IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NO. 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN TERHADAP LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL DI INDONESIA1 Jamin Ginting, SH, MH2 Abstract Education is one means to educating the nation's, Article 31 point (3) of the Constitution of 1945, Amendment mandates that government shall establish and convene a national educational system, to carry out the mandate, law No. 20 of 2003 have been made about the national education system in which article 53 of Law no. 20 of 2003 stipulates that the organizers and / or formal education unit which was established by the government or society incorporated education. Settings form and format of legal education will be further regulated in the Law no. 9 of 2009 on legal education Board (BHP). BHP Law requires every unit of formal education must be a legal entity for administering educational unit base level of formal education and / or secondary and higher education unit organizers. Founder of the educational unit must have a commitment that the goals of establishing educational unit is not to gain profit or advantage, but it aims to develop their own education so that education unit has a non-profit principles and results of educational efforts, both obtained from the education and placement of investment funds in education portfolio must be included and for the benefit of legal education and a total change of management education units should be based on the provisions of these BHP Laws. Changes in the form of the educational unit from the foundations, civil associations or other forms to become BHP is something that is not easy and the impact on the existence of organization’s and ownership that change totally this is the problem of the application of BHP at the moment.
Pendahuluan Perkembangan dunia pendidikan tidak lepas dari struktur dan bentuk badan pendidikan tersebut, organisasi pendidikan dewasa ini dituntut untuk lebih profesional, mandiri dan mampu memberikan pendidikan yang berkualitas disisi lain peran usaha dibidang pendidikan harus tunduk pada ketentuan yang ditetapkan oleh aturan-aturan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dua sisi tersebut menimbulkan ambigius bagi pelaku usaha pendidikan karena ketentuan pendidikan sendiri menetapkan bahwa usaha dibidang pendidikan harus berprinsip nirlaba,3 sedangkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukannya sarana dan prasarana yang mendukung untuk itu yang tentu 1 Judul Artikel ini ditulis sebelum adanya Putusan Mahakamah Konstitusi No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009 2 Dosen Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan, Tangerang 3 Prinsip Nirlaba yaitu prinsip yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan Badan Hukum Pendidikan (BHP) harus ditanamkan kembali ke dalam BHP tersebut untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan (Pasal 4 ayat (1) jo. Pasal 38 ayat (3)) Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP).
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
membutuhkan dana dari pihak penanam modal. Hal ini akan memberikan efek ganda yang kontradiktif disatu sisi, keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan mengatur bahwa segala upaya yang dihasilkan oleh Badan Hukum Pendidikan (BHP) harus difokuskan hanya untuk peningkatan satuan pendidikannya4, sebaliknya disisi lain pengusaha yang hendak menanamkan modalnya ke dalam bisnis pendidikan akan berpikir perihal tersebut karena dilarang untuk mendapatkan keuntungan dan akan menghadapi sanksi pidana dan denda5, sehingga tentu para penanam modal akan berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di sektor pendidikan karena pada prinsipnya pengusaha berusaha untuk mengembangkan usahanya dan mendapatkan keuntungan. Pembentukan BHP didasarkan pada Pasal 53 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang mewajibkan penyelenggara pendidikan formal baik yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat harus berbentuk badan hukum pendidikan dan perlunya pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta otonomi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi, sehingga lahirlah UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan sejak tanggal 16 Januari 2009. Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), masyarakat ataupun pemerintah baik pusat maupun daerah yang akan mendirikan satuan pendidikan formal harus berbentuk Badan Hukum Pendidikan sedangkan Penyelenggara pendidikan formal yang berbentuk yayasan, perkumpulan badan hukum sejenis sebelum berlakunya UU BHP tetap diakui BHP penyelenggara, hanya saja tata kelola penyelenggaranya harus dilakukan perubahan mengikuti UU BHP. Pandangan penyeragaman bentuk manajemen pendidikan ini secara filosofis sangat membebankan bukan hanya penyelenggara pendidikan tetapi juga bagi para regulator pendidikan karena eksistensi pendidikan yang telah ada sekarang harus dirubah dengan kedudukan Badan Hukum Pendidikan belum tentu berhasil dalam pelaksanaannya nantinya. Perubahan bentuk badan hukum dari yang telah ada yaitu berupa : yayasan, perhimpunan dan persekutuan perdata dan bentuk badan hukum lainnya kepada Badan Hukum Pendidikan akan berpengaruh bukan hanya dalam sistem badan hukum saja tetapi juga terhadap status kepemilikan 4 Pasal 39 UU BHP, menyatakan bahwa kekayaan BHP berupa uang, barang atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang, DILARANG untuk dialihkan kepemilikannya secara langsung atau tidak langsung kepada siapapun, kecuali untuk memenuhi kewajiban yang timbul sebagai kosekuensi pelaksanaan : a) Kepentingan peserta didik dalam proses pembelajaran; b) Pelaksanaan penddiikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam hal BHP memiliki satuan pendidikan tinggi; c) peningkatan pelayanan pendidikan; dan d. Penggunaan lain sesuai dengan ketentuan perudang-udangan; 5 Pasal 63 UU BHP, memberikan sanksi bila prinsip nirlaba dan pengalihan kekayaan BHP tersebut dilanggar adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan dapat ditambah dengan denda paling banyak Rp. 500.000.000.,- (lima ratus juta rupiah) 320
Jamin Ginting Implikasi Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang BHP terhadap Lembaga Pendidikan Formal di Indonesia
harta satuan pendidikan dan yayasan ataupun persekutuan perdata yang menangunginya, hak-hak peserta didik dan pengajar dan juga pemerintah akan terlalu banyak waktu untuk mengatur pengelolaan pengalihan bentuk satuan pendidikan tersebut. Kedudukan Pemerintah berdasarkan Pasal 31 ayat (3) adalah untuk ”mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional..dst” kewajiban pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan nasional bukan untuk menyeragamkan sistem badan hukum dari usaha pendidikan tersebut tetapi bertanggung jawab untuk meningkatkan pendidikan dengan meningkatkan anggaran dan sistem pendidikan bukan melakukan penyeragaman bentuk usaha dari satuan pendidikan tersebut. Konsekuensi berlakunya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan Beberapa konsekusi dari berlakunya UUBHP tersebut yaitu : 1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang didirikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang sudah ada sejak sebelum UU BHP, tetap diakui keberadaanya dan tetap dapat menyelenggarakan pendidikan formal, dengan kewajiban harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP) dan badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD) menurut UU BHP paling lambat 4 tahun sejak UU BHP berlaku (atau selambat-lambatnya tanggal 16 Januari 2013) 2) Perguruan tinggi badan hukum milik Negara yang telah menyelenggarakan pendidikan formal sebelum UUBHP tetap diakui keberadaannya dan tetap dapat menyelenggarakan pendidikan formal, dengan kewajiban harus mengubah bentuk dan menyesuaikan tata kelolanya sebagai BHP menurut UUBHP paling lambat 3 tahun sejak UUBHP berlaku (atau selambat-lambatnya tgl 16 Januari 2012). 3) Keterlambatan mengubah bentuk atau penyesuaian tata kelolanya akan dikenakan sanksi administrative berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian pelayanan dari pemerintah/pemda, penghentian hibah hingga pencabutan izin (pasal 62 UUBHP) 4) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan atau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP penyelenggara (Pasal 8 UUBHP). Izin satuan pendidikan formal yang sudah dikeluarkan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya atau sampai dicabut sebelum masa berlakunya berakhir (Pasal 64 UUBHP). 5) Bagi yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis dapat mengubah bentuk satuan pendidikannya menjadi BHPM (Pasal 9 321
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
ayat 2 BHPM). (ini berarti bahwa yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis dapat memilih antara : (1) mengubah bentuk satuan pendidikannya menjadi BHPM; atau (2) memperoleh pengakuan sebagai BHP penyelenggara dengan kewajiban menyesuaikan tata kelolanya pada tata kelola BHP dengan mengubah akta pendirian atau anggaran dasarnya 6) Yayasan, perkumpulan atau badan hukum lain sejenis yang diakui sebagai BHP tidak perlu mengubah bentuknya untuk jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam akta pendirian yayasan, perkumpulan atau badan hukum sejenis tersebut dan belum menyesuaikan tata kelolanya tetap dapat menyelenggarakan pendidikan (pasal 67 ayat 1), tetapi harus menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana UUBHP paling lambat 6 tahun sejak UUBHP berlaku (atau selambat-lambatnya tgl 16 Januari 2015). 7) Penyesuaian tata kelolanya dilakukan dengan mengubah akta pendirian atau anggaran dasarnya, dan kelalaian atas pengubahan tersebut dapat dikenakan sanksi admnistratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian pelayanan dari pemerintah/pemda, penghentian hibah hingga pencabutan izin. Pengertian Badan Hukum Pendidikan sebagaimana dimaskud telah menyeragamkan bentuk usaha pendidikan harus berbentuk Badan Hukum Pendidikan, sementara dalam Pasal 53 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bukan pada bentuk usaha pendidikan tetapi lebih pada sisi kemandirian mengelola pendanaan dan fungsi penyelenggar pendidikan termasuk mencari sumber dana dimana peran pemerintah untuk menjamin agar tujuan pendidikan yang bersifat sosial menjadi berkurang. Sepatunya pengertian Badan Hukum Pendidikan bukanlah nama dan bentuk tertentu, tetapi lebih kepada fungsi penyelenggaraaan pendidikan tersebut karena bentuk badan hukum bukan hanya badan hukum sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan tersebut tetapi bentuk badan hukum lainnya misalnya yayasan, perkumpulan, perserikatan, badan wakaf telah melakukan fungsinya dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia hingga saat ini sehingga telah jelas terlihat bahwa bentuk BHP bukanlah satu-satunya bentuk satuan pendidikan yang harus dilaksanakan. Konsep Penerapan bentuk satuan pendidikan berbentuk badan hukum pendidikan ini juga telah jelas tidak mengindahkan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-IV/2006 tanggal 22 Februari 2007, yaitu dalam Aspek Pengaturan dan Aspek Aspirasi Masyarakat dimana pertimbangan Majelis Mahkamah Konstitusi adalah ”Aspek pengaturan mengenai badan hukum pendidikan dalam undanng-undang dimaksud haruslah merupakan implementasi tanggung jawab negara dan tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau menghindar dari kewajiban konstitutional negara di bidang pendidikan, sehingga tidak memberatkan masyarakat dan/atau peserta didik; 322
Jamin Ginting Implikasi Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang BHP terhadap Lembaga Pendidikan Formal di Indonesia
Aspek aspirasi masyarakat harus mendapat perhatian di dalam pembentukan undang-undang mengenai badan hukum pendidikan, agar tidak menimbulkan kekacauan dan permasalahan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia.”
Jelas bahwa perubahan bentuk badan hukum satuan pendidikan dari badan hukum yang telah ada sebelumnya baik berbentuk yayasan, perkumpulan, perserikatan, badan wakaf dan lainnya menjadi Badan Hukum Pendidikan sangat memberatkan bukannya penyelenggara pendidikan, peserta didik, masyarakat juga pemerintah. Terlepas dari ketidak konsistenan pemerintah dalam mengatur sistem pendidikan dan bentuk badan hukum penyelenggara pendidikan tersebut perlu juga dicermati tata kelola penyelengara pendidikan dan satuan pendidikan dalam ketentuan Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang dapat kita lihat sebagai berikut : Penggolongan Badan Hukum Pendidikan Berdasarkan jenisnya maka Badan Hukum Pendidikan terdiri dari : 1. BHP Penyelenggara, Yaitu BHP yang menyelenggarakan lebih dari 1 (satu) satuan pendidikan Formal, yang terdiri dari yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis yang telah menyelenggarakan pendidikan formal dan diakui sebagai badan hukum pendidikan. Jadi, untuk sekolah-sekolah dasar, menengah dan tinggi yang sebelumnya berbentuk Yayasan, perkumpulan, ataupun PT ataupun BHMN, dianggap sebagai BHP penyelenggara apabila menyelenggarakan lebih dari satu satuan pendidikan. Jika BHP Penyelenggara ini memiliki beberapa satuan pendidikan, tiap satuan pendidikan tersebut dimungkinkan untuk dirubah statusnya menjadi BHP Masyarakat. Kedudukan BHP masyarakat ini hanya berlaku untuk seluruh Yayasan ataupun perkumpulan yang telah menyelenggarakan pendidikan sebelum diberlakukannya UUBHP pada tanggal 19 Januari 2009, Yayasan ataupun perkumpulan yang ingin membuat suatu satuan pendidikan baik dibawah yayasan yang sudah ada ataupun yayasan baru dibentuk setelah UU BHP tersebut harus berbentuk Badan Hukum Pendidikan. 2) BHP Satuan Pendidikan Yaitu BHP yang hanya menyelenggarakan satu satuan pendidikan saja. BHP bentuk ini terdiri atas : a. BHP Pemerintah (BHPP), yaitu BHP yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan usulan dari Menteri b. BHP Daerah (BHPD), yaitu BHP yang didirikan berdasarkan Peraturan Gubernur atau peraturan walikota.
323
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
c. BHP Masyarakat (BHPM), yaitu BHP yang didirikan oleh masyarakat, dengan menggunakan akta Notaris dan mendapat pengesahan dari Menteri. Organ-organ dalam Badan Hukum Pendidikan
Struktur Organisasi BHP Masyarakat Yayasan/ Pendiri
BHP Masyarakat
ORPK Contoh
Majelis Wali Amanat
ORP
OANA
Senat Akademik
Dewan Audit
Contoh
Contoh
OPP
Rektor/Ketua/Direktur
Sumber : Johannes Gunawan dan Bernadette, Presentasi BHP, Diknas 2009
1. Organ BHP yang menjalankan fungsi badan hukum Pendidikan Dasar dan/atau Menengah terdiri atas : a. Organ Representasi Pemangku Kepentingan (ORPK) 6 • Pendiri atau wakil pendiri (Ketua Pembina Yayasan) • Pemimpin organ pengelola pendidikan (Kepala Sekolah) • Wakil pendidik (wakil guru) • Wakil tenaga kependidikan (wakil administrasi) • Wakil komite sekolah (wakil orang tua) • Wakil unsur lainnya (disesuaikan kebutuhan) b. Organ Pengelola Pendidikan (OPP); Organ pengelola pendidikan merupakan organ badan hukum pendidikan yang mengelola pendidikan, sedangkan pimpinan organ pengelola pendidikan adalah pejabat yang memimpin pengelolaan pendidikan dengan sebutan kepala sekolah/madrasah atau sebutan lain pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Tugas dan wewenang organ pengelolaa pendidikan dasar dan menengah adalah : 1) Menyusun rencana strategis badan hukum pendidikan berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan organ
6 324
Pasal 18 ayat (1) UU BHP
Jamin Ginting Implikasi Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang BHP terhadap Lembaga Pendidikan Formal di Indonesia
2)
3) 4)
5) 6)
representasi pemangku kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan; Menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan berdasarkan rencana strategis badan hukum pendidikan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan; Mengelola pendidikan sesuai dengan rencana kerja san anggaran tahunan bandan hukum yang telah ditetapkan; Mengangkat dan memberhentikan pejabat di bawah pimpinan organ pengelola pendidikan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga badan hukum pendidikan, serta peraturan perundang-undangan; Melaksanakan fungsi-fungsi manajeman pengelolaan pendidikan ; dan Membina dan mengembangkan hubungan baik badan hukum pendidikan dengan lingkungan dan masyarkat pada umumnya.
2. Organ BHP yang menjalankan fungsi badan hukum Pendidikan Tinggi terdiri atas : Fungsi Badan Hukum Pendidikan
Organ Badan Hukum Pendidikan
Fungsi penentuan kebijakan umum
Organ representasi pemangku kepentingan
Fungsi kebijakan dan pengelolaan pendidikan
Organ pengelola pendidikan (rektor, ketua, direktur)
Fungsi audit bidang non-akademik
Organ audit bidang non akademik
Fungsi pengawasan akademik
Organ representasi pendidik
Sumber : Johannes Gunawan dan Bernadette, Presentasi BHP, Diknas 2009
a. Organ Representasi Pemangku Kepentingan (ORPK) Organ ini berfungsi untuk menjalankan fungsi kebijakan umum terdiri dari : • Pendiri atau wakil pendiri; • Wakil Organ representasi pendidik • Pemimpin organ pengelola pendidikan; • Wakil tenaga kependidikan; dan • Wakil unsur masyarakat • Perwakilan lainnya yang dibentuk dalam anggaran dasar Ketentuan organ-organ tersebut diatas tidak menutup kemungkinan untuk dibentuknya unsur-unsur perwakilan dalam Organ Representasi pemangku kepentingan lainnya sesuai dengan kebutuhan para pihak baik dalam tingkat pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan tinggi, hal yang telah diatur tersebut di atas adalah batas minimum yang harus dimiliki organ tersebut sedangkan untuk
325
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
melaksanakan tugas selain yang telah ada tersebut dapat ditambahkan orang-organ lainnya.7 Pendiri atau wakil pendiri boleh berjumlah lebih dari satu orang dan pemimpin organ pengelola pendidikan tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan di dalam organ representasi pemangku kepentingan. Anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil pendidik, dan wakil tenaga kependidikan pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah, berjumlah paling banyak 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota organ tertentu demikian pula anggota organ representasi pemangku kepentingan yang berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil organ representasi pendidik, dan wakil tenaga kependidikan pada badan hukum pendidikan yang menyelenggarakan pendidkan tinggi, berjumlah paling banyak 1/3 (sepertiga) dari jumlah anggota organ tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pendiri dan wakil pendiri tetap memiliki jumlah suara dan otoritas yang sangat besar untuk menentukan arah dan kebijakan satuan pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan tinggi karena jumlah dari pendiri dan wakil pendiri tidak dibatasi dan dapat diajukan lebih dari satu sedangkan jumlah keseluruhan organ representasi kepentingan selain pendiri dan wakil pendiri tidak boleh lebih dari 1/3 bagian dari jumlah keseluruhan organ representasi kepentingan tersebut dengan demikian jumlah representasi kepentingan minimal berjumlah 2/3 sehingga untuk memutuskan suatu kebijakan secara otomatis pendiri dan wakil pendiri memiliki suara mayoritas. Sedangkan untuk menjadi ketua organ representasi pemangku kepentingan tidak boleh berasal dari pemimpin organ pengelola pendidikan, wakil organ representasi pendidik, wakil tenaga pendidik atau tenaga kependidikan dengan demikian kesempatan untuk dapat menjadi ketua hanya berasal dari pendiri atau wakil pendiri atau dari unsur masyarakat. Organ representasi pemangku kepentingan memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut : 1) Menyusun dan menetapkan perubahan anggaran dasar dan menetapkan anggaran rumah tangga beserta perubahannya; 2) Menyusun dan menetapkan kebijakan umum; 3) Menetapkan rencana pengembangan jangka panjang, rencana strategis, rencana kerja tahunan, dan anggaran tahunan; 4) Mengesahkan pimpinan dan keanggotan organ representasi pendidik; 5) Mengangkat dan memberhentikan ketua serta anggota anggota organ audit bidang non-akademik; 6) Mengangkat dan memberhetnikan pemimpin organ pengelola pendidikan; 7 326
Pasal 18 ayat 3 UUBHP
Jamin Ginting Implikasi Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang BHP terhadap Lembaga Pendidikan Formal di Indonesia
7) Melakukan pengawasan umum atas pengelolaan badan hukum pendidikan; 8) Melakukan evaluasi tahunan atas kinerja badan hukum pendidikan; 9) Melakukan penilaian laporan pertanggungjawaban tahunan pemimpin organ pengelola pendidikan, organ audit bidan nonakademik, dan organ representasi pendidik; 10) Mengusahakan pemenuhan kebutuhan pembiayaan baadan hukum pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan 11) Menyelesaikan persoalan badan hukum pendidikan, termasuk masalah keuangan, yagn tidak dapta diselesaikan oleh organ badan hukum pendidikan lain sesuai dengan kewenangan masing-masing. b. Organ Representasi Pendidik (ORP); Organ ini berfungsi untuk menjalankan fungsi pengawasan kebijakan akademik, Organ Reprsentasi Pendidik ini paling sedikit terdiri dari wakil professor dan wakil pendidik; wakil professor dan wakil pendidik berasal dari setiap program studi yang ada dengan mengingat jumlah yang proporsional dengan jumlah pendidik yang diwakilinya dan diatur dalam anggaran rumah tangga. Adapun tugas dan wewenang organ representasi pendidik pada badan hukum pendidikan adalah : 1) mengawasi kebijakan dan pelaksanaan akademik organ pengelola pendidikan; 2) menetapkan dan mengawasi penerapan norma dan ketentuan akademik; 3) Mengawasi kebijakan dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan; 4) Mengawasi kebijakan kurikulum dan proses pembelajaran dengan mengacu pada tolok ukur keberhasilan pencapaian target pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang ditetapkan dalam rencana strategs badan hukum pendidikan, serta dapat menyarankan perbaikan kepada organ pengelola pendidikan; 5) Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik sitvitas akademika; 6) Mengawasi penerapan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan; 7) Memutuskan pemberian atau pencabugtan gelar dan penghargaan 8) Mengawasi pelaksanaan kebijakan tata tertib akademik, penelitian kinerja pendidik dan tenaga kependidikan; 9) Memberikan perteimbangan kepada organ pengelola pendidikan dalam pengusulan profesor;
327
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
10) Merekomendasikan sanksi terhadap pelanggaran norma, etika, dan peraturan akademik oleh sivitas akademika perguruan tinggi kepada organ pengelola pendidikan; 11) Memberikan pertimbangan kepada organ representasi pembangku kepentingan tentang rencana strategis serat rencana kerja dan anggaran tahunan yang telah disusun oleh organ pengelola pendidikan; dan 12) Memberi pertimbangan kepada organ representasi pemangku kepentingan tentang kinerja bidan akademik organ pengelola pendidikan. c. Organ Audit bidang Non-Akademik (OANA); Organ ini berfungsi untuk menjalankan fungsi audit non-akademik yaitu organ yang melakukan evaluasi non-akademik atas penyelenggaraan bandan hukum pendidikan yang antara lain tugasnya adalah : 1. menetapkan kebijakan audit internal dan ektral badan hukum pendidikan dalam bidang non akademik; 2. mengevaluasi hasil audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan; 3. mengambil kesimpulan atas hasil audit internal dan eksternal badan hukum pendidikan, dan 4. mengajukan saran dan/atau pertimbangan mengenai perbaikan pengelolaan kegiatan non-akademik pada organ representasi pemangku kepentingan dan/atau organ pengelola pendidikan atas dasar hasil audit internal dan atau eksternal. d. Organ Pengelolaa Pendidikan (OPP) Organ ini berfungsi untuk menjalankan fungsi Pengelolaan Pendidikan, organ pengelola pendidikan merupakan organ badan hukum pendidikan yang mengelola pendidikan, sedangkan pimpinan organ pengelola pendidikan adalah pejabat yang memimpin pengelolaan pendidikan dengan sebutan rektor untuk universitas/institut, ketua untuk sekolah tinggi, atau direktur untuk politeknik/akedemi pada pendidikan tinggi. Adapun tugas dan wewenang organ pengelola pendidikan tinggi adalah : 1. menyusun dan menetapkan kebijakan akademik; 2. menyusun rencana strategis badan hukum pendidikan berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan organ representasi pemangku kepentingan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan; 3. Menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan berdasarkan rencana strategis badan hukum pendidikan, untuk ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan
328
Jamin Ginting Implikasi Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang BHP terhadap Lembaga Pendidikan Formal di Indonesia
Mengelola pendidikan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan; 5. Mengelola penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan renca kerja dan anggaran tahunan badan hukum pendidikan yang telah ditetapkan; 6. Mengangkat dan/atau memberhentikan pimpinan organ pengelola pendidikan dan tenaga badan hukum pendidikan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta peraturan perundag-undangan; 7. Menjatuhkan sansk kepada sivitas akademika yang telah melakukan pelanggaran terhadap norma, etika, dan/atau peraturan akademik berdasarkan rekomendasi organ representasi pendidik; 8. Menjatuhkan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan yang melakukan pelanggaran, selain sebagaimana dimaksud dalam huruf g, sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta peraturan perundang-undangan 9. Bertindak keluar untuk dan atas nama badan hukum pendidikan sesuai denga ketentua nggaran dasar; 10. Melaksanakan fungsi lain yagn secara khusus diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; dan 11. Membina dan mengembangkan hubungan baik badan hukum pendidikan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya. 4.
Implementasi Organ Yayasan menjadi fungsi Organ-organ dalam Badan Hukum Pendidikan Sebagaiaman diatur dalam Pasal 67 ayat (2) UU BHP, yayasan harus menyesuaikan tata kelolanya sebagaimana diatur dalam UU BHP, paling lambat enam tahun sejak UU BHP diundangkan. Penyesuaian tata kelola ini menurut Pasal 67 ayat (4) UU BHP dilakukan dengan mengubah akta pendiriannya. Menyesuaikan tata kelola dengan mengubah akta pendirian yayasan tidak berarti yayasan harus mengubah bentuknya menjadi BHP penyelenggara karena eksistensi yayasan dijamin di dalam penjelasan Pasal 8 ayat (3) UU BHP, Perubahan tata kelolanya artinya hanya merubah bagian dari anggaran dasar Yayasan tersebut di bagian bagian organ Yayasan yang semula terdiri dari Pembina, pengurus dan pengawas, berubah menjadi sesuai dengan fungsi dari organ BHP berikut dengan tugas dan wewenangnya masing-masing. Perubahan tugas dan wewenang masing-masing organ Yayasan berubah menjadi sebagai berikut: 1. Tugas dan wewenang Organ Representasi Pemangku Kepentingan (ORPK), yang berfungsi sebagai penentu kebijakan umum, dijabat oleh Pembina dan Pengurus Yayasan. 329
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
2. Tugas dan wewenang Organ Pengelola Pendidikan (OPP) yang dijabat oleh Rektor/Ketua/Direktur dan berfungsi untuk kebijakan dan pengelolaan pendidikan, merupakan tugas yang harus di emban oleh Pengurus Yayasan. 3. Tugas dan wewenang Organ Audit Non Akademik (OANA) yang berfungsi sebagai audit bidang non akademik, dijabat oleh Pengawas Yayasan. Jadi, yayasan tersebut boleh tetap menggunakan istilah/nama Pembina, Pengawas dan Pengurus, akan tapi tugasnya dialihkan kepada ORPK, OPP, dan ORP (pasal 16 UU BHP). Perubahan anggaran dasar tersebut jika mengenai nama dan jenis kegiatan tidak perlu persetujuan Depkumham. Oleh karena itu, perubahan tentang tata kelola Yayasan menjadi sesuai dengan Tata kelola UU BHP tersebut tidak perlu meminta persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham), melainkan cukup dilaporkan saja pada MENKUMHAM dengan melampirkan ijin dari MENDIKBUD. (Pasal 21 UU No. 16 Tahun 2001 jo UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan) Bagaimana Kedudukan Yayasan Penyelenggaran Pendidikan Formal yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan ? Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan, untuk Yayasan yang belum mempunyai status badan ukum maupun yang sudah mempunyai status badan hukum akan tetapi tidak melaksanakan sebagaimana yang telah di tentukan oleh peraturan yang berlaku, maka konsekuensinya adalah Yayasan tersebut Tidak Dapat Menggunakan kata “Yayasan” di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Khusus untuk kegiatan pendidikan formal bagi yayasan “lama” yang sudah berbadan hukum namun belum menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu 3 tahun sejak berlakunya UU yayasan atau selambatlambatnya tanggal 5 Oktober 2008, maka sebagai badan hukum ini tidak bisa menyesuaikan tata kelolanya dengan UUBHP. Jadi satu-satunya jalan ialah membubarkan Yayasan tersebut dan kemudian sisa hasil Likuidasinya diserahkan kepada BHP Masyarakat lainnya, BHP Pemerintah atau BHP Pemerintah Daerah. Sedangkan yayasan “lama” yang belum berbadan hukum dan tidak menyelenggarakan pendidikan Formal, maka tetap dibubarkan. Untuk selanjutnya, jika ingin tetap menyelenggarakan pendidikan non formal/informal tersebut, maka para pendirinya wajib untuk mendirikan yayasan baru dengan cara memisahkan harta kekayaan awal para pendiri yang berasal dari sisa kekayaan yayasan lama tersebut. 330
Jamin Ginting Implikasi Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang BHP terhadap Lembaga Pendidikan Formal di Indonesia
Untuk keadaan dimaksud, maka dalam premise akta pendiriannya harus diuraikan asal usul pendirian yayasan dan harta kekayaannnya. Dalam hal Yayasan yang belum berbadan hukum tersebut bergerak di bidang pendidikan Formal, maka, yayasan tersebut tetap bubar dan selanjutnya, jika ingin meneruskan usaha di bidang pendidikan formal, maka wajib bagi para pendirinya untuk mendirikan BHP Masyarakat. Bahwa untuk dapat diakui menjadi BHP Masyarakat maka yayasan tersebut haruslah yayasan yang telah mengikuti dan melaksanakan ketentuan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Harta Kekayaan dalam Badan Hukum Pendidikan Kekayaan Badan Hukum Pendidikan berupa uang, barang, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang milik badan hukum pendidikan, dilarang dialihkan kepemilikannya secara langsung atau tidak langsung kepada siapa pun, kecuali untuk memenuhi kewajiban yang timbul sebagai konsekuensi pelaksanaan ketentuan yang dimiliki oleh badan hukum pendidikan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk a) kepentingan peserta diddik dalam proses pembelajaran; b) pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dalam hal badan hukum pendidikan memiliki satuan pendidikan; c) peningkatan pelayanan pendidika; dan d) penggunaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan Hukum Pendidikan yang berbentuk perguruan tinggi dapat melakukan investasi dalam bentuk fortopolio yang tujuannya adalah untuk kepentingan Badan Hukum Pendidikan perguruan tinggi tersebut atau dengan mendirikan badan usaha berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk memenuhi pendanaan pendidikan dengan total nilai keseluruhan investasi dan penambahan atas investasi tersebut tidak bisa lebih dari 10% (sepuluh persen) dari volume pendapatan dalam anggaran tahunan Badan Hukum Pendidikan Perguruan Tinggi tersebut. Penutup Perubahan kedudukan lembaga pendidikan formal mau atau tidak mau, suka atau tidak suka sudah sepatasnya harus dihadapi oleh karena kedudukan UU BHP telah mengatur perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan dan tata kelola pendidikan formal di Indonesia hal ini dikesampingkan kecuali ada ketentuan undang-undang ataupun upaya masyarakat dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi dikabulkan. Hal yang terpenting adalah tujuan dari pendidikan itu sendiri harus menciptakan kualitas pendidikan yang profesional, memiliki integritas dan moralitas terhadap ilmu yang dimilikinya. Peran pemerintah sebagai regulator harus melihat perkembangan dunia pendidikan saat ini yang mengarah globalisasi termasuk di dalamnya adanya kesempatan 331
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
untuk membuka kesempatan pada investasi asing masuk ke dalam usaha pendidikan sehingga dengan sarana dan prasarana yang lengkap dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Model penyeragaman bentuk penyelenggaran pendidikan bukanlah hal yang perinsipil pada saat ini karena akan mengkooptasi kebebasan masayrakat yang ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Daftar Pustaka
___________
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4301 Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4965 Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan tentang tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4430 Gunawan, Johannes & M.W., Bernadette. (2009). Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional:Direktorat Pendidikan Tinggi. http://www.perbanasinstitute.ac.id/attachments/702_Presentasi%20UU%20BHP%20 Perbanas_ProfBernadette.ppt#403,17 akses tanggal 5 Maret 2010
332