! Pemerintah belum tanggapi serius merebaknya flu A-H1N1. Yang ini dijamin tidak bisa dijebak!
Wacana tersebut terdiri dari nama pojok, inti wacana, dan nama penjaga. Bagian inti wacana terdiri dari tiga penggal wacana yang satu sama yang lain tidak berhubungan. Setiap penggal inti wacana mengandung elemen situasi dan sentilan. Elemen situasi memberikan latar belakang mengenai peristiwa aktual, yang sedang terjadi, pendapat atau kebijakan pemerintah atau aparat, dsb. Sementara, elemen sentilan merupakan komentar terhadap kejadian atau kebijakan itu. Komentar dalam hal ini ada kemungkinan merupakan pernyataan keprihatianan, simpati, kesetujuan, ketidaksetujuan, kritikan, saran dari penjaga pojok (yang dalam hal ini pihak redaktur harian bersangkutan). Banyaknya fungsi yang diemban oleh bagian sentilan wacana pojok secara langsung mengakibatkan keberagaman aspek kebahasaan yang harus dimanfaatkan oleh para penjaga pojok untuk mengkreasikan komentar-komentarnya. Ketajaman sentilan diperlembut sehingga tidak terasa begitu menohok sasaran agresinya dan sasaran keprihatinannya. Komentar-komentar dikreasikan dengan bahasa yang ringan, mengikuti iklan, persajakan, antonimi, dsb. Sehingga sentilan-sentilan tersebut menjadi lucu, memiliki nuansa estetis. Dari semua wacana pojok diatas, kritikan, sindiran, dsb. merupakan subtansi yang paling utama yang harus disampaikan oleh sebuah wacana pojok. Oleh karenanya, disamping permainan dan eksploitasi aspekaspek kebahasaan diatas, berekspresi dengan implikatur, yakni bertutur secara tersirat tentu saja tidak akan kalah peranannya didalam mengkreasikan sentilan-sentilan karena sindiran-sindiran yang ada pada sebuah tuturan akan tidak terkesan terbuka dan kasar, tetapi daya sengatnya tinggi. Pemanfaatan implikatur juga didasari oleh anggapan redaktur akan para pembaca wacana pojoknya yang tentu saja diperkirakan tidak mengalami kesulitan memahami maksud yang diutarakan secara tersirat itu. Untuk menafsirkan maksud yang terkandung dalam ujaran yang menyiratkannya, pendekatan linguistik dan sosiolinguistik sudah tentu saja akan gagal dipergunakan untuk mengidentifikasikannya. Sehubungan
dengan ini pendekatan pragmatis dengan bantuan konteks situasi tuturnya (Leech, 1984) yang meliputi penutur dan lawan tutur, konteks situasi dan konteks spatiotemporal, tuturan yang senantiasa berorientasi pada tujuan, tuturan sebagai entitas yang kongkret, dan tuturan sebagai produk tindak verbal, agaknya akan membuka peluang bagi pengungkapan maksud yang terselubung itu. Bila diperhatikan fungsi elemen sentilan dalam wacana (2) dan (7), tidak mungkin bila diungkapkan secara vulgar atau terbuka dan bertutur secara langsung dan literal dalam mengutarakan maksud. Hal ini dikarenakan wacana diatas berfungsi untuk mengajukan kritik dari redaktur. Wacana-wacana diatas mengandung maksud-maksud yang diimplikasikan. Sentilan wacana “Kayaknya dekat dengan penguasa itu lebih enak, lho...” memiliki implikatur, yakni karena partai Golkar mengalami kekalahan di pemilu presiden sehingga menjadi partai oposisi yang berseberangan dengan pemerintah. Perlokusinya hendaknya tetap menjadi partai oposisi. Sentilan wacana “Ternyata untuk bertindak jujur, sangat susah dilakukan” memiliki implikatur, yakni karena ingin lulus SNMPTN melakukan hal yang tidak jujur. Perlokusinya hendaknya selalu bertindak jujur dan menerima apa pun hasil dari SNMPTN. Sentilan wacana “Sulitnya, semakin dilarang, semakin melawan.....” memiliki implikatur rokok sangat merugikan baik perokok aktif maupun perokok pasif, sehingga pemerintah melarang menghisap rokok di tempat umum. Tetapi masih banyak orang kedapatan merokok di tempat umum. Perlokusinya, hendaknya para perokok mengikuti anjuran pemerintah. Dari hasil analisa diatas maka dapat diketahui dan ditarik kesimpulan bahwa dalam wacana pojok memuat tuturan. Khususnya tuturan yang diutarakan untuk maksud mengkritik, mengecam, memberikan saran dengan cara yang sopan, seperti halnya wacana pojok sentilan atau komentar-komentarnya dikreasikan sedemikian rupa dengan tuturan-tuturan yang berimplikatur. Sentilan pada wacana pojok seringkali diungkapkan tidak secara literal, sehingga implikasinya berlawanan dengan kalimat yang mengutarakan. Sentilan wacana “Langit itu kan borderless, ya” implikaturnya langit tidak ada batasnya, kenapa pesawat Indonesia 83
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
tidak boleh terbang. Perlokusinya semua pesawat boleh terbang dilangit manapun. Sentilan wacana “Alih-alih cucu lahir pun merdeka, kok!” implikaturnya tahun 2007 cucu SBY dilahirkan secara caecar pada tanggal 17 Agustus. Perlokusinya, SBY mempercepat pidato kenegaraannya, hal ini sama dengan mempercepat kelahiran cucunya.
IV. KESIMPULAN Sentilan wacana “Pasang bubu dan umpan, siapa tahu nyangkut!” memiliki implikatur karena SBY memenangkan pemilu presiden, sehingga partai-partai menyiapkan calon-calon menteri untuk diajukan ke SBY. Perlokusinya, partai-partai menyiapkan banyak calon menteri agar ada menteri yang berasal dari partainya. Kesemua ini secara jelas menyarankan bahwa studi pragmatik harus sedemikian rupa memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau terbatas kemungkinan implikatur yang dapat ditimbulkan oleh sebuah tuturan.
DAFTAR PUSTAKA Austin, John L. 1962. How to Do Things with Word (edisi kedua). Oxford: Oxfod University Press. Cole, Peter. 1988. Syntacs and Semantics. Vol 9: Pragmatic. New York: Academic Press. Devitt, Michael dan Richard Hanley. Blackwell Guide to the Philosophy of Language (2003). Diunduh http://userwww.sfsu.edu/~kbach/S pch. Prag.htm. (4 Juli 2009) Jaszczolt, K.M. 2002. Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse. Edinburgh: Pearson Education. Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Leech, Geoffrey N. 1983. Principles of Pragmatics. London/New York: Longman. Tarsidi, Didi. 2009. http://dtarsidi.blogspot.com/2008/06/bahas a-dan-komunikasi. html, 4 Juli. Thomas. Jenny. 1995. Meaning in Interaction: an Introduction to Pragmatics. London/New York: Longman.. Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford. Oxford University Press..
84