Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 29-34
IMPLEMENTASI STRATEGI LEARNING START WITH A QUESTION DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMAN 1 PADANG Mia Syafrina1), Armiati2), dan Mirna3) 1)
FMIPA UNP, email:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
2,3)
ABSTRACT This is pre-experiment research, which implemented in Senior High School 1 Padang 1st grade. This research investigated students’ communication of math skill. It’s discovered that students can increase their math abilities with the opportunities to discuss their thinking as well as evaluate thinking and strategies of other students. Learning Start with a Question can be valuable strategies in teaching and learning process to improve mathematics communication ability students. Keywords: Mathematics communication, Learning Start With A Question PENDAHULUAN One who lives in a society cannot avoid communication (Chang,2003). Komunikasi menjadi sarana dalam mengekspresikan diri dan memahami orang lain. Menilik dari pendapat di atas komunikasi menjadi bagian penting untuk dapat hidup dalam masyarakat. Untuk itu, pendidikan harus mengambil bagian dalam mengembangkan kemampuan komunikasi. Matematika sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan disetiap jenjang pendidikan diharapkan memberi perhatian pada peningkatan kemampuan komunikasi siswa. Matematika dan komunikasi tidak bisa dipisahkan karena ketika berbicara mengenai matematika menulis tentang matematika semuanya memerlukan kemampuan untuk mengkomunikasikannya. Kemampuan inilah yang dikenal dengan kemampuan komunikasi matematis. Kemampuan mengonsolidasi pemikiran dan ide-ide matematikanya. National Council of Teacher of Mathematics menjelaskan, “many educators of mathematics believe communication is a crucial part of mathematics. It is a way of sharing ideas and clarifying understanding. Through communication, ideas become objects of reflection, refinement, discussion, and amendment. The communication process also helps build meaning and permanence
for ideas and makes them public”. Ketika siswa dilatih untuk berfikir, memberikan alasan, dan mengomunikasikan hasil pemikirannya secara lisan maupun tulisan mereka akan memahami materi tersebut dengan lebih jelas. Selain itu, ketika siswa mendengarkan penjelasan dan alasan dari siswa lain akan membangun pemahamannya sendiri. Pemahaman siswa terhadap materi akan lebih mendalam ketika proses pembelajaran memungkinkan terjadinya diskusi baik dengan sesama siswa maupun antara siswa dengan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat NCTM (2000), “when children think, respond, discuss, elaborate, write, read, listen, and inquire about mathematical concepts, they reap dual benefits: they communicate to learn mathematics, and they learn to communicate mathematically”. Ketika siswa berpikir, merespon, berdiskusi, mengelaborasi, menulis, membaca, mendengarkan, dan menemukan konsep-konsep matematika, mereka mempunyai berbagai keuntungan, yaitu berkomunikasi untuk belajar matematika dan belajar untuk berkomunikasi secara matematik. Hal demikian dapat diartikan bahwa proses komunikasi yang baik memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuan matematikanya. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu standar kompetensi lulusan dalam bidang
29
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 29-34
matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (Permen Nomor 23 Tahun 2006). Dengan demikian pembelajaran matematika kini telah berpindah dari pandangan mekanistik kepada kemampuan berkomunikasi secara matematika dengan orang lain. Kemampuan komunikasi matematis hendaklah menjadi kemampuan yang dikuasai siswa dengan baik. Berbagai upaya untuk merefomasi pembelajaran matematika telah dilakukan. Salah satu organisasi yaitu National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yang menghasilkan 3 standar profesional pembelajaran matematika yakni Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics (1989), Professional Standards for Teaching Schools Mathematics (1991), and Assessment Standards of School Mathematics (1995) yang memuat berbagai pinsip dan standar. Berbagai dokumen tersebut dikembangkan untuk mendorong dan mendukung guru dalam rangka membantu siswa mencapai pemahaman dan kecakapan melalui pembelajaran matematika. Salah satu isu penting yang menjadi fokus perhatian adalah pengembangan aspek komunikasi dalam pembelajaran matematika. Terkait dengan komunikasi matematik, dalam Principles and Standards for School Mathematics (NCTM, 2000) disebutkan bahwa standar kemampuan yang seharusnya dikuasai oleh siswa adalah sebagai berikut : (1) mengorganisasi dan mengkonsolidasi pemikiran matematika dan mengkomunikasikan kepada siswa lain, (2) mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru, dan lainnya, (3) meningkatkan atau memperluas pengetahuan matematika siswa dengan cara memikirkan pemikiran dan strategi siswa lain, (4) menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi matematika. Menurut Utari (2010) kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut : (1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika, (2) menjelaskan ide/strategi, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, (3) menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, (4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, (5) membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, (6) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, (7) menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan untuk mengomunikasikan ide matematik kepada orang lain, dalam bentuk lisan, tulisan atau diagaram sehingga orang lain dapat memahaminya. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematika yang digunakan pada penelitian ini adalah: (1) menyatakan suatu peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa/simbol/model matematika, (2) menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui gambar, aljabar, dan simbol matematika, (3) menyusun bukti dan memberikan penjelasan terhadap suatu pernyataan, (4) menjelaskan suatu strategi penyelesaian suatu masalah. Menyatakan suatu peristiwa sehari-hari ke dalam bahasa/simbol/model matematika merupakan abstraksi suatu masalah nyata berdasarkan asumsi tertentu ke dalam simbol-simbol matematika. Hal ini terlihat ketika siswa mampu untuk menyatakan suatu soal uraian ke dalam gambar-gambar, menggunakan rumus matematika dengat tepat dalam menyelesaikan masalah, memberikan permisalan atau asumsi dari masalah ke dalam simbol-simbol matematika. Menjelaskan suatu ide, situasi, dan relasi matematika melalui gambar, aljabar, dan simbol matematika merupakan kemampuan menyampaikan ide-ide atau gagasan dan fikiran untuk menyampaikan masalah dalam kata-kata, menterjemahkan maksud dari suatu soal matematika, dan mampu menjelaskan gambar secara tertulis. Menyusun bukti dan memberikan penjelasan terhadap suatu pernyataan juga merupakan kemampuan yang harus dikuasai siswa. Kemampuan ini dapat melatih siswa menggunakan logika untuk menganalisis, menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. Kemampuan menjelaskan suatu strategi penyelesaian suatu masalah juga menunjukkan
30
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 29-34
siswa memiliki kemampuan komunikasi matematis. Siswa mampu memberikan penjelasan strategi yang mereka gunakan dalam memecahkan masalah dengan menggunakan bahasa matematika secara tepat. Selain itu, kemampuan ini juga terlihat ketika siswa bisa membuktikan kebenaran alasan mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk mengomunikasikan matematika yaitu aspek mendengar, membaca, menulis, mempresentasi dan diskusi. Didalam pembelajaran matematika siswa perlu mendengarkan dengan cermat, aktif, dan menuliskan kembali pernyataan atau komentar penting yang diungkapkan oleh teman atau guru. Oleh sebab itu, didalam pembelajaran matematika guru dituntut untuk bisa memilih dan menggunakan strategi, metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa dalam belajar. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat mewadahi aspek-aspek dalam mengomunikasikan matematika adalah strategi Learning Starts with a Question yang selanjutnya disingkat LSQ. LSQ merupakan suatu strategi pembelajaran aktif, dimana siswa dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran. Pada strategi LSQ ini siswa dituntut untuk aktif dalam bertanya karena pada prinsipnya metode pembelajaran ini dimulai dengan aktivitas bertanya siswa mengenai materi yang akan disampaikan guru. Oleh karena itu siswa terlebih dahulu diminta membaca sekaligus memahami materi yang akan disampaikan oleh guru. Kemudian, materi tersebut akan dibahas untuk mencapai pemahaman konsep yang sama. Belajar sesuatu yang baru akan lebih efektif jika peserta didik aktif mencari pola dari pada hanya menerima saja. Dalam model pembelajaran ini siswa juga diberikan kesempatan untuk berbagi ide/pendapat melalui kegiatan diskusi setelah setiap siswa diberikan waktu untuk memahami permasalahan yang diberikan. Hal ini dipandang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa secara lisan. Setelah berdiskusi, siswa menuliskan solusi dari permasalahan yang diberikan. Tahap ini dipandang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa secara tulisan karena setelah berdiskusi, pemikiran siswa akan
berkembang sehingga lebih mudah menjelaskan solusi dari permasalahan yang diberikan. Berdasarkan rasional yang dikemukan di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam artikel ini adalah: “Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa kelas X SMA Negeri 1 Padang yang belajar dengan menggunakan strategi LSQ lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional?”. Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan artikel ini adalah untuk mengkaji atau menganalisis secara komprehensif implementasi strategi LSQ dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Artikel ini diharapkan bermanfaat bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas siswa, khususnya dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada metode kuasi ekperimen, karena ingin melihat sejauhmana suatu treatment (dalam hal ini treatment yang dimaksud adalah pembelajaran matematika menggunakan strategi LSQ) pada siswa berdampak pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Padang pada kelas X semester II tahun pelajaran 2011/2012. Berdasarkan kisi-kisi tes kemampuan komunikasi matematis, telah dibuat 5 butir soal tes uraian. Sebelum soal tes uraian diujicobakan, soal telah divalidasi terlebih dahulu. Setelah instrumen direvisi berdasarkan masukan validator selanjutnya instrumen diujicobakan. Uji coba instrumen untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis telah dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2012, dikenakan pada 32 siswa kelas X SMAN 3 Padang. Dari hasil uji coba dapat disimpulkan bahwa soal layak digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Teknik analisis data yang digunkan adalah ANAVA 1 arah. Pengujian hipotesis dilakukan di bawah taraf signifikansi α = 0,05. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu diuji 31
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 29-34
persyaratan menggunakan Anava meliputi kenormalan sebaran data dan homogenitas varians. Normalitas sebaran data diuji menggunakan uji Anderson-Darling, sedangkan uji homogenitas diuji dengan Uji-F. Perhitungan dilakukan dengan bantuan software MINITAB. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Pada Tabel 1 berikut ini disajikan beberapa statistik Kemampuan Komunikasi Matematis siswa yang menjadi subyek penelitian ini. Tabel 1 Statistik Kemampuan Komunikasi Matematis Statistik Skor Terkecil Skor Terbesar Rata-Rata Skor Simp. Baku
Kelas Eksperimen Kontrol 40 30 100 87,50 70,40 57,66 15,30 13,46
Memperhatikan statistik yang terdapat pada Tabel 1, tampak rata-rata skor kelas ekperimen lebih tinggi dari rata-rata skor kelas kontrol. Demikian juga untuk skor terkecil dan skor terbesar, perolehan skor kelas eksperimen ternyata lebih besar daripada kelas kontrol. Untuk melihat ketercapaian indikator kemampuan komunikasi siswa, maka analisis tes perlu dilakukan untuk setiap items soal. Berikut disajikan Tabel 2 dan Tabel 3 hasil perhitungan uji statistik untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tabel 2 Statistik Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Ukuran Ratarata Simp. Baku Nilai Maks
1
2
Soal 3
4
5
69,76
66,53
64,11
74,19
77,42
20,35
23,36
19,83
17,95
19,48
100
100
100
100
100
Tabel 3 Statistik Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Kontrol Ukuran Ratarata Simp. Baku Nilai Maks
Soal 1
2
3
4
5
56,05
57,26
50,81
58,47
65,73
17,64
18,76
16,12
18,08
16,45
100
87,50
87,50
87,50
87,50
Pada Tabel 2 untuk item soal pertama, nilai rata-rata siswa eksperimen adalah 69,76 sedangkan pada Tabel 3, nilai rata-rata siswa pada item soal pertama adalah 56,05. Indikator yang dikembangkan untuk soal pertama ini yaitu menyatakan suatu peristiwa sehari-hari dalam bahasa /simbol/model matematika dan menjelaskan strategi penyelesaian suatu permasalahan matematika. Berdasarkan analisis terhadap soal no 1 terlihat perbedaan dengan selisih yang besar antara rata-rata nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 13,71. Hal ini disebabkan pada kelas eksperimen dengan menggunakan LSQ siswa terlatih untuk menyampaikan ide-ide saat mereka berdiskusi, saling bertanya jawab, dan mengonsolidasikan pemikiran matematikanya. Pada soal no 2, siswa diminta menjelaskan suatu situasi melalui gambar, aljabar dan simbol matematika. Siswa juga mampu menyusun bukti dan memberikan penjelasan terhadap suatu pernyataan. Nilai rata-rata kedua kelas tidak jauh berbeda selisihnya karena indikator menyusun bukti dan memberikan penjelasan terhadap suatu pernyataan pada kedua kelas sampel diberikan penekanan yang lebih. Besar selisih antara rata-rata nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 9,27. Hal ini dikarenakan materi yang menyangkut pembuktian bagi siswa tidak mudah dan dirasa sulit. Guru telah menjelaskan cara-cara pembuktian matematika mengenai topik yang terkait. Namun, siswa belum bisa membuktikan soal-soal lain dengan cara pembuktian matematis yang telah diajarkan. Pada Tabel 2 untuk soal nomor 3 pada kelas eksperimen rata-rata nilai 64,11, sedangkan pada Tabel 3 untuk kelas kontrol rata-rata nilai soal
32
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 29-34
nomor 3 adalah 50,81. Siswa telah mampu memodelkan suatu permasalahan matematika dengan tepat. Memodelkan masalah dengan tepat akan memudahkan siswa untuk menyelesaikan persoalan tersebut dan menjelaskan strategi penyelesainnya. Berdasarkan analisis soal nomor 3 pada indikator menyatakan ide, suatu relasi dengan gambar dan model matematika serta menjelaskan strategi penyelesaian suatu masalah matematika terjadi perbedaan yang cukup besar antara rata-rata kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hal ini disebabkan pada kelas eksperimen siswa telah terlatih dan terbiasa mengerjakan soal-soal dengan memodelkannya terlebih dahulu. Berdasarkan analisis terhadap soal nomor 4 dan nomor 5 pada indikator menyatakan suatu persoalan sehari-hari dalam bahasa/ simbol/ model matematika dan menjelaskan strategi penyelesaian suatu permasalahan matematika, terjadi perbedaan dengan selisih yang cukup besar antara rata-rata nilai kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 15,72 untuk soal nomor empat dan 11,69 untuk soal nomor lima. Berdasarkan data tersebut terlihat kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol untuk indikator menjelaskan strategi penyelesaian suatu permasalahan matematika. Hal ini terlihat siswa pada kelas eksperimen mampu memnberikan solusi dari suatu permasalahan secara rinci dan benar. Siswa pada kelas eksperimen sudah dibiasakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan rinci. Melalui LSQ siswa telah terbiasa untuk mengeluarkan ide-ide dalam menyelesaikan masalah dan saling tanya jawab terhadap materi yang dipelajari. Siswa pada kelas eksperimen telah terbiasa dilibatkan secara aktif untuk berbagi ide dengan siswa lain dalam mengerjakan soal-soal matematika. Sehingga selama proses pembelajaran siswa telah terlatih untuk dapat mengomunikasikan gagasannya dan memodelkan suatu persoalan. Kemampuan dalam memodelkan ini membuat siswa mampu menyelesaikan persoalan yang diberikan. Pada kelas kontrol siswa tidak terbiasa berbagi dan membandingkan ide-ide mereka dengan siswa lain. Selama proses pembelajaran siswa cenderung mengerjakan sendiri-sendiri dan lebih banyak
hanya menerima saja penjelasan yang diberikan guru. Siswa terbiasa mengerjakan soal dengan meniru langkah-langkah penyelesaian soal. Sehingga kemampuan dalam memodelkan belum berkembang yang berdampak pada sulitnya siswa menginterprestasikan suatu persoalan. Kelompok data dapat dianggap menyebar normal dan homogen tampak pada pengujian hipotesis. Untuk kelas ekperimen p-value = 0,494. Karena α = 0,05, maka p-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tes kemampuan komunikasi matematis untuk kelas ekperimen berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh p-value = 0,266. Oleh karena pvalue > α, maka nilai tes kemampuan komunikasi matematis siswa untuk kelas kontrol juga berdistribusi normal dengan taraf signifikansi 0,01. Data hasil uji normalitas tes akhir kemampuan komunikasi matematis kelas sampel adalah p-value kelas ekperimen 0,494 dan 0,266 untuk kelas kontrol. Dari data di atas terlihat kelas sampel berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji homogenitas data tes kemampuan komunikasi matematis sehingga didapat p-value sebesar 0,487. Sedangkan taraf signifikansi yang diuji adalah 0,05. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa data bersifat homogen pada α= 0,05. Setelah ditunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji-t dengan taraf signifikansi α = 0,05 dengan kriteria pengujiannya, terima H0 untuk keadaan nilai thitung < ttabel dan keadaan lain tolak H0. Berdasarkan analisis di atas diperoleh thitung = 3,48 dan ttabel = 1,67 maka thitung > ttabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga diperoleh kesimpulan menolak H0 pada taraf signifikan 0,05 dan menerima H1. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran yang menggunakan LSQ lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran yang menggunakan metode konvensional pada taraf signifikansi 0,05. Kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis di atas menjadi bukti empiris diterimanya hipotesis dalam penelitian ini yaitu kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran menggunakan
33
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 2 : Hal. 29-34
LSQ lebih baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional. Temuan ini tidakalah mengherankan, jika diingat strategi LSQ merupakan model pembelajaran aktif. Dimana siswa diminta aktif dalam proses pembelajaran. Interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu, strategi LSQ memungkinkan siswa belajar dalam kelompok. Sehingga dapat membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara aktif seperti diungkapakan oleh Silberman (2006:13). Siswa diminta untuk berbagi ide dalam kelompok dan menyelesaikan persoalan secara bersama sehingga siswa saling berbagi pengetahuan dalam kelompok. Kemampuan komunikasi matematika siswa telah dilatih ketika mereka berbagi ide matematika dan mengomunikasikan pikiran matematika mereka secara logis dan jelas. LSQ memotivasi siswa untuk belajar memahami permasalahan yang diberikan dan terlibat aktif mengungkapkan pendapat, bertanya serta menjelaskan strategi penyelesaian permasalahan matematika kepada teman. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Suyatno (2009:66) ”Pembelajaran ini dimulai dengan berfikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian membuat laporan hasil presentasi”. Pembelajaran dengan strategi LSQ juga memberi kesempatan siswa untuk mendengar, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. Hal ini merupakan kemampuan yang tergolong dalam kemampuan matematika seperti diungkapkan Utari (2010). Sehingga kemampuan komunikasi terus dilatih untuk setiap kali pertemuan. Jadi semua langkah-langkah dalam LSQ telah ditunjukkan dalam penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Untuk itu diharapkan dalam pembelajaran matematika guru dapat menggunakan LSQ untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, tapi tidak tertutup kemungkinan kemampuan matematis lainnya juga dapat ikut berkembang.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan taraf signifikansi α = 0,05 di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran menggunakan LSQ lebih baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan kepada guru menerapkan strategi Learning Start With A Question sebagai variasi teknik mengajar untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. DAFTAR PUSTAKA Chang, Shou Lin. Reflection on Mathematical Communication from Taiwan Math Currriculum Guideline and PISA 2003 Mia Syafrina. 2012. Penerapan Strategi Learning Start with a Question pada Pembelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 1 Padang. Skripsi. Padang. UNP NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Silberman, Mel. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka Utari Sumarmo. 2010. Berpikir Dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik . UPI Bandung.
34