IMPLEMENTASI PROGRAM BERAS MISKIN (RASKIN) DI DISTRIK WAIGEO SELATAN TAHUN 2003 ( Suatu Studi di Distrik Waigeo Selatan Kabupaten Raja Ampat) Oleh :
YULIANUS ASSEM ABSTRAK Kemiskinan biasanya dikenali dari ketidakmampuan sebuah keluarga memenuhi kebutuhan dasar dan berbagai mencitrakan orang tersebut menjadi miskin. Sedangkan Chambers (1983) berpandangan bahwa kelompok masyarakat miskin amat rentan karena mereka tidak memiliki sistem penyangga kehidupan yang memadai. Kemiskinan kemudian lebih ditafsirkan sebagai suatu kondisi kitiadaan asccess pada pilihan-pilihan dan hak-hak yang seharusnya melekat di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Raskin pada masyarakat miskin di Distrik Wigeo Selatan Kabupaten Raja Ampat. Gambaran Umum Distrik Waigeo Selatan di lihat dari gambaran umum keadaan umum Geografis, keadaan penduduk, keadaan pemerintahan. Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Metode penelitian dengan mengunakan metode deskriptif, yang memfokuskan penelitian pada implementasi kebijakan program Raskin, dan informasi penelitian yang terdiri dari objek/subyek yang mendasarkan pada populasi, instrumen penelitian dan alat pengumpul data dengan menggunakan instrument pedoman wawancara, kemudian di analisis dengan mengunakan teknik analisis data kualitatif. Sasaran program Raskin tahun 2012 adalah berkurangnya beban pengeluaran RTS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui pendistribusian beras bersubsidi sebnyak 180 kg/RTS/tahun atau setara dengan 15 kg/RTS/bulan dengan harga tebus Rp. 1.600,00/kg netto di titik distribusi. Kata Kunci: Implementasi Program Beras Miskin (Raskin)
BAB I PENDAHULUAN Kemiskinana biasanya dikenali dari ketidakkemampuan sebuah keluarga memenuhi kebutuhan dasar dan berbagai mencitrakan orang tersebut menjadi miskin. Sedangkana Chambers (1983) berpandangan bahwa kelompok masyarakat miskin amat rentan karena mereka memiliki sistem penyangga kehidupan yang memadai. Mereka juga mengalami ketidakberdayaan yang ditandai dengan diabaikannya hukum, ketiadaan bantuan hukum bagi mereka, kalah dalam kompetisi mencari kerja dan mereka pun tidak memperoleh pelayanan publik yang optimal. Kemiskinan kemudian lebih ditafsirkan sebagai suatu kondisi ketiadaan assces pada pilihan-pilihan dan hak-hak yang seharusnya melekat di
bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidup. Konsep yang amat dekat dengan konsep kemiskinan adalah impoverishment ( hal-hal menyebabkan seseorang atau sesuatu menjadi lebih miskin ). Proses impoverishment adalah sebuah proses aktif menghilangkan akses dan hak-hak dasar yang secara sistematik diproduksi dan di ciptakan oleh sejumlah mekanisme global seperti kerusakan lingkungan hidup. Untuk menjamin efektivitas penyaluran Raskin, maka pemerintah nenunjuk Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai lembaga atau badan yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan (menyalurkan) Raskin tersebut, pelaksanaanya di daerah khususnya di Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Raja Ampat dilakukan oleh Perum Bulog Devisi Regional Papua Barat yang berkedudukan di sorong dengan wilayah kerja meliputi papua barat mencakup 6 (enam) kota dan 11 (sebelas) Kabupaten, kemudian Kabupaten Raja Ampat mencakup 7 (tujuh) distrik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Raskin pada masyarakat miskin di Distrik Waigeo Kabupaten Raja Ampat.
BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian diskriptif-analisis. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, ‘analitis’ (analisis) artinya adalah bersifat analisis, yang artinya proses pemecahan masalah yang di mulai dengan dugaan akan kebenarannya (Yashin, 1997:34). Terkait dengan tema penelitian, maka penelitian ini berupaya melakukan kajian pada suatu usaha pemberian, analisis dan penafsiran guna menggambarkan dan mendiskripsikan ilmplementasi program Raskin di Distrik Waigeo Selatan Kabupaten Raja Ampat
B. Informan Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian di tarik
kesimpulanya, sementara sampel adalah sebgian dari jumlah dan karakteristik yang di miliki oleh populasi tersebut (Sugiyono: 1998). Untuk penentuan informan, penelitian menggunakan teknik purposive (sengaja) dengan menetapkan jumlah anggota informan sebanyak 50 orang, yaitu dari unsure aparat distrik dan kampung sebanyak 40 kepala keluarga yang di ambil dari 4 kampung yaitu Waisai, Saonek, Sam, dan Yendeser yang masing-masing kampung 10 KK.
C. Sumber Data Sumber data terdiri atas dua jenis, yaitu: 1.
Data primer adalah data yang relavan dengan pemecahan masalah/pembahasan, yang di dapat dari sumber utama yang berkaitan dengan permasalahan yang di teliti. Data primer diperoleh langsung dari informan yang berkaitan dengan permaslahan yang di teliti.
2.
Data sekunder adalah data yang bersifat mendukung pembahasan antara lain: a. Cakupan penerimaan Raskin di Distrik Waigeo Selatan b. Data penerimaan beras raskin secara rill c. Pagu raskin dan realisasi
D. Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, yang bertindak sebagai perencana, plaksana dalam pengumpulan data, malekukan analisis, menafsirkan data dan menulis laporan penelitian yang di bantu dengan interview guide atau pedoman wawancara
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam proses pengumpulan data, penulis akan mengunakan beberapa teknik, antara lain: 1.
Observasi Observasi atau pengamatan langsung merupakan salah satu teknik pengumpulan data di mana peneliti terjun langsung ke lapangan sebagai partisipan atau nonpartisipan. Dengan teknik observasi, peneliti dapat memperoleh gambaran langsung dan mengetahui keadaan yang sesungguhnya yang terjadi di lapangan
2.
Indepth interview/wawancara mendalam dengan informan Wawancara di lakukan untuk memperoleh data dari masyarakat langsung melalui komunikasih dua arah, agar dapat mendapatkan jawaban yang sesungguhnya dari informan, peneliti harus melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada informan
sehingga informan dapat merasa nyaman dan dapat menjawab pertanyaan yang di ajukan secara terbuka dan jujur.
F.
Teknik Analisis Data Analisis data yang di gunakan adalah analisis data kualitatif yang dapat menghasilkan data deskriptif, analisis ini di nyatakan secara tertulis dan lisan. Analisis digunakan untuk membatasi atau menyempitkan penemuan yang ada untuk menjadi dta yang lebih berarti. Analisis data mencakup tiga tahap, yaitu: 1.
Pencatatan Setelah memperoleh data dari proses pengumpulan data, selanjutnya data di analisis, tahapan pertama adalah pencatatan data. Data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian di catat agar tidak hilang sehingga dapat memudahkan tahapan selanjutnya.
2.
Pengklasifikasian Setelah
data
di
catat,
kemudian
data
yang
telah
terkumpul
diklasifikasi/dikelompokan, sehingga dapat di ketahui data-data yang satu tipe atau satu jenis. Pengelompokan di dasarkan pada jawaban/data yang diperoleh. 3.
Verifikasi Verifikasi merupakan tahap akhir dari analisis data yang merupakan tahapan pnarikan kesimpulan. Data dari hasil verifikasi merupakan data yang kemudian akan digunakan dalam proses penelitian selanjutnya.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identitas Informan Penelitian Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan 11 orang informan yang terdiri dari Staf Kasi Pelayanan Publik Bulog Sub Dirve I Raja Ampat, Staf Distrik Waigeo Selatan Bagian Raskin, masyarakat penerima Beras Raskin di lingkungan Distrik Waigeo Selatan, serta Kepala Kampung.
Data primer dalam penelitian berasal dari wawancara dengan para informan yang di nilai berkompoten untuk memberikan data yang dibutuhkan berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data primer yang telah dikumpulkan kemudian disajikan dalam bentuk paparan dan penjelasan.
B. Implementasi Program Raskin Pendekatan dalam implementasi program Raskin menggunakan pendekatan TopDown yang sangat umum. Dikenal dalam wacana kebijakan publik, padahal keputusan sering kali tidak selaras dengan materi yang diinginkan oleh masyarakat sebagai akibat dari gerak perubahan keinginan masyarakat lebih cepat dari respon aparat birokrasi terhadap perubahan itu. 1.
Isi Kebijakan Program Raskin a)
Pemahaman Kepentingan RTS (Rumah Tangga Sasaran) Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu terbatas pada saat tahap
perencanaan menyebabkan program pelaksanaan Raskin terkesan “dipaksakan” keterbatasan waktu tersebut turut mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan masing-masing tahapan dan keseluruhan program. Hal ini terindikasi dari adanya rumah tangga tidak miskin yang menjadi penerima (undercoverage). Beberapa faktor yang diperkirakan melatarbelakangi kesalahan sasaran adalah: 1. Tidak meretanya kapasitas pencacah yang tidak ditunjang oleh pelatihan dan bimbingan yang memadai. 2. Cukup tingginya subyektivitas pencacah dan juga ketua-ketua SLS (Satuan Lingkungan Setempat) yang bertugas mendaftar rumah tangga miskin. 3. Prosedur penyaringan rumah tangga miskin (RTS) tidak dilakukan secra seksama. 4. Pencacah tidak selalu mendatagi rumah tangga yang dicacah Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa: 1. Alokasi pentargetan kewilayahaan sampai tingkat kabupaten relativ cukup baik, sesuai dengan jumlah penduduk miskinnya. 2. Pentargetan di tingkat kampung menunjukan hasil tingkat ketetapan sasaran yang bervariasi. 3. Terdapat indikasi bahwa pendaftaran rumah tangga miskin sususlan kurang selektif.
a)
Manfaat Raskin yang diterima oleh RTS Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum tingkat kepuasan penerima terhadap pelaksanaan Raskin adalah paling tinggi dibanding tingkat kepuasan aparat/tokoh, kampung/distrik atau kabupaten/kota. Meskipun demikian, penerima maupun aparat/tokoh di tingkat kampung/distrik dan kabupaten/kota menilai sosialisasi merupakan aspek yang paling memuaskan. Sedangkan cara pencarian Raskin merupakan aspek yang paling memuaskan.
b) Perubahan kondisi RTS setelah mendapatkan raskin Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relative lebih sulit diimplementasikan dari pada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat miskin (Subarsono :2005:93). Dengan adanya program raskin, masyarakat yang tadinya tidak mampu membeli beras, diharapkan kemudian berubah menjadi terbantu dan mampu untuk membeli karena harganya relativ murah. c)
Ketetapan sasaran program raskin Penentuan RTS yang dapat menerima raskin sudah diputuskan oleh Distrik yaitu dari BPS, berupa tanda bukti yang sudah ada nama, tetapi ada warga miskin yang tidak dapat raskin. Sebaliknya warga yang cukup mampu mendapatkan raskin sehingga terjadi keresahan.
d) Kejelasan implementor tentang program raskin Permasalahan yang muncul menyangkut pentargetan dan penyaluran program beras miskin terkait dengan lemahnya sosialisasi program. Hasil wawancara penulis dengan Bapak Hans Mambraku, SE. sebagai kasi pelayanan Publik Bulog Sub Dirve I Raja Ampat, menyatakan bahwa lemahnya sosialisasi terjadi disemua tahapan pelaksanaan, mulai proses pendataan hingga mekanisme pengaduan. Sosialisasi program raskin dapat dilakukan melalui berbagai cara yang efektif antara lain sebagai berikut: 1. Rapat Koordinasi
Rapat koordinasi diselengarakan diseluruh tingkatan mulai dari pusat, provinsi,
kabupaten/kota
sampai
kampung/distrik.
Hal
ini
untuk
meningkatkan pemahaman berbagai instrument yang diperlukan sehingga pelaksanaan program raskin berjalan dengan baik. 2. Media Massa Sosialisasi melalui media massa dimaksudkan untuk mempercepat dan memperluas jangkauan secara sosialisasi. Sosialisasi melalui media massa dilakukan melalui media cetak antara lain Koran, majalah maupun media elektronik seperti radio, televise, dan internet baik tingkat nasional maupun daerah. 3. Media lainnya Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan media lainnya antara lain buklet, brosur, stiker, spanduk maupun forum keagamaan, budaya, arisan, dan lain-lain yang dikembangkan dalam bahasa local maupun nasional. e)
Kualitas dan kuantitas SDM sebagai implementor Sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai, dalam hal kualitas dan kuantitas sehingga sumber daya manusia yang ada mencukupi bagi pelaksanaan program. Sumber daya pelaksana program di lingkungan Waigeo Selatan boleh dikatakan cukup berpendidikan dan berpengalaman akan tetapi untuk meningkatkan pengetahuannya perlu ada penyuluhan dan pelatihan agar kualitasnya mencukupi. Penunjukan bulog sebagai salah satu pelaksana program raskin tidak lepas dari kapasitas teknisnya untuk mencairkan beras bagi rumah tangga penerima.
1.
Lingkungan Kebijakan Program Program raskin atau sekarang lebih popular disebut dengan pembagian beras miskin terkesan sebagai program “dadakan” yang hanya mengejar target waktu untuk meredam gejolak sosial akibat kenaikan harga BBM. Hal ini tampak dari sempitnya waktu yang tersedia untuk memverifikasi data rumah tangga miskin.
BPS hanya punya waktu sekitar sebulan untuk mempersiapkan tekniks program raskin. Mulai dari pengkoordinasikan kegiatan penyiapan data rumah tangga miskin, sampai menyiapakan dan mendistribusikan beras untuk rumah tangga miskin. a)
Karakteristik Rezim yang Berkuasa Karakteristik dari rezim yang berkuasa, akan berpengaruh pada kebijakan yang di ambil pemerintah. Apabila rezim yang berkuasa mengedepankan kepentingan rakyat, maka kesejahteraan rakyat akan dengan mudah terwujud, karena rezim yang seperti ini akan mengedepankan kepentingan rakyat.
b)
Tingkat Kepatuhan dan Responsivitas Kelompok Sasaran Kelompok sasaran diharapkan dapat berperan aktif terhadap program yang dijalankan pemerintah, karena hal ini akan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dari pemerintah. Pada dasarnya program dilakukan adalah demi kepentingan rakyat, sehingga rakyat disini diharapkan dapat seiring sejalan dengan pemerintah.
c)
Kendala Program Raskin di Distrik Waigeo Selatan Kabupaten Raja Ampat Pemerintah mengakui ada enam titik kritis atau kelemhan yang harus dibenahi dalam pengucuran bantuan raskin tahap pertama. Keenam titik kritis tersebut meliputi:
d)
1.
Proses pencacahan atau pendataan rumah tangga miskin
2.
Proses penetapan kategori rumah tangga miskin
3.
Proses pembagian nama atau tanda bukti
4.
Proses penyaluran bantuan
Konsep Pengelolaan Raskin ke Depan Dalam membahas kebijakan program raskin, penulis cenderung memilih teori dari Merilee S Grindle karena teori tersebut sesuai dengan kebutuhan dari kebijakan program raskin yang lebih membahas masalah-masalah manajerial. Berdasarkan buku panduan umum raskin keberhasilan peleksanaan program raskin ditunjukan dengan indikator 6 tepat: 1.
Tepat sasaran
2.
Tepat jumlah
3.
Tiap RTS mendapatkan 15kg per bulan selama 12 bulan
4.
Tepat waktu
5.
Tepat administrasi
6.
Tepat kualitas
Hasil penelitian : kadang-kadang beras berwarna kehitam-hitaman. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan program raskin yang ditunjukan dengan 6 indikator tersebut masih rendah. Ada 9 karakteristik Good Govemance yaitu: 1.
Participation
2.
Rule of law
3.
Transparency
4.
Responsiveness
5.
Consensus
6.
Equity
7.
Effectiveness and efficiency
8.
Accountability
9.
Strategic vision
BAB IV PENUTUP A.
Kesimpulan Implementasi Program Raskin di Distrik Waigeo Selatan Kabupaten Raja Ampat belum tepat sasaran atau belum dapat berjalan dengan baik karena di nilai sangat kurang sehingga belum dapat mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin.
B.
Saran
Untuk pengelolaan ke depan diharapkan pemerintah mengadakan sensus rumah tangga untuk mengumpulkan data sosial-ekonomi rumah tangga, termasuk struktur demografi dan karakteristik rumah tangga. Hasil sensus tersebut selanjutnya dipergunakan sebagai informasi dasar untuk melakukan analisis deskriminan guna memisahkan penduduk miskin dengan penduduk bukan miskin sehingga program raskin ini dapat berjalan dengan efektif.
DAFTAR PUSTAKA Abdulwahab. Solichin, 1990, Pengantar AnaJisis Kebijakan Negara, RinekaCipta, Jakarta. Abdulwahab. S .. 1997, Analisis Kebijaksanaan : Dari Forrnulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara. Jakarta. Anonimous. 1993. Petunjuk Teknis Pencaiatan dan Pelaporan Pendapatan Keluarga Sejahtera, BKJCBN. Jakarta. Budiman, A.. 1996, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta: PT. Gramedia. Chambers, R., 1983 Rural Development: Putting the last first. London, Legman Dune, W.N., 1998, Penganrar Anaiisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua (Terjemahan), Gadjah Mada I J;liversity Press, Yogyakarta. Dye, Thomas R. 1987. Policy Analysis. USA: The University of Alabama Press Effendi, S .. 2001, Studi Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik, WAP- Universitas Gajah Mada, Y ogyakarta. Esmara, II, 1986. Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia. Gramedia. Jakarta. __ :, 1989. Kemiskinan dan Pembangunan di Indonesia Gramedia. Jakarta. Hoogerwerf, A, 1985, Ilmu Pemerintahan (alih bahasa oleh R.L.L. Tobing), PT. Erlangga, Jakarta. Islamy, Irfan. 1994, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta: Bumi Aksara, Jones, Gareth R. 1994. Organizational Theory, Text and Cases. USA. Wesley Publishing Company, Reading Massachusets. Keban, Yeremias, T, 1999, Pengantar Administrasi Publik, Model Matrikulasi, MAP-UGM, Yogyakarta.
Koontz. Harold; O'Donnel, Cyril; Weihrich, Heinz, 1993, Manajemen, Mid 2, Erlangga, Jakarta. Moeljarto. V. dan S. Prabowo, 1997, Bidang Pendidikan dan Kesehatan Dalam Pembangunan Sosial, Dalam Analisis CSIS Tahun XXVI No. I Januari- Pebruari 1997. Koentjaraningrat, 1994, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mokoginta, H., 1996, Pengarul. Faktor Lingkungan Keluarga Dalam Pembinaan Minat Baca dan Cinta Bul;u: Ditinjau dari Pendekatan Adrninistrasi Pembangunan, Makalah pada Seminar Pelepasau Buku Bolaang Mongondow, Etnik, Budaya dan Perubahan.