IMPLEMENTASI THEORY OF CONSTRAINTS PADA UPAYA PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI OLAHAN BANDENG, DI KOTA BEKASI 1,3
Docki Saraswati 1, Rosiyana Dewi2, Sucipto Adisuwiryo3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti. 2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti.
Abstract. Competition in finding jobs increasingly tight, encourages efforts to establish its own selfemployment by utilizing available resources. Research conducted on entrepreneur processed bandeng fish in Bekasi, which produces ‘otak-otak bandeng’. SWOT analysis approach conducted on aspects of production, finance and marketing to formulate strategic decision-making. Strategies to increase production capacity were done by using the approach of theory of constraints (TOC). There are 10 stages in the process of making the ‘otak-otak bandeng’. The result shows the identification of constraints occur in the process of separating the thorn of the fish. Replacement of meat grinder machine increases the efficiency of processing time by 13%. Furthermore, change is made on the work procedures for cooling process and inserting fish in the plastic packaging bags. The replacement of meat grinder machine and changing the work procedures for packaging has saving the processing time up to 20%. Keywords: SWOT, theory of constraints, otak-otak bandeng, vacuum sealer, meat grinder. 1. INTRODUCTION 1. PENDAHULUAN Persaingan dalam dunia kerja yang semakin ketat mendorong timbulnya upaya mendirikan lapangan kerja sendiri dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Namun hal itu tidak mudah untuk dilakukan karena adanya persyaratan dan peraturan yang harus ditaati untuk dapat membuka usaha sendiri. Usaha olahan bandeng merupakan salah satu UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang memanfaatkan budidaya di Kota Bekasi. Suatu usaha akan berjalan baik apabila terjadi permintaan terhadap produk yang dihasilkan. Permintaan terjadi bila produk yang dihasilkan sesuai dengan harapan pelanggan. Disamping itu, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) juga telah menetapkan bahwa produk yang dipasarkan harus memenuhi CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik). Pendekatan SWOT digunakan untuk mengetahui kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dari suatu usaha, serta peluang (opportunities) dan ancaman (threats) terhadap usaha yang dijalankan. Analisis SWOT dilakukan terhadap
Implementasi TOC (Docki S, dkk)
tiga aspek yaitu; produksi, manajemen keuangan dan pemasaran, untuk mendapatkan strategi pencapaian kinerja usaa yang lebih baik. Berasarkan analisis SWOT diperoleh bahwa proses produksi menjadi fokus utama untuk dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan waktu proses lebih cepat. Dalam upaya mengindentifikasi kendala yang menghambat kelancaran proses produksi, digunakan suatu pendekatan perbaikan yang berkelanjutan yaitu theory of constraints, yang dikembangkan pertama kali oleh Goldratt (1984). Pada area sistem produksi TOC telah banyak digunakan antara lain untuk memperbaiki efisiensi manajemen material (Chou et al, 2012), meningkatkan produktivitas lini perakitan (Chakravorty and Atwater, 2006) serta untuk mengamati penyelesaian waktu suatu proyek (Bevillacqua et al, 2014). Makalah ini membahas implementasi TOC pada usaha pengolahan makanan, yaitu olahan bandeng, dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi.
2. STUDI PUSTAKA Analisis SWOT
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340
208
Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan yang bersifat deskriptif dan subjektif. Hal ini wajar, karena analisis SWOT memberikan keluaran berupa arahan dan bukan solusi (Nur’aini, 2016). Beberapa kata kunci dalam analisis SWOT, yaitu; 1) Kekuatan (strengths) adalah kegiatan organisasi yang berjalan dengan baik atau sumber daya yang dapat dikendalikan. 2) Kelemahan (weaknesses) adalah kegiatan organisasi yang tidak berjalan dengan baik atau sumber daya yang dibutuhkan tetapi tidak dimiliki. 3) Peluang (opportunities), adalah faktor lingkungan luar yang positif. 4) Ancaman (threats), adalah faktor lingkungan luar yang negatif. 5) Strategi S-O adalah strategi yang ditetapkan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk merebut peluang. 6) Strategi S-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kekuatan yang dimiliki untuk mangatasi ancaman. 7) Strategi W-O adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluang dengan meminimasi kelemahan yang ada. 8) Strategi W-T adalah strategi yang ditetapkan berdasarkan kegiatan yang meminimasi kelemahan yang ada dan menghindari ancaman. Theory of constraints (TOC) TOC merupakan pendekatan manajemen secara s sistematik dan fokus pada kendala yang menghalangi perusahaan dalam melakukan upaya meningkatkan margin keuntungan (Krajewski et al, 2013. Oleh karena setiap usaha umumnya memiliki tujuan meningkatkan keuntungan, maka pendekatan TOC dapat diaplikasikan di berbagai bidang (Şimşita et al, 2014). Menurut Rahman (1998) terdapat dua pilar dalam konsep TOC, yaitu 1) setiap sistem minimal memiliki satu kendala, 2) setiap kendala memiliki kemungkinan dapat diperbaiki. Kendala dapat disebabkan oleh; waktu, kapasitas, bahan baku dan manusia atau sumber lainnya. Prinsip dasar dari implementasi TOC, bahwa pengambilan keputusan di evaluasi pengaruhnya terhadap throughput, stok persediaan dan ongkos overhead. TOC terdiri dari 5 (lima) tahapan; 1) Identifikasi kendala, dalam hal ini dapat ditemui beberapa kendala. Tentukan kendala yang menjadi prioritas, untuk dilanjutkan ke tahap 2, 2) Eksploitasi kendala, yang berarti mengamati Usulan pengurangan (Budiharjo, dkk)
kendala secara rinci untuk kemudian dicarikan solusi yang tepat untuk mengatasi kendala tersebut, 3) Sub-ordinasi sistem, menghilangkan hal yang tidak diperlukan dan membatasi hal yang melebihi kapasitas. Apabila sistem masih terkendala dalam mencapai tujuannya, maka kembali ke tahap 2, 4) Perubahan dalam sistem, apabila kendala dalam sistem telah dapat diatasi pada tahap sebelumnya, maka tahap 4 dapat diabaikan, 5) Pengulangan seluruh proses dalam sistem untuk mengetahui apabila masih ada kendala lain yang menghalangi sistem mencapai performansinya. 3. METODOLOGI Hal pertama yang dilakukan adalah identifikasi permasalahan yang dihadapi pengusaha olahan bandeng terhadap aspek produksi, keuangan, dan pemasaran. Pengumpulan data dilakukan berkenaan dengan ke tiga aspek tersebut. Pendekatan SWOT dipergunakan untuk menentukan langkah strategi dalam penyelesaian masalah. Selanjutnya dipergunakan TOC untuk identifikasi kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi otak-otak bandeng. 4. STUDI KASUS Penyusunan strategis dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kapasitas produksi diawali dengan melakukan analisis SWOT terhadap tiga aspek, yaitu; aspek produksi, aspek manajemen keuangan dan aspek pemasaran. Hasil analisis terdapat pada Tabel 1. Perumusan strategis yang dihasilkan; 1) Strategi Kekuatan – Peluang (S-O), yaitu strategi yang menggunakan kekuatan (S) untuk memanfaatkan peluang (O). Kepakaran yang dimiliki dalam mengolah bandeng dapat ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan CPMB yang diselenggarakan oleh BPOM dan PemKab Kota Bekasi untuk UMKM. Disamping itu, melalui UMKM dapat memperluas jaringan pemasaran. 2) Strategi Kekuatan – Ancaman (S-T), yaitu strategi yang menggunakan kekuatan (S) untuk mengantisipasi anncaman (T). Kepakaran dalam menghasilkan produk olahan bandeng harus diikuti dengan pengetahuan manajemen keuangan. Hal ini perlu untuk menghadapi ancaman persaingan harga produk sejenis. Strateginya adalah Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340
209
membuat buku jurnal, buku besar dan Keuntungan besar ditentukan 25% yaitu 25% penentuan harga pokok produksi dan harga x Rp.5249 = Rp.1312, maka harga jual pokok penjualan (HPP). Dengan asumsi 1 kg menjadi Rp. 6561. Apabila dijual dengan berisi 6 ekor bandeng, dan saat ini dalam satu harga Rp. 7000,-, maka keuntungan yang hari dapat menjual 10 kg yang berarti 60 ekor diperoleh Rp. 7000 – Rp. 5249 = Rp.1751 per bandeng. ekor atau 33,35%. Keuntungan per hari untuk Berdasarkan perhitungan dengan harga 60 ekor bandeng sebesar = 60xRp.1751= Rp. bandeng Rp. 24.000 per kg dan biaya lain-lain, 105.060. seperti bumbu, gas, bahan bakar untuk menjual dan upah dua pegawai diperoleh total 3) Strategi Kelemahan – Kesempatan (W-O), ongkos Rp. 5249 per ekor. yaitu strategi untuk mengurangi kelemahan (W) dengan memanfaatkan peluang (O). Harga jual = ongkos produksi + keuntungan Adanya peluang kemitraan dengan usaha Keuntungan = harga jual – ongkos pengolahan bandeng dalam upaya produksi Tabel 1. Hasil analisis dengan SWOT Aspek Produksi Keuangan Pemasaran Pengusaha memiliki Memiliki pelanggan Kekuatan (S) kepakaran dalam setia diantaranya rumah mengolah bandeng. makan. Proses pengolahan lama, Pembukuan Pemasaran dilakukan kapasitas alat meat keuangan belum secara door-to-door. Kelemahan (W) grinder yang dimiliki dipisahkan antara Bentuk kemasan yang keuangan usaha dan belum memadai. untuk 10 kg waktunya 60 menit. pribadi Memanfaatkan pelatihan Memanfaatkan Memperluas jaringan CPMB dalam lingkup penyuluhan pemasaran melalui Peluang (O) UMKM Kota Bekasi mengenai UMKM. manajemen keuangan. Produksi olahan Persaingan harga Persaingan dalam usaha bandeng harus jual untuk jenis olahan bandeng yang Ancaman (T) memenuhi standar produk olahan yang semakin banyak di daerah Kota Bekasi. hygienis sesuai CPMB sama, seperti otakdan kriteria BPOM otak bandeng. meningkatkan kapasitas produksi. Tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan kapasitas produksi dengan mengurangi waktu proses. Pendekatan TOC digunakan untuk melakukan identifikasi terhadap proses yang menghalangi kelancaran produksi dalam mencapai tujuannya. Implementasi TOC pada produksi olahan bandeng dapat dijelaskan sebagai berikut;
dan 3 tergantung pada jumlah ikan yang akan diolah. Proses 1, 2 dan 3 adalah proses penyisikan, pencucian, serta pemisahan daging ikan dari kulitnya untuk 60 ekor bandeng dikerjakan secara manual. Proses pemisahan daging dari kulit ikan menghasilkan 10 kg daging. Total waktu yang dibutuhkan pada proses 1, 2 dan 3 adalah; t1+t2+t3=180 menit.
Langkah 1: Identifikasi kendala yang menyebabkan produksi olahan bandeng belum mencapai performansi yang diinginkan. Proses produksi bandeng isi tanpa duri terdapat pada Gambar 1. Tahapan proses pembuatan otak-otak bandeng dikerjakan oleh satu orang secara berurutan. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk proses 1, 2
Pemisahan duri halus dari 10 kg daging ikan menggunakan alat meat grinder. Kapasitas meat grinder yang digunakan saat ini hanya mampu untuk 10 kg daging per sekali proses dan membutuhkan waktu 60 menit (t4). Daging ikan yang telah dibersihkan dicampur dengan bumbu untuk menghasilkan adonan ikan yang proses pembuatannya membutuhkan waktu 15 menit
Usulan pengurangan (Budiharjo, dkk)
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340
210
(t5). Tahap berikutnya proses 6, pengisian adonan kembali ke 60 kulit ikan bandeng yang membutuhkan waktu 30 menit (t6). Proses pengukusan 60 ekor ikan menggunakan klakat membutuhkan waktu 45 menit (t7). Klakat adalah alat kukusan yang terdiri dari 3 loyang dan bagian paling bawah berisi air. Setelah keluar dari kukusan dilakukan proses pendinginan yang membutuhkan waktu 15 menit per loyang, setiap loyang memuat 20 ikan, sehingga untuk 3 loyang dibutuhkan waktu 45 menit (t8). Proses pengemasan adalah proses memasukkan ikan kedalam kantong plastik. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengemasan 60 ikan adalah 30 menit (t9). Selanjutnya, kemasan ditutup dengan vacuum sealer dengan waktu 35 detik setiap 2 kemasan ikan. Dengan demikian untuk 60 ikan dibutuhkan waktu (60/2) x 35 detik = 1050 detik = 17,5 menit ≈ 18 menit (t10). Penentuan total waktu untuk memproduksi 10 kg otak-otak bandeng adalah: T=
n ∑ ti i =1
Langkah 2: adalah mengeksploitasi kendala yang terjadi pada proses pembuatan otak-otak bandeng. Proses 1: menyisik dan mencuci ikan, proses 2: memisahkan tulang rangka ikan dari daging dan proses 3: memisahkan kulit dari daging ikan harus dikerjakan secara manual. Pada kondisi usaha saat ini pekerjaan secara manual pada proses 1, 2, dan 3 satu per satu. Oleh karena itu eksploitasi dilanjutkan ke proses 4 yaitu memisahkan duri halus dari daging ikan, yang merupakan kumpulan daging dari 60 ekor bandeng. Saat ini proses 4 membutuhkan waktu 60 menit untuk 10 kg daging ikan dengan alat meat grinder. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kendala yang perlu diatasi adalah mempersingkat waktu pemisahan duri halus dari daging di proses 4. Kendala ini dapat diatasi dengan cara meningkatkan kapasitas alat yang dipergunakan melalui penggantian alat meat grinder dengan kemampuan kapasitas yang lebih baik. Penggunaan alat meat grinder yang baru AKS 237 mempersingkat waktu proses pemisahan 10 kg daging menjadi 5 menit, dan alat tersebut dapat digunakan hingga kapasitas 80 kg. Dengan demikian penggunaan alat yang baru menghasilkan penghematan waktu pada proses 4 sebesar 55 menit. Total waktu untuk memproduksi 60 otak-otak bandeng menjadi = (423-55) menit = 368 menit dengan penghematan total waktu proses 13%.
untuk n = 1,2,...,10
Waktu yang dibutuhkan ∑ ti = t1+t2+t3+t4+t5+t6+t7+t8+t9+t10 = (180+60+15+30+45+45+30 +18) menit= 423 menit.
Gambar 1. Proses pembuatan otak-otak bandeng Langkah 3: Setelah melakukan penghematan waktu pada proses 4, selanjutnya memeriksa pada proses berikutnya, apakah masih ada proses yang dapat diperbaiki? Proses 5 adalah pembuatan adonan ikan, yang dapat dilakukan setelah proses pemisahan duri halus dari daging ikan. Pada proses 6 adonan ikan dimasukkan kembali kedalam kulit bandeng, terbetuk kembali 60 ekor bandeng yang telah berisi
Usulan pengurangan (Budiharjo, dkk)
adonan ikan. Proses pematangan otak-otak bandeng dilakukan pada proses 7 menggunakan alat kukusan yang disebut klakat. Proses peletakan ikan ke dalam klakat dan pengukusan dilakukan setelah 60 ekor ikan seberat 10 kg menyelesaikan proses pengisian adonan membutuhkan waktu 45 menit. Alat kukus klakat memiliki tiga susunan loyang dan setiap loyang memuat 20 ekor bandeng.
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340
211
Perhitungan waktu proses untuk proses 8, 9 dan 10 terdapat pada Gambar 2.
Setelah pengukusan dengan klakat selesai, maka dilakukan proses pendinginan. Pada proses 8 pendinginan dilakukan dengan menggunakan kipas membutuhkan waktu 15 menit per loyang. Berdasarkan pengamatan, pada proses 8 pendinginan hanya dapat dilakukan satu loyang pada satu saat, karena kipas yang tersedia saat ini hanya satu, dan belum ada rencana menambah jumlah kipas. Selesai proses pendinginan maka setiap ikan yang berada pada satu loyang dimasukkan kedalam kantong kemasan plastik. Waktu yang dibutuhkan pada proses 9 adalah 30 detik per ekor. Dengan demikian untuk 20 ekor otak-otak bandeng membutuhkan waktu = 20x30 detik = 600 detik = 10 menit. Terdapat 3 batch untuk 60 ekor bandeng, masing-masing batch berisi 20 ekor bandeng. Batch pertama yang telah selesai di proses 9, kemasan plastik yang berisi otak-otak bandeng dibuat kedap udara dengan menggunakan mesin vacuum sealer (proses 10). Hal yang sama dilakukan terhadap batch kedua dan ketiga. Mesin vacuum sealer dapat mengerjakan 2 kemasan pada sekali proses dengan waktu 35 detik. Waktu yang dibutuhkan untuk satu batch dengan 20 ekor bandeng adalah (20/2)x35 detik = 350 detik = 5,8 menit ≈ 6 menit/batch atau 18 menit untuk 3 batch.
Proses 8
B1
Langkah 4 tidak perlu dilakukan karena tidak ada lagi perubahan dalam proses pengolahan otak-otak bandeng untuk saat ini. Dengan demikian langkah 4 dapat dilanjutkan ke langkah 5. Langkah 5 yaitu pengulangan seluruh proses untuk mengetahui pengaruh perubahan atau perbaikan yang dilakukan terhadap seluruh sistem produksi otak-otak bandeng. Pada Gambar 2 untuk batch 1 (B1) pada proses 9 dapat dikerjakan setelah proses 8, dengan waktu selesai (completion time) 15 menit + 10 menit = 25 menit. Bandeng dalam kemasan plastik (proses 9) langsung di proses kedap udara pada dengan vacuum sealer (proses 10), dengan waktu selesai 25 menit + 6 menit = 31 menit. Oleh karena yang mengerjakan hanya satu orang, maka proses memasukkan bandeng kedalam kemasan plastik untuk batch 2 (B2) menunggu proses B1 selesai di proses 10, yaitu pada menit 31. Batch 2 selesai dikemas pada menit 31 + 10 menit = 41, kemudian pada menit 41 dibuat kedap udara 41 + 6 = 47. Hal yang sama dilakukan terhadap batch 3 (B3).
15 Proses 9
B3
B2 30 B1
B2 25
Proses 10
45 B3 41
B1
t (menit)
57 B2
31 47 Gambar 2. Waktu selesai pada proses 8, 9 dan 10.
t (menit) B3 63
t (menit)
Gambar 3. Waktu proses produksi 10 kg otak-otak bandeng setelah penerapan TOC
Usulan pengurangan (Budiharjo, dkk)
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340
212
Usulan pengurangan (Budiharjo, dkk)
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340
213
Waktu selesai untuk batch 1, 2 dan 3 pada proses 8, 9 dan 10 adalah 63 menit. Penentuan waktu selesai dari proses 1 hingga 10 membutuhkan waktu = t1+t2+t3+t4+t5+t6+t7+t8-10 = 60+60+60+5+15+30+45+63 = 338 menit = 5,6 jam (Gambar 3). Penghematan waktu dengan membuat proses 8 hingga 10 secara batch dengan ukuran lot lebih kecil (20 bandeng per batch) adalah 423 menit – 338 menit = 85 menit atau 20%. 5. KESIMPULAN Pada pengusaha olahan bandeng perumusan strategi pengambilan keputusan terhadap aspek produksi, keuangan dan pemasaran dilakukan dengan pendekatan SWOT. Berdasarkan SWOT maka ditentukan strategi pemanfaatan peluang dengan adanya kemitraan dalam program IbM dibatasi pada aspek keuangan dan produksi. Pendekatan TOC dipergunakan untuk melakukan identifikasi kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi. Berdasarkan perhitungan akuntansi keuntungan yang diperoleh untuk 10 kg bandeng yang terdiri dari 60 ekor bandeng adalah Rp. 105.070 per hari dengan harga jual Rp. 7000 per ekor otakotak bandeng. Penggantian alat meat grinder dari kapasitas 10 kg yang membutuhkan semula waktu 60 menit menjadi 5 menit, dan dapat dipergunakan hingga kapasitas 80 kg. Penghematan waktu diperoleh dari menggunakan alat meat grinder yang baru sebesar 55 menit atau 13%. Selanjutnya, prosedur yang berkaitan dengan pengemasan dimulai pada proses 8 hingga proses 10 diperbaki, yang memberikan penghematan waktu 30 menit. Adanya penggantian alat meat grinder dan perbaikan prosedur pada proses 8, 9 dan 10 menghasilkan waktu selesai dari semula 423 menit menjadi 338 menit. Penghematan waktu secara keseluruhan proses produksi otakotak bandeng adalah 85 menit atau 20%.
DAFTAR PUSTAKA [1] Bevilacqua, M., Ciarapica, F.E., and Mazzuto, G., 2014. Critical chain and theory of constraints applied to yachting shipbuilding: a case study, International Journal Project Organization and Management, vol. 6, no. 4, pp. 379-397. [2] Chakravorty, S.S. dan Atwater, J.B. 2006. Bootleneck management: theory and practice, Production Planning & Control, vol. 17, no. 5, pp. 441-447. [3] Chou, Y-C., Lu, C-H., dan Tang, Y-Y. 2012. dentifying inventory problems in the aerospace industry using the theory of constraints, International Journal of Production Research, vol. 50, no. 16, pp. 4686-4698. [4] Goldratt, E.M. dan Cox, J. 1984. The Goal; A process of on-going improvement, North River Press, Croton-on-Hudson, New York. [5] Goldratt, E.M. 1997. Critical Chain, North River Press, Great Barrington, MA. [6]
Krajewski, L.J., Ritzman, L.P., dan Malhotra, M.K. 2013. Operations Management: Processes and Supply Chains, 10th Ed. Pearson Education Limited, London.
[7] Nur’aini, F. 2016. Teknik dan analisis SWOT. Quadrant, Yogyakarta. [8] Rahman, S. 1998. Theory of constraints a review of the philosophy and its applications, International Journal of Operations & Production Management, vol. 18, no. 4, pp. 336-355. [9] Şimşita, Z.T., Günayb, N.S., dan Vayvayc, Ö. 2014. Theory of Constraints: A Literature Review. Procedia - Social and Behavioral Sciences, vol. 150, 930-936.
Ucapan terimakasih Karya ilmiah ini merupakan keluaran dari program hibah Ipteks bagi Masyarakat (IbM) berdasarkan surat keputusan No. 0299/E3/2016 tanggal 27 Januari 2016, Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jendral Penguatan Riset dan Pengembangan, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat.
Usulan pengurangan (Budiharjo, dkk)
Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340
214