IMPLEMENTASI STIMULUS AROMATIK PADA PENGEMUDI BERDASARKAN DETEKSI KANTUK Irwan Hedrian, Dr.Muhammad Rivai, ST.,MT., Dr. Ir. Djoko Purwanto, M.Eng. Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111, Email:
[email protected]
Abstrak—Perkembangan
dan pemanfaatan teknologi merupakan tolok ukur terhadap kemajuan suatu bangsa secara umum. Teknologi tepat guna banyak diciptakan untuk membantu pekerjaan manusia sehari-hari terutama masalah-masalah yang sulit dikerjakan. Salah satu masalah tersebut adalah kecelakaan lalu lintas yang saat ini merupakan salah satu penyebab terbesar dalam peningkatan angka kematian disuatu daerah. Menurut Data Jasa Marga, berdasarkan catatan statistik penyebab kecelakaan lalu lintas mayoritas karena faktor kelalaian manusia, seperti kelelahan dan mengantuk. Namun rasa kantuk sering sekali diabaikan saat berkendara. Pada tugas akhir ini penulis mencoba membuat sebuah sistem deteksi kantuk berdasarkan durasi kedipan mata. Sistem pendeteksi kantuk ini memanfaatkan kamera USB sebagai sensornya dan stimulus aroma sebagai peringatan untuk kantuk. Data kamera diproses dengan menggunakan CPU (Central Processing Unit) untuk mengolah dan mengeksekusi data yang ditangkap. Durasi kedipan mata ditentukan berdasarkan lamanya mata menutup hingga terbuka kembali. Untuk mendeteksi mata metode yang digunakan adalah metode Viola-Jones. Berdasarkan pengujian didapatkan sistem ini mampu mengenali kantuk berdasarkan durasi kedipan mata. Kata Kunci : durasi ketipan mata, stimulus aroma, metode Viola-Jones. I. PENDAHULUAN Mengantuk merupakan kondisi ketika tubuh membutuhkan istirahat atau tidur dan didefinisikan sebagai kecenderungan untuk tidur. Mengantuk dapat disebabkan oleh kelelahan melakukan pekerjaan yang berulang-ulang seperti survey monitor ataupun mengendarai kendaraan ketika dalam perjalanan jauh. Kantuk dan lelah memiliki banyak efek yang sama. Study dalam konteks psikologi menunjukkan
bahwa kantuk memberikan dampak positif pada penurunan waktu reaksi, ingatan, koordinasi psikomotorik, proses informasi, dan melakukan keputusan.[1] Bagi pengemudi, gejala tersebut biasanya muncul setelah menempuh perjalanan yang panjang yang disebabkan banyaknya gerakan yang sifatnya monoton dan dituntut selalu konsentrasi dalam mengendalikan kendaraan. Hal ini akan menjadi bahaya, apabila seseorang menjadi tertidur saat berkendaraan. Untuk mengembalikan kesegaran fisik dan membangkitkan semangat saat berkendaraan dapat dilakukan dengan memberikan wewangian didalam kendaraan. Untuk mengatasi hal tersebut telah ada penelitian berupa pengukuran penutupan mata untuk mendeteksi kantuk dan penelitian tentang efek aroma pada tingkat kewaspadaan pengendara. Pada suatu penelitian, Motomura meneliti efek dari bau lavender[2], dan hasilnya menunjukkan bahwa aroma lavender dikaitkan dengan berkurangnya tekanan mental dan meningkatkan gairah bekerja. Baron & Kalsher meneliti peran aroma pada kinerja pengemudi[3]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan bau yang menyenangkan dapat meningkatkan beberapa aspek kinerja mengemudi. Pada tugas akhir ini akan dirancang alat yang memberikan stimulus aromatik pada pengendara berdasarkan tingkat kantuk. Alat ini dilengkapi dengan sebuah kamera yang digunakan untuk mendeteksi tingkat kantuk pengendara dan stimulus aroma sebagai peringatan kantuk. II. TEORI PENUNJANG Pada bagian ini akan dibahas teori penunjang yang berhubungan dengan pembuatan dan penyusunan tugas akhir. Dasar teori ini terdiri dari beberapa sub bab diantaranya yaitu: Efek visiologi dari aromaterapi, parameter kantuk, dan sistem visual. A. Efek Fisiologi dari Aromaterapi Pengalaman klinis dalam
aromaterapi
menunjukkan bahwa efek menguntungkan dari aroma wewangian yang atau tidak hanya diberikan oleh inhalasi uap tetapi juga oleh penyerapan molekul wewangian melalui kulit. Sudah lama diketahui bahwa menghirup aroma menyebabkan perubahan fisiologis dan psikologis manusia dan diasumsikan bahwa pengaruh dari aroma yang ditimbulkan oleh farmakologi dan mekanisme psikologis. Dalam rangka mempelajari efek wewangian, peneliti telah mengambil berbagai pendekatan termasuk mengukur besarnya perubahan dalam pola elektromagnetik aktivitas di otak, dalam parameter fisiologis, misalnya detak jantung, aktivitas electrodermal, darah tekanan, ketegangan otot, dan suhu kulit. Efek fisiologis dari aroma dapat dibagi menjadi dua jenis: bertindak melalui stimulasi dari sistem saraf dan bertindak langsung pada organ atau jaringan melalui mekanisme efektor dan reseptor. Efek fisiologis dikendalikan oleh sistem saraf. Secara umum, sistem saraf organisme yang lebih tinggi dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian besar, sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat mencakup otak dan sumsum tulang belakang. Dua fungsi penting dari sistem saraf pusat adalah untuk menerima dan memproses informasi sensorik dan untuk mengatur gerakan tubuh. sistem saraf perifer mengacu pada jaringan saraf luar otak dan sumsum tulang belakang, termasuk tengkorak dan tulang belakang pada saraf. Sistem saraf perifer lebih lanjut dibagi ke dalam saraf somatik sistem, yang bersangkutan dengan kegiatan otot, dan sistem saraf otonom yang mengontrol struktur visceral (kelenjar dan organ tubuh). Selain itu, fungsi dari sistem saraf otonom adalah untuk mengatur internal dan tanggapan yang berhubungan dengan emosi. Akhirnya, sistem saraf otonom dibagi ke dalam sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Sistem saraf simpatik dominan dalam situasi yang membutuhkan mobilisasi energi sedangkan sistem saraf parasimpatik dominan dalam situasi lainnya. Diantara yang paling signifikan dari reaksi tubuh yang dihasilkan oleh sistem saraf simpatik adalah pelebaran pupil, penghambatan air liur (menyebabkan mulut kering), sekresi keringat (menyebabkan berkeringat tangan), penyempitan pembuluh darah di pinggiran dari pelebaran (menyebabkan tangan dan kaki dingin) tubuh, pembuluh darah di otot dan otak, meningkatkan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, mempercepat laju pernapasan, dan penghambatan proses pencernaan. Di antara reaksi tubuh diproduksi sistem saraf parasimpatik adalah penyempitan pupil, meningkatkan dari air liur, penurunan denyut jantung, penurunan tekanan darah, menurunkan tingkat pernapasan dan meningkatkan proses pencernaan dan peristaltik. Efek aroma pada sistem saraf dapat dibagi menjadi dua yaitu rangsangan kortikal seperti
aktivitas otak gelombang dan rangsangan otonomik seperti denyut jantung, dan konduktansi kulit. Mengurangi rangsangan kortikal atau rangsangan otonomik diinterpretasikan efek aroma sebagai sedatif (obat penenang). Sebaliknya, peningkatan rangsangan kortikal atau rangsangan otonomik diinterpretasikan efek aroma sebagai stimulasi. Perubahan parameter fisiologis dalam menanggapi aroma berhubungan dengan detak jantung, tekanan darah, aktifitas elektrodermal, elektroensefalogram (EEG), dan tingkat kedipan mata. [] B. Penelitian Tentang Aroma Tomoaki nakano, shin yamamoto, dkk. melakukan studi tentang efek membangunkan dari aroma pada pengemudi yang mengantuk. Pengujian dilakukan pada lima jenis aroma seperti peppermint, rosemary, eucalyptus, lemon dan daun jeruk. Aroma tersebut diujikan kepada pengendara usia dua puluhan yang berlisensi dan duduk di belakang kemudi. Subyek melaju di jalan raya dengan kecepatan 100km/jam. Ketika perhatian dari subyek mengalami rasa kantuk, diberikan aroma tersebut. Gambar xx dibawah ini menunjukkan hasil dari perbandingan lima aroma sebagai tanda mengingatkan kewaspadaan.
Gambar A.1 Efek Aroma sebagai stimulan untuk menyadarkan saat mengantuk Hasil menunjukkan bahwa Peppermint mempunyai efek membangunkan paling baik, kemudian rosemary, daun jeruk, eucalyptus, dan lemon. [5] C. Parameter kantuk Menurut penelitian Tecce (1992) [7], frekuensi kedipan dapat dipengaruhi faktor yang berbeda seperti : kondisi dan perintah. Dalam keadaan normal atau bebas dari stres rata-rata kedipan mata adalah 15 sampai 20 kali permenit. Frekuensi ini menurun sampai 3 kali permenit ketika membaca. Frekuensi tersebut meningkat dalam keaadaan stress, tertekan ataupun ketika menutupnya mata saat dibutuhkan. Indikator untuk mengetahui seseorang sedang mengantuk dapat dideskripsikan ketika kondisi normal (tidak mengantuk) posisi kelopak mata membuka lebar sebelum menutup. Ketika menutup
2
memiliki interfal waktu yang cepat (kurang dari satu detik). Ketika seseorang mulai lelah dan mengantuk, jarak antara kedua kelopak mata semakin menyempit dan frekuensi kedipan semakin menurun hingga tertidur. Untuk memodelkan pengemudi yang sedang mengantuk dapat diindikasikan bahwa terdapat parameter-parameter sebagai berikut: 1. Menurunnya interest interest terhadap lingkungan 2. Meningkatnya kantuk atau kecenderungan untuk tidur, yaitu ditandai dengan meningkatnya durasi kedipan mata untu menutup. Menurut studi yang dilakukan oleh Phillip .P. Caffier [8], mengelompokkan tingkatan kantuk berdasarkan durasi kedipan mata. Umumnya durasi kedipan rata-rata adalah kurang dari 400ms dan 75ms untuk minimum. Berdasarkan alasan ini, maka digunakan 400ms sebagai waktu kantuk (T kantuk) dan 800ms sebagai waktu telah tertidur (Ttidur). Tabel 2.1 Deteksi kantuk berdasarkan durasi kedipan Level Kantuk
-
Gambar 2.2 Contoh fitur yang digunakan ViolaJones Pada openCV telah disediakan beberapa library default deteksi objek seperti deteksi wajah, mulut, hidung, mata, dan tubuh. Pada tugas akhir deteksi objek yang dipakai adalah deteksi wajah dan deteksi mata.
Deskripsi
Normal (Bangun)
Durasi kedipan < Tkantuk
Mengantuk
Durasi kedipan > Tkantuk dan durasi kedipan < Ttidur
Tidur
Durasi kedipan >= Ttidur
D. Sistem Visual Sebagaimana layaknya mata dan otak, sistem visual buatan atau vision system (computer vision) adalah suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual, setelah data obyek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image). Secara umum tujuan dari sistem visual adalah untuk membuat model nyata dari sebuah citra. Citra yang dimaksud disini dan seterusnya adalah citra digital hasil konversi suatu obyek menjadi citra melalui suatu sensor yang prosesnya disebut digitasi. Dengan demikian citra lain seperti foto, gambar cetak, gambar sketsa, dan lain-lain yang berada pada media cetak seperti kertas atau media lainnya, baru dapat diproses setelah dikonversi ke dalam citra digital melalui proses digitasi. E. Metode Viola-Jones Proses Proses deteksi adanya citra wajah dalam sebuah gambar pada OpenCV, menggunakan sebuah metoda yang dipublikasikan oleh Paul Viola dan Michael Jones tahun 2001. Umumnya disebut metoda Viola- Jones. Pendekatan untuk mendeteksi objek dalam gambar menggabungkan empat konsep utama : - Fitur segi empat sederhana yang disebut fitur
Haar. Integral image untuk pendeteksian fitur secara cepat. Metoda machine learning AdaBoost. Pengklasifikasi bertingkat (Cascade classifier) untuk menghubungkan banyak fitur secara efisien.
III.
PERANCANGAN ALAT
Pada bab ini akan dibahas perancangan alat mulai dari desain elektronik, serta desain software. Perancangan alat dibuat secara bertahap dimulai dari rangkaian elektronik atau hardware, dan tahap akhir adalah desain software. Hal ini dimaksudkan supaya hasil dari tiap desain dapat diintegrasikan dengan desain selanjutnya, dan hasil yang didapatpun lebih maksimal. A. Perangkat Lunak Blink Eye duration menggunakan metode Viola-Jones Pada sub bab ini akan dibahas langkahlangkah yang digunakan untuk menentukan blink eye duration (durasi kedipan mata). Start A
Segmentasi
Capture
B
Deteksi Wajah
T
Non aktif timer (T2) (durasi kedipan = T2-T1)
Y
Capture
Durasi kedipan < 400ms Y
Aktif Timer (T1)
T
Deteksi Mata
Kondisi Normal
T
400ms
T
Durasi kedipan >= 800ms Y
Kondisi Mengantuk
Kondisi Tertidur
Kirim Data = a
Kirim Data = f
Y A
Gambar 3.1 Blok diagram Deteksi Kedipan Mata
3
T B
Keterangan: - Start, Saat sistem dijalankan - Segmentasi, sistem memeriksa setiap frame image yang masuk untuk diperiksa dan dicari objek yang dimaksud - Sistem memeriksa apakah pada frame terdapat objek wajah. Bila tidak, program kembali ke segmentasi. Dan bila mendapat wajah program dilanjutkan ke step berikutnya. Aktifkan timer, bila program mendeteksi wajah maka timer akan aktif. - Selanjutnya program akan memeriksa apakah pada frame terdapat objek mata. Bila mendapatkan wajah program akan menonaktifkan timer. Durasi kedipan didapatkan dari waktu antara mata tak terdeteksi dengan mata terdeteksi kembali. - Program memeriksa durasi kedipan: o Jika durasi kedipan < 400ms, maka kondisi user normal o Jika durasi kedipan antara 400-800ms, maka kondisi user mengantuk. o Jika durasi kedipan > 800ms, maka kondisi user tertidur. B.
Perangkat Lunak Mikrokontroler
Perangkat lunak pada Atmega8 ditulis dalam bahasa C menggunakan compiler codevision. Fungsi–fungsi yang digunakan dalam program untuk Atmega8 diantaranya adalah komunikasi serial, dan fungsi I/O port mikrokontroler. Adapun alur program secara sederhana ditampilkan pada diagram alir berikut ini Start
Terima Data
Data = x Y
Buzzer PORTC.1=0 Delay 1000 ms
T
T
Data = a Y
Data = f Y
Semprot Normal PORTC.0 = 0 Delay 50 ms
Semprot Sedang PORTC.0 = 0 Delay 100 ms
T
T
Data = k
Y
Semprot Banyak PORTC.0 = 0 Delay 150 ms
Tunggu Data
Gambar 3.2 Flowchart software kontroller Pada sofware kontroller urutan proses yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: C.
Menunggu PC mengirimkan sinyal kontrol kemudian membaca yang diterima.
Gambar 3.3 Rangkaian Sistem minimum, driver solenoid dan driver buzzer.
IV. PENGUJIAN ALAT DAN PENGAMBILAN DATA Setelah tahap perancangan alat selesai tahap berikutnya yaitu pengujian alat. Pada tahap ini semua bagian robot dan software akan diuji.
A. Pengujian Deteksi kantuk menggunakan metode Viola-Jones
Pengujian pengambilan gambar dilakukan dengan menggunakan software Visual Studio 2008 dengan bahasa C++, hal ini dilakuakan dengan menghubungkan webcam pada laptop.
B. Menghitung durasi kedipan
Pengujian metode viola-jones gambar diambil menggunakan resolusi standar yaitu lebar 640 pixel dan panjang 480 pixel. Dari pengujian yang dilakukan dengan resolusi 640x480 pixel untuk mendeteksi wajah dan mata dapat berjalan dengan baik. Dari pengujian yang dilakukan terdapat perbedaan dalam kemampuan menghitung durasi bergantung pula dengan kemampuan komputer. Pengujian pertama dilakukan pada komputer pada pengaturan battery saving dan komputer dengan kemampuan high performance. Didapatkan hasil seperti dibawah ini. 1.
Pengujian pada Komputer dengan Kemampuan Battery Saving Pada pengaturan ini pengukuran dengan resolusi 640x480 pixel tidak dapat dilakukan, karena pengambilan gambar sangat lambat. Sehingga pengaturan harus diubah menjadi 320x240 pixel. Hasil yang didapatkan diperlihatkan pada tabel dibawah ini.
Perangkat Keras
Perangkat keras terdiri dari rangkaian sistem minimum atmega8 dan rangkaian driver solenoid dan driver buzzer.
4
Tabel 4.1Data deteksi durasi kedipan mata pada komputer Battery Saving dengan resolusi 320x240 pixel
2. Pengujian pada Komputer dengan kemampuan High Performance Pada pengaturan ini pengukuran dengan resolusi 640x480 pixel dapat berjalan dengan baik. Hasil yang didapatkan diperlihatkan pada tabel dibawah ini. Tabel 4.5 Data deteksi durasi kedipan mata pada komputer High Performance dengan resolusi 640x480 pixel
Pengujian diatas dilakukan didalam ruangan dengan intensitas cahaya 116,7 lux (cahaya ruangan normal). 3. Pengujian pada Komputer dengan kemampuan High Performance pada intensitas cahaya 3 lux Tabel 4.6 Data deteksi durasi kedipan mata pada komputer High Performance dengan resolusi 640x480 pixel dan intensitas cahaya 3 lux
4. Pengujian pada Komputer dengan kemampuan High Performance pada intensitas cahaya 46,7 lux
Tabel 4.7 Data deteksi durasi kedipan mata pada komputer High Performance dengan resolusi 640x480 pixel dan intensitas cahaya 46,7 lux
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai penutup, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari tugas akhir ini: 1. Jarak maksimal antara pengguna dan kamera untuk menghitung durasi kedipan mata berbeda-beda tergantung pada resolusi gambar dan kemampuan komputer. 2. Pada komputer dengan pengaturan battery saving resolusi yang digunakan adalah 320x240 pixel, dan jarak maksimal yang masih bisa untuk pengukuran durasi kedipan adalah 35cm. 3. Pada komputer dengan pengaturan high performance resolusi yang digunakan adalah 640x480 pixel, dan jarak maksimal yang masih bisa untuk pengukuran durasi kedipan adalah 50cm. 4. Intensitas cahaya mempengaruhi kinerja sistem, pada pengujian dengan komputer high performance saat cahaya minim (kurang dari 10 lux), sedangkan untuk intensitas cahaya sekitar 20-115 lux menunjukkan hasil yang stabil. Namun, intensitas cahaya berpengaruh pada jarak kamera terhadap pengemudi, semakin tinggi intensitas cahaya semakin jauh jarak sistem mendeteksi kedipan. 5. Menggunakan metode Viola-Jones untuk mendeteksi wajah dan mata dapat digunakan untuk mendeteksi kantuk dengan tingkat keberhasilan 95%.
B. Saran
Saran-saran yang dapat diberikan untuk pengembangan tugas akhir ini sebagai berikut : 1. Sebaiknya menggunakan kamera dengan resolusi yang lebih tinggi dan kemampuan komputer yang tinggi, untuk mendeteksi durasi kedipan mata sehingga jarak deteksi dapat lebih jauh lagi. 2. Sebaiknya selain menggunakan parameter deteksi wajah, buka dan tutup mata, ditambahkan pula untuk deteksi kelopak dan iris mata, sehingga waktu untuk menghitung durasi kedipan semakin akurat.
5
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DAFTAR PUSTAKA
Nama : Irwan Hedrian NRP : 2209 106 081 Agama : Islam Email :
[email protected] Alamat : Toko IRNA Bicycle, Jl. Lintas Timur, Pasar lama Pangkalan Kerinci 28300
[1]__________,Kelelahan, http://id.shvoong.com/ medicine-and-health/1882698-mengatasi-rasalelah,18 Oktober 2011. [2] Raudenbush. B, 2004, The Effects of Peppermint on Enhancing Mental Performance and Cognitive function, Wheeling Jesit University, USA. [3] R.A. Baron dan M.J. Kalsher, 1998, Pleasant Ambient
Fragrance
on
Simulated
Driving
Performance, Montana State University, USA. [4] T. Hongratanaworakit, 2003, Physiological
Penulis dilahirkan di Bukit Kemuning pada tanggal 12 Februari 1989. Putra pertama dari empat bersaudara. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai anggota kegiatan komunitas robot di Jurusan Teknik Elektro dan ITS dari tahun 20011 sampai sekarang.
Riwayat Pendidikan :
effects in aromatherapy Srinakharinwirot University,
o
Thailand.
o
[5] Nakano Tomoaki, dkk, 2011, Study on
Awakening Effect by Fragrance Presentation
o
Against Drowsy Driving and Construction of Fragrance Presentation System [6]
__________,
internal
http://wishingbaby.com/
body
clock
kesuburan-dan-jam-
biologis-anda/, 20 Oktober 2011.
o
Teknik Elektro Politeknik Universitas Andalas, angkatan 2009, SMAN 1 Pangkalan Kerinci, Kec. Pangkalan Kerinci, Kab. Pelalawan, Riau, lulus tahun 2006, SMPN 1 Bukit Kemuning (2000-2002), Kec. Bukit Kemuning, Kab. Lampung Utara, Lampung. Dan SMPN 1 Pangkalan Kerinci (2002-2003), Kec. Pangkalan Kerinci, Kab. Pelalawan, Riau, lulus tahun 2003, SDN 2 Bukit Kemuning, Lampung Utara, Lampung, lulus tahun 2000.
[7] Andreassi. J. L, 2006, Psychophysiology: human behavior and physiological response, New York. [8] P.P. Caffier, U. Erdmann and P. Ullsperger, 2005, The spontaneous eye-blink as sleepiness indicator in
patients
with
obstructive
sleep
apnoea
syndrome - a pilot study, Sleep Medicine 6(2):155-62. [9] Dr. Ir. Djoko Purwanto, M.Eng ., Computer Vision forRobot Navigation, Materi Perkuliahan Machine Vision, Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2009. [10]__________,Atmega8, http://www.atmel.com/ ATmega8, 20 Oktober 2011 [11]__________,
Kabel
Data
http://www.arduino.cc/cgi-bin/yabb2,
DKU-5, 23
Oktober 2011.
6