IMPLEMENTASI UNDANG- UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh: NUR AZIZAH NIM : 1111044100063
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSIYYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M
IMPLEMENTASI UNDANG- UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23
TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
DI KUA KECAMATAN LIMO, KOTA DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar SaIjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Nur Azizah
NIM: 1111044100063
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
(AHWAL SY AKHSIYY AH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 Hl2015 M
ii
PENGESAHAN PANITIA LTJJAN SKRIPSI
Skripsi yang beIjudul "Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo Kota Depok" telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SaIjana Strata Satu (SI) pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal al Syakhshiyah). Jakarta, 19 Oktober 2015 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Ketua
: Dr. H. Abdul Halim, M.Ag NIP. 19670608 199403 1 005
Sekertaris
: Arip Purkon, MA NIP. 19790427 200312 1 002
............................... )
(
...... )
Pembimbing : Afwan Faizin, MA NIP. 19721026200312 1 001 Penguji I
Penguji II
: Dr. Hj. Azizah, MA NIP. 19630409 1989022001
(......
: H. M. Yasir, MH NIP. 150075010 0065
(
iii
r.
.
_~I
~
)
ABSTRAK
Nur Azizah. NIM 1111044100063. IMPLEMENTASI UNDANGUNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK. Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015 M. xi + 77 halaman + 36 halaman lampiran. Skripsi yang berjudul Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo Kota Depok ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan tentang bagaimana penerapan undang-undang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo Kota Depok khususnya tentang kewenangannya. Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Empiris. Pendekatan yuridis karena penelitian ini bertitik tolak dengan menggunakan kaedah hukum dan peraturan yang berkaitan dengan kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undangundang. Empiris karena pendekatan bertujuan memperoleh data mengenai kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 dan untuk mengetahui praktek pengelolaan zakatnya di KUA Kecamatan Limo Kota Depok apakah sudah sesuai dengan undang-undang atau belum. Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo sudah sesuai dengan undang-undang No. 38 Tahun 1999 yaitu sebagai pengusul saja, tapi menurut undang-undang No. 23 Tahun 2011 kewenangan KUA sudah dihapuskan dan hanya menjadi UPZ (unit pengumpul zakat). Kata Kunci
: Kewenangan KUA, Zakat, dan Pengelolaan Zakat.
Pembimbing Daftar Pustaka
: Afwan Faizin, MA. : 1979-2013
v
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Sholeh dan Ibunda Mastiah yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, serta doa tanpa mengenal lelah sedikitpun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan,
namun
syukur
Alhamdulillah
berkat
rahmat
dan
hidayah-Nya,
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2.
Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag, dan Bapak Arif Furqon, MA, Ketua Program Studi dan Sekretaris Program StudiAhwal al Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Afwan Faizin, MA dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
4.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
yang
telah
memberikan
ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan. 5.
Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6.
Bapak Asnawi, S.Ag, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.
7.
Bapak Saiful Millah, Penghulu KUA yang ahli dibidangnya yang telah senatiasa memberikan wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis melakukan wawancara.
8.
Kepala Kantor Kecamatan Limo beserta staf dan jajarannya.
9.
Adinda Fanny Saf Rian dan Rofi’atul Sholikhah yang senantiasa memberikan do’a dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
vii
10.
Sahabat seperjuangan penulis : Burhanatut Dyana, Arisa Dykawresa, Putri Rahmawati, Nabila Al- halabi, Muhammad Fatinnudin, Ayu Cyntia Dewi, Nur Azimah, Robiatul Adawiyah, Nia Oktaviani, Devi dan Novia Nasyomia.
11.
Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang
berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda pula. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Ciputat, 04 Oktober 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv ABSTRAK .......................................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Identitas, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7 D. Review Studi Terdahulu ..................................................................... 8 E. Metode Penelitian.............................................................................. 10 F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13 BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG ZAKAT A. Definisi Zakat .................................................................................... 15 B. Dasar Hukum Zakat .......................................................................... 20 C. Tujuan, Hikmah dan Manfaat Zakat ................................................. 23 D. Objek Zakat ....................................................................................... 25 ix
E. Manajemen Pengelolaan Zakat ......................................................... 29 F. Macam-macam Zakat ........................................................................ 37 BAB III PENGELOLAAN ZAKAT MENURUT UNDANG-UNDANG A. Sejarah Pengelolaan Zakat ................................................................ 50 1. Pengelolaan Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Sahabat ............ 50 2. Pengelolaan Zakat Di Masa Penjajahan ...................................... 51 3. Pengelolaan Zakat Di Awal Kemerdekaan ................................. 51 4. Pengelolaan Zakat Di Masa Orde Baru ...................................... 52 5. Pengelolaan Zakat Di Era Reformasi .......................................... 54 B. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 ................................................................................................... 56 C. Alasan Diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 ....... 60 D. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 ................................................................................................... 61 E. Posisi KUA dalam Pengelolaan Zakat .............................................. 64 BAB IV IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK A. Sekilas Tentang Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo ......... 67 B. Praktek Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo .......................... 68 C. Analisis Penulis ....................................................................................... 71
x
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................. 72 B. Saran-saran .............................................................................................. 74 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 75 LAMPIRAN 1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi 2. Surat Keterangan Hasil Wawancara 3. Hasil Wawancara Skripsi 4. Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 5. Dokumentasi Wawancara
xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam agama Islam, ada satu ajaran yang penting untuk diketahui bahwa dalam harta orang kaya terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan dalam bentuk zakat, infak, shadaqah dn sebagainya. Perintah menafkahkan harta guna membantu sesama anggota masyarakat yang kurang beruntung tersebut merupakan pelaksanaan konkrit dari prinsip Islam tentang keadilan sosial.1 Zakat juga merupakan salah satu ibadah yang wajib bagi kaum Muslim, bahkan menjadi salah satu pilar atau rukun Islam yang harus dijalankan oleh orang- orang Muslim. Seperti yang kita ketahui bahwa zakat sendiri ada yang sifatnya untuk pembersihan jiwa setiap Muslim (zakat fitrah), dan ada juga yang diwajibkan khusus bagi kalangan tertentu yang terikat oleh ketentuan jumlah nisab harta dan waktu kepemilikannya (zakat mal). Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental. Selain berkaitan erat dengan aspek- aspek ketuhanan, juga
1
Tulus, Pedoman Zakat, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 3
1
2
ekonomi dan sosial. Diantara aspek- aspek ketuhanan adalah banyaknya ayatayat Al-Qur’an yang menyebut masalah zakat, termasuk diantaranya 27 ayat yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan.2 Bila kita berbicara tentang Zakat, maka kita beranjak dari kesamaan pengertian bahwa zakat merupakan salah satu sendi pokok ajaran Islam, disamping syahadat, shalat, puasa dan haji. Banyak ayat Al- Qur’an yang berisi perintah mengerjakan shalat diiringi dengan perintah membayar zakat. 3 Pada masa awal pemerintahan Islam, zakat menjadi salah satu instrumen kesejahteraan umat. Di zaman Rasulullah SAW, Khulaffaur Rasyidin dan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, zakat memiliki peran optimal sebagai instrumen kesejahteraan umat.4 Pengelolaan zakat pada zaman Rasulullah SAW. Diurus dan ditangani langsung oleh beliau sebagai pimpinan dengan dibantu oleh para sahabat. Dalam pembagian zakat beliau membentuk badan amil yang penggunaannya sesuai dengan prinsip sebagaimana tersebut dalam Al- Qur’an dengan disesuaikan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu, selain untuk fakir miskin juga untuk membiayai tempat ibadah, tentara, menjinakkan hati orang 2
Nuruddin Mhd Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 1 3
Wiwoho, Usman Yatim, dan Enny, Zakat dan Pajak, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1991),
h. 32 4
Ahmad husnan, Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1996), h. 22
3
kafir agar masuk Islam, membayar hutang dan memerdekakan budak dan lain sebagainya.5 Sebagaimana yang telah disyariatkan dalam Islam, zakat adalah lembaga pertama yang dikenal dalam sejarah yang mampu menjamin kehidupan bermasyarakat. Bahkan sejak munculnya ajaran Islam zakat sudah menjadi rukun ketiga dari rukun Islam yang lima, dan menjadi landasan dasar ajaran Islam.6 Di Indonesia sendiri terjadi perkembangan yang menarik bahwa pengelolaan zakat kini memasuki era baru, yaitu dikeluarkannya undangundang yang berkaitan dengannya sekaligus berkaitan dengan pajak. Undangundang tersebut adalah Undang- undang No. 38 tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No D/tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.7 Ditinjau dari tujuan pengelolaan zakat yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat, meningkatkan fungsi dan peranan
5
Tulus, Pedoman Zakat, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 277 6
Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2005), h. 53 7
Didin Hafidhuddin, Zakat Infak & Sedekah, (Jakarta: Baznas, 2005), h. 15
4
pranata kegiatan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan hasil guna dan dayaguna zakat.8 Terlihat dari tujuan tersebut pengelolaan
zakat
lebih
ditujukan
agar
masyarakat
muslim
dapat
melaksanakan kewajibannya. Secara yuridis jelas Undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat menjelaskan bahwa pemerintah mengamanatkan kepada BAZNAS untuk mengelola zakat dengan turunannya, namun di sisi lain terdapat ketimpangan kewenangan, seperti KUA yang menjalankan kewenangannya tidak sesuai dengan undang-undang. Kantor Urusan Agama (KUA) adalah salah satu lembaga dari struktur organisasi Kementrian Agama yang memungkinkan menyediakan pelayanan sampai tingkat kecamatan, pelayanan administrasi keagamaan bagi Umat Islam pada Kantor Urusan Agama (KUA) ini meliputi, pelayanan pernikahan, nasehat perkawinan, bimbingan haji, pengelolaan zakat dan wakaf, pembinaan keluarga sakinah serta pelayanan pembinaan umat secara umum. Sejak direvisinya undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat kewenangan KUA sudah tidak berlaku lagi. Diperkuat dengan pasal 6 undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, yang menyebutkan bahwa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) 8
Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Cikal Sakti : 2007), h. 45
5
merupakan badan yang berwenang dalam pengelolaan zakat secara nasional.9 Namun pada kenyataannya masih banyak KUA yang sampai sekarang masih mengelola zakat dan menjalankan kewenangan yang tidak sesuai dengan undang-undang terbaru yaitu undang-undang No. 23 Tahun 2011. Salah satunya adalah KUA Kecamatan Limo Kota Depok. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah diantaranya kurang tegasnya pengawasan dari pihak BAZNAS pusat sehingga bisa dengan mudahnya pihak KUA melaksanakan kewenangan yang tidak seharusnya, kurang adanya sarana dan prasarana yang masih ternbatas, kurang adanya komunikasi yang baik antara pihak KUA dengan atasannya. Untuk itulah penulis mejadikan KUA kecamatan Limo sebagai objek penelitian. Hasil penelitian ini penulis sajikan dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Implementasi Undang- Undang No. 38 Tahun 1999 Dan No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo, Kota Depok” B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
9
h. 210
Identifikasi Masalah
Undang-undangNomor 1 Tahun 1974 TentangPerkawinan, (Bandung: Citra Umbara, 2012),
6
Dalam UU No. No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, KUA masih memiliki andil dalam pengelolaan zakat yaitu dalam hal pembentukan BAZ (Badan Amil Zakat) sampai tingkat kecamatan sesuai dengan pasal 6 ayat 2 huruf (d), tapi semenjak direvisinya UU No. 38 tersebut menjadi UU No. 23 Tahun 2011 KUA sudah tidak lagi memiliki andil dalam pengelolaan zakat yaitu dalam pembentukan BAZ. 2.
Pembatasan Masalah Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih KUA Kecamatan Limo Kota Depok sebagai obyek penelitian. Mengingat banyaknya kewenangan oleh KUA tersebut, maka penulis melakukan pembatasan yakni hanya pada kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan undang- undang Nomor 23 tahun 2011. Dan penulis juga hanya membatasi pada pasal-pasal yang berhubungan dengan kewenangan KUA tersebut. Pembahasan di atas menarik untuk diteliti, namun perlu adanya pembatasan masalah dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau keluar dari pokok bahasan sehubungan dengan banyaknya kewenangan KUA. 3. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini menilai tentang kewenangan KUA Kecamatan Limo dalam pengelolaan zakat apakah
7
sesuai dengan peraturan perundang-undangan No. 38 Tahun 1999 dan Undang- undang Nomor 23 tahun 2011. Sehubungan dengan permasalahan di atas dan untuk memudahkan penulis dalam penulisan skripsi ini, maka rincian rumusan masalah skripsi ini adalah sebagai berikut: a.
Bagaimana kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011?
b.
Bagaimana Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo menurut Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011?
c.
Sudah sesuaikah kewenangan KUA Kecamatan Limo dengan Undangundang pengelolaan zakat ?
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan tertentu. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
8
a. Untuk mengetahui kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011. b. Untuk mengetahui Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo menurut Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011. c. Untuk mengetahui apakah sudah sesuai kewenangan KUA Kecamatan Limo dengan Undang- Undang pengelolaan zakat. 2. Manfaat Penelitian Selain tujuan sebagaimana telah dikemukakan diatas, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, antara lain: a. Secara Teoritis : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Islam, baik materiil maupaun formil. b. Secara Praktis : sebagai referensi bagi akademisi dan memberikan kejelasan pada masyarakat umumnya tentang kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat beserta undang- undang yang mengaturnya. D. Review Studi Terdahulu Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan ini. Penulis menemukan ada beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat pembahasan tentang Pengelolaan Zakat akan tetapi mempunyai sudut pandang yang
9
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, adapun penelitian tersebut dintaranya: 1.
Kewenangan KUA Dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus di KUA Kecamatan Pamulang), Lutfyudin, NIM 108044100053 Tahun 2013. Dalam skripsi ini hanya menganalisis bagaimana pengelolaan zakat di KUA Pamulang pasca munculnya Undang- Undang Nomor 23 tahun 2011. Perbedaannya dengan skripsi ini adalah Penulis tidak hanya menganalisis kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat pasca munculnya Undang- Undang tersebut, tapi juga menganalisis kewenangan KUA sebelum munculnya Undang- Undang tersebut, membandingkan kedua undang-undang tersebut, serta menganalisis sudah sesuaikah praktek di KUA Kecamatan Limo dengan undang-undang.
2.
Praktek Pengelolaan Zakat di Negra Muslim (Studi Kasus Negara Brunei Darussalam), Febrianti NIM 107046102178 tahun 2011. Dalam skripsi ini menganalisa bagaimana praktek pengelolaan zakat di Negara Muslim Khususnya di Negara Brunei Darussalam, karena Brunei merupakan salah satu Negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Perbedaannya
dalam
skripsi
ini
adalah
Penulis
lebih
mengkhususkan kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut
10
undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan undang-undang No. 23 Tahun 2011. Apakah sudah sesuai antara undang-undang dan prakteknya. E. Metode Penelitian Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan
yuridis empiris. Metode pendekatan
yuridis empiris
merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan menyangkut kewenangan KUA dalam Pengelolaan zakat menurut undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan undang- undang No. 23 tahun 2011 di KUA Kecamatan Limo. 2. Jenis Penelitian Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis yakni menggambarkan dan memaparkan secara sistematika tentang apa yang menjadi obyek penelitian dan kemudian dilakukan analisis. Metode deskriptif analisis yang dilakukan melalui
11
pendekatan kualitatif, yakni menggambarkan berupa kata-kata, ungkapan, norma atau aturan-aturan dari fenomena yang diteliti.10 Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam tentang “kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Undang- undang Nomor 23 Tahun 2011”. 3. Subjek dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Limo karena KUA Kecamatan Limo memiliki permasalahan yang unik. Adapun yang menjadi bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah Undang- Undang tentang pengelolaan zakat yaitu undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011. Sehubungan dengan hal tersebut maka yang menjadi respondennya adalah Kepala KUA Kecamatan Limo. 4. Metode Pengumpulan Data
a. Jenis Data Jenis data yang digunakan sebagai referensi untuk menunjang keberhasilan penelitian yakni meliputi data primer dan data sekunder. 1). Data primer adalah data-data yang didapat langsung dari perpustakaan yakni dengan cara mencari fakta- fakta yang ada di
10
3
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.
12
lapangan tersebut, melakukan observasi, mengumpulkan data-data serta melihat langsung objek yang akan dijadikan topik skripsi. Dalam hal ini adalah undang- undang tentang pengelolaan zakat dan hasil pengamatan. 2). Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan yang dihasilkan dari bahan hukum terhadap Undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan bahan hukum lainnya seperti buku- buku yang mendukung dan memperjelas bahan hukum tersebut. b. Sumber Data Sumber data yang dipakai oleh penulis yaitu: 1. Dokumen, dengan mempelajari berkas yang berbentuk Undangundang tentang pengelolaan zakat, yaitu undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 serta dokumen yang diperoleh dari hasil penelitian. 2. Wawancara yang dilakukan dengan Kepala KUA dan stafnya. Wawancara ini dilakukan dengan metode wawancara tak terstruktur (open – ended) yaitu wawancara dengan pertanyaan yang bersifat
13
terbuka dimana responden secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.11 c. Analisis Data Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normatif kualitatif. Normatif karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu analisis yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas dan informasi yang bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris) dari responden. Memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan kepada sejumlah responden baik secara lisan maupun secara tertulis selama dalam melakukan penelitian.12 F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.”Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
11
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya) h. 233.
12
Koentjaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: 1997), h. 269.
14
Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review Terdahulu, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab Kedua, memuat tentang tinjauan teoritis tentang zakat, yang didalamnya terdiri dari definisi zakat, dasar hukum zakat, tujuan hikmah dan manfaat zakat, objek zakat, manajemen zakat, dan macam-macam zakat. Bab Ketiga, berisi tentang pengelolaan zakat menurut UndangUndang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 serta badan pelaksananya. Bab Keempat, pada bab ini penulis akan menguraikan tentang Implementasi Undang- Undang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo, yang berisi tentang sekilas tentang KUA Kecamatan Limo, Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo, dan dilanjutkan dengan Analisa Penulis. Bab Kelima, adalah Penutup yang berisi Kesimpulan serta Saransaran. Dalam bab penutup ini penulis menyimpulkan semua yang telah dibahas dalam skripsi ini.
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG ZAKAT A. Definisi Zakat Asal kata zakat adalah zaka‟ yang artinya tumbuh, suci, dan berkah.1Kata zakat juga diambil dari lafazh ( )الزكاةyang maknanya adalah berkembang, suci dan berkah.2 Zakat dalam kamus besar Bahasa Indonesia juga diartikan sebagai jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhakmenerimanya menurut ketentuan yang telah ditentukan oleh syara‟, Salah satu rukun Islam yang mengatur harta yang wajib dikelurkan kepada mustahik.3 Dalam kitab Fiqih, zakat menurut bahasa artinya keberkahan, kesuburan, kesucian, atau kebaikan. Sedangkan secara istilah zakat adalah harta atau makanan pokok yang wajib dikeluarkan seseorang untuk orangorang yang membutuhkan. Zakat mengandung keberkahan dan kebaikan, sehingga harta akan menjadi suci dan tumbuh subur. 4zakat juga sebutan atas segala sesuatu yang dikelurkan oleh seseorang sebagai kewajiban
1
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap dan masrukhin,(Jakarta; Cakrawala Publishing, 2011), h.56 2 Syaikh as-SayyidSabiq, Panduan Zakat Menurut Al- Qur‟an dan As- Sunnah, Terj. Beni Sarbeni, (Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005), cet. 1, h. 1 3 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Ed. 4, h.1569 4 Ahsin W Alhafidz, Kamus Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2013), cet.1, h.244
15
16
kepada Allah Swt, kemudian diserahkan kepada orang- orang miskin atau orang- orang yang berhak menerimanya. 5 Di dalam Ensiklopedi Indonesia, zakat juga didefinisikan sebagai jumlah harta tertentu yang dikeluarkan dan diberikan kepada golongangolongan yang berhak menerimanya menurut yang telah ditetapkan syara‟dalam surat At- Taubah: 60.6 Dalam Ensiklopedi Fiqih Wanita juga dijelskan bahwa zakat adalah jumlah tertentu dari harta tertentu yang dikeluarkan pada waktu tertentu kepada sekelompok orang tertentu.7 Senada dengan definisi-definisi di atas, zakat juga diartikan sebagai satu nama yang diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh seorang manusia sebagai hak Allah Ta‟ala yang diserahkan kepada orangorang fakir. Dinamakan zakat karena didalamnya terdapat harapan akan adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan berkembang di dalam kebaikan.8 Dalam buku yang lain juga dijelaskan bahwa zakat menurut bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu al- barakatu “keberkahan”, alnamaa “pertumbuhan dan perkembangan”, ath- thaharatu “kesucian”, dan ash- shalahu “keberesan”.9 Sedangkan secara istilah, zakat itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah Swt mewajibkan 5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,Terj. Khairul Amru Harahap, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), h. 56 6 Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve), h. 4023 7 Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqih Wanita, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007), jilid 1, cet 1, h. 417 8 Syaikh as-SayyidSabiq,Panduan Zakat, (Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005), cet. 1, h. 1 9
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, mengutip dari Majma Lughah al-„Arabiyyah, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 7
17
kepadapemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.10 Sedangkan zakat dari segi istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang- orang yang berhak” disamping berarti “ mengeluarkan jumlah itu sendiri”.11 Wahbah al-Zahayly mendefinisikan zakat secara bahasa adalah berarti tumbuh (numuww) dan bertambah (ziyadah). Jika diucapkan zaka al-zar‟ artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakat al-nafaqah artinya nafkah tumbuh dan bertambah jika diberkati.12 Adapun hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan pengertian zakat menurut istilah adalah, sekalipun secara tekstual zakat dilihat dari aspek jumlah berkurang, namun hakikat zakat itu bisa menyebabkan harta itu bertambah, baik secara maknawi maupun secara kuantitas. Karena terkadang Allah membukakan pintu rezeki bagi seseorang yang tidak pernah terbetik dalam hati sanubarinya. Allah berbuat seperti itu tentu karena seorang tadi melaksanakan kewajiban terhadap harta yang Allah wajibkan atasnya. 13
10
Didin Hafidhuddin,Zakat Dalam Perekonomian, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 7 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Terj. Salaman Harun,dkk, (Jakarta; Litera Antarnusa dan Mizan, 1986),h.34 12 Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) ,cet. 6, h. 82 13 Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer, (Surakarta: Alqowam, 2011), cet. 1, h. 11 11
18
Al- Qur‟an menggunakan beberapa terminologi untuk arti zakat yaitu:14 a.
Al- Zakat (zaka) seperti pada ayat 110 surat al- Baqarah:
Artinya:Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat.(QS 2: 110) b.
Al- Sadaqah (sedekah) seperti yang ditemukan pada ayat 103 surat al- Taubah:
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 9: 103) c.
Al- Nafaqah (infak) seperti yang ditemukan pada ayat 34 surat alTaubah:
Artinya: Dan orang- orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (QS 9:34) d.
14
Al- Haq (hak) seperti pada ayat 141 surat al- An‟am :
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. 2, h. 172
19
Artinya: ...dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan mengeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebihlebihan. Allah tidak menyukai orang yang berlebih- lebihan. (QS 6: 141) Para pemikir Ekonomi Islam mendefinisikan zakat sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada masyarakat umum atau individual yang bersifat mengikat, final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta. Zakat itu dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al- Qur‟an, serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam. 15
Dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.16 Dengan demikian, zakat merupakan kewajiban bagi seorang mukmin yang memenuhi syarat syariah Islam sebagai muzakki untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta guna diberikan kepada mustahik yang telah ditetapkan syari‟ah Islam.17
15
Gazi Inayah, Teori Komprehensip Tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003), cet. 1, h. 35 16 Tim Penyusun, Undang- Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2012), h.211 17 Lili Bariadi, MuhammadZen, dan M Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: Centre For Entrepreneurship Development, 2005), cet. 1, h. 6
20
B. Dasar Hukum Zakat Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan, dan dinyatakan dalam Al-Qur‟an secara bersamaan dengan sholat sebanyak 82 ayat. Pada masa permulaan Islam di Mekah, kewajiban zakat ini masih bersifat global dan belum ada ketentuan mengenai jenis dan kadar (ukuran) harta yang wajib dizakati. Hal itu untuk menumbuhkan kepedulian dan kedermawanan umat Islam. Zakat baru benar- benar diwajibkan pada tahun 2 Hijriah, namun ada perbedaan pendapat mengenai bulannya. Pendapat yang masyhur menurut ahli hadits adalah pada bulan Syawal tahun tersebut.18 Pada tahun kedua Hijriyah, baru Allah SWT memerintahkan kewajiban zakat dengan menggunakan ungkapan atu al-zakat (tunaikanlah zakat). Seiring dengan perintah itu Nabi SAW memberikan penjelasan mengenai ketentuan- ketentuannya, seperti jenis harta yang dikenakan wajib zakat, kadar nisab, dan presentasinya. 19 Oleh karena itu zakat hukumnya wajib berdasarkan Al- Qur‟an, Sunnah, dan Ijma‟ atau kesepakatan ulama. Berikut ini sebagian ayat- ayat Al- Qur‟an dan As- Sunnah yang dijadikan dasar hukum kewajiban zakat: a. 18
Surat An- Nisa‟ ayat 77:
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah Thaharah Shalat Zakat Puasa dan Haji, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 344 19 Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. 2, h. 174
21
Artinya: Dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. (QS 3: 77) b.
Surat Al- Baqarah ayat 277:
)222/ 2 Artinya: sesungguhnya orang- orang yang beriman mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak adakekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS 2: 277) c.
Surat At- Taubah ayat 11:
Artinya: jika mereka (kaum musyrikin) bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara- saudaramu seagama. (QS 9: 11) d.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar:
20
.
Artinya: Islam dibangun atas lima perkara, syahadad tiada Tuhan Selain Allah, dan Muhammad Utusan Allah, Menegakan Shalat,membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.(H.R. Bukhari dan Muslim) e.
20
Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas RA:
Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî, Şahîh al-Bukhârî, (Riyâ Maktabah al-Rusyd, 2006) h. 8 dan Imâm Abî Husain Muslim bin Hajjâj, Şahîh Muslim, (Riyâ Maktabah al-Rusyd, 1991), h. 45
22
Artinya: dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Mu‟adz berkata, Rasulullah mengutusku dan berpesan”Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum darigolongan ahli kitab, maka serulah mereka untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allahdan Aku adalah utusan Allah. Jika mereka menurutinya, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menaatinya, maka sampaikan kepada mereka bahwaAllah telah mewajibkan membayarzakat dari (harta) orang kaya diantara mereka untuk dibagikan kepada fakir miskin dari golongan mereka juga. Jika mereka patuh atas kewajiban itu padamu, maka hatihatilah kamu terhadap harta mereka yang sangat mulia bagi mereka. Hindarilah doa orang yang terzalimi, karena antara doa orang yang dizhalimi dan Allah tidak ada penghalang.(Muslim 1/37-38) Dalil Ijma‟
f.
Setelah Nabi SAW wafat, maka pimpinan pemerintahan dipegang oleh Abu Bakar al- Shiddiq sebagai Khalifah pertama. Pada saat itu timbul gerakan sekelompok orang yang menolak membayar zakat (mani‟ al-zakah) kepada Khalifah. Khalifah mengajak para sahabat lainnya untuk bermufakat memantapkan pelaksanaan dan penerapan zakat dan mengambil tindakan tegas untukmenumpas orang- orang
21
Imâm Abî Husain Muslim bin Hajjâj, Şahîh Muslim, (Riyâ
1991) h. 50
Maktabah al-Rusyd,
23
yang menolak membayar zakat dengan mengkategorikan mereka sebagai orang murtad.22 Dari uraian nash di atas dapat dipahami mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Pemahaman ini berdasarkan kepada kejelasan sighat berupa redaksi dalam bentuk fi‟il amar yang berarti kewajiban/ perintah dan dilalah berupa petunjuk dalil yang bersifat qothi‟i. C. Tujuan, Hikmah Dan Manfaat Zakat 1. Tujuan Zakat Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, ialah dimensi hablum minallah dan hablum minannas. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Islam dibalik kewajiban zakat adalah sebagai berikut:23 a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan penderitaan. b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnusabil san mustahiq dan lain- lainnya. c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya. d. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta kekayaan.
22
Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah, mengutip dari al- Zakah wa Tathbigatuha al- Mu‟ashirah Daral- Wathan(Jakarta: Srigunting, 2001), Cet. 2, h.49 23
ElsiKartika Sari, PengantarHukum Zakat, (Jakarta: CikalSakti : 2007), h. 12
24
e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang- orang miskin. f.
Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
g.
Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta. Berdasarkan uraian di atas maka secara umumzakat bertujuan
untuk menutupi kebutuhan pihak- pihak yang memerlukan dari harta kekayaan sebagai perwujudan dari rasa tolong- menolong antara sesama manusia beriman. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 3 juga dijelaskan tujuan pengelolaan zakat sebagai berikut: a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. 2. Hikmah Dan Manfaat Zakat Dalam ajaran Islam tiap- tiap perintah untuk melakukan ibadah mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi pelaku ibadah tersebut, termasuk ibadah zakat. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain disimpulkan sebagai berikut:
25
a.
Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-NYA,
menumbuhkan
akhlak
mulia
dengan
rasa
kemanusiaan yang tinggi. 24 b.
Menolong, membantu dan membangun orang yang lemah dan susah, sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga mereka dapat
memenuhi
kebutuhan
hidupnya
dan
melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah.25 c.
Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah dan menjauhkan dari sifat bakhil.26
d.
Bagi orang miskin, dengan dana zakat akan mendorong dan memberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras sehingga pada gilirannya berubah dari golongan penerima zakat menjadi golongan pembayar zakat.
e.
Bagi orang kaya, memperoleh kesempatan untuk menikmati hasil usahanya, yaitu terlaksananya berbagai kewajiban agama dan ibadah kepada Allah.
D. Objek Zakat Pada awal sejarah pertumbuhan Islam di Mekah, orang- orang yang berhak menerima zakat (infaq) itu adalah orang miskin saja. Setelah
24
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 10
25
Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Peneltian UIN SyarifHidayatullah, 2008), cet. 1, h. 184 26
Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah Dan Sosial, (Jakarta: Srigunting, 2001), Cet. 2, h.83
26
tahunke -9 Hijriyah Allah SWT menurunkan ayat 60 surat al-Taubah di Madinah.27 Ayat tersebut menjelaskan secara rinci mengenai orang- orang yang berhak menerima zakat. Ayat dimaksud ialah:
Artinya: sesungguhnya zakat- zakat ituhanyalahuntuk orang- orang fakirorang- orang miskin, pengurus- pengurus zakat, muallaf yang dibujukhatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang- orang yang berhutang, untukjalan Allah dan orangorang yang sedangdalamperjalanan, sebagaisesuatuketetapan. (QS 9: 60)yang diwajibkan Allah; dan Allah MahaMengetahuilagiMahaBijaksana
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang berhak menerima zakat terdiri dari delapan golongan yaitu sebagai berikut: 1.
Orang Fakir Para ulama tidak sependapat dalam memberi definisi terhadap terminologi
fakir.
Ulama
Mazhab
Syafi‟I
dan
Maliki
mendefinisikannya sebagai orang yang tidak mempunyai harta dan tidak pula memiliki pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Dia juga tidak mempunyai suami atau anak atau saudara yang menanggung nafkahnya.28 2.
Orang Miskin
27
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. 2, h. 180 28
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam waAdillatuh, (Beirut: Dar al-Fikri, 1987), hal. 869
27
Para Ulama Fiqh yang berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua kata yang mempunyai arti satu yaitu orang yang serba berkekurangan atau yang benar- benar membutuhkan. Ada yang mengatakan bahwa dua kata itu memiliki arti yang berbeda. Mazhab Syafi‟I dan Hanbali misalnya mengatakan makna kedua istilah itu jelas berbeda. Orang fakir menurut mereka lebih parah keadaan ekonominya dari orang miskin. Orang yang fakir adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta dan pekerjaan. Sedangkan orang miskin adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan, tetapi hanya dapat menutupi sekitar limapuluh persen atau lebih dari kebutuhannya dan kebutuhan keluarga
yang wajib dinafkahinya, namun tetap juga tidak
mencukupi.29 3.
Amil Zakat Yang dimaksud Amil zakat adalah orang yang diberi tugas untuk pemimpin, kepala pemerintahan, atau wakilnya untuk mengambil zakat dari orang kaya, meliputi pemungut zakat, penanggung jawab, petugas
penyimpanan,
penggembala
ternak
dan
pengurus
administrasinya. Mereka harus terdiri dari kalangan kaum Muslimin dan bukan dari golongan yang tidak diperkenankan menerima zakat, seperti keluarga Rasulullah SAW, yaitu Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib.30
29
30
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam, (Beirut: Dar al-Fikri, 1987), hal. 879
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap dan masrukhin,(Jakarta; Cakrawala Publishing, 2011), jilid. 2, h.142
28
4.
Muallaf Secara etimologis, muallaf berarti orang yang dilunakkan hatinya. Tentu orang yang seperti ini adalah orang yang belum kuat imannya dalam memeluk agama Islam, untuk menguatkan hatinya terhadap agama Islam diberikan kepadanya zakat.31
5.
Riqab Yang dimaksud dengan riqab adalah usaha memerdekakan hamba sahaya dengan cara membelinya dengan uang zakat kemudian memerdekakannya. Jadi zakat digunakan sebagai dana untuk membebaskan dirinya agar ia merdeka.
6.
Gharimin Gharim adalah orang- orang yang berhutang dan menghadapi kesulitan untuk melunasinya. Yusuf
Qardhawi mendefinisikannya
sebagai orang yang berhutang yang sulit dilunasinya. Hutang itu timbul melalui kegiatan- kegiatan sosial, bukan kemaksiatan.32 7.
Fi Sabilillah Pada awalnya sesuai dengan konteks sosial, fi sabilillah diartikan dengan sekelompok orang yang berjuang, berperang menegakkan agama Allah SWT. Zakat digunakan sebagai dana atau biaya angkatan perangnya. Pengertian ini wajar, karena penggunaan kata sabilillah
31
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), cet. 2, h. 183 32
Yusuf Qardhawi, Al- „ibadah Fi al-Islam, (Mesir, Muassasah al-Risalah, 1979), h.250
29
mutlak digunakan untuk peperangan, sebab Allah SWT sering mengaitkannya dengan kata al-qatl dan al-jahd yang berarti berperang. Misalnya dalam ayat berikut:
Artinya: dan perangilah di jalan Allah orang- orang yang memerangikamu..(QS 2: 190) 8.
IbnuSabil Ibnu sabil adalah orang yang sedang dan akan melaksanakan perjalanan dengan tujuan kebaikan. Tetapi dia kekurangan biaya untuk mencapai tujuan dari perjalanan itu. Dengan zakat diharapkan dia sampai ke tujuan.
E. Manajemen Pengelolaan Zakat Manajemen merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, “managemen” yang berakar kata “manage” yang berarti “control” control dan “succed” sukses.33 Sedangkan secara istilah dikemukakan oleh James Stoner bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha para anggota organisasi dengan menggunakan symber daya yang ada agar mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.34
33
Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modern, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.
34
Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), cet. 1, h. 63
71
30
Mary Parker Follet memiliki definisi yang berbeda dengan Stoner, dia mengartikan manajemen adalah seni dalam menyelesaikan tugas pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan menurut Hani Handoko manajemen adalah bekerja dengan orang- orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan- tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi- fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia atau kepegawaian, pengarahan dan kepemimpinan serta pengawasan.35 Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pengelolaan zakat adalah sistem atau cara yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat untuk mengelola zakat itu sendiri sehingga bisa tersalurkan kepada orang- orang yang memang berhak untuk menerimanya. Seperti pengumpulan, pengambilan, pendayagunaan dan pendistribusian. Dasar hukum pengelolaan zakat itu sendiri adalah QS At-Taubah 103:
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Penyayang.
35
Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), cet. 1, h. 64
31
Berangkat dari perintah yang tersurat dan tersirat dari ayat di atas, yang diawali dengan “kata perintah” : Ambillah, seharusnya mekanisme pengumpulan dan penyaluran zakat adalah sebagai berikut: Muzakki
Amil/petugas
Mustahiq
Dengan demikian dalam pengelolaan zakat, Allah memerintahkan ada muzakki yang merupakan pembayar zakat, ada Amil sebagai pengumpul dan penyalur, dan ada mustahiq sebagai penerima zakat. MANAJEMEN ZAKAT 1.
Lembaga Pengelola Zakat a.
Eksistensi Lembaga Pengelola Zakat Pengelolaan zakat di Indonesia saat ini ada dua bentuk yaitu
pengelolaan zakat oleh pemerintah yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga pengelola zakat non pemerintah yaitu Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga Amil Zakat (LAZ) dibentuk oleh masyarakat dan mendapatkan pengukuhan dari pemerintah setelah memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan. 36 b.
Pendayagunaan dan Pengelolaan zakat Pengelolaan zakat sebagaimana disebut dalam UU RI No. 38
Tahun 1999 merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
36
dan
pengawasan
terhadap
pengumpulan
dan
Oneng Nurul Bariyah, Total Quality Managemen Zakat, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2012), cet. 1, h. 38
32
pendistribusian
serta
pendayagunaan
zakat.
Pengelolaan
dan
pendayagunaan zakat sebagai bentuk dari manajemen zakat. c.
Distribusi zakat kepada mustahiq Sebagaimana diketahui bahwa orang yang berhak menerima
zakat ada delapan kelompok, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, orang yang berutang (gharim), orang yang berjuan di jalan Allah (sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil). Dalam masalah penyaluran harta zakat ulama berbeda pendapat tentang distribusi zakat. Imam Syafi‟I dann pengikutnya berpendapat bahwa zakat harus diberikan kepada delapan kelompok secara merata. Sedangkan Abu Hanifah dan Imam Ahmad boleh memberikan zakat hanya kepada sebagian tidak semua asnaf yang delapan. Sementara Imam Malik berpendapat bahwa pemberian zakat didahulukan berdasarkan tingkat kebutuhan. Para ulama Mazhab juga berpendapat tentang larangan pemindahan zakat dari suatu Negara ke Negara yang lain. Demikian pendapat Imam Malik dan Imam Syafi‟I. Sedangkan Abu Hanifah dan Imam Ahmad menyatakan boleh memindahkan zakat dari suatu Negara ke Negara lain jika penduduk Negara itu berkecukupan.37 2.
Deskripsi Manajemen Mutu Kinerja Lembaga Pengelola Zakat a.
37
Kepemimpinan
Oneng Nurul Bariyah, Total Quality Managemen Zakat, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2012), cet. 1, h. 44
33
Pengetahuan tentang misi dan visi lembaga merupakan hal penting bagi setiap pegawai (amil). Untuk itu visi dan misi disampaikan kepada para pegawai saat mulai bekerja dalam bentuk pelatihan serta pada kegiatan rutin bagi keseluruhan pegawai. Intensitas pertemuan ditentukan secara berkala, ada yang mingguan, bulanan, serta akhir tahun. b.
Perencanaan Strategis Perencanaan strategis sebagai bagian dari manajemen yang
membuat rencana kerja jangka panjang, menengah, dan tahunan. Setiap lembaga pengelola zakat memiliki RENSTRA lembaga. Demikian pula strategi pencapaian, rencana tindakan dan indicator kunci. c.
Fokus pada pengelolaan Mustahiq dan muzakki Data mustahik dan muzakki terhimpun dalam data base. Dengan
adanya data tersebut dapat diketahui jumlah muzakki dan mustahik yang ada pada lembaga. Data mustahik dan muzakki pada lembaga pengelola zakat harus dapat dilihat dalam media website masingmasing. d.
Pengukuran dan Analisis Manajemen Pengukuran kinerja lembaga tertuang dalam bentuk laporan
rutin tertulis kinerja unit setiap lembaga. e.
Sumber daya Amil
34
Sumber daya manusia dalam hal ini amil (pegawai) merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan operasional lembaga pengelola zakat. Semua lembaga pengelola zakat memberikan gaji/insentif bagi para amil. Begitu pula penghargaan atas prestasi yang dicapai. f.
Pencapaian Hasil Hasil yang dicapai oleh lembaga pengelola zakat berupa dana
ZIS yang terkumpul, pengelolaan dan penyalurannya. Dalam hal ini terdapat pula daftar mustahik dan muzakki dalam periode tertentu. Setiap lembaga memiliki daftar capaian hasil serta penyalurannya. Penjelasan secara rinci dari deskripsi kinerja lembaga pengelola zakat
disajikan
penghimpunan
dalam zakat
uraian (Fundrising
yang
meliputi:
manajemen
Managemen),
manajemen
pengelolaan dan pendayagunaan zakat (Empowering Managemen), manajemen keuangan dan akuntasi (Finance anda Accounting managemen), dan Manajemen amil (amil Managemen).
3.
Manajemen Penghimpunan Zakat (Fundrising Managemen) Fundrising merupakan kegiatan dalam rangka penghimpunan dana dan sumber dana lainnya dari masyarakat baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau pemerintah yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional
35
lembaga dalam rangka mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan Fundrising berujuan untuk menghimpun dana dan donatur. Fundrising
juga
merupakan
sarana
untuk
menghimpun
simpatisan juga pendukung. Kegiatan fundrising dapat pula menjadi sarana dalam upaya membangun citra lembaga dan menjadi tujuan utamanya memberikan kepuasan bagi para donatur. Bagi lembaga yang didirikan untuk melaksanakan syari‟at agama seperti lembaga pengelola zakat, kegiatan fundrising ditujukan untuk melaksanakan tujuan dari pemberlakuan syari‟ah itu sendiri yaitu mewujudkan kemaslahatan, membangun kemandirian umat, dan terwujudnya keadilan distributive sehingga dapat merubah kehidupan para mustahik idealnya mereka menjadi muzakki. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi penggalangan dana yang dilakukan lembaga pengelolaan zakat baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah sebagai berikut: a.
Sumber dana: individual, perusahaan (corporate fund), lembaga pemerintah, dan pendapatan usaha (earned income): unit usaha yang dikelola dari berbagai sumbangan yang diberikan oleh perusahaan
b.
Media yang digunakan: cetak, elektronik, internet, dan media komunikasi
36
4.
Manajemen
Pengelolaan
dan
Pendayagunaan
Zakat
(Empowering Managemen) Bagian ini akan memaparkan praktek pengelolaan dan pendayagunaan zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Pada bagian ini dibahas pula mengenai pola pendayagunaan yang dilakukan
masing-
masing
lembaga
beserta
program
pendayagunaannya. Bagian ini merupakan bagian dari indicator sitem manajemen mutu terkait mustahik dan muzakki.38 Untuk penyaluran dana BAZNAS memiliki beberapa program. Program tersebut secara garis besar terdiri atas: program kemanusiaan, program kesehatan, program pendidikan, program ekonomi, dan program dakwah. Adapun alokasi dana untuk program kemanusiaan sebanyak 10%, program
kesehatan sebanyak 20%, program
pendidikan 25%, program ekonomi sebanyak 35%, dan program dakwah sebanyak 10%. Program yang dilakukan yaitu Indonesia Cerdas, Indonesia Makmur, Indonesia Peduli, Indonesia Talwa, dan Indonesia Sehat. Seluruh program tersebut dilaksanakan diberbagai daerah yang berada diseluruh Indonesia melalui unit salur zakat yang tersebar di berbagai daerah.
38
Oneng Nurul Bariyah, Total Quality Managemen Zakat, (Jakarta: Wahana Kardofa, 2012), cet. 1, h. 79
37
F. Macam- Macam Zakat
Secara umum zakat terbagi menjadi dua :pertama, zakat yang berhubungan dengan badan atau disebut zakat fitrah. Kedua, zakat yang berhubungan dengan harta atau zakat mal. a. Zakat Fitrah Zakat fitrah dilihat dari segi kebahasaan bermakna membersikan jiwa atau diri dengan cara mengeluarkan harta dan diberikan kepada mereka yang sangat memerlukan harta tersebut. Sedangkan menurut istilah dalam syari‟ah Islam, zakat fitrah adalah mengeluarkan beras atau bahan makanan pokok sebesar kuranglebih 2,5 kg (kurang lebih 3,5 liter), atau nilainya yang sepadan dengan jumlah tersebut, dan didistribusikan kepada mereka yang memerlukannya, untuk membersihkan diri atau jiwa yang mengeluarkannya. 39 Dalam pengertian lain zakat fitrah menurut istilah adalah zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim dari sebagian hartanya kepada orangorang yang membutuhkan untuk mensucikan jiwanya serta menambal kekurangan- kekurangan yang terdapat pada puasanya seperti perkataan yang kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya.40 Hadits yang berkaitan tentang kewajiban zakat fitrah adalah sebagai berikut:
39
Tim Penyusun, MengenalHukum Zakat danInfak/ sedekah, (Jakarta: BAZIS, 1999), h.
15 40
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 395
38
Telah menceritakan kepada kami „Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi‟ dari Ibnu „Umar radliallahu „anhuma bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah satu sha‟ dari kurma atau sha‟ dari gandum bagi setiap orang yang merdeka maupun hamba sahaya (budak), laki-laki maupun perempuan dari kaum muslimin. Zakat fitrah boleh dikeluarkan di awal malam bulan Ramadhan, namun penundaannya hingga akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini, ada 5 waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yiatu: 1.
Waktu boleh, yaitu pada permulaan Ramadhan, mengingat sudah terpenuhinya sebab perrtama diantara dua sebab diwajibkannya zakat yaitu Ramadhan dan Idul fitri.
2.
Waktu wajib, yaitu akhir Ramadhan dan awal syawal.
3.
Waktu utama, yaitu setelah shalat shubuh dan sebelum shalat idul fitri.
4.
Waktu makruh, setelah shalat idul fitri, meskipun memang disunnahkan mengakhirkannya untuk menunggu orang yang dekat seperti tetangga selama belum terbenam matahari.
5.
Waktu haram, yaitu waktu yang dilarang untuk menunda- nunda pembayaran zakat fitrah, yaitu akhir hari raya Idul Fitri ketika matahari telah terbenam.
b. Zakat mal
39
Zakat mal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat- syarat wajib zakat.41 Zakat mal itu sendiri terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan jenis harta yang dimiliki. Antara lain sebagai berikut: 1. Zakat Binatang Ternak Hewan ternak dinamakan al-an‟am karena banyaknya nikmat Allah yang dianugerahkan kepada hambanya melaui hewan tersebut. hewan ternak itu mencangkup unta, sapi dan kambing. 42 Syarat- syarat zakat ternak: a)
Sampai nishab, yaitu mencapai kuantitas tertentu yang ditetapkan hukum syara‟, jumlah minimal (nishab).
b) Telah dimiliki satu tahun, menghitung masa satu tahun anak-anak ternak berdasarkan masa satu tahuninduknya. c)
Digembalakan, maksudnya adalah sengaja diurung sepanjang tahun dengan dimaksudkan untuk memperoleh susu,daging dan hasil perkembang biakannya.
d) Tidak dipekerjakan demi kepentingan pemiliknya, seperti untuk membajak,mengairi tanaman, alat transportasi, dan sebagainya. 43 Nishab atas zakat binatang ternak:
41
Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2006), h. 18 42 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 350 43
170-172
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa dan Mizan, 1986), h.
40
1) Unta Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta, ia terkena kewajiban zakat. Selanjutnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah. Sesuai dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim: 44
.
Artinya: “Tidak ada kewajiban zakat pada unta yang kurang dari lima ekor”. maka dapat dibuat table sebagai berikut:45 Jumlah (ekor)
Zakat
5-9
1 ekor kambing
10-14
2 ekor kambing
15-19
3 ekor kambing
20-24
4 ekor kambing
25-35
1 ekor anak unta betina umur 1 tahun lebih
36-45
1 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih
45-60
44
1 ekor anak unta betina umur 3 tahun
Imâm Abî Husain Muslim bin Hajjâj, Şahîh Muslim, (Riyâ
Maktabah al-Rusyd,
1991) h. 675 45 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa dan Mizan, 1999), h. 176
41
lebih 61-75
1 ekor anak unta betina umur 4 tahun lebih
76-90
2 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih
91-120
2 ekor anak unta betina umur 3 tahun lebih
2) Ternak Unggas Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Akan tetapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 dinar (1 dinar =4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang berternak unggas atau perikanan,, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5 %.46 3) Sapi
46
25
Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2006), h.
42
Sapi adalah binatang ternak yang wajib dizakatkan apabila telah mencukupi satu nisab. Termasuk kedalam jenis sapi adalah kerbau, dan zakat kedua binatang itu juga sama. Berdasarkan kesepakatan ulama sapi atau kerbau yang kurang dari tiga puluh ekor tidak wajib dizakatkan. Sehingga sapi dan kerbau baru dikeluarkan zakatnya setelah mencapai tiga puluh ekor, seperti tabel berikut:
Jumlah (ekor) 30-39
Zakat 1
ekor
anak
sapi
jantan
atau
betina/seekor anak kerbau umur 1 tahun 40-59
1 ekor anak sapi betina/seekor anak kerbau umr 2 tahun
60-69
2 ekor anak sapi jantan
70- 79
Seekor anak sapi betina (umur 2 tahun) ditambah anak sapi jantan (umur 1 tahun)
80- 89
2 ekor anak sapi betina umur 2 tahun
90- 99
3 ekor anak sapi jantan umur 1 tahun
4) Zakat kambing Domba
43
Yang dimaksud kambing disini adalah kambing domba dan kambing kacangan, karena keduanya adalah satu jenis.47 Kewajiban zakat atas ternak kambing apabila telah mencapai empat puluh ekor dan seterusnya, sebagaimana rincian dalam table berikut: Jumlah (ekor)
Zakat
40-120
1 ekor kambing
121-200
2 ekor kambing
201-399
3 ekor kambing
400- 499
4 ekor kambing
500-599
5 ekor kambing48
2. Zakat Emas dan Perak Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena itu segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk ke dalam kategori emas dan perak, sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
47
Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 165 48
205
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa dan Mizan, 1986), h.
44
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dan lain- lain. Yang melebihi keperluan menurut syara‟ atau dibeli/ dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu- waktu dapat diuangkan. Pada emas dan perak lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang- barang tersebut. Nishab atas zakat emas dan perak: Sesungguhnya kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak terikat dengan dua syarat: 1. Mencapai Nishab 2. Memilikinya genap satu tahun dengan hitungan hijriyah semenjak memilikinya , dan nisab harus sempurna dalam setahun penuh. Nishab emas adalah 20 dinar (85gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, makaia terkena wajib zakat sebesar 2,5 %.49 Sesuai dengan Hadits Nabi berikut:
49
Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.
25 50
h. 272
Abu Daud Sulaimân bin Ats‟asy, Sunan Abî Daud, (Riyâ
Maktabah al-Ma‟ârif, 2002,
45
Artinya: Dari Ali, ia berkata : Rasulullah Saw, bersabda: “aku telah membebaskan kalian dari zakatnya kuda dan hamba, karena itu keluarkanlah zakatnya perak, yaitu untuk setiap 40 dirham, (zakatnya) satu dirham, dan tidak ada kewajiban zakat pada 190 (dirham), tetapi apabila sudah mencapai 200 (dirham), maka (zakatnya) 5 dirham.” (HR Ahmad, Abu daud, dan Tirmidzi). 3. Zakat Harta Perniagaan Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat- alat,pakaian,makanan, perhiasan, dan lain- lain. Perniagaan
tersebut
diusahakan
secara
perorangan,
atau
perserikatan sepertiCV, PT, Koperasi, dan sebagainya. Zakat atas harta perniagaan: Harta perniagaan nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha padaakhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan laba) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00) maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %. Usaha yang bergerak di bidang jasa, sperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, rental mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara,danlain- lain, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 cara : a. Pada perhitungan akhir tahun (tutupbuku) seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung termasuk barang (harta)
46
penghasiljasa, sperti hotel, taksi, kapal, dan lain-lain, kemudian dikeluarkan zakatnya 2,5 %. b. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. 4. Zakat Hasil Pertanian Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji- bijian, umbi- umbian, sayur- mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput- rumputan, dan lain- lain. Nisab dan kadar zakat hasil pertanian: Adapaun nishab hasilpertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 653 kg (gabah kering). Hal tersebut berdasarkan riwayat dari Jabir, dari Rasulullah SAW., “…tidak wajib bayar zakat padakurma yang kurang dari 5 ausuq” (HR Muslim). Ausuq adalah bentuk jamak (plural) dari wasaq,dimana 1 wasaq = 60 sha‟, sedangkan 1sha‟= 2,176 kg, maka 5 wasaq adalah 5x60x2,176= 652,8 kg, dibulatkan menjadi 653 kg. Apabila hasil pertanian tersebut termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain- lain, maka nishabnya adalah 653 kg. akan tetapi, jika hasil pertanian itu bukan makanan pokok, seperti buah- buahan, sayur- sayuran,daun, bunga,
47
dan lain- lain, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah negeri tersebut. Kadar zakat untuk hasil pertanian, yang apabila diairi dengan air hujan, atau sungai atau mata air adalah 10%, sedangkan apabila diairi dengan disirami atau irigasi maka zakatnya 5%. Dalam Nabijuga dijelaskan sebagai berikut:
Artinya: Dari Jabir, dari Nabi Saw, Ia bersabda: “ Pada (tanaman)yang mendapat air dari sungai dan hujan, (zakatnya) sepersepuluh (10%), dan pada(tanaman) yang disiram dengan tenaga binatang, (zakatnya) seperduapuluh (5%). (HR Ahmad, Muslim, Nasai,dan Abu Daud).51 Hasil pertanian yang bukan merupakan makanan pokok, seperti buah- buahan, sayur- sayuran,bunga, daun, dammar, kayu dan lain- lain, yang memiliki musimpanen tertentu, zakatnya dihitung setiap kali musim panen. Sedang hasil pertanian yang tidak memiliki musim panen tertentu atau panen secaraterus menerus, zakatnya dihitung pada setiap akhir tahun. Nishabnya dihitung berdasarkan harga yang senilai dengan harga nishab makanan pokok yang berlaku di negeri yang bersangkutan. 5. Rikaz
51
Mu‟ammal Hamidy dan Imron AM dan Umar Fanany, Terjemah Nailul Authar, (Surabaya: PT Bina Ilmu), jilid. 3, h. 1184
48
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau bisa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Termasuk dalam rikaz yaitu harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis berhadiah. Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi criteria zakat wajib dizakati sebesar 20 % (1/5). 6. Zakat Profesi dan Zakat Wiraswasta Wiraswasta yang dimaksud disini ialah pekerjaan yang tidak terikat dengan Negara, seperti pekerjaan dokter, insyinyur, sarjana hukum, penjahit, tukang batu, dan lain- lain. Adapun pekerjaan yang terkait dan terikat dengan pemerintah atau yayasan dan badan usaha umum atau khusus ialah yang para pegawainya menerima
upah
bulanan.
Penghasilan
yang
diperoleh
wiraswastawan atau pegawai negeri itu dikenal dalam fiqih dengan istilah al-mal almustafad.52 Pengertian Profesi menurut Yusuf Qardhawi adalah kegiatan atau pekerjaan yang penghasilan atau pendapatannya diusahakan melalui keahliannya seperti dokter, arsitek, dan lain-lain . Sedangkan menurut Wahbah Zuhaily Profesi adalah kegiatan penghasilan atau pendapatan yang diterima seseorang melalui usaha sendiri, seperti dokter, insinyur, dan lain-lain.
52
Yusuf al- Qardhawi, Fiqh al-Zakat, h. 487
49
Landasan zakat profesi itu sendiri adalah QS. AdzDzariyat: 19
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. Adapun nisab, waktu dan kadar zakat profesi tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan. Pertama, Jika dianalogikan pada zakat perdagangan maka kadar, nisab dan waktunya sama dengannya, sama pula dengan zakat emas dan perak. Nisabnya 85 gram emas, kadarnya 2,5 % dan waktunya setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok. Kedua, jika dianalogikan pada zakat pertanian, nisabnya 653 kg padi, kadarnya 5 % dan waktunya dikeluarkan
pada
setiap
mendapatkan
gaji.
Ketiga,
jika
dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nisab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya. 53 Dari penjelasan di atas penulis dapat memberikan kesimpulan bahwasanya zakat itu wajib bagi seluruh umat muslim di dunia, karena perintah zakat itu sendiri sudah dijelaskan di dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat harta yang telah dianugerahkan. Salah satu caranya adalah dengan menunaikan zakat dari harta tersebut.
53
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 96
BAB III Pengelolaan Zakat Menurut Undang- Undang
A. Sejarah Pengelolaan Zakat 1. Pengelolaan Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Sahabat Sebelum penulis membahas tentang pengelolaan zakat menurut Undang- undang alangkah lebih baiknya kita mengetahui terlebih dahulu sejarah pengelolaan zakat pada zaman dahulu. Pada masa Rasulullah zakat dikelola oleh pemerintah. Nabi turun tangan sendiri dan memberi petunjuk operasionalnya. Sahabat Muadz ibn Jabal ditunjuk sebagai pengumpul dari dan untuk penduduk di kota Yaman, (desentralisasi) dalam penyaluran, tapi sentralisasi dalam kebijakan. Begitu juga pada masa sahabat Abu Bakar ra, zakat dikelola langsung oleh pemerintah, bahkan pada masa Abu Bakar yang tidak berzakat diperangi. Abu bakar turun sendiri untuk mengawasi dan zakat profesi pada masa itu belum diwajibkan. Pada masa Sahabat Umar bin Khatab ra, karena baitul maal pada masa itu dananya makin banyak berasal dari wilayah yang ditaklukan, jadi ada bagian zakat yang dibagikan di wilayah namun ada juga yang disetor ke pusat. Pada masa sahabat Usman bin Affan agak sedikit berbeda, zakat tetap dikelola oleh pemerintah namun karena baitul maal penuh maka muzakki atas nama Khlaifah boleh langsung
50
51
membagikan ke asnaf. Zaid ibn Tsabit diangkat khusus untuk bagian keuangan Negara (baitul maal). Sedangkan pada masa sahabat Ali biin Abi Thalib sama dengan masa Usman, Ali turun mengawasi sendiri.1
2. Pengelolan Zakat di Masa Penjajahan Zakat sebagai bagian dari ajaran Islam wajib ditunaikan oleh umat Islam terutama yang mampu (aghniya’), tentunya sudah diterapkan dan ditunaikan oleh umat Islam Indonesia berbarengan dengan masuknya Islam ke Nusantara. Kemudian ketika Indonesia dikuasai oleh para penjajah, ara tokoh agama Islam tetap melakukan mobilisasi pengumpulan zakat . Pada masa penjajahan Belanda, pelaksanaan ajaran Islam (termasuk zakat) diatur dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini pemerintah tidak mencampuri masalah pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam dan bentuk pelaksanaannya sesuai dengan syari’at Islam.2
3. Pengelolan Zakat di Awal Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat juga diatur pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun 1951 barulah Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 1
2
Hidayat Nur Wahid, Zakat & Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006), cet. 1, h. 87
Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel diakses pada Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com,
52
A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fithrah. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama hanya menggembirakan dan menggiatkan masyarakat untuk menunaikan
kewajibannya melakukan
pengawasan supaya pemakaian dan pembagiannya dari pungutan tadi dapat berlangsung menurut hukum agama.3
4. Pengelolaan Zakat di Masa Orde Baru
Pada masa orde baru, Menteri Agama menyusun Rancangan UndangUndang tentang Zakat dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) dengan surat Nomor : MA/095/1967 tanggal 5 Juli 1967. Dalam surat Menteri Agama tersebut disebutkan antara lain : “Mengenai rancangan undang-undang zakat pada prinsipnya, oleh karena materinya mengenai hukum Islam yang berlaku bagi agama Islam, maka diatur atau tidak diatur dengan undang-undang, ketentuan hukum Islam tersebut harus berlaku bagi umat Islam, dalam hal mana pemerintah wajib membantunya. Namun demikian, pemerintah berkewajiban moril untuk meningkatkan manfaat dari pada penduduk Indonesia, maka inilah perlunya diatur dalam undang-undang”. Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut disampaikan juga kepada Menteri Sosial selaku penanggungjawab masalah-masalah sosial dan Menteri Keuangan selaku pihak yang mempunyai kewenangan dan wewenang
3
dalam
bidang
pemungutan.
Depag RI, Pedoman Zakat, 2002, hlm. 284
Menteri
Keuangan
dalam
53
jawabannya menyarankan agar masalah zakat ditetapkan denga peraturan Menteri Agama. Kemudian pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 5 tahun 1968 tentang pembentukan Bait al-Mal. Kedua PMA (Peraturan Menteri Agama) ini mempunyai kaitan sangat erat, karena bait almal berfungsi sebagai penerima dan penampung zakat, dan kemudian disetor kepada Badan Amil Zakat (BAZ) untuk disalurkan kepada yang berhak.
Pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ). Pada tahun yang sama dikeluarkan juga
PMA Nomor 5 tahun 1968 tentang
Pembentukan Bait al-Mal. Bait al-Mal yang dimaksud dalam PMA tersebut berstatus Yayasan dan bersifat semi resmi. PMA Nmor 4 tahun 1968 dan PMA Nomor 5 tahun 1968 mempunyai kaitan yang sangat erat. Bait al-Mal itulah yang menampung dan menerima zakat yang disetorkan oleh Badan Amil Zakat seperti dimaksud dalam PMA Nomor 4 Tahun 1968.4
Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor
4
Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel diakses pada Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com
54
16/1989 tentang Pembinaan Zaat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lain-lain. Pada tahun 1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti dengan instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
5. Pengelolaan Zakat di Era Reformasi
Pada era reformasi tahun 1998, setelah menyusul runtuhnya kepemimpinan nasional Orde Baru, terjadi kemajuan signifikan di bidang politik dan sosial kemasyarakatan. Setahun setelah reformasi tersebut, yakni 1999 terbitlah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Di era reformasi, pemerintah berupaya untuk menyerpurnakan sistem pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk
55
itulah pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat, yang kemudian diikuti dengan dikeleluarkannya Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 ini, pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh Pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah untuk tingkat kewilayahan dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas (organisasi masyarakat) Islam, yayasan dan institusi lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan prinsip pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh
masyarakat
bersama
pemerintah.
Pemerintah
dalam
hal
ini
berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dn pengelola zakat.5
Dari segi kelembagaan tidak ada perubahan yang fundamental dibanding kondisi sebelum tahun 1970-an. Pegelolaan zakat dilakukan oleh
5
Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel diakses pada Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com
56
Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah, tetapi kedudukan formal badan itu sendiri tidak terlalu jauh berbeda dibanding masa lalu. Amil zakat tidak memiliki power untuk menyuruh orang membayar zakat. Mereka tidak diregistrasi dan diatur oleh pemerintah seperti halnya petugas pajak guna mewujudkan masyarakat yang peduli bahwa zakat adalah kewajiban.
B. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang- Undang No. 38 Tahun 1999 Keberadaan organisasi pengelola zakat di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan perundang- undangan diantaranya yaitu UU No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999, dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.6 Undang- undang Republik Indonesia No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelolaan zakat di Indonesia terdiri dari 2 macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan amil zakat yang didirikan oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk oleh masyarakat. Dalam buku petunjuk teknis pengelola zakat yang dikeluarkan
6
Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2006), h. 3.
57
oleh Institut Managemen Zakat pada tahun 2001 dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelola zakat sebagai berikut:7 1.
Susunan Organisasi Badan Amil Zakat a. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan pelaksana. b. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota. c. Komisi pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota. d. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris, bagian kauangan ,bagian pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan. e. Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga professional dan lembaga pendidikan yang terkait.
2. Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) a. Dewan Pertimbangan 1). Fungsi
7
130
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.
58
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam Pengelolaan Badan Amil Zakat, meliputi aspek syariah dan aspek managerial.8 2). Tugas Pokok (1) memberikan garis- garis kebijakan umum Badan Amil Zakat. (2) mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas. (3) mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan Amil Zakat. (4) memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak. (5) memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan pelaksana dan Komisi pengawas. (6) menunjuk Akuntan Publik. b. Komisi Pengawas 1). Fungsi Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana. 2). Tugas Pokok
8
www.academia.edu/9624600/manajemen_lembaga_zakat_di_indonesia tanggal 30 Agustus 2015 (13.00)
diakses
pada
59
(1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan (2) Mengawasi pelaksanaan kebijakan- kebijakan yang telah ditetapkan Dewan pertimbangan. (3) Mengawasi Operasional kegiatan yang dilaksankan Badan Pelaksana, yang
mencangkup
pengumpulan,
pendistribusian
dan
pendayagunaan. (4) melakukan pemeriksaan oprasional dan pemeriksaan syariah. c. Badan Pelaksana 1) Fungsi Sebagi pelaksana Pengelola Zakat. 2) Tugas Pokok (1) Membantu Rencana Kerja (2) Melaksanakan oprasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. (3) Menyusun laporan Tahunan (4) Menyampaikan Laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah. (5) Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun keluar.
60
C. Alasan diberlakukannya Undang- Undang No. 23 tahun 2011 Alasan diberlakukannya Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 yang merupakan hasil amandemen Undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, merupakan salah satu kemajuan dalam penerapan prinsipprinsip syariah ke dalam hukum positif. Namun demikian pelaksanaan Undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dirasakan masih belum optimal untuk mengakomodir penyelenggaraan kewaiban zakat dalam sistem yang professional. Karenanya, undang- undang tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Berdasarkan alasan tersebut Komisi VIII DPR melakukan usul inisiatif perubahan terhadap Undang- undang tentang pengelolaan zakat agar kebijakan pengelolaan zakat dapat dilakukan secara terarah, terpadu, dan terkoordinasi dengan baik serta disesuaikan dengan kebutuhan saat ini, adapaun terkait dengan permasalahan ini agar Undang- undang No. 23 Tahun 2011 ini dapat berlaku efektif sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat tersebut. Adapun menurut Ahmad Juwaini Undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat telah berlaku selama 12 tahun. Undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat ini dinilai memiliki banyak kekurangan dan amat ringkas. Undang- undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat juga tidak memiliki peraturan pemerintah. Karena undang-
61
undang tersebut hanya menyebutkan bahwa aturan turunannya diatur dalam peraturan menteri. Sudah lama dirasakan dan diusulkan agar undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat direvisi atau diamandemen.9 D. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 Organisasi pengelola zakat adalah institusi yang bergerak di bidang pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah. Pada zaman Rasulullah SAW, dikenal sebuah lembaga yang disebut baitul maal. Baitul maal ini memiliki tugas dan fungsi mengelola keuangan Negara. Sumber pemasukannya berasal dari dana zakat, infaq, ghanimah, dan lain- lain. Sedangkan penggunaannya untuk asnaf mustahiq yang telah ditentukan, untuk kepentingan dakwah, pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatan infrastruktur, dan lain- lain.10 Di Indonesia sesuai yang diatur oleh pemerintah menurut Undangundang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan organisasi pengelola zakat. BAZNAS adalah badan pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, hal ini sesuai dengan makna yang terkandung pada pasal 1 poin 7 9
Ahmad Juwaini, catatan kritis Undang- undang pengelolaan zakat. (Jakarta: Info zakat, 2012), ed. VII, h. 30 10
www.academia.edu/9624600/manajemen_lembaga_zakat_di_indonesia tanggal 30 Agustus 2015 (13.00)
diakses
pada
62
Undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, yang berbunyi “ Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional”. Sedangkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang mengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sebagaimana juga terdapat pada pasal 1 point 8 Undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang berbunyi “ Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat”. Dalam pasal 7 Undang- undang No. 23 Tahun 2011 juga dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagai lembaga pengelola zakat, BAZNAS menyelenggarakan fungsi perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Dalam pasal 7 ayat (3) Undang- undang No. 23 Tahun 2011 juga dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS wajib melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Prwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam (1) Tahun.
63
Keanggotaan BAZNAS juga telah dijelaskan dalam pasal 8 Undangundang No. 23 Tahun 2011 bahwa BAZNAS dipimpin oleh ketua dan seorang wakil ketua, yang terdiri dari 11 (sebelas) orang anggota terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. 1. Fungsi dan Tugas Pokok organisasi pengelola zakat LAZ dan BAZNAS yang dulunya sejajar dan sama dalam tugas dan fungsi kini berbeda. Secara tegas dalam pasal 6 Undang- Undang zakat (UndangUndang Nomor 23 Tahun 2011) mengatur tentang tugas BAZNAS yakni BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelola zakat secara nasional. Sementara pada pasal 7 Undang- undang zakat tersebut mengatur fungsi BAZNAS dalam pengelolaan zakat secara nasional, yakni menyelenggarakan fungsi: a.
Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
b.
Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
c.
Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
d.
Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Sedangkan LAZ memiliki peran yang tidak jauh berbeda dengan tugas pokok sebelumnya, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan dan
64
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama namun cenderung bersifat membantu BAZNAS.11 E. Posisi KUA Dalam Pengelolaan Zakat KUA ssebagai lembaga Negara yang bergerak dibidang keagamaan pada tingkat Kecamatan, selain menjalankan fungsinya sebagai lembaga pencatat nikah juga memiliki fungsi lain yaitu salah satunya dalam pengelolaan zakat. Adapun posisi KUA Kecamatan dalam hal pengelolaan zakat menurut Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 tentang pelaksanaan Undangundang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, KUA kecamatan sebagai badan amil zakat menurut yang dibentuk oleh pemerintah mulai dari tingkat Kabupaten sampai tingkat kecamatan, yang selanjutnya disingkat dengan BAZDA dan BAZCAM. Adapun yang melatar belakangi pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) yaitu:12 a. Daerah Kabupaten oleh Bupati atas usul Kepala Kantor Urusan Departemen Agama Kabupaten/kota. b. Kecamatan oleh Camat atas usul Kantor Urusan Agama tingkat Kecamatan. Pengurusan BAZ terdiri dari unsur masyarakat muslim dan unsur pemerintah. 11
Pasal 17 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Pasal 2 Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. 12
65
Sebagai pengelola zakat KUA yang ditugaskan sebagai lembaga unit pelaksana zakat (UPZ) yang sering disebut BAZCAM dan BAZDA memiliki tugas pokok dan fungsinya sebagai badan pengelola zakat, yaitu: 1. Tugas Pokok Sebagai pengelola zakat, tugas poko BAZDA adalah: a. Menggali Potensi zakat b. Mengumpulkan harta/zakat c. Mengelola harta/zakat yang telah terkumpul d. Mendistribusikan zakat kepada mustahiq secara professional e. Mendayagunakan dana zakat f. Mengupayakan pengembangan zakat baik dari segi sumber maupun pemanfaatannya g. Menyusun pedoman zakat yang sederhana dan mudah dipahami oleh muzakki. 2. Fungsi Sebagai pengelola zakat, BAZDA akan memfungsikan diri sebagai lembaga pelayanan masyarakat yang akan berzakat (muzakki) dan bagi orang- orang yang membutuhkan bantuan dana zakat (mustahiq). Lembaga zakat yang ada saat ini di dunia Islam ada dua bentuk, yaitu lembaga zakat yang berada di bawah pemerintah serta lembaga pengelola zakat yang berada di bawah pengelola masyarakat, begitu juga
66
KUA yang menepatkan posisinya sebagai pengelola zakat ditingkat Kecamatan seperti yang kita ketahui menurut Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat sebagai salah satu lembaga yang mengatur pengelola zakat. Sebagai menampung,
lembaga mengelola
pengelola dan
zakat
menyalurkan
KUA
memiliki
tugas
pendayagunaan
zakat.
Pendayagunaan zakat yaitu penyaluran zakat kepada mustahiq yang memberi manfaat bagi mustahiq dalam memenuhi kebutuhan hidup baik jangka pendek maupun jangka panjang. Namun hal itu merubah posisi KUA, dengan direvisinya Undangundang Nomor 38 Tahun 1999 menjadi Undang- undang Nomor 23 Tahun 20111 tentang pengelolaan zakat KUA sudah tidak mempunyai kewenangannya sebagai pengelola zakat, karena dalam undang- undang Nomor 23 Tahun 2011 dijelaskan bahwa BAZNAS yang merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.13
13
Pasal 6 Undang- undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
BAB IV IMPLEMENTASI UNDANG- UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK
A. Sekilas Tentang KUA (kantor Urusan Agama) Kecamatan Limo 1.
Sejarah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo berdiri pada Tahun 1994, dulunya KUA Kecamatan Limo masih KUA Kemantren, tapi kemudian dipisah menjadi KUA Kecamatan Limo, Kepala KUA Kecamatan Limo yang pertama adalah Bapak H. Rohidi, kemudian beliau pensiun pada tahun 1998, kemudian digantikan oleh bapak Drs. Ngadiono. KUA Kecamatan Limo sudah mengalami 6 kali pergantian kepala KUA hingga sekarang yang dijabat oleh bapak Asnawi.1
2.
Fungsi dan Tugas Kantor Urusan Agama (KUA) a. Tugas KUA Kantor Urusan Agama adalah unit pelaksana teknis direktorat jenderal bimbingan masyarakat Islam yang bertugas melaksanakan
1
Wawancara langsung dengan Kepala KUA Kecamatan Limo, Kota Depok Bapak Asnawi,
S.Ag
67
68
sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten/ Kota di bidang urusan agama islam. b. Fungsi KUA 1) Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan nikah dan rujuk 2) Penyususnan statistik, dokumentasi dan pengelolaan sistem informasi manajemen KUA 3) Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga KUA 4) Pelayanan bimbingan keluarga sakinah 5) Pelayanan bimbingan kemasjidan 6) Pelayanan bimbingan pembinaan syariah serta 7) Penyelenggaraan fungsi lain di bidang agama islam yang ditugaskan oleh Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten/ Kota B. Praktek Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Kepala KUA Kecamatan Limo dan pihak KUA yang lain dapat diambil kesimpulan bahwasanya Implementasi Undang- undang tentang pengelolaan zakat (Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- undang No. 23 Tahun 2011) di KUA Kecamatan Limo belum sesuai dengan kenyataannya. Kepala KUA Kecamatan Limo Bapak Asnawi S.Ag menjelaskan bahwasanya Dulu pengelolaan Badan amil zakat nya sampek ke kecamatan
69
tetapi kalau sekarang cukup sampek ditingkat kabupaten kota. Dulu juga namanya BAZDA sekarang BAZNAS. Kalau tingkat kecamatan, kelurahan atau yang ada di sekitar masyarakat itu namanya UPZ (unit Pengumpul Zakat). Menurut UU No. 38 tahun 1999 lembaga pengelola zakat di tingkat kecamatan namanya BAZ ,kepengurusannya dibentuk oleh panitia atas usul dari Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi KUA hanya memiliki kewenangan mengusulkan kepada camat untuk dibentuk tim oleh camat, dan tim itulah yang akan bekerja menerima laporan untuk menjadi pengurus zakat. Sekarang juga masih begitu. Cuma namanya Unit Pengumpul Zakat (UPZ), tetapi kalau UPZ tidak boleh menyalurkan hanya pengumpul. Jadi kalau dulu BAZ sekarang UPZ, tapi kalau BAZ selain mengumpulkan juga menyalurkan kepada fakir miskin. Kalau UPZ Cuma mengumpulkan tetapi pada kenyataannya tidak begitu, mereka tetap menyalurkan.2 Selain dengan Kepala KUA, Penulis juga mewawancarai Bapak Saiful Millah salah satu pegawai KUA Kecamatan Limo yang Ahli dibidangnya, beliau menjelaskan kalau Menurut Undang- Undang No. 38 Tahun 1999 Pembentukan BAZ Provinsi oleh Gubernur, kalau BAZ tingkat kota oleh Bupati/ walikota, tingkat kecamatan itu oleh pihak kecamatan dengan usulan dari pihak KUA, hanya sebatas itulah membentuk BAZ tingkat kecamatan. Saat itu pihak KUA didudukkan pada sekertaris umumnya dalam
2
S.Ag
Wawancara langsung dengan Kepala KUA Kecamatan Limo, Kota Depok Bapak Asnawi,
70
kepengurusan BAZ, pengelolanya adalah staf- staf kecamatan sampai kelurahan, jadi secara otomatis siapapun yang jadi Kepala KUA akan menadi sekertaris umum dalam BAZ Kecamatan. Jadi sebatas itu aja. Mengenai pelaporannya itupun dilaporkan kepada BAZ tingkat kota. Sedangkan menurut undang- undang No. 23 Tahun 2011 peran itu dihilangkan, jadi BAZ terakhir hanya sampai tingkat Kota saja. adi tingkat kecamatan sudah tidak ada, tapi pihak BAZ tingkat kota berhak membentuk UPZ (unit pengumpul zakat) di wilayah kota itu. Jadi KUA pun menjadi semacam UPZ (unit pengumpul zakat), dan pelaporannya pun masuk ke tingkat kota. Dan zakat yang dikelolla oleh kita itu biasanya memang zakat fitrah, dan kita juga menggunakan perpanjangan tangan dari P3N (amil), nah itu biasanya mitra kerja kita, kita minta bantuan mereka untuk semacam memberikan laporan saja, laporan tertulis tentang kumpulan zakat fitrah. Sementara zakat mal biasanya langsung di laporkan ke BAZ tingkat Kota. 3 Menurut beliau yang menjadi alasan kenapa UPZ masih mengelola atau menyalurkan zakat adalah kurang adanya pemahaman tentang tugas UPZ itu sendiri. Karna sesuai dengan pasal 1 ayat (9) Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 bahwasanya Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat. Jadi hanya mengumpulkan.
3
Wawancara langsung dengan Bapak Saiful Millah pegawai KUA Kecamatan Limo (Senin, 14 September 2015)
71
C. Analisis Penulis Pada pasal 6 ayat (2) Undang- undang No. 38 Tahun 1999 Tentang pengelolaan zakat dijelaskan bahwa pembentukan badan amil zakat di tingkat Kecamatan dibentuk oleh camat atas usul Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi untuk implementasi undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo ada yang sudah sesuai yaitu peran KUA hanya mengusulkan kepada camat dalam pembentukan badan amil zakat tingkat kecamatan, dan ada juga yang kurang sesuai yaitu dalam undangundang tersebut tidak mencantumkan bahwa KUA memiliki peran sebagai pengawas tapi narasumber menjelaskan bahwa KUA juga sebagai pengawas. Untuk implementasi undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo ada yang sudah sesuai dengan undang-undang dan ada juga yang belum sesuai, untuk yang sudah sesuai yaitu kewenangan KUA yang sebelumnya dihapuskan, yaitu bukan lagi megusulkan kepada camat untuk pembentukan badan amil zakat tingkat kecamatan tetapi sudah berubah menjadi UPZ (unit pengumpul zakat). Sedangkan untuk yang tidak sesuai dengan undang-undang
adalah
kewenangan UPZ itu sendiri. di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 1 ayat (9) dijelaskan bahwasanya unit pengumpul zakat yang disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat, jadi tugasnya hanya mengumpulkan zakat saja, tapi pada kenyataannya sesuai dengan penjelasan para narasumber ternyata mereka
72
tidak hanya mengumpulkan zakat saja, tetapi juga menyalurkan zakat dan mengelola zakat. Selain itu kekurangan yang dimiliki oleh KUA Kecamatan Limo adalah tidak mempunyai laporan data tentang zakat yang seharusnya dibuat untuk dilaporkan kepada pihak kota. Jadi secara administrasi KUA Kecamatan Limo masih sangat kurang.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan skripsi penulis yang berjudul Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo Kota Depok, Penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Jadi kewenangan KUA menurut undang- undang No. 38 Tahun 1999 Tentang pengelolaan zakat dijelaskan pada pasal 6 ayat (2) yaitu pembentukan badan amil zakat di tingkat Kecamatan dibentuk oleh camat atas usul Kantor Urusan Agama (KUA), jadi KUA hanya memiliki kewenangan mengusulkan kepada camat untuk membentuk badan amil zakat (BAZ), hanya sekedar itu saja. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat kewenangan KUA yang ada pada Undang-Undang sebelumnya dihapuskan, tetapi KUA bisa menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang dibentuk oleh BAZNAS kabupaten/kota sesuai yang dijelaskan dalam pasal 16 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 yang berbunyi Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota
72
73
dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. 2.
Praktek pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo Kota Depok menurut undang- undang No. 38 Tahun 1999 Tentang pengelolaan zakat dijelaskan
oleh
narasumber
bahwasanya
KUA
hanya
memiliki
kewenangan mengusulkan kepada camat untuk membentuk badan amil zakat tingkat kecamatan, dan secara otomatis siapapun yang jadi Kepala KUA akan menadi sekertaris umum dalam badan amil zakat tingkat Kecamatan, Mengenai pelaporannya itupun dilaporkan kepada badan amil zakat tingkat kota. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat kewenangan KUA sudah di hapuskan, dan berubah menjadi unit pengumpul zakat (UPZ), unit pengumpul zakat itu sendiri hanya memiliki kewenangan mengumpulkan saja bukan menyalurkan, tetapi pada kenyataannya tidak demikian, mereka justru menyalurkan juga, jadi sudah tidak sesuai dengan kewenangannya. 3.
Kewenangan KUA Kecamata Limo menurut undang-undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat sudah sesuai dengan undangundang tersebut, yaitu hanya mengusulkan. Sedangkan menurut undangundang No. 23 Tahun 2011 sudah sesuai yaitu sebagai Unit Pengumpul Zakat (UPZ) tetapi kewenangannya belum sesuai, karena UPZ hanya
74
berwenang mengumpulkan saja bukan menyalurkan. Tapi kenyataannya mereka juga menyalurkan. B. Saran-saran Adapun bagian akhir dari skripsi ini, penulis memberikan saran-saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait adalah sebagai berikut : 1.
Kepada Pemerintah, khususnya BAZNAS untuk lebih tegas lagi dalam melaksanakan tugasnya sebagai badan yang bertugas mengelola zakat, baik
pengumpulan,
pendistribusian,
pendayagunaan,
maupun
pertanggungjawaban pelaksanaan. Harus mengawasi pelaporan juga. Karna pada kenyataannya masih ada KUA yang tidak memiliki catatan laporan pengelolaan zakat, salah satunya KUA Kecamatan Limo. 2.
Kepada KUA, supaya lebih bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya, tidak menyalahi aturan, supaya pelaksanaan pengelolaan zakat di Indonesia bisa terlaksana dengan baik, selain itu juga lebih bertanggungjawab terhadap laporan-laporan yang harus dibuat.
3.
Kepada masyarakat, supaya lebih sadar lagi akan kewajiban membayar zakat, tidak hanya zakat fitrah tetapi juga zakat harta (zakat mal).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâ‟îl, Şahîh al-Bukhârî. Riyâ 2006.
Maktabah al-Rusyd,
Alhafidz, Ahsin W , Kamus Fiqh. Jakarta: Amzah, 2013. Ali, Nuruddin Mhd. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Jakarta: Rajawali Pers, 2006. Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah Thaharah Shalat Zakat Puasa dan Haji. Jakarta: Amzah, 2013. Bariadi, Lili dan Muhammad Zen, dkk, Zakat dan Wirausaha. Jakarta: Centre For Entrepreneurship Development, 2005. Bariyah, Oneng Nurul, Total Quality Managemen Zakat. Jakarta: Wahana Kardofa, 2012.
Depag RI, Pedoman Zakat, 2002. Djuanda, Gustiana, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Hafidhuddin, Didin. Zakat Infak & Sedekah. Jakarta: Baznas, 2005. __________, Zakat Dalam Perekonomian Modern, mengutip dari Majma Lughah al-„Arabiyyah. Jakarta: Gema Insani, 2002. Hamidy, Mu‟ammal dan Imron AM, dkk, Terjemah Nailul Authar. Surabaya: PT Bina Ilmu. Husnan, Ahmad.Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1996. Inayah, Gazi, Teori Komprehensip Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2003. Juwaini, Ahmad, catatan kritis Undang- undang pengelolaan zakat. Jakarta: Info zakat, 2012.
75
76
Kamal, Abu Malik, Ensiklopedi Fiqih Wanita. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004. Mufraini, Arifin, AkutansidanManajemen Zakat. Jakarta: Kencana, 2006. Muslim, Imâm Abî Husain bin Hajjâj, Şahîh Muslim. Riyâ 1991.
Maktabah al-Rusyd,
Qardhawi, Yusuf, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2005. __________, Hukum Zakat, Terj. Salaman Harun, dkk. akarta; Litera Antarnusa dan Mizan, 1986. __________, Al- ‘ibadah Fi al-Islam. Mesir, Muassasah al-Risalah, 1979. Qadir, Abdurrachman, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah, mengutip dari al- Zakah wa Tathbigatuha al- Mu’ashirah Daral- Wathan. Jakarta: Srigunting, 2001. Ritonga, Rahman dan Zainuddin, Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002. Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap dan masrukhin. Jakarta; Cakrawala Publishing, 2011. __________, Panduan Zakat Menurut Al- Qur’an dan As- Sunnah, Terj. Beni Sarbeni. Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005. Sari, Elsi Kartika.Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf.Jakarta: CikalSakti : 2007. Sudewo, Eri, Manajemen Zakat. Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004. Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN malang Pers, 2007. Sulaimân, Abu Daud bin Ats‟asy, Sunan Abî Daud. Riyâ 2002.
Maktabah al-Ma‟ârif,
Tulus. Pedoman Zakat. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006.
77
Tim Penyusun, Undang- Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan & Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2012. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve. Wahid, Hidayat Nur, Zakat & Peran Negara. Jakarta: Forum Zakat, 2006. Wawancara Langsung dengan Bapak H. Asnawi, S.Ag Kepala KUA Kecamatan Limo Kota Depok Wawancara Langsung dengan Bapak Saiful Millah, S.Ag, Penghulu KUA Kecamatan Limo Kota Depok Wiwoho, dkk. Zakat dan Pajak. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1991. Zuhayli, Wahbah, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh. Beirut: Dar al-Fikri, 1987. Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah. Jakarta: Lembaga Peneltian UIN Syarif Hidayatullah, 2008. www.academia.edu/9624600/manajemen_lembaga_zakat_di_indonesia Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel diakses pada Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
. Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Cipulat Jakarta 15412. Indonesia
Nomor Lampiran Perihal
:Un.01/F4/PP.00.9/ ((3e/2015
Telp. (62-21) 74711537. 7401925 Fax. (62-21) 7491821 Website: www.uinjkt.ac.id E-mail:
[email protected]
Jakarta, 26 Mei 2015
: Mohon Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi Kepada Yang Terhormat, Afwan Faizin, MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) ·DiJAKARTA Assa/amu'a/aikum Wr. Wb. Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembirnbing skripsi mahasiswa : Nama : Nur Azizah NIM : 1111044100063 Prodi/Konsentrasi : Peradilan Agama Judul Skripsi : /mp/ementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Penge/o/aan Zakat di KUA Kecamatan D%po Madiun Jawa Timur Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan penyempu rn aan. 2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya IImiah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta" Demikian atas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih Wassa/amu'a/aikum W. W.
Tembusa n : 1. Kasubag Akademik &kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum 2. Sekretaris Program Studi Ahwal al Syakhshiyah 3. Arsip
KEMENTERIAN AGAMA
KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LIMO
KOTADEPOK Jl. Limo Tengah No. 71 Telp. (021) 7536182 Kode Pos 16531
SURAT KETERANGAN Nomor: Kk.l0.22.06/HM.02/538/2015
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Limo, Kota Depok Provinsi Jawa Barat, dengan ini menerangkan bahwa:
NO
NAMA
NIM
FAKULTAS / JURUSAN
1
NURAZIZAH
1111044100063
SYARI'AH / AHWAL SYAKHSIAH
Telah melakukan observasi dan wawancara ke Kantor Urusan Agama Kecamatan Limo KOla Depok - Jawa Barat pada tanggal 14 September 2015.
Demikian surat keterangan sebagaimana mestinya.
llll
kami buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan
HASIL WAWANCARA
DENGAN KEPALA KUA KECAMATAN LIMO
Narasumber
: Bapak H. Asnawi, S.Ag
Haril Tanggal : Kamis, 3 September 2015
Waktu
: 14.00 sid selesai
Tempat
: KUA Kecamatan Limo
1. Bagaimana sejarah berdirinya KUA Kecamatan Limo? Jawab : Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo berrl:ri pada Tahun 1994, dulunya KUA Kecamatan Limo masih KUA Kemantren, tapi kemudian dipisah menjadi KUA Kecamatan Limo, Kepala KUA Kecamatan Limo yang pertama adalah Bapak H. Rohidi, kemudian beliau pensiun pada tahun 1998, kemudian digantikan oleh bapak Drs. Ngadiono. KUA Kecamatan Limo sudah mengalami 6 kali pergantian kepala KUA hingga sekarang yang dijabat oleh bapak Asnawi.
2. Setahu bapak bagaimana kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011? Jawab : Dulu pengelolaan Badan amil zakat nya sampek ke kecamatan tapi kalau sekarang cukup sampek ditingkat kabupaten kota. Dulu juga namanya BAZDA sekarang BAZNAS. Kalau tingkat kecamatan, ke1urahan atau yang ada di sekitar masyarakat itu namanya UPZ (unit Pengumpul Zakat). Menurut UU
No. 38 tahun 1999 lembaga pengelola zakat di tingkat kecamatan namanya BAZ ,kepengurusannya dibentuk oleh panitia atas usul dari Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi KUA hanya memiliki kewenangan mengusulkan kepada camat untuk dibentuk tim oleh camat, dan tim itulah yang akan bekeIja menenma laporan untuk menjadi pengurus zakat. Sekarang juga masih begitu. Cuma namanya Unit Pengumpul Zakat (UPZ), Cuma kalau UPZ tidak boleh menyalurkan hanya pengumpul. Jadi kalau dulu BAZ sekarang UPZ, tapi kalau BAZ selain mengumpulkan juga menyalurkan kepada fakir miskin. Kalau UPZ Cuma mengumpulkan tapi pada kenyataannya tidak begitu, mereka tetap menyalurkan.
3. Apakah ada perbedaan yang mendasar diantara kedua Undang- Undang tersebut khususnya tentang kewenangan KUA? Jawab : ya tentu ada, ya itu tadi tentang kewenangan KUA yang sudah dihapuskan, tidak seperti dulu lagi.
4. Sudah sesuaikan peran KUA Kecamatan Limo dengan Undang- undang pengelolaan zakat di Indonesia ini? Jawab : Va, sudah.
5. Bagaimanakah pendayagunaan dana zakat di KUA Kecamatan Limo ini? Jawab: untuk orang-orang sekitar saja di Kecamatan Limo ini
HASIL WAWANCARA
DENGAN PEGAWAI KUA KECAMATAN LIMO
Narasumber
: Bapak Saiful Millah, S.Ag
Haril Tanggal : Senin, 14 September 2015
Waktu
: 12. 00 sid se1esai
Tempat
: KUA Kecamatan Limo
I. Bagaimana sejarah berdirinya KUA Kecamatan Limo? Jawab : Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo berdiri pada Tahun 1994, dulunya KUA Kecamatan Limo masih KUA Kemantren, tapi kemudian dipisah menjadi KUA Kecamatan Limo, Kepala KUA Kecamatan Limo yang pertama adalah Bapak H. Rohidi, kemudian beliau pensiun pada tahun 1998, kemudian digantikan oleh bapak Drs. Ngadiono. KUA Kecamatan Limo sudah mengalami 6 kali pergantian kepala KUA hingga sekarang yang dijabat oleh bapak Asnawi.
2. Setahu bapak bagaimana kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 ?
Jawab:
Menurut Undang- Undang NO. 38 Tahun 1999 Pembentukan BAZ Provinsi oleh Gubemur, kalau BAZ tingkat kota oleh Bupati/ walikota, nah tingkat kecamatan itu oleh pihak kecamatan dengan usulan dari pihak KUA, hanya sebatas itulah membentuk BAZ tingkat kecamatan. Nah saat itu kita pihak KUA didudukkan pada sekertaris umumnya dalam kepengurusan BAZ, pengelolanya adalah staf- staf kecamatan sampai kelurahan, jadi secara otomatis siapapun yang jadi Kepala KUA akan menadi sekertaris umum dalam
BAZ
Kecamatan.
Jadi
sebatas
itu
aJa.
Mengenai
pelaporannya itupun dilaporkan kepada BAZ tingkat kota. Sedangkan menurut undang- undang No. 23 Tahun 2011 peran itu dihilangkan, jadi BAZ terakhir hanya sampai tingkat Kota saja. adi tingkat kecamatan sudah tidak ada, tapi pihak BAZ tingkat kota berhak membentuk UPZ (unit pengumpul zakat) di wilayah kota itu. Jadi KUA pun menjadi semacam UPZ (unit pengumpul zakat), dan pelaporannya pun masuk ke tingkat kota. Dan zakat yang dikelolla oleh kita itu biasanya memang zakat fitrah, dan kita juga menggunakan perpanjangan tangan dari P3N (ami I), nah itu biasanya mitra keIja kita, kita minta bantuan mereka untuk semacam memberikan laporan saja, laporan tertulis tentang kumpulan zakat fitrah. Sementara zakat mal biasanya langsung di laporkan ke BAZ tingkat Kota.
3. Apakah ada perbedaan yang mendasar diantara kedua Undang- Undang tersebut khususnya tentang kewenangan KUA? Jawab: wewenang KUA yang tadinya berada di posisi Badan Amil Zakat yang mengumpulkan dana dari UPZ- UPZ , tapi sekarang kita atau KUA berada dalam UPZ nya. Yang langsung melaporkan ke BAZ tingkat kota.
4. Sudah sesuaikan peran KUA Kecamatan Limo dengan Undang- undang pengelolaan zakat di Indonesia ini? Jawab : Ya, sudah.
5. Bagaimanakah pendayagunaan dana zakat di KUA Kecamatan Limo ini? Jawab: Pendayagunaannya memang zakat itu habis dibagi di UPZ setempat, jadi di masing- masing kelurahan itu ada UPZ masing masing, nah itu habis dibagi disitu. Nah kita hanya sebatas tembusan dalam bentuk angka- angka saja, untuk memberikan laporan kepada pimpinan kita ke Kemenag Kota Depok, kemudian sampek provinsi, memang sebatas itu saja memang.
DOKUMENTASI HASIL WAWANCARA DENGAN KUA KECAMATAN LIMO
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG
PENGELOLAANZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MARA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menUIUt agamanya masing-masing; b. bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indoneia yang mampu dan basil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat; c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu; d. bahwa upaya penyempwnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berbasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan; e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a, b, c, dan d perlu dibentuk Undang undang Penge10laan Zakat Mengingat: I. Pasal 5 ayat (1), Pasal20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Maje1is Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839. Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
BABI
KETENfUAN UMUM
Pasal1 Dalam Undang-w1dang ini yang dimkasud dengan : I . Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengwnpulan dan pendistribusian serta pendayagw1aan zakat. 2.. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang musli atau badan yang dimiliki oleh orang muslin1 sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerm1anya. 3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. 5. Agama adalah agama Islam. 6. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama. Pasa! 2 Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang d.imiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat. Pasal3 PemeJintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq dan amil zakat.
BABII
ASAS DAN TUJUAN
Pasal4 Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai denga Pancasila dan Undang-undang Dasaar 1945. Pasal5 Pengelolaan zakat bertujuan : 1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama; 2. meningkatnya ftmgsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyaralcat dan keadilan sosial. 3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
BABIII
ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
~
b~ang
(1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh dibentuk oleh pemerintah. (2) Pembentukan badan amil zakat: a. nasional oleh Presiden atas usu1 Menteri; b. daerah propinsi oleh gubemur atas usul kepala kantor wilayah departemen agarna propins~
c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota; d. ~atan oleh carnat atas usu1 kepala kantor urusan agama kecarnatan. ) (3) Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan keIja yang bersifat koordinatit: konsultatif dan informatif. (4) Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu. (5) Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur pelaksana. Pasal7 (1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. (2) Lembaga amil zakat sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) hams memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
PasaI8 Badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan Iembaga amil &lkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 memplll1yai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
PasaI9 Dalarn melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan Iembaga amil zakat bertanggoog jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. PasailO Ketentuan lebih Ianjut mengenai susunan organisasi dan tata ketja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. BABIV
PENGUMPULAN ZAKAT
PasaIII
(l) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah. (2) Barta yang dikenai zakat adalah : a. emas, perak dan uang; b. perdagangan dan perusahaan; c. Basil pertanian, perkeblll1an dan perikanan; d. Basil pertambangan; e. Basil petemakan;
f Basil pendapatan dan jasa;
g. tikaz (3) Penghitllllgan zakat mal menurut nishab, kadar clan waktllllya ditetapkan berdasarkan hukum agarna. PasaIl2 (l) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan earn menerima atau mengarnbil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. (2) Badan amil zakat dapat beketja sarna dengan bank dalarn pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas pennintaan muzakki. PasaIl3 Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat. PasaIl4 (l) Muzakki melakukan penghitllllgan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama. (2) Dalam hal tidak dapat menghitllllg sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (l), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan ami1 zakat memberikan bantuan kepada muzakki lll1tuk menghitllllgnya. (3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau Iembaga amil zakat dikurangkan dari Iaba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan pefllllclang- undangan yang beriaku.
Pasal15 Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat elitetapkan dengan keputusan menteri. BABV
PENDAYAGUNAA.t""J ZAKAT
Pasal16 (1) Hasil pengumpulan zakat elidayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. (2) Pendayagunaan basil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produkti£ (3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan basil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) eliatur dengan keputusan menteri. Pasal17 Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan ktfarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal13 elidayagunakan terutama untuk usaha yang produktif. BABVI
PENGAWASAN
Pasal18
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagain1ana dimaksud dalam Pasal6 ayat (5). (2) Pimpinan unsur pengawas elipilili langsung oleh anggota. (3) Unsur pengawas berkedudukan eli semua tingkatan badan amil zakat. (4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik. Pasal19 Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya. Pasal20 Masyarakat dapat belperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat. BAB VII
SANKSI Pasal21 (1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam U1dang- undang ini eliancam dengan hukun1an kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). (2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) eli atas merupakan pelanggaran. (3) Setiap petugas badan amil zakat dan J=etugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal22 Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengmnpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada peJWakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat nasional. Pasal23 Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu operasional badan amil zakat.
BABIX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal24
(l) Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan danlatau belum diganti dengan peraturan yang bam berdasarkan Undang-tmdang ini. (2) Selambat-Iambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang mL
BABX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal25 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF RABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 MEN1ERI NEGARA SEKREfARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
MOLADI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 164
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam; c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat; d. bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam; e. bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti;
f.
Mengingat
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat;
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT. BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. 2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. 3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. 4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat. 6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat. 7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. 8. Lembaga Ami! Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. 9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat. 10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. 11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam. 12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal2 Pengelolaan zakat berasaskan: a. syariat Islam; b. amanah; c. kemanfaatan; d. keadilan; e. kepastian hukum; f. terintegrasi; dan g. akuntabilitas.
Pasal3 Pengelolaan zakat bertujuan: a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Pasal4 (1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah. (2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) meliputi: a. emas, perak, dan logam mulia lainnya; b. uang dan surat berharga lainnya; c. perniagaan; d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; e. peternakan dan perikanan: f. pertambangan; g. perindustrian; h. pendapatan dan jasa; dan i. rikaz. (3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha. (4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu Umum
Pasal5 (1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS. (2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara. (3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal6 BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal7 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayaglJnaan zakat; c. pengendalian pengurnpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. (2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal8
(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota. (2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. (3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. (4) Un sur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dar; kementerian/ instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat. (5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal9 Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 10 (1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota. Pasal11
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit harus: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Allah SWT; d. berakhlak mulia; e. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun; f. sehat jasmani dan rohani; g. tidak menjadi anggota partai politik; h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila: a. menil1ggal dunia; b. habis masa jabatan; c. mengundurkan diri; d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota. Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. (2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. (5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
(
p~Sal;)
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
pendistribusian,
dan
Pasal 18 (1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit: a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial; b. berbentuk lembaga berbadan hukum; c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS; d. memiliki pengawas syariat; e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; f. bersifat nirlaba; g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala. Pasal19 LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Pasal20 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme penzlnan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN,DANPELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS. Pasal22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Pasal23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. (2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Pasal24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pasal26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. (2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
produktif
Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,
dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya. (2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi. (3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal29
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala. (2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala. (3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala. (4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala. (5) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media elektronik. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal30 Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Ami/.
Pasal31 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Ami!. (2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal32 LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasiona/.
Pasal33 (1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Ami! sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BABV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ. (2) Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi. BABVI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal35 (1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka: a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ; dan b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ. BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal36 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau c. pencabutan izin. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VIII
LARANGAN
Pasal37 Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya.
Pasal38 Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
BABIX
KETENTUAN PIDANA
Pasal39 Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,OO (lima ratus juta rupiah).
Pasal40 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal41 Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal42 (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran. BABX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal43 (1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini. (2) Badan Ami! Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini. (3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini. (4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. BABXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal44 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal46 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal47 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 115
LAPORAN HASIL PENGUMPULAN ZAKAT FITRAH, ZAKAT MAAL, INFAQ DAN SHODAQOH
TAHUN 1436 H /2015 M
KECAMATAN LIMO
NO
JUMLAH MUZAKK
KELURAHA N
I
11,800
ZAKAT FITRAH BERAS UANG Rp. Liter
ZAKAT MAAL Rp.
INFAQ
JUMLAH
Rp.
Rp.
15,755 200,849,000.00 57,540,000.00 127,526,000.00
1
LIMO
2
GROGOl
14,944 26,141.50 218,444,000.00
3
KRUKUT
10,568
4
MERUYUNG
11,106
146,525 136,855,000.00
48,418
JUMLAH
PENDISTRIBUSIAN
HASIL PENGUMPULAN JUMLAH MUSTAHIK
ZAKAT FITRAH UANG BERAS Rp. Uter
UPZ Kel. 10""
KET
ZAKAT MAAL & INFAQ UPZ Ket. UPZ Kota 30% 20%
JUMLAH Rp.
385,915,000.00
1,168
15,755 200,849,000.00
500,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00
3,000,000.00
0.00
57,564,000.00
276,008,000.00
1,666 26,141.50 218,444,000.00
500,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00
3,000,000.00
10,829 264,225,000.00 25,625,000.00
4,600,000.00
294,450,000.00
1,888
10,829 264,225,000.00
500,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00
3,000,000.00
0.00
0.00
136,855,000.00
6,491
146,525 136,855,000.00
500,000.00 1,500,000.00 1,000,000.00
3,000,000.00
199,251 544,208,463.75 83,165,000.00 189,690,000.00 1,093,228,000.00
11,213
199,251 820,373,000.00 2,000,000.00 6,000,000.00 4,000,000.00 12,000,000.00
Mengetahui,
Ketua SAZ Kec. Limo
Sekretaris
Nita Ita Hernita, SH, M.Si
H. NGATONO, S.Sos Nip. 19680509199003 1005
NIP: 19741011199803 2 005
LAPORAN HASIL PENGUMPULAN lAKAT FITRAH, lAKAT MAAL, INFAQ DAN SHODAQOH
TAHUN 1434 H /2013 M
KECAMATAN LIMO HASIL PENGUMPULAN NO KELURAHAN
JUMLAH MUZAKKI
12,063
ZAICAT FITRAH BERAS UANG Liter Rp.
LIMO
2
GROGOL
3
KRUKUT
8,156
13,155 140,391)000.00
4
MERUYUNG
9,866
23,951
11,127 21.724,50 108,426,775.00
41,212
INFAQ
JUMLAH
Rp.
Rp.
78,040,000.00
BERAS Liter
UANG Rp.
ZAKAT MAAL & INFAQ BAZ Ket. BAZ Kota MSTHK
KEY JUMLAH
15,423 191,436,000.00
6,031
450,000.00 150,000.00
600,000.00
2,900,000.00 111,326,775.00
21.724,50 108,426,775.00
1,525
450,000.00 150,000.00
600,000.00
6,150,000.00 11,385,000.00 157,926,000.00
13,155 140,391,000.00
1,731
450,000.00 150,000.00
600,000.00
23,951
4,379
450,000.00 150,000.00
600,000.00
15,423 191,436,000.00 38,184,000.00 55,197,700.00 284,817,700.00
1
JUMLAH
ZAICAT MAAL Rp.
0.00
0.00
0.00
78,040,000.00
52,529 518,293,175.00 44,334,000.00 69,482,700.00 632,110,475.00
78,040,000.00
52,529 518,293,775.00
13,666.00 1,800,000.00 600,000.00 2,400,000.00
Mengetahui, Ketua BAZ Kec.
Sekretaris
(
)
LAPORAN HASll PENGUMPULAN ZAKAT FITRAH, ZAKAT MAAl, INFAQ DAN SHODAQOH
TAHUN 1433 H /2012 M
KECAMATAN LIMO PENDISTRIBUSIAN
HASIL PENGUMPULAN NO KELURAHAN
JUMLAH MUZAKKI
ZAKAT FITRAH BERAS UANG Liter Rp.
1
LIMO
2
GROGOL
3
KRUKUT
8.156
13,155 140,391,000.00
4
MERUYUNG
9,866
23,951
JUMLAH
12,063
INFAQ
JUMLAH
Rp.
Rp.
15,423 191,436,000.00 38,184,000.00 55,197,700.00 284,817,700.00
ZAKAT FITRAH JIWA BERAS JUMLAH Liter 6,031
UANG Rp.
ZAKAT MAAL & INFAQ MSTHK BAl Kec. BAZ Kota
KET JUMLAH
15,423 191,436,000.00
6,031
450,000.00 150,000.00
600,000.00
1,525 21.724,50 108,426,775.00
1,525
450,000.00 150,000.00
600,000.00
1,731
13,155 140,391,000.00
1,731
450,000.00 150,000.00
GOO,OOO.OO
78,040,000;00
4,379
23,951
4,379
450,000.00 150,000.00
600,000.00
52,529 518,293,175.00 44,334,000.00 69,482,700.00 632,110,475.00
13,666
11,127 21.724,50 108,426,775.00
41,212
ZAKAT MAAL Rp.
78,040,000.00
0.00
2,900,000.00 111,326,775.00
6,150,000.00 11,385,000.00 157,926,000.00 0.00
0.00
78,040,000.00
52,529 518,293,775.00 13,666.00 1,800,000.00 600,000.00 2,400,000.00
Mengetahui,
Ketua BAZ Kec.
(
Sekretaris
)
(
'"
)