Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
IMPLEMENTASI PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN WARGA BINAAN DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN (LP) M. Arief Rizka (Dosen Program Studi Pendidikan Luar Sekolah FIP IKIP Mataram) Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, implementasi, hasil, dan kendala yang dihadapi dalam pelatihan kecakapan hidup bidang meublair untuk meningkatkan kemandirian warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti merupakan instrumen utama dengan didukung pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data penelitian menggunakan model interaktif yang meliputi pengumpulan datan, reduksi data, display data, dan verifikasi/pengambilan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber, metode, dan diskusi teman sejawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) Perencanaan pelatihan kecakapan hidup bidang meublair dilakukan dengan pendekatn top-down; (2) Pelaksanaan pelatihan meliputi; kegiatan rekruitmen peserta melalui sidang TPP, interaksi dalam proses pembelajaran berjalan dengan komunikatif, peran instruktur sebagai motivator dan partner, fasilitas pelatihan yang digunakan cukup lengkap, materi pelatihan dominan praktek, metode pembelajaran yang digunakan diskusi dan demonstrasi, evaluasi pelatihan melalui tes individu dan tes kelompok; (3) Hasil yang diperoleh yakni warga binaan yang sudah menguasai kompetensi keterampilan diberikan kesempatan magang di bengkel kerja sebagai bentuk tindak lanjut pelatihan dalam meningkatkan kemandirian warga binaan; dan (4) Kendala yang dihadapi dalam pelatihan yaitu inkonsistensi motivasi belajar warga binaan dalam mengikuti pelatihan dan kemitraan yang kurang dalam mendukung proses pelatihan. Kata Kunci: Pelatihan, Kecakapan Hidup, Kemandirian
PENDAHULUAN Dinamika krisis ekonomi yang melanda global berimplikasi terhadap meningkatnya permasalahan sosial yang ada didaerah Indonesia, seperti masalah pengangguran. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada bulan Agustus 2010 yaitu 8,32 juta orang atau 7,14% dari total angkatan kerja 116,53 juta orang. Dari jumlah 8,32 juta orang pengangguran tersebut sebagian besar berada didaerah perdesaan. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan para penganggur tersebut, 3,81 % berpendidikan SD ke bawah, 7,45% berpendidikan SMP, 11,9% berpendidikan SMA, 11,87% berpendidikan SMK, 12,87% berpendidikan diploma, dan 11,92%
berpendidikan sarjana (Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan, 2011: 1-2). Salah satu daerah Kabupaten di Indonesia yang memiliki tingkat pengangguran yang masih cukup tinggi yaitu Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Berdasarkan data dari Kepala Dinas Sosial Transmigrasi dan Tenaga Kerja (STT) Lombok Timur, jumlah pengangguran di Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2011 sebanyak 34.000 jiwa atau sekitar 4,14% dari jumlah penduduk Kabupaten Lombok Timur sebanyak 1,2 juta jiwa (http://www.lombokpost.co.id/index.php ?option=com_ k2&view=item&id=6764:ada-34-ribupenganggur diakses 16 November 2011). Akibat dari masalah tersebut, banyak
Halaman | 1
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
warga masyarakat yang mengambil jalan pintas dengan melanggar aturan dan norma hukum yang berlaku untuk meringankan beban ekonomi yaitu dengan cara mencuri, merampok, korupsi, dan lain sebagainya. Warga masyarakat yang melanggar peraturan hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis akan terkena pidana kurungan penjara sesuai dengan undang-udang yang berlaku. Seseorang yang melanggar hukum guna memenuhi kebutuhan hidup tidak saja disebabkan karena keterbatasan kesempatan kerja yang tersedia, tetapi umumnya mereka tidak memiliki keterampilan atau kecakapan hidup (lifeskill). Dalam mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah menunjuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan terhadap narapidana (warga masyarakat yang bermasalah dengan hukum) melalui Lembaga Pemasyarakatan (LP). Lembaga Pemasyarakatan berfungsi untuk memberikan pembinaan dan pendampingan bagi narapidana yang telah menjalani masa hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui pemberian berbagai pelatihan keterampilan ataupun pendidikan keagamaan. Penerapan program pembinaan yang dilakukan dalam Lembaga Pemasyarakatan terhadap warga binaan diantaranya melalui program pendidikan kecakapan hidup (life skills) berupa pelatihan keterampilan sebagai salah satu upaya pemberian bekal bagi narapidana (warga binaan) dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman. Warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan dibina dan diberdayakan potensinya menjadi warga masyarakat
yang produktif dan tertib serta taat dengan peraturan yang berlaku dimasyarakat. Pendidikan kecakapan hidup dilatarbelakangi oleh rasional yang cukup kuat dan dapat dilihat dari tiga dimensi, baik dimensi makro, meso, maupun mikro (Wexley dan Lotham, 1997). Dilihat dari dimensi makro adalah upaya pemberian ketrampilan kompleks bagi sumber daya manusia untuk memasuki persaingan global. Dilihat dari dimensi meso adalah upaya pemberian ketrampilan bagi sumber daya manusia untuk membangun daerah sejalan dengan prinsip otonomi, yakni pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang mampu mengeksplorasi dan memanfaatkan potensi alam daerah masing-masing. Dari sisi mikro adalah upaya membekali warga belajar dengan berbagai ketrampilan yang berguna untuk mengatasi persoalan hidupnya. Pendidikan kecakapan hidup pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya (Anwar, 2007). Pelatihan ketrampilan merupakan bagian dari pendidikan kecakapan hidup (life skills) yang dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bagian kelima tentang Pendidikan Non Formal Pasal 26 ayat 5 yang menjelaskan bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, Halaman | 2
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
usaha mandiri, dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Maka dari itu dalam pendidikan kecakapan hidup tidak hanya memberikan pendidikan keterampilan saja, tetapi juga dibekali dengan penguasaan management serta pemasaran produk keterampilan. Hal ini sesuai dengan isi dari pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills) Pendidikan Non Formal bahwa pendidikan ketrampilan masuk dalam jenis kecakapan hidup yang bertujun antara lain meliputi: kecakapan memenuhi pekerjaan, perencanaan kerja, persiapan ketrampilan kerja, latihan keterampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu profesi, kesadaran untuk menguasai berbagai keterampilan, kemampuan menguasai dan menerapkan teknologi, merancang dan melaksanakan proses pekerjaan, dan menghasilkan produk barang dan jasa. Pelatihan kecakapan hidup bidang meublair yang diberikan kepada warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (LP) tidak semata-mata untuk memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukunganya secara fungsional seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, belajar di tempat kerja, dan mempergunakan teknologi (Broling, 1999). Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan, hasil, dan kendala yang dihadapi dalam pelatihan kecakapan hidup bidang meublair untuk meningkatkan kemandirian warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Selong Kabupaten Lombok Timur. Sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan masukan dan pembelajaran bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembinaan dan pemberdayaan bagi warga masyarakat yang bermasalah secara hukum. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2005). Subyek dalam penelitian ini adalah pengelola program, pimpinan LP, instruktur, dan warga binaan sebagai peserta pelatihan kecakapan hidup bidang meublair yang telah menjalani pidananya selama satu tahun dan aktif mengikuti pelatihan. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian dengan dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Selanjutnya, data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis data model interaktif (Miles & Huberman, 1994) yang meliputi reduksi data, display data, dan verifikasi/pengambilan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber, triangulasi metode, dan diskusi teman sejawat untuk memperoleh kredibilitas data yang akurat dan obyektif .
Halaman | 3
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup bidang meublair bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Selong sudah berlangsung sejak tahun 2008. Rasional penyelenggaraan program pelatihan kecakapan hidup bidang meublair tersebut mengacu pada UU No. 12 Tahun 1995 yang menjelaskan bahwa lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan Lembaga Pemasyarakatan ada dua pola pembinaan. Pertama; pembinaan kepribadian, berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan YME, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektualitas, sikap dan perilaku, kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum dan integrasi sehat dengan masyarakat. Kedua; adalah pembinaan kemandirian, berkaitan dengan ketrampilan kerja dan pelatihan kerja/produksi. Dalam rangka meningkatkan pembinaan kemandirian warga binaan pemasyarakatan maka diadakan bimbingan dan pelatihan ketrampilan kerja bidang meublair yang bertujuan agar warga binaan memiliki bekal pengetahuan, sikap mental, dan ketrampilan di bidang meublair sehingga menjadi tenaga kerja yang ahli di masyarakat. Program pelatihan
kecakapan hidup bidang meublair di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Selong adalah pendampingan atau memberikan pelatihan melalui bimbingan kepada warga binaan yang sedang menjalani masa hukuman sesuai dengan putusan peradilan yang telah ditetapkan, memfasilitasi pelatihan keterampilan meublair berupa penyediaan berbagai fasilitas dan alat meublair yang digunakan sebagai sarana pendukung dalam mempraktikan teori dari hasil pembelajaran pelatihan bagi warga binaan yang memiliki bakat dan minat untuk hidup secara mandiri setelah bebas dari masa hukuman. Secara umum, hasil yang ingin dicapai dari pelatihan keterampilan meublair tersebut adalah warga binaan mempunyai pengetahuan tentang ketermpilan meublair, warga binaan dapat memiliki keterampilan dalam membuat perkakas dari kayu (almari makan, almari pakaian, tempat tidur, meja makan, kursi, dan lainnya), serta warga binaan memiliki sertifikat yang dapat digunakan untuk bekerja atau berwirausaha (mandiri) setelah bebas dari masa hukuman. 1. Perencanaan Pelatihan Secara umum perencanaan program pelatihan kecakapan hidup bidang meublair dilakukan dengan pendekatan top down. Pendekatan ini dilakukan dengan kurang melibatkan warga binaan untuk menyampaikan aspirasi terkait dengan implementasi program pelatihan. Pengelola program beserta dengan instruktur pelatihan merancang segala bentuk kegiatan pelatihan dengan melakukan identifikasi kebutuhan dan juga melakukan analisis potensi warga binaan dan potensi daerah yang dapat dikembangkan. Pengelola program, instruktur, dan warga binaan sebagai Halaman | 4
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
sasaran pelatihan hanya bekerjasama dalam menyusun rancangan pelatihan, khususnya dari aspek jadwal pelatihan dimana tujuannya untuk memaksimalkan implementasi program pelatihan. Sedangkan untuk penentuan kurikulum (materi) dan pola pelatihan secara umum lebih ditentukan oleh pengelola program dan instruktur. a. Karakteristik Peserta Pelatihan Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan penyelenggara program, bahwa sasaran peserta pelatihan kecakapan hidup bidang meublair ini adalah warga binaan yang memiliki bakat dan minat dalam bidang pertukangan kayu. Dari hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mendapatkan data dan informasi bahwa jumlah peserta pelatihan keterampilan meublair sebanyak 12 orang yang seluruhnya adalah laki-laki. Warga binaan yang mengikuti pelatihan keterampilan meublair ini pada umumnya merupakan warga binaan yang telah menjalani 2/3 masa hukuman. b. Rekruitmen Peserta Pelatihan Pelaksanaan rekruitmen peserta pelatihan kecakapan hidup bidang meublair di LP Selong ini dilakukan oleh Subsie BIMASWAT, Seksi Kegiatan Kerja dan bekerjasama dengan Seksi Administrasi Keamanan dan Tata Tertib. Rekruitment peserta pelatihan keterampilan meublair merupakan warga binaan yang telah diusulkan oleh Subsie BIMASWAT. Tidak semua warga binaan yang telah diusulkan oleh Subsie BIMASWAT dapat
mengikuti pelatihan keterampilan meublair. Warga binaan yang dapat mengikuti pelatihan ini adalah warga binaan yang dinyatakan lulus dalam menjalani sidang TPP (Tim Pengamat Pemasyarakatan). Sidang TPP meliputi tes wawancara dan tes psikologi. Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan meublair tidak terjadi perkelahian antar warga binaan yang dapat saling melukai karena alat-alat yang digunakan dalam pelatihan merupakan benda-benda tajam yang berbahaya. c. Instruktur Instruktur pelatihan kecakapan hidup bidang meublair merupakan instruktur yang telah memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidang yang dilatih. Jumlah instruktur dalam pelatihan tersebut sebanyak 2 orang, dimana rekrutmen instruktur dilakukan dengan bekerjsama dengan mitra kerja yang kompeten. Peran instruktur dalam impelementasi pelatihan lebih ditekankan sebagai fasilitator, motivator, dan partner, hal ini ditujukan untuk lebih meningkatkan kualitas interaksi dalam proses pelatihan sehingga berdampak pada kenyamanan dan semangat peserta untuk mengikuti pelatihan secara maksimal. 2. Implementasi Pelatihan Dalam implementasi pelatihan kecakapan hidup bidang meublair, terlebih dahulu instruktur dan pengelola program melakukan persiapan dan penataan dengan terlebih dahulu menyiapkan segala kebutuhan yang berkaitan dengan proses pelatihan, meliputi; materi Halaman | 5
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
pelatihan yang akan disampaikan pada warga binaan atau peserta pelatihan, menyiapkan alat bantu pembelajaran seperti spidol atau media untuk menjelaskan materi (hand out) serta perangkat peralatan keterampilan meublair yang akan dipraktikan oleh warga binaan yang mengikuti pelatihan. Melalui persiapan yang matang tersebut, diharapkan selama proses pelatihan atau pembelajaran dapat berjalan maksimal dengan tercapainya indikator-indikator pelatihan yang telah ditentukan. Implementasi pelatihan meublair berlangsung selama hari kerja di Lembaga Pemasyarakatan yakni mulai hari senin sampai hari jumat dengan durasi waktu pelatihan per hari 240 menit dengan lama pelatihan 1 bulan. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti, interaksi dalam proses pelatihan yang dijalin oleh instruktur dengan warga binaan atau peserta cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari komitmen instruktur dalam menjelaskan kembali semua materi yang tidak dipahami oleh warga binaan. Selain itu instruktur juga mengedepankan prinsip “friendly” atau instruktur memposisikan diri sebagai teman bagi peserta pelatihan yang saling membantu dan memberikan masukan yang konstrutif. Peran kurikulum sangatlah penting dalam setiap program pelatihan, dimana kurikulum akan dijadikan pedoman bagi instruktur dalam menyampaikan materi pelatihan sehingga pelatihan akan terarah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Materi atau kurikulum yang diberikan dalam pelatihan ini tidak seperti kurikulum yang dipakai
di lembaga pendidikan formal maupun lembaga-lembaga lain yang menyelenggarakan pelatihan. Kurikulum yang dikembangkan adalah kurikulum berbasis kompetensi sesuai dengan bidang pelatihan yang diselenggarakan. Hal ini sesuai dengan Kep. 529/Men/1988 Departemen Tenaga Kerja RI Pusat Latihan Kerja 1992 mengenai pengetahuan alat-alat mesin sub kejuruan meublair (tukag kayu) umum tingkat dasar. Kurikulum untuk pelatihan ini, menggunakan metode pembelajaran yang lebih banyak menekankan pada proses praktek kerja. Penyusunan kurikulum dilaksanakan oleh penyelenggara program atau pembina Lembaga Pemasyarakatan bersama tenaga ahli dari lembaga pelatihan sebagai mitra kerja. Fasilitas atau sarana merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam menunjang keberhasilan program pelatihan. Ketersediaan fasilitas yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan dalam sebuah pelatihan sangat penting. Semakin lengkap fasilitas yang tersedia maka, mutu lulusan dalam pelatihan tersebut akan diakui dan diperhitungkan oleh pihak lain, selain itu dengan adanya fasilitas yang sesuai dan memadai, para peserta pelatihan akan lebih mudah dalam mengaplikasikan materi-materi yang telah di sampaikan oleh instruktur. Sarana atau fasilitas pelatihan kecakapan hidup bidang meublair yang berada di LP Selong sudah cukup lengkap, yaitu: berbagai macam alat pemotong kayu (berbagai macam jenis gergaji), berbagai macam jenis alat-alat pahat, perkakas, berbagai macam obeng, mesin ketam Halaman | 6
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
perata dan penebal, berbagi macam alat pengetam dan lain sebagainya. Hal ini juga didukung oleh fasilitas yang ada di lembaga pelatihan yang ada di Selong khususnya fasilitasfasilitas pendukung dari Loka Latihan Kerja Metode pembelajaran yang dikembangkan dalam pelatihan ini kombinasi antara teori dan praktek lapangan. Jadi dalam setiap pertemuan teori, maka pertemuan selanjutnya dalam pelatihan ada kegiatan praktek lapangan. Sebagian besar warga binaan (peserta) pelatihan lebih termotivasi dan antusias dalam pelatihan ketika proses pelatihan lebih menekankan pada aktivitas praktek langsung. Dengan langsung mempraktekkan materi-materi yang didapatkan dalam sesi teori, para warga binaan pelatihan akan lebih mudah dalam menguasai materi dan lebih cepat menguasai bagaimana cara membuat kerajinan meublair dengan menggunakan berbagai alat pertukanagan kayu. Agar warga binaan pelatihan keterampilan bisa menerima materi yang diberikan oleh instruktur dengan baik dalam memberikan materi juga diintegrasikan dengan contoh-contoh yang mendukung sehingga para peserta pelatihan dapat menangkap materi pelatihan dengan optimal. Untuk memperoleh deskripsi jelas terkait penguasaan kompetensi pelatihan, dilakukan evaluasi secara komprehensf. Evaluasi pelatihan kecakapan hidup bidang meublair dilakukan melalui: a. Tes Individu Dalam pelatihan kecakapan hidup bidang meublair evaluasi dilakukan melalui tes individu. Pada tes
individu ini, instruktur memberikan tes kepada warga binaan sebagai peserta pelatihan dengan menyebutkan jenis-jenis alat dari pertukangan kayu, membaca desain gambar, mengukur dengan benar dan mempraktikkannya bagaimana cara menggunakan alat-alat pertukangan kayu tersebut. Artinya pada tes individu tersebut, lebih menekankan pada penguasaan dimensi kognitif terkait dengan penguasaan teori dari pelatihan yang diberikan. b. Tes Kelompok Selain tes individu, evaluasi pelatihan kecakapan hidup bidang meublair dilakukan melalui tes kelompok. Pada tes kelompok ini, warga binaan sebagai peserta pelatihan dikelompokkan menjadi 3-5 orang. Pada masing-masing kelompok diberikan penugasan untuk membuat kerajinan meublair yang terlebih dahulu diberikan desain gambar berupa kerajinan atau alat-alat rumah tangga yang terbuat dari kayu oleh instruktur. Proses evaluasi dengan model tes tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memberikan penilaian secara obyektif kepada warga binaan mengenai sejauh mana warga binaan dapat menerima semua materi yang telah diberikan instruktur selama proses pelatihan berlangsung, serta untuk mengetahui sejauh mana warga binaan dapat mengaplikasikan teori pelatihan ke dalam praktek dengan cara membuat kerajinan meublair yang telah dipaparkan selama proses pelatihan.
Halaman | 7
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
3. Hasil Pelatihan Berdasarkan data penelitian yang dikembangkan, hasil (output) pelatihan kecakapan hidup bidang meublair di Lembaga Pemasyarakatan Selong antara lain yaitu: a) Warga binaan sebagai peserta pelatihan memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang meublair. b) Warga binaan memiliki keterampilan dalam membuat perkakas dari kayu, antara lain: meublair seperti almari makan, almari pakaian, tempat tidur, meja makan, kursi, dan lain sebagainya. c) Warga binaan memiliki motivasi tinggi untuk bewirausaha (mandiri) d) Peserta yang mengikuti pelatihan kecakapan hidup memperoleh sertifikat sebagai bentuk penguasaan kompetensi keterampilan bidang meublair serta untuk memudahkan peserta pelatihan ketika kembali ke masyarakat mendapatkan pengakuan penguasaan kompetensi sehingga mendapatkan kemudahan dalam memperoleh akses pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Pola tindak lanjut yang dilakukan pasca penyelenggaraan pelatihan kecapan hidup yakni, warga binaan setelah mengikuti pelatihan meublair di berikan pendampingan dan kesempatan unuk magang atau bekerja di bengkel kerja LP sampai habis masa hukuman. Warga binaan yang magang atau bekerja sebagai tukang meublair atau pembuat kerajinan kayu sesuai dengan barangbarang yang telah di pesan oleh pihak konsumen. Pihak konsumen atau pemesan biasanya berasal dari para petugas LP Selong dan dari
masyarakat umum. Tetapi jika tidak ada pesanan, para warga binaan dibimbing untuk membuat dan berkreasi membuat kerajinan dari kayu-kayu bekas yang masih dapat dipakai. Hasil penjualan dari produkproduk meublair yang telah dihasilkan akan masuk ke kas negara dan sebagian keuntungan di gunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan para warga binaan selama berada dalam LP. 4. Kendala Implementasi Pelatihan Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara penelitian, kendala yang ada selama impelemntasi pelatihan kecakapan hidup bidang meublair lebih bersifat kendala internal antara lain yakni inkonsistensi motivasi peserta pelatihan selama mengikuti proses pelatihan, hal ini dikarenakan para warga binaan sebagai peserta pelatihan sering tidak terfokus mengikuti proses pelatihan disebabkan faktor psikologis dan pengaruh dari lingkungan pergaulan di dalam LP tersebut. Selain itu, kendala lainnya yakni kurang terjalinnya kerjasama yang harmonis khususnya antar peserta pelatihan sehingga berimplikasi pada tingkat kecepatan penguasaan kompetensi pelatihan. Pelatihan kecapakan hidup bidang meublair yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Selong sejauh ini sudah terlaksana dengan cukup baik walaupun didalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa hambatan dan kekurangan. Pelatihan keterampilan meublair ini pada proses impelentasinya masih belum sesuai dengan pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills). Pada dasarnya, Halaman | 8
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa suatu perubahan, pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap (Mulyasa, 2003). Pelatihan keterampilan merupakan bagian dari pendidikan kecakapan hidup (life skills). Menurut Broling (1999) pelatihan keterampilan masuk kedalam kecakapan hidup bekerja (occupational skills) antar lain meliputi: kecakapan memenuhi pekerjaan, perencanaan kerja, persiapan keterampilan kerja, latihan ketrampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu profesi, kesadaran untuk menguasai berbagai keterampilan, kemampuan menguasai dan menerapkan teknologi, merancang dan melaksanakan proses pekerjaan, dan menghasilkan produk barang dan jasa. Maka dari itu dalam impelentasi program pendidikan kecakapan hidup tidak hanya memberikan pelatihan keterampilan (penguasaan hardskills) an sich, tetapi juga diintegrasikan dengan dibekali penguasaan softskills berupa penambahan materi jiwa kewirausahaan dan penguasaan managemen serta pemasaran hasil atau produk pelatihan. Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Selong, pelaksanaan pelatihan kecakapan hidup meublair sifatnya berupa pelatihan kerja yang lebih mengutamakan penguasaan skill (keterampilan) tanpa dibekali dengan kompetensi manajemen pemasaran yang relevan untuk memasarkan hasil ketrampilan tersebut maupun cara-cara berwirausaha secara mandiri. Materi yang disampaikan berupa pemberian pelatihan keterampilan meublair (berupa cara-cara bagaimana menghasilkan kerajinan kayu), sehingga pelatihan keterampilan ini hanya
memberikan bekal keahlian (skills) sebagai sarana memperoleh penghasilan setelah warga binaan kembali memasuki kehidupan bermasyarakat. Strategi dalam proses pelatihan yang digunakan lebih berpusat pada instuktur (teachers centered) karena mulai dari proses perencanaan sampai pada tahap evaluasi pelatihan dilakukan oleh instruktur pelatihan dan kurang mengikutsertakan (partisipasi) warga binaan tanpa menggunakan pendekatan andragogi (ilmu dan seni membantu orang dewasa belajar). Pada prinsipnya, pendekatan pembelajaran yang tepat digunakan untuk sasaran orang dewasa adalah pendekatan andragogi. Melalui pendekatan tersebut warga belajar diberikan kesempatan dan ruang partisipasi yang dinamis dengan melibatkan pengalaman hidup warga belajar dan mengorganisasi kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program. Disamping itu, kebutuhan riil warga belajar dipadukan dengan aktivitas praktik pembelajaran yang bersifat fungsional dan pemecahan permasalahan yang relevan dengan konteks pelatihan. Dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan meublair di Lembaga Pemasyarakatan Selong terdapat beberapa penghambat atau kendala. Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya pelaksanaan pelatihan keterampilan meublair. Faktor penghambat atau kendala dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan meublair tersebut antara lain yaitu inkonsistensi motivasi peserta pelatihan selama mengikuti proses pelatihan, hal ini dikarenakan para warga binaan sebagai peserta pelatihan sering tidak terfokus mengikuti proses pelatihan disebabkan faktor psikologis dan Halaman | 9
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram
pengaruh dari lingkungan pergaulan di dalam LP tersebut. Selain itu, kendala yang ada yakni kurang terjalinnya kerjasama khususnya antar peserta pelatihan sehingga berimplikasi pada tingkat kecepatan penguasaan kompetensi pelatihan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Implementasi pelatihan kecakapan hidup bidang meublair untuk meningkatkan kemandirian warga binaan Lembaga Pemasyarakatan telah terselenggara dengan cukup baik, tahapan impelentasinya dimulai dengan; (a) perencanaan pelatihan yang dilakukan dengan pendekatan top-down, kegiatan rekrutmen peserta pelatihan melalui sidang TPP; (b) pelaksanaan pelatihan meliputi; interaksi dalam proses pembelajaran berjalan dengan komunikatif, materi pelatihan dominan praktek, metode pembelajaran diskusi dan praktek lapangan, peran instruktur sebagai fasilitator, motivator dan partner, fasilitas pelatihan ketrampilan yang digunakan cukup lengkap, evaluasi pelatihan ketrampilan melalui tes individu dan tes kelompok; (c) Hasil pelatihan yang diperoleh yakni warga binaan yang menguasai kompetensi keterampilan meublair diberikan kesempatan utuk berkreasi melalui magang di bengkel kerja Lembaga Pemasyarakatan sebagai bentuk tindak lanjut pelatihan dalam meningkatkan kemandirian.
(2) Kendala dalam implementasi pelatihan antara lain yaitu inkonsistensi motivasi belajar warga binaan dalam mengikuti pelatihan dan kerjasama (mitra) yang kurang dalam mendukung proses pelatihan. DAFTAR PUSTAKA Anwar. (2006) Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education), Bandung: Alfabeta. Badan Pusat Statistik. (2010). Data Jumlah Pengangguran di Indonesia. Jakarta Broling, D. E. (1999). Life-Centered Career Education: A Competency-Based Approach. (3 ed). The Council for Exeptional Children, Reston VA. Miles, M.B., and Huberman, A.M. (1994). Qualitative Data Analysis (2nd ed.). London: SAGE Pablication. Moleong Lexy (2005) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan Implementasinya. PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Wexley N.W. & Lotham, G.B. (1997). Developing and Training Human Resources in Organizations. Harper Collins Publishers, New York.
Halaman | 10