IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR ROBERT GAGNE DALAM PEMBELAJARAN KONSEP MATEMATIKA (Suatu Alternatif Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika)
Oleh Irwan Akib
LEMBAGA PENERBITAN DAN PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015
IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR ROBERT GAGNE DALAM PEMBELAJARAN KONSEP MATEMATIKA (Suatu Alternatif Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika) Penulis: IRWAN AKIB Tata Letak: Tasrif akib Nursinah Wahyuni Desain Sampul: Faidul Adzim ISBN: 978-602-8187-54-1 Diterbitkan Oleh: Lembaga Perpustakaan dan Penerbitan Universitas Muhammadiyah Makassar Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar Sulawesi Selatan-Indonesia Cetakan I, 2016
ii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, buku dengan judul “Penerapan Teori Belajar R, Gagne Dalam Mengajarkan Konsep Matematika (suatu alternatif kegiatan belajar mengajar koensep metematika)”, dapat diwujudkan. Konsep dalam matematika memiliki peran penting, karena tanpa penguasaan konsep matematika yang benar dan tepat, kemungkinan seseorang yang belajar matematika mengalami kesulitan dan kekeliruan dalam melakukan penyelesaian masalah matematika. Buku ini hadir menyajikan masalah konsep dalam matematika dan bagaimana mengajarkan konsep matematika menurut teori belajar Gagne. Pernayataan rasa syukur kepada sang khalik, atas bimingan dan petunjuk yang diberikan kepada kami dalam mewujudkan karya ini tidak dapat dapat dilukiskan dengan kalimat apapun, kecuali hanya menyadari betapa kecilnya diri ini di hadapan- Nya. Penulis menyadari bahwa sang khalik telah menggerakkan hati segelintir hamba-Nya untuk membantu kami dalam mewujukan buku ini, dan tanpa bantuan tersebut, buku ini mungkin tidak akan pernah dinikmati. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya. Mengiringi penghargaan dan terima kasih tersebut, penulis hanya mampu menyampaikan permohoan iii
kepada sang khalik, semoga segala bantuan yang diberikan kepada kami dapat menjadi ibadah dan mendapat imbalan dari-Nya. Akhirnya tak ada gading tak retak , tak ada ilmu yang memiliki kebenaran mutlak, tak ada manusia tanpa kelemahan, dan kesempurnaan hanya menjadi milikNya. Oleh kerena itu tegur sapa untuk perbaikan tulisan ini senantiasa dinantikan dengan penuh keterbukaan, sebagaimana ungkapan leluhur dari tanah bugis: “malilu’ sipakainge’, rebba sipotokkong, mali sipaparape’”(khilaf saling mengingatkan, jatuh saling membangunkan, hanyut saling menyelamatkan). Kampus Biru, November 2015 Penulis
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................. iii Daftar Isi ............................................................................ v Daftar Gambar/Skema .................................................... vii BAB I
PENDAHULUAN ......................................... A. Latar Belakang Masalah ........................ B. Rumusan Masalah .................................. C. Tujuan Pembahasan ............................... D. Manfaat Pembahasan ............................
BAB II
KONSEP DALAM MATEMATIKA ......... 9 A. Pengertian dan Kedudukan Konsep dalam Matematika .................................. 9 B. Defenisi Suatu Konsep ........................... 13 C. Komponen Defenisi ................................ 17
BAB III
TEORI BELAJAR R. GAGNE .................... A. Batasan dan Komponen Belajar ............ B. Belajar Konsep Menurut Gagne ............ C. Sistem Pemrosesan Informasi ................ D. Fase-fase Belajar ....................................... E. Rancangan Pembelajaran .......................
v
1 1 7 7 7
19 19 23 25 29 33
BAB IV
BAB V
KEGIATAN MENGAJAR BELAJAR KONSEP........................................................ A. Persiapan Mengajar ................................ B. Pelaksanaan Pengajaran Konsep di Kelas ...................................................... C. Contoh Pengajaran Konsep ...................
39 39 40 45
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN .... 51 A. Kesimpulan .............................................. 51 B. Saran-saran ............................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 55
vi
DAFTAR GAMBAR/ SKEMA Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7
Struktur Aksiomatik Deduktif .............. Struktur Defenisi Segiempat ................. Hubungan Komponen-komponen Belajar ........................................................ Hirarki Tingkat Kemampuan Intelektual ................................................. Model Pemrosesan Informasi ............... Alur Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika .............................................. Hubungan Antar Dua Himpunan ........
vii
12 14 21 23 27 44 47
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu ilmu dasar yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki misi yang sangat penting, yaitu mendukung ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Secara umum tujuan pendidikan matematika di sekolah dapat digolongkan menjadi: (1) Tujuan yang bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan membentuk kepribadian peserta didik, (2) Tujuan yang bersifat material menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika Secara
lebih
terinci,
tujuan
pembelajaran
matematika sebagai berikut: 1.
Melatih
cara
berpikir
dan
bernalar
dalam
menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. 2.
Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi,
intuisi,
dan
penemuan
dengan
mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa 1
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3.
Mengembangkan
kemampuan
memecah-kan
masalah. 4.
Mengembangkan
kemampuan
menyam-paikan
informasi atau mengkomunika-sikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan tersebut. Kurikulum 2013 SMA menempatkan matematika sebagai mata pelajaran dengan porsi jam terbanyak dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuankemampuan matematis peserta didik bukan hanya untuk menyelesai-kan permasalahan
didalam matematika
saja,
dilatih
tetapi
peserta didik
mengembangkan
kemampuan
bagaimana
berpikirnya
untuk
menyelesaikan masalah terkait dengan mata pelajaran lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kedepannya ketika peserta didik sudah terjun dalam masyarakat mereka dapat menggunakan nalarnya untuk menyelesaikan
masalah-masalah
nyata
yang
lebih
kompleks di dunia kerjanya maupun dalam kehidupan sehari-hari. National Council of Teachers of Matematics atau NCTM
(2000)
menggariskan,
bahwa
siswa
harus
mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif 2
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Ada lima standar proses dalam pembelajaran matematika yang direkomendasikan oleh NCTM, yaitu: pertama,
belajar
untuk
memecahkan
masalah
(mathematical problem solving); kedua, belajar untuk bernalar dan bukti (mathematical reasoning and proof); ketiga, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communi-cation); keempat, belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); dan kelima, belajar untuk mempresentasikan (mathematics representation). Kelima standar proses yang dirumuskan oleh NCTM tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa penguasaan konsep matematika yang benar, sehingga dengan
demikian
merupakan
penguasaan
factor
penting
konsep
matematika
dalam
pengajaran
matematika. Sehubungan keterampilan
dengan
pemahaman
konsep,
menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah, menurut Tiro (2010: 24) setelah mengerti konsep matematika dengan benar, kita dengan mudah menggunakan kemudian
teknik
atau
kemudahan
algoritma
yang
matematika,
diperoleh
dalam
penggunaan algoritma menimbulkan suatu keterampilan
3
nyata yang dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan di segala aspek kehidupan manusia. Lebih lanjut dikemukakan bahwa konsep yang telah dipahami dengan baik dapat dikembangkan untuk mendapat konsep-konsep baru dengan memodifikasi konsep-konsep sebelumnya. Sedang
dalam
kaitan
antara
pengetahuan
prosedural dengan pengetahuan konseptual, Van De Walle (2002:29) mengemukan bahwa aturan yang bersifat procedural seharusnya jangan diajarkan tanpa disertai konsep.
Prosedur-prosedur
tanpa
konsep
hanya
merupakan aturan tanpa alasan yang akan membawa kepada
kesalahan
dan
ketidaksukaan
terhadap
matematika. Senada dengan pendapat di atas, Winkel (1941:45) menegaskan bahwa konsep merupakan batubatu dalam berpikir, batu–batu itu dapat disusun menjadi
suatu
bangunan
dengan
menghubung-
hubungkan konsep yang satu dengan yang lainnya. Uraian
diatas
menggambarkan
perlunya
pemahaman konsep matematika dimiliki siswa dalam mengembangkan konsep baru dan mengaplikasikan konsep tersebut baik dalam keterampilan pemecahan masalah, maupun dalam komunikasi matematika atau dalam berbagai ketrerampilan matematika lainnya. Sementara
itu
berbagai 4
penelitian
menunjukan
kelemahan penguasaan konsep, antar lain; Astuti, dkk (tanpa tahun) dalam penelitiannya menemukan bahwa kesulitan yang dialami siswa disebabkan beberapa faktor diantaranya tidak menguasai konsep permutasi dan kombinasi, tidak menguasai konsep faktorial, tidak menguasai konsep perkalian dan pembagian. Sedang Ungky Pawestri (2013) Kesalahan konsep bentuk logaritma umumnya terjadi karena siswa lebih suka mempelajari materi pada bagian rumus dan prosedur penyelesaian soal dari pada mempelajari konsep-konsep yang terkandung dalam definisi bentuk logaritma tersebut. Agninditya (2014) menemukan bahwa kesulitan dan kesalahan siswa meneyelesaikan soal trigonometri yang dikelompok berdasarkan tes awal adalah, dari kelompok subjek yang berkemampuan awal tinggi mengalami kesalahan keterampilan dan konsep, serta kesulitan dalam menentukan nilai tempat. Faktor yang mempengaruhi
kesulitan
belajar
dari
kelompok
berkemam-puan awal tinggi adalah faktor minat, bakat, dan emosi. Walaupun memiliki kesulitan dalam belajar tetapi kelompok ini memiliki perhatian untuk belajar. Rata-rata tingkat kesalahannya sebesar 12,81% yang termasuk dalam kriteria sangat rendah. Kelompok subjek yang
berkemampuan
awal 5
menengah
mengalami
kesulitan dalam memilih proses penyelesaian dengan tepat dan kesalahan konsep dan kesalahan keterampilan dalam menghitung dengan teliti dan membaca. Faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar dari kelompok berkemam-puan awal tinggi adalah perhatian, minat, bakat, dan emosi, serta faktor exogen, yaitu factor lingkungan keluarga. Rata-rata tingkat kesalahannya sebesar 22,08% yang termasuk dalam kriteria rendah. Dari kelompok subjek yang berkemampuan awal rendah mengalami kesulitan dalam memilih proses penyelesaian tepat dan kesalahan yang dialami yaitu kesalahan konsep, keterampilan, dan kesalahan prinsip. Pentingnya
penguasaan
konsep
di
satu
sisi
sedangkan di sisi lain penguasaan konsep peserta didik masih rendah, merupakan suatu masalah yang perlu di cari alternatif pemecahannya, yaitu perlunya suatu model pengajaran konsep matematika sehingga siswa dapat memahami dengan baik konsep yang disajikan. Berkaitan dengan pengajaran konsep tersebut teori belajar dari R.Gagne merupakan suatu alternatif dalam mengembangkan pengajaran konsep secara umum, namun untuk pengajaran konsep matematika masih memerlukan suatu kajian khusus.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan diatas, maka masalah yang dikaji dalam buku ini dapat dirumuskan sbb: 1. Apa yang dimaksud konsep dalam matematika ? 2. Bagaimana siswa belajar konsep menurut teori Gagne? 3. Bagaimana mengajarkan konsep matematika pada siswa menurut teori Gagne? C. Tujuan Pembahasan Tujuan utama pembahasan buku ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan di atas, dengan rincian sebagai berikut: 1. Untuk memberikan kejelasan tentang konsep dalam matematika 2. Untuk memberikan kejelasan tentang cara belajar konsep menurut teori Gagne. 3. Untuk
memberikan
kejelasan
cara
mengajarkan
konsep metematika berdasarkan teori Gagne. D. Manfaat Pembahasan Pembahasan buku ini diharapkan memberikan manfaat sbb:
7
1. Sebagai
bahan
masukan
kepada
guru-guru
matematika pada umumnya, dan guru matematika di SMA pada kususnya dalam mengajarkan konsep matematika. 2. Sebagai bandingan kepada para ahli dalam bidang pendidikan
matematika
dalam
mengembangkan
alternatif konsep pembelajaran matematika. 3. Sebagai bahan kajian kepada para peneliti dalam bidang
pendidikan
mengembangkan
matematika
suatu
matematika.
8
teori
belajar
dalam konsep
BAB II KONSEP DALAM MATEMATIKA
A.
Pengertian
dan
kedudukan
konsep
dalam
matematika Sebelum membicarakan pengertian dan kedudukan konsep dalam matematika, berikut disajikan ilustrasi berkaitan pentingnya pemahaman konsep matematika sebelum melakukan pengerjaan soal. Hitunglah
(Tiro; 2010, 28) Bila tanpa memahami konsep dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan kita akan menyelesaikan integral
tersebut
dengan
proses
berikut,
tanpa
memerhatikan latar belakang soal tersebut. 4
dx 1 1 4 0 ( x 1)2 ( x 1) 3 1 3 0 4
Tiro (2010, 29) mengemukan bahwa rumus integral yang digunakan disini berlaku untuk fungsi yang diintegralkan memenuhi syarat tertentu. Dan prosedur 9
yang
digunakan
sudah
sesuai
prosedur
teknis
(algoritma) matematis, namun kesalahan besar terjadi karena latar belakang soalnya tidak benar. Lebih
lanjut
dikemukakan
bahwa
bila
kita
mengetahui tentang konsep integral, maka perlu dikaji lebih
awal
latar
belakang
masalahnya
sebelum
menggunakan algoritma matematis. Hasil integral di atas terdapat suatu hal yang aneh, hasilnya -4/3, sedangkan integrannya adalah bentuk kuadrat yang tidak mungkin negatif. Karena
1 tidak terbatas pada interval 0 ≤ x ≤ 4, ( x 1) 2
yakni tidak terdefinisi untuk x = 1. Kasus di atas menunjukkan pentingnya memahami konsep matematika sebelum menggunakan algoritma matematis. Oleh karena itu perlu dipahami lebih dahulu tentang
konsep
matematika
sebelum
melakukan
algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah. Berikut kita coba kaji beberapa hal berkaitan dengan konsep dan konsep dalam matematika itu sendiri. Konsep menurut Rosser (dalam Ratna 1989:80), merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan dan
10
hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Berkaitan dengan abstraksi, berarti suatu konsep mewakili beberapa objek yang telah digugurkan ciri-ciri atau sifat-sifat objek tersebut yang dianggap tidak penting
atau
tidak
diperlukan
sehingga
hanya
diperhatikan sifat penting yang dimiliki bersama.hal ini berarti bahwa objek-objek yang memenuhi kriteria konsep tersebut merupakan contoh dari konsep yang dimaksud bukan merupakan contoh konsep. Sejalan dengan paparan diatas Bell (1981: 108) mendifinisikan konsep dalam matematika sebagai ide abstrak
yang
memungkinkan
seseorang
mengklasifikasikan objek-objek atau kejadian–kejadian tertentu, apakah objek-objek atau kejadian-kejadian itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide tersebut. Dibagian
lain
tulisannya,
Bell
(1981:52)
mengemukakan bahwa konsep merupakan salah satu dari 4 obyek langsung matematika, (fakta, skills, konsep dan prinsip), sedang Begle (1979 : 6) mengatakan bahwa sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip. Dengan demikian baik Bell maupun Begle keduanya menempatkan konsep sebagai salah satu objek telaah matematika. Sementara itu Soedjadi (1985 : 18) menggambarkan struktur deduktif 11
aksiomatik matematika dengan menempatkan konsep (pengertian lain) dibawah pengertian pangkal. Skema struktur aksiomatik deduktif sbb: Pernyataan pangkal (Aksioma)
Pengertian pangkal (undefined term )
Pernyataan lain ( Teorema )
Definisi
Pengertian Lain (Konsep)
Pernyataan lain (lemma, corrolary, teorema )
Definisi
Pengertian Lain (Konsep)
Pernyataan lain (lemma, corrolary, teorema )
dst
dst
Sumber: Soedjadi, 1985: 18 Gambar 1: Struktur Aksiomatik Deduktif 12
Skema pada gambar 1 tersebut,
menunjukkan
bahwa konsep dalam matematika memiliki peran yang cukup penting dalam membangun struktur matematika. Konsep terbentuk dari pengertian pangkal dan konsepkonsep lain yang telah terbentuk sebelumnya, dan dari konsep yang dinyatakan dengan definisi dapat terbentuk pernyataan lain berupa teorema, corrolory, lemma. Ini menunjukkan matematika
bahwa dapat
suatu
dipahami
pernyataan dengan
baik
dalam setelah
mengerti konsep yang telah mendasari pernyataan tersebut. B. Definisi Suatu Konsep Di bagian terdahulu telah dipaparkan pengertian dan kedudukan konsep dalam matematika.
Untuk
menggunakan konsep tersebut secara operasional dan untuk memperjelas suatu konsep, maka diperlukan suatu ungkapan yang membatasi konsep tersebut. Ungkapan yang dimaksud adalah definisi. Soedjadi (1995 : 8) mengemukakan bahwa definisi suatu konsep adalah ungkapan yang dapat digunakan untuk membatasi suatu konsep. Definisi dalam matematika dapat diungkapkan secara verbal atau nonverbal. Di samping itu suatu definisi dapat dibedakan menurut 13
sifatnya. Berkaitan
dengan sifat tersebut, Soedjadi (1995: 8–9) membedakan definisi atas 3 jenis, yaitu : 1. Definisi Analitik Suatu definisi dikatakan bersifat analitis bila definisi tersebut menyebutkan genus proksimum dan deferensia spesifika. Perhatikan struktur segiempat berikut Segi Empat Segi Empat Tali Busur
Segi Empat garis singgung
Trapesium
Layanglayang
Jajaranggenjang Persegipanjang
Belahketupat Bujursangkar
Sumber : Soedjadi Dalam Media Pendidikan Matematika No 2 Th 1 Hal, 69 Gambar 2 : Struktur Definisi Segiempat
Perhatikan struktur segiempat seperti pada gambar 2. Jika belah ketupat didefinisikan dengan mengikuti struktur segiempat seperti pada gambar tersebut, maka genus proksimumnya adalah jajaranggenjang. Sehingga dapat didefinisikan sbb: Belah ketupat adalah
jajarang genjang yang sisi-sisinya
sama panjang.
14
Selanjutnya perhatikan definisi berikut Belahketupat
adalah segiempat yang sepasang-sepasang
sisi-sisinya sejajar dan sama panjang. Definisi yang kedua ini tidak ekonomis, sebab ungkapan kata sisi-sisinya sejajar tidak perlu lagi muncul kalau kata segiempat diganti dengan jajaranggenjang sebagai genus proksimum. Namun demikian definisi pertama dapat digunakan setelah memahami definisi jajargenjang. Deferensia
spesifika definisi di atas adalah
keterangan yang terdapat dibelakang kata “yang”. Secara umum definisi yang bersifat analitik dapat diungkapkan sbb: Is
adalah
yang
Gen
Def
Dengan : Is
: Istilah yang didefinisikan
Gen : Genus proksimum atau keluarga yang terdekat dengan istilah yang didefinisikan. Def : Deferinsia spesifika atau ciri khusus yang membedakan konsep tersebut dengan yang lainnya.
15
2. Definisi Genetik Suatu definisi dikatakan bersifat genetik bila definisi tersebut menunjukkan atau mengungkapkan terjadinya
atau
cara
terben-tuknya
konsep
yang
didefinisikan. Contoh ; Trapesium adalah segiempat yang terjadi bila sebuah segitiga dipotong oleh garis yang sejajar salah satu sisinya. Definisi diatas mengungkapkan proses terjadinya trapesium, yaitu dapat dibentuk dari segitiga. Secara umum, definisi secara ginetik dapat ditulis sbb : Adalah
Is
yang terjadi bila Pro
Konla
Dengan : Is
: istilah yang didefinisikan
Konla : konsep lain yang diproses Pro
: cara terjadinya proses
3. Definisi dengan Rumus Suatu definisi tidak selalu dinyatakan dengan ungkapan
berbentuk
diungkapkan
dengan
kalimat kalimat
biasa,
matematika,
demikian dapat berbentuk suatu rumus. 16
dapat
juga
dengan
Contoh : 1. Pengurangan dalam ilmu bilangan, didefinisikan a – b = a + (-b) 2. Perkalian
didefinisikan
sebagai
penjumlahan
berulang a x b = b + b + b + . . . . sebanyak a factor C. Komponen Definisi Suatu konsep dalam matematika dapat dipahami dengan melakukan pembedahan terhadap definisi suatu konsep. Pembedahan terhadap definisi dapat dilakukan dengan menguraikan definisi itu dalam komponen– komponenya. Menurut Soedjadi (1995 : 10) komponen definisi terdiri (i) latar belakang, (ii) genus, (iii) istilah yang didefinisikan, (iv) atribut. Sedang Tiro (2010 : 34) menguraikan komponen suatu definisi menjadi: (1) latar belakang
(konteks,
semesta),
(2)
subjek
(objek
pembicaraan definisi, (3) istilah (nama), (4) ungkapan selengkapnya (suatu kalimat), (5) atribut dan (6) simbol. Latar belakang definisi adalah bagian definisi yang menjadi modal dasar untuk membicarakan subjek dari definisi tersebut.
17
Misalnya diberikan konsep fungsi dengan definisi sbb : “suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang memetakan suatu fungsi x € X ketepat unsur y € Y. Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau disebut juga nilai fungsi pada x, dan ditulis y = f(x). Latar belakang definisi tersebut adalah himpunan X, dan himpunan Y. Genus adalah keluarga dari subjek definisi. Genus dapat
dipandang
sebagai
konsep
terdekat
yang
berhubungan dengan definisi yang dibicarakan. Pada definisi diatas genusnya adalah “aturan pemetaan “. Istilah adalah ungkapan yang diberikan pada subjek pembicaraan dari definisi. Istilah pada defenisi di atas adalah “fungsi f”. Atribut definisi merupakan ciri atau sifat yang dimiliki oleh suatu konsp, sehingga dengan ciri tersebut suatu subjek dapat dikategorikan sebagai contoh atau noncontoh dari definisi. Pada contoh diatas atributnya adalah “setiap unsur X mempunyai tepat satu pasangan di Y”.
18
BAB III TEORI BELAJAR R. GAGNE A. Batasan dan Komponen Belajar R.
Gagne
pendidikan
adalah
berkebangsaan
seorang
ahli
amerika
yang
psikologi terkenal
dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne merupakan pelopor instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot Angkatan Udara Amerika. Ia mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional. R.
Gagne
mengembangkan
teori
belajarnya
perkembangan
individu
berdasarkan asumsi–asumsi sbb: 1. Pertumbuhan
dan
merupakan akibat dari belajar. 2. Belajar merupakan proses yang kompleks sifatnya. (Bell E Greadler, 1994: 231) Berangkat mendefinisikan
dari
asumsi
tersebut,
Gegne
belajar
sebagai
seperangkat
proses
kognitif yang mengubah sifat stimuli dari lingkungan menjadi beberapa tahapan pengolahan informasi yang 19
diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru. (Gagne, 1979:43). Stimuli dari lingkungan merupakan faktor eksternal yang
dapat
dimodifikasi
sedemikian
sehingga
menunjang proses kognitif individu yang belajar. Sedang proses kognitif merupakan suatu proses dalam diri individu yang belajar sebagai prasyarat bagi terciptanya kondisi belajar. Proses kognitif ini bersama kondisi internal lainnya berinteraksi dengan kondisi eksternal untuk menghasilkan suatu performasi sebagai hasil belajar. Paparan di atas menunjukkan bahwa terdapat 3 ( tiga ) komponen esensial dalam belajar, yaitu : kondisi internal, kondisi eksternal, dan hasil belajar. Hubungan
antara
ketiga
digambarkan sbb :
20
komponen
tersebut
Kondisi internal
Hasil belajar Informasi Verbal
Keadaan internal
Keterampilan Intelektual
dan proses kognitif
Keterampilan Motorik Sikap Strategi Kognitif
Saling interaksi
Stimulus dari
Acara Pembelajaran
Lingkungan Kondisi Eksternal Gambar 3 : Hubungan Komponen-Komponen Belajar
Hasil
belajar
yang
dimaksud
adalah
suatu
kemampuan internal (kapabiliti) yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu untuk setiap jenis pelajaran. Misalnya: siswa yang telah memiliki konsep “relasi“ dan “fungsi” mampu menunjukkan suatu relasi yang merupakan fungsi dan relasi yang bukan fungsi. Konsep
yang
telah
memiliki
merupakan
kemampuan internal yang tidak langsung nampak, 21
sedang perbuatan merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan nampak secara jelas. Dengan demikian hasil belajar adalah kapabilitas internal dan dicerminkan dalam wujud perbuatan tertentu untuk setiap jenis belajar. Berkaitan dengan jenis belajar tersebut, Gagne mengembangkan suatu teori yang disebut tipe hasil belajar. Tipe hasil belajar tersebut terdiri atas : informasi verbal, keterampilan intelektual, siasat kognitif, sikap dan keterampilan motorik (Gagne, 1989: 44). Tipe hasil belajar ini merupakan pengem-bangan terhadap sistematika 8 (delapan) tipe belajar yang telah disusun oleh Gagne dalam suatu hirarki tipe belajar. Perbedaan mendasar antara sistematika tipe belajar dengan tipe hasil belajar tersebut terletak pada proses belajar yang dilalui oleh individu yang belajar. Tipe hasil belajar di samping melihat hasil belajar juga memeperhatikan proses belajar yang terjadi pada diri siswa. Di samping itu pada tipe hasil belajar tidak dianut suatu hirarki, kecuali pada tipe hasil belajar keterampilan intelektual, yang terdiri atas beberapa subkemampuan.
22
B. Belajar Konsep Menurut Gagne Pada hirarki belajar yang dikemukakan oleh Gagne, belajar konsep ditempatkan pada urutan kelima, sedang pada tipe hasil belajarnya, belajar konsep dipandang sebagai bagian
dari keterampilan
itelektual, yang
disusun dalam suatu hirarki tersendiri. Hirarki tingkat-tingkat kemampuan intelek-tual tersebut digambarkan oleh Gagne (1979: 62) Pemecahan masalah Aturan-aturan tingkat tinggi
) Aturan-aturan Konsep-konsep Terdefenisi Konsep-konsep konkrit
Gambar 4: Hirarki tingkat kemampuan intelektual
Mencermati sistematika pada gambar 4 di atas, dapat dipahami bahwa belajar konsep dapat terjadi dengan baik setelah melalui belajar diskriminan, artinya kemampuan siswa untuk mengadakan diskrimanasi menjadi
penunjang
kemampuan
konsep. 23
memahami
suatu
Lebih lanjut Gagne membagi belajar konsep atas dua bagian, yaitu belajar konsep kongkrit dan belajar konsep terdefenisi. Belajar konsep kongkret adalah belajar memahami kebersamaan sifat-sifat dari benda-benda kongkrit atau peristiwa peristiwa untuk di kelompokkan menjadi satu jenis,
sedang
belajar
konsep
terdefenisi
adalah
kemampuan mendemonstrasikan makna dari kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan,
dan
mampu
menunjukkan
komponen-komponen dalam konsep tersebut. Seperti yang dipaparkan terdahulu bahwa setiap tipe
belajar
dapat
menghasilkan
performasi
yang
maksimal bila di perhatikan kondisi internal dan kondisi eksternal yang terjadi pada setiap tipe belajar. Dalam hal belajar konsep kondisi internal dan kondisi eksternal di paparkan sbb: Konsep konsep kongkret Menurut Gagne (1979: 65) kondisi internal dan kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep konkrit adalah 1. Kondisi Internal Siswa dapat membedakan secara cermat contoh suatu konsep. Dengan demikian kemampuan memahami
24
konsep konkrit ini tergantung pada kemampuan siswa dalam mengadakan diskriminasi. 2. Kondisi Eksternal Mencakup kejelasan dalam ciri-ciri fisik pada objek yang harus dikelompokkan. Ini berarti belajar konsep konkrit dapat dipercepat dengan bantuan isyarat-isyarat, dan penyajian beberapa contoh. Konsep-konsep terdefinisi Menurut Gagne (1979:67) kondisi internal dan kondisi eksternal yang dibutuhkan dalam belajar konsep terdefinisi adalah 1. Kondisi internal Untuk memperoleh konsep terdefinisi, siswa harus mengeluarkan kompenen
atau
konsep
memanggil yang
semua
terdapat
kompenen-
dalam
definisi,
termasuk hubungan antara konsep. 2. Kondisi eksternal Suatu konsep terdefinisi dapat dipelajari dengan meminta siswa mengamati suatu demonstrasi atau skema/bagan dari komponen atau melalui pernyataan verbal. C. Sistem Pemrosesan Informasi Definisi belajar yang telah dikemukakan oleh Gagne seperti dipaparkan terdahulu menempatkan 25
pengolahan informasi sebagai suatu proses untuk memperbaiki
kapasitas
belajar.
Selanjutnya
Gagne
mengemukakan suatu teori tentang proses belajar yang mengacu pada sistem pemrosesan informasi. Dalam
teori
tersebut,
Gagne
(1989:13)
menggambarkan model pemrosesan informasi sepererti pada gambar 5. Pada stimulus
model dari
pemrosesan
lingkungan
informasi
peserta
tersebut,
didik
akan
mempengaruhi receptor (penerima stimulus), kemudia masuk ke sistem saraf melalui sensory register (yaitu organ yang pertama kali menerima adanya stimulus tersebut) yang terdapat dalam sistem saraf pusat. Penerimaan stimulus ini merupakan persepsi objek dan peristiwa yang pertama kali bagi peserta didik. Stimulus yang berupa informasi itu akan disimpan dalam sistem saraf pusat dalam waktu yang sangat singkat.
26
E N V I R O N M E N T
E F F E C T O R S R E C E P T O R S
EXPECTANCIES
EXECUTIVE
CONTROL
RESEPTOR GENERATOR
SENSORY REGISTER
SHORT – TERM MEMORY
LONG – TERM MEMORY
Gambar 5: Model Pemrosesan Informasi Menurut Sperling (dalam Ratna, 1989: 34) informasi itu hanya disimpan selama seperempat detik. Dari seluruh informasi yang masuk, sebagian kecil disimpan untuk selanjutnya memasuki short-term memory (ingatan jangka pendek), sedangkan selebihnya akan hilang dari sistem. Proses reduksi ini disebut selective perception (tanggapan selektif). Tertangkapnya informasi tertentu 27
itu ke dalam short-term memory memerlukan waktu yang relatif singkat (kira-kira 10 detik), kecuali bila informasi tertentu itu diulang-ulang maka akan tertahan dalam jangka waktu yang agak lama. Informasi yang terdapat dalam short-term memory dapat diberi kode, kemudian disimpan dalam long-term memory (ingatan jangka panjang). Coding (pengkodean) sebaiknya
dilakukan
dengan
teknik tertentu agar
pengitegrasian informasi baru ke dalam tidak merusak struktur yang terdapat di dalam long-term memory. Informasi yang tersimpan pada long-term memory akan bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama. Bila informasi tersebut akan digunakan maka informasi itu harus
dipanggil.
Informasi
yang
telah
dipanggil
merupakan dasar pada response generator (penghasil respon). Dalam pikiran sadar, informasi mengalir dari long-term memory ke short-term memory dan kemudian ke response
generator.
Tetapi
untuk
respon
otomatis,
informasi mengalir langsung dari long-term memory ke response generator selama pemanggilan. Response generator akan mengatur urutan respon dan membimbing effectors ke dalam suatu tindakan yang akan mempengaruhi lingkungan (environment). Effectors meliputi semua otot dan kelenjar kita, tetapi effectors
28
yang utama untuk tugas sekolah ialah tangan (untuk menulis) dan alat suara (untuk berbicara). Executive control (pengaturan) dan expectancies (pengharapan) dalam model pemrosesan informasi dipandang untuk mengaktifkan dan memodifikasi arus informasi. D. Fase-Fase Belajar Berdasarkan model pemrosesan informasi, Gagne (dalam
Bell
pengolahan
Gredler,1994:198) (proses)
kognitif
menerapkan dalam
konsep
kupasannya
terhadap hal belajar, Gagne menemukan sembilan tahapan pengolahan yang esensial bagi belajar dan harus dilaksanakan secara berurutan, kesembilan tahapan tersebut dinamakan fase-fase belajar. Uraian masing- masing fase tersebut sbb: Persiapan untuk belajar Persiapan untuk belajar memuat 3 (tiga) fase, yaitu : 1. Fase Attending (Mengarahkan Perhatian) Fase ini untuk menyadarkan siswa akan adanya stimulus
dan
menangkap
stimulus
yang
relevan,
stimulus yang dimaksudkan dapat berupa komunikasi verbal (lisan atau tulisan), gambar diam dll. Menarik perhatian siswa dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan
yang 29
merangsan
minat,
menceritakan kejadian yang lain dari biasanya, atau membangkitkan minat tertentu. 2. Fase Pengharapan Fase pengharapan berfungsi mengantar siswa untuk mengetahui tujuan belajar, orientasi tujuan yang sudah terbentuk pada tahap ini membuat siswa dapatmemilih hasil apa yang sesuai pada setiap fase berikutnya dalam pengolahan informasi (Gagne, 1977: 61). Arahan yang diberikan pada fase pertama akan menimbulkan harapan untuk mengetahui sajian yang akan
diajarkan,
dan
sekaligus
menimbulkan
rasa
keingintahuan siswa terhadap pelajaran yang akan diberikan. 3. Fase Retrival (Mendapatkan Kembali) Fase ini berfungsi untuk mengingat kembali kapabilitas prasyarat esensial untuk kegiatan belajar yang baru, proses menggali ingatan dapat dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Pada proses ini kemungkinan peserta didik akan
kehilangan
hubungan
dengan
informasi yang ada dalam ingatan jangka panjang. Dalam keadaan demikian, pengajar harus memberikan stimulus
eksternal,
misalnya
memberikan
sedikit
informasi yang relevan kemudian meminta peserta didik untuk mencari kaitannya. 30
Perolehan dan performasi Bagian ini 4 fase berikutnya, yaitu: 4. Fase Persepsi Selektif atas Sifat-Sifat Stimulus Fase ini mengubah bentuk stimulus fisik menjadi ciri-ciri
yang
dapat
dikenal
dan
memungkinkan
disampingnya ciri-ciri tersebut secara singkat dalam memori kerja dan dapat dibuat sandi-sandi. Pada fase ini siswa melakukan seleksi terhadap stimulus yang datang, informasi yang relevan dengan pelajaran yang akan disajikan dipanggil dari ingatan jangka panjang maupun ingatan jangka pendek untuk diberi kode. 5. Fase Semantic Econding (Sandi Semantik) Fase memberikan
merupakan kode
fase
pada
pengkodean,
ciri-ciri
stimulus
yaitu dengan
kerangka kerja konseptual atau bermakna dan disimpan dalam memori jangka panjang. Proses ini merupakan tahap sentral dan kritis dalam belajar dan tampa tahap ini belajar tidak akan terjadi (Gagne, 1977: 66). Sandi yang disimpan dapat berupa konsep, proposisi, atau organisasi lain yang bermakna. 6. Fase Retrival dan Respon Fase ini berfungsi mengembalikan informasi yang disimpan
ke
pembangkit
respons
orang
dan
mengaktifkan respons. Pada fase ini siswa mendapatkan
31
kembali sandi yang baru saja disimpan pada memori jangka panjang. 7. Fase Reinforcement (Penguatan) Fase ini berfungsi mengkorfirmasikan pengharapan siswa tentang tujuan belajar. pada fase ini siswa mendapatkan pengukuhan atas diperolehnya kapabilitas baru, alih belajar Alih belajar memuat 2 (dua) fase terakhir, yaitu: 8. Fase Pengisyaratan Untuk Retrival Fase ini berfungsi memberikan isyarat tambahan untuk mengingat kembali kapabilitas yang sesuai dari memori jangka panjang. 9. Fase Generalisasi Fase ini berfungsi meningkatkan kemampuan alih belajar kesituasi baru. Berdasarkan uraian tentang model pemrosesan informasi telah
dan fase- fase belajar
dikemukakan,
terlihat
Gagne sebagaimana
bahwa
Gagne
sangat
memerhatikan proses yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Disamping itu, Gagne juga memerhatikan perilaku diberikan
yang tampak (respon) dari individu setelah stimulus.
Dengan
demikian
Gagne
memadukan antara psikologi kognitif dan psikologi tingkah laku dalam belajar.
32
E. Rancangan Pembelajaran Berdasarkan
analisisnya
tentang
pengelo-laan
esensial dalam belajar yang disusun dalam 9 (Sembilan) fase seperti dipaparkan diatas, maka Gagne merancang suatu model pembelajaran dengan asumsi-asumsi sbb: 1. Pembelajaran mesti direncanakan agar memperlancar belajar siswa secara individu. 2. Fase pendek dan fase panjang hendaknya masuk dalam rancangan. 3. Perencanaan hendaknya tidak asal jadi,dan tidak sekedar menyiapkan lingkungan asuh saja. 4. Usaha
pembelajaran
mesti
dirancang
dengan
menggunakan analisis system. 5. Pembelajaran
harus
dikembangkan
berda-sarkan
pengetahuan tentang cara belajar. (Gagne, 1979:5) Berdasarkan pada asumsi-asumsi diatas, Gagne menyusun rencangan pembelajaran yang bersesuaian dengan kondisi belajar,yang terjadi pada masing-masing fase belajar. Rancangan yang dimaksud terdiri atas: 1. Perumusan Tujuan Performasi Gagne dalam mengembangkan teori belajarnya ,selain meninjau hasil belajar yang harus dicapai, juga meninjau proses belajar yang menuju ke hasil tersebut dan
mengembangkan
langkah-langkah 33
pembelajran
yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendampingi siswa dalam belajar. Hasil belajar
yang ingin dicapai
perlu dirumuskan dalam bentuk tujuan performasi. Hal ini dapat membantu guru untuk mengetahui kebutuhan pembelajaran
dan
mengemukakan
pengujian.
bahwa
Herman
tujuan
berfungsi
(1979:34) untuk
membantu guru dalam memilih materi dan pengalaman belajar matematika yang ditekankan dan membantu guru dalam menyusun alat penilaian. Perumusan
tujuan
performasi
secara
spesifik
menuntut adanya kemampuan internal tertentu yang dapat digolongkan dalam kategori hasil belajar tertentu, melalui proses belajar. Hal ini berarti proses belajar yang dilalui oleh sisiwa untuk memeroleh hasil belajar tertentu harus disesuaikan dengan tujuan performasi yang telah dirumuskan. 2. Memilih Acara Pembelajaran Fungsi pembelajaran adalah menunjang proses internal, yang terjadi dalam diri siswa. Kesembilan fase belajar yang telah dipaparkan terdahulu maing-masing sejauh kejadiannya digiatkan secara internal, disamping itu juga perlu diperhatikan proses pengaturan tertentu dari stimulus lingkungan.
34
Acara-acara pembelajaran untuk kesembilan fase belajar dilukiskan oleh Bell Gredler (1994:210) sebagai berikut: Perian Persiapan untuk belajar
Fase Belajar
Acara Pembelajaran
1. Mengarahkan perhatian
Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus. Memberitahu siswa tentang tujuan belajar. Merangsang siswa agar mengingat kembali ha-sil belajar sebelumnya Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya
2. Ekspektasi 3. Retrival
4. Persepsi selektif atas stimulus Perolehan dan 5. Sandi Semantik perbuatan 6. Retrival dan respon 7. Penguatan 8. Mengisyarat-kan terjadinya retrival 9. Generalisasi
Memberikan bimbingan belajar Memunculkan perbuatan siswa Memberikan balikan informatif Menilai perbuatan siswa Meningkatkan retensi dan alih belajar
Retrival dan alih-alih belajar
Acara pembelajaran untuk persiapan belajar Menarik perhatian, memberitahu tujuan pelajaran, dan
mendorong
pelajaran
siswa
untuk
sebelumnya
mengingat
merupakan 35
kembali
acara-acara
pembelajaran baru. Untuk menarik perhatian siswa, guru dapat melakukan dengan mengajukan pertanyaan yang meransang minat belajar siswa terhadap materi pelajaran yang disajikan, menceritakaan manfaat bahan ajar tersebut, atau membangkitkan minat-minat tersebut. Setelah menerima
minat
materi
siswa
dibangkitkan
pelajaran,
maka
dan
guru
siap
berusaha
membangkitkan ingatan siswa terhadap materi pelajaran sebelumnya yang berkaitan dengan bahan ajar yang akan dibahas. Informasi yang relevan, konsep, dan aturan yang berkaitandengan materi yang akan dibahas dapat dibangkitkan dari ingatan siswa dengan menggunakan pertanyaan
atau
memberi
informasi
yang
dapat
membangkitkan ingatan tersebut. Acara pembeelajaran untuk perolehan dan perbuatan Empat fase belajar pada kelompok perolehan dan perbuatan, yaitu persepsi selektif, sandi semantic, retrival dan respon, penguatan merupakan fase belajar pokok, keempat fase tersebut didukung oleh acara pembelajaran tertentu, yang dirinci sbb: Guru menyajikan ciri-ciri stimulus, selanjutnya disajikan kepada siswa situasi khusus tersebut yang dibarengi
dengan
memberikan
petunjuk.
bimbingan
Kegiatan
belajar. 36
ini
untuk
Menurut
Gagne
(1989:129)
komunikasi
kepada
siswa
harus
bisa
merangsang jalan pikiran tertentu dan karena itu akan mencegah terjadinya salah arah. Langkah berikutnya guru memberikan pertanyaan untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap materi yang disajikan, sehingga guru dapat mengetahui perbuatan yang perlu diberikan kepada siswa, perbuatan dalam
hal
ini
membenarkan
ada
hasil
dua belajar
kemungkinan, yang
dicapai,
yaitu: atau
memberikan balikan korektif atas pencapaian siswa. Berkaitan dengan pemberian bimbingan belajar kepada siswa Gagne (1980:6) mengemukakan bahwa bimbingan belajar tersebut membantu pelajar mengubah kapabiltas, baru
menjadi
sandi
untuk
diingat
kembali,
dan
bimbingan membedakan belajar yang mudah dan yang sukar, serta membedakan antar belajar yang efektif dengan yang tidak efektf. Berdasarkan pendapat Gagne tersebut, jelas bahwa bimbingan
belajar
yang
diberikan
kepada
siswa
merupakan persoalan yang pokok dalam hal belajar, dengan demikian aktivitas guru dalam kegiatan belajar siswa juga memengangperan yang cukup strategis. Bimbingan belajar dapat dilakukan oleh guru dengan mengajukan pertanyaan yang bersifat memancing siswa untuk menemukan konsep yang dibahas. 37
Acara pembelajaran untuk retrival dan alih belajar Untuk menentukan perolehan kapabilitas siswa, tidak cukup hanya didasarkan pada pengenalan siswa terhadap contoh-contoh atau kemampuan penerapan satu
kaidah
kapabilitas
kesituasi
tersebut
tertentu,tetapi
masih
perlu
pencapaian
digeneralisasikan
keberbagai situasi. Oleh kerena itu siswa dihadapkan pada seperangkat contoh tambahan atau situasi lain yang memberikan tuntutan kepada siswa berunjuk kerja menerapkan keterampilan-keterampilan tertentu. Pembelajaran perlu disimpulkan dengan adanya ransangan
yang
khusus
direncanakan
untuk
memperkuat ingatan dan alih belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan ulangan yang diadakan sehari atau lebih lama kemudian (Gagne, 1989:116). Paparan dua alinea terakhir menunjukan bahwa seorang siswa dikatatakan telah mengetahui dengan baik bahan ajar yang disajikan dan memiliki kapabilitas baru, jika siswa tersebut dapat memberikan contoh dan mampu menerapkan bahan ajar tersebut keberbagai situasi yang berkaitan dengan bahan ajar. Untuk mengukur tingkat pencapaian ini diperlukan ujian yang terencana sesuai bahan ajar yang disajikan.
38
BAB IV KEGIATAN MENGAJAR BELAJAR KONSEP
Dibagian terdahulu telah dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan konsep dalam matematika, teori belajar dari Gagne, dan acara pembelajran menurut teori belajar Gagne.
Mencermati
fase-fase
belajar
dan
acara
pembelajaran yang berkaitan dengan fase-fase belajar dari Gagne, maka kegiatan belajar konsep yang akan dipaparkan pada bagian ini terdiri atas 2 bagian, yaitu: persiapan mengajar dan pelaksanaan mengajar dikelas. A. Persiapan Mengajar Persiapan dimaksudkan
mengajar untuk
konsep
memudahkan
matematika guru
dalam
menyajikan konsep dikelas. Persiapan yang perlu dilakukan adalah merumuskan tujuan performasi dan analisis terhadap definisi. 1. Rumusan Tujuan Performasi Seperti
dipaparkan
terdahulu
bahwa
tujuan
performasi merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam 39
kegiatan mengajar belajar. Dalam kaitannya dengan belajar konsep, Gagne (1979:125) menyarankan kata kerja yang dapat digunakan dalam merumuskan
tujuan
belajar konsep yaitu kata kerja “mengenali contoh dan mengelompokkan kedalam kategori” Contoh: Belajar konsep fungsi Rumusan tujuan performasinya adalah: siswa dapat mengelompokkan hasil relasi yang merupakan konsep. 2. Analisis konsep Analisis konsep yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pembedaan definisi konsep dalam komponen– komponen konsep, disertai hubungan antara konsep tersebut dengan konsep prasyarat dan contoh-contoh konsep, serta ungkapan simbo;is suatu definisi. Analisi konsep
dimaksud
untuk
membantu
guru
dalam
mengajarkan konsep dikelas. B. Pelaksanaan Pengajaran Konsep di Kelas Seperti telah dipaparkan terdahulu bahwa kondisi eksrternal merupakan stimulus yang dapat diberikan kepda siswa agar kondsis internal yang diharapkan dapat melekat pada diri siswa, sehingga kondisi belajar yang diharapkan terjadi adalah: 40
1. Penyajian
contoh-contoh
konsep dan
noncontoh
konsep. 2. Penyajian objek-objek yang relevan dengan konsep yang akan dibahas. 3. Penyajian komponen konsep atau menyatakan konsep secara verbal. 4. Penampilan siswa dalam menyatakan konsep yang dibahas. Sedangkan
Nasution
(1987:
163
–
167)
mengisyaratkan stimulus yang yang perlu diberikan kepada siswa adalah: 1. Menyatakan perbuatan atau bentuk kelakuan yang diharapkan sebagai hasil belajar. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kelakuan yang diharapkan adalah kemampuan mengidentifikasi secara tepat dan benar yang merupakan perilaku terminal. 2. Instruksi verbal mendorong anak untuk mengingat kembali konsep yang diperlukan dalam pembahasan konsep baru ini. 3. Memberikan
contoh-contoh
dan
noncontoh
dari
konsep yang dibahas, untuk menguatkan pemahaman siswa.
41
Mencermati paparan di atas dan bab-bab terdahulu, maka pelaksanaan kegiatan mengajar belajar konsep matematika di kelas dapat ditempuh sebagai berikut. Persiapan untuk belajar Pada kegiatan ini motivasi siswa untuk belajar diangkitkan debgan mengarahkan perhatiannya pada konsep yang akan dibahas, serta memberitahu siswa tujuan pembahasan. Untuk membangkitkan minat, siswa diberi gambaran secara global pentingnya konsep yang akan dibahas. Berdasarkan gambaran dan tujuan yang disajikan diharapkan siswa memiliki harapan yang baik terhadap konsep yang akan disajikan, sehingga siap menerima pelajaran. Setelah siswa siap menerima, selanjutnya ingatan siswa terhadap materi prasyarat konsep yang dibahas dibangkitkan dan digali dari memori. Hal ini dapat dilakukan melalui tanya jawab. Perolehan dan perbuatan Pada bagian ini guru menyajikan konsep yang dibicarakan, menguraikan hubungan antara konsep prasyarat dengan konsep yang aka disajikan, menyajikan komponen-komponen definisi, dan contoh/noncontoh. Melalui
penyajian
stimulus
42
ini
siswa
diharapkan
mengetahui definisi konsep dan komponen-komponen definisi dari konsep yang dibahas. Selanjutnya
siswa
diberi
bimbingan
belajar.
Bimbingan belajar diarahkan pada penyajian objek-objek yang relevan dengan konsep dan menunjukkan contoh dan non-contoh dari konsep. Melalui bimbingan belajar ini siswa diharapkan lebih mendalami konsep yang disajikan serta mampu mengembangkan contoh-contoh dan noncontoh. Pada bagian ini diberikan beberapa contoh lain yang memenuhi kriteria konsep yang dibahas dan beberapa contoh yang tidak memenuhi. Guru meminta kepada siswa menunjukkan contoh yang memenuhi kriteria konsep sebagai contoh konsep dan contoh yang tidak memenuhi kriteria konsep sebagai noncontoh konsep. Setelah itu guru memberi umpan balik terhadap jawaban siswa, dan melakukan koreksi terhadap setiap jawaban yang diberikan serta menuntun siswa untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan. Alih belajar Guru memberikan soal latihan yang berkaitan dengan konsep yang dibahas, memberikan penilaian terhadap hasil pekerjaan siswa. Selan-jutnya siswa diarahkan untuk melakukan generalisasi konsep serta 43
menerapkan konsep yang baru diperoleh. Hal ini dapat dilakukan dengan ujian tentang konsep yang baru dibahas Skema alur kegiatan mengajar belajar konsep matematika sbb: Guru -
-
-
Pesiapan belajar Siswa
Stimulus Kondisi internal Kondisi eksternal Hasil belajar Menarik perhatian - Ada harapan Menyampaikan tujuan - Ada konsep Membangkitkan konsep prasyarat prasyarat Perolehan dan perbuatan Hubungan konsep pra- Siap menerima syarat dengan konsep pelajarn baru - Konep prasayarat Uraian komponen muncul konsep Definisi konsep Contoh/mencontoh
- Bimbingan belajar - Memunculkan perbuatan - Umpan balik - Soal latihan - Penilaian
- Paham konsep - Contoh/non-contoh
- Tampilan kembali Alih belajar - prestasi akhir
Generalisasi Gambar 6: Alur Kegiatan Mengajar Belajar Konsep Matematika 44
C. Contoh Pengajaran Konsep Konsep
: Fungsi
Kelas
: II SMU
A. Persiapan 1. Tujuan Siswa dapat menunjukkan relasi yang merupakan fungsi 2. Analisis konsep Definisi : Suatu fungsi f dari X ke Y ialah suatu aturan yang memetakan setiap unsur
ketepat satu unsur
. Unsur y ini disebut bayangan unsur x, atau disebut juga nilai fungsi pada x, dan ditulis Latar belakang
: himpunan X, himpunan Y
Genus
: aturan pemetaan
Simbol
:
,
,
Ungkapan
: fungsi f dari X ke Y
Contoh
:
himpunan himpunan Aturan pemetaan dari X ke Y didefinisikan oleh Aturan pemetaan disebut fungsi dari x ke y 45
,
Noncontoh
:
himpunan himpunan aturan pemetaan dari Y ke X didefinisikan oleh pemetaan dari Y ke X bukan fungsi Ungkapan Notasi
:
F fungsi dari X ke Y 3. Pelaksanaan kegiatan di kelas Dalam
kegiatan
mengajar
belajar
ditempuh
prosedur sbb: Persiapan Belajar Kondisi internal yang ada pada diri siswa adalah harapan untuk mengetahui konsep fungsi, konsep prasyarat yaitu himpunan dan relasi. Stimulus yang perlu diberikan oleh guru adalah menarik perhatian siswa, dengan menunjukkan manfaat konsep fungsi serta memberitahu
tujuan
mempelajari
konsep
fungsi.
Disamping itu guru membangkitkan ingatan siswa tentang konsep himpunan dan relasi antara himpunan. Pada bagian ini diharapkan konsep prasyarat yang perlu dimiliki siswa terpanggil dari ingatan jangka panjang, dan siswa siap menerima pelajaran baru.
46
Perolehan dan Perbuatan Kondisi
internal
yang
dimiliki
siswa
adalah
kesiapan untuk belajar konsep fungsi, dengan memiliki konsep prasyarat yaitu konsep himpunan dan konsep relasi. Stimulus yang diperlukan adalah menunjukkan 2 himpunan yang saling berelasi, selanjutnya meminta siswa untuk menunjukkan karakter khusus relasi tersebut. Misalnya : Siswa diminta memperhatikan gambar berikut: X
Y
Gambar 7 : Hubungan Antar Dua Himpunan Melalui tanya jawab siswa diarahkan untuk melihat karakteristik
pasangan
kedua
himpunan
tersebut,
dengan pertanyaan: apakah ada anggota X yang tidak memiliki pasangan di Y?. Jika tidak ada, berarti setiap anggota X dipetakan dengan tepat satu unsur di Y. 47
Hubungan (relasi) seperti ini disebut fungsi dari X ke Y. Selanjutnya siswa diminta menyebutkan syarat-syarat suatu relasi disebut fungsi. Berdasarkan
pemahaman
tersebut
guru
menguraikan komponen konsep fungsi dan meminta siswa untuk mencoba mendefinisikan fungsi sebagai suatu relasi khusus. Selanjutnya ditunjukkan relasi yang merupakan fungsi dan relasi yang bukan fungsi. Misalnya: Diberikan himpunan
X =
dan
Y= Aturan pemetaan dari X ke Y didefinisikan oleh Melalui
tanya
jawab
siswa
diarahkan
. untuk
menunjukkan bahwa relasi yang didefinisikan oleh merupakan fungsi X ke Y. Untuk
noncontoh,
siswa diarahkan bahwa relasi dari Y ke X bukan fungsi. Sasaran: Siswa memahami relasi yang merupakan fungsi serta dapat menunjukkan suatu relasi yang merupakan fungsi, dapat mengklasifikasi contoh dan noncontoh dari suatu fungsi. Alih Belajar Kondisi pemahaman
internal terhadap
pada konsep, 48
diri dan
siswa
adalah
kemampuan
mengklasifikasi relasi yang merupakan fungsi dan relasi yang bukan fungsi. Untuk menguatkan pemahaman tersebut guru memberikan soal-soal latihan dan memberi penilaian terhadap hasil pekerjaan siswa. Misalnya: a. Diberikan himpunan-himpunan
dan
Y = { y / y € Real } Relasi dari x ke Y didefinisikan oleh y = X + 1. Apakah relasi dari A ke B merupakan fungsi? Jelaskan jawaban anda. b. Diberikan himpunan-himpunan X = { X / X € Asli }dan Y ={ y / y € Bulat } relasi dari x ke Y didefinisikan oleh y = x . Apakah relasi dari X ke Y merupakan fungsi? Jelaskan jawaban anda. Sasaran Siswa
dapat
menanpilkan
pencapaian
tujuan
yang
diinginkan dalam belajar konsep konsep fungsi, dan selanjutnya menyimpan pada ingatan jangka panjang sehingga dapat panggil kembali bila diperlukan.
49
50
BAB V KESIMPULAN-DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan paparan di bagian terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sbb: 1. Konsep merupakan salah satu objek matematika yang memiliki peranan penting dalam membangun stuktur matematika
dan
dalam
mempelajari
bagian
matematika lainnya, sehingga pemahaman konsep perlu dimiliki oleh siswa untuk dapat mengembangkan dan mempelajari matematika lebih lanjut. 2. Suatu konsep dalam matematika dapat dipahami dan digunakan
secara
operasional
melalui
definisi,
sehingga untuk memahami suatu konsep diharapkan siswa memahami definisi dari konsep tersebut. Sedangkan difinisi dari suatu konsep dapat dipahami melalui pembedahan difinisi kedalam komponenkomponennya yang disertai dengan contoh dan non contoh dari definisi tersebut. 3. Untuk mempelajari suatu konsep, Robert Gagne menawarkan suatu alternatif belajar konsep melalui 51
teori belajarnya yang dikembengkan berdasarkan proses belajar dengan memperhatikan komponenkomponen
pembelajaran,
yaitu
kondisi
internal,
kondidi eksternal dan hasil belajar. 4. Hasil belajar maksimal dapat dicapai oleh siswa bila guru dapat melakukan modifikasi terhadap kondisi ekternal dengan memberikan stimulus sedemikian sehingga terjadi interaksi antara kondisi eksternal dengan kondidi internal. 5. Agar kondidi internal dan kondisi eksternal dapat berinteraksi
dengan
baik,
maka
guru
perlu
memperhatikan fase-fase belajar yang terjadi pada diri siswa. Berdasarkan fase-fase tersebut dilakukan acara pembelajaran yang berseesuaian dengan setiap fase. 6. Kegiatan belajar mengajar konsep matematika dengan menerapkan teori Gagne dibagi atas dua bagian, yaitu: a. Persiapan mengajar yang meliputi, perumusan, tujuan reformasi dan analisis definisi. b. Pelaksanaan kegiatan mengajar, yang meliputi : Persiapan dengan sasaran menarik perhatian dan minat siswa untuk mempelajari konsep, dan membangkitkan konsep prasyarat untuk memasuki pembahasan konsep baru. Perolehan
dam
perbuatan
dengan
sasaran
menunjukkan hubungan antara konsep prasyarat 52
dengan
konsep
baru,
pemahaman
terhadap
komponen konsep, definisi konsep dan pemberian contoh/ non contoh konsep, pemberian bimbingan belajar dan pemberian umpan balik terhadp hasil belajar siswa. Alih belajar dengan sasaran melatih pemahan siswa terhadap
konsep
selanjutnya
yang
siswa
baru
dapat
dibahas
menyimpan
untuk konsep
tersebut dalam ingatan jangka panjang, sehingga sewaktu-waktu
dapat
dipanggil
pada
saat
dibutuhkan. B. Saran-saran 1. Kepada
guru
mempersiapkan
matematika secara
diharapkan
maksimal
dapat
bahan
ajar
sebelumnya menyajikan konsep matematika di depan kelas,
dan
melakukan
perumusan
tujuan
dan
pembedaan terhadap difinisi konsep. 2. Kepada menyajikan
guru-guru
matematika
konsep
matematika
diharapkan dengan
memperhatikan komponen konsep, contoh noncontoh konsep, fase-fase belajar dan acara pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase tersebut. 3. Kepada para ahli dan pengembangan pendidikan matematika diharapkan untuk melakukan kajian teori53
teori belajar yang bersesuaian untuk setiap konsep matematika. 4. Kepada
para
peneliti
pendidikan
matematika
diharapkan untuk melakukan kajian eksperimen untuk menguji cobakan teori belajar Gagne dalam mengajarkan konsep matematika
54
DAFTAR PUSTAKA Begle, E. G. (1979). Critical Variables in Mathematics Education. NCTM Amerika Bell, Federick H (1981). Teaching And Learning Mathematics (In Secondari School). Wnc Brown Comp. Publishers, IOWA USA. Bell
Gredler, Margaret E (1994). Belajar Membelajarkan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dan
Darwis, muhammad (1994). Hubungan Persepsi Terhadap Efektifitas Pengajaran Dosen, Sikap Terhadap Kalkulus Dan Penguasaan Logika Elementer Dengan Kemampuan Pemahaman Konsep Kalkulus Pada FPMIPA IKIP Ujung Pandang (Tesis S-2) PSS IKIP Malang Di IKIP Surabaya . Depdikbud (1998). Garis Besar Program Pengajaran Matematika. Proyek Peningkatan SMA, Tenaga Edukatif Dan BPG Jatim Fitri Novi Astuti, Edy Yusmin, Dede Suratman. Analisis Kesulitas Pemahanan Konseptual Siswa dalam menyelesaikan Soal pada Materi Peluang di MAN Sanggau Gagne (1997). The Conditions Of Learning (Edisi Ketiga). Holt, Rinehart And Winston, New York USA.
55
Gagne, Robert M And Briggs Leslie J. (1997). Principles Of Intruction, Prentice Hall, Rinehart And Winston, New York USA. Gagne, Robert M And Perkins Driscool (1998). Essentials Of Learning For Intructions. Prentice Hall, New Jersey Usa. Hudoyo, herman (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika Dan Pelaksanaannya Didepan Kelas. Usaha Nasional, Surabaya. ____________(1990). Strategi Mengajar Belajar Matematika. IKIP Malang. Nasoetion, A. Hakim. (1995). Matematika 2 Untuk Sekolah Menengah Umum. Balai Pustaka, Jakarta. Nasution (1987). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bina Aksara, Jakarta. Soedjadi (1985). Mencari Strategi Pengelolaan Pendidikan Matematika Menyongsong Tinggal Landas Pembangunan Indonesia (Suatu Upaya Mawas Diri, Pidato Pengukuhan). IKIP Surabaya. ___________ (1992). Matematika Pendidikan Menengah Dalam Media Pendidikan Matematika No 2 Th 1 1992. PPS IKIP Surabaya. ___________ (1995). Tinjauan Umum Matematika Sekolah Dan Proses Belajar Mengajar Geometri (Bahan Pelatihan Guru SLTP Freeport). FMIPA IKIP Surabaya. 56
Willis Dahar, Ratna (1989). Teori-Teori Belajar. Erlangga Jakarta. Winkel, (1991). Psikologi Pengajaran. Grasindo, Jakarta. Tambunan (1987). Pelajaran Matematika (Modul UT). Karunika, Jakarta. Tiro, M Arif (2010). Cara Yang Efektif Untuk Mempelajari Matematika. Andira Karya Mandiri. Makassar
57