IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V Rifky Prihatmawan Universitas PGRI Semarang
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kembangarum 2 Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak pada siswa kelas V. Waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah 3-7 Februari 2015 pada semester genap tahun pelajaran 2014/ 2015. Penelitian ini dilakukan di kelas VA SD Negeri Kembangarum 2 Mranggen sebanyak 30 siswa sebagai kelas eksperimen dan proses pembelajarannya menggunakan model discovery learning serta kelas VB sebanyak 30 siswa sebagai kelas Kontrol dengan proses pembelajarannya menggunakan model konvensional. Sugiyono (2010: 272-273) jika thitung>ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dari penelitian diketahui bahwa rata-rata kelompok eksperimen ̅𝑥 = 79,26 dan rata-rata kelompok kontrol 𝑥̅ = 73,53 dengan n1 = 30 n2 = 30 diperoleh t hitung = 2,48 Dengan α = 5% dengan dk = 30 + 30 – 2 = 58 diperoleh t(0,975)(58) = 2,00. Karena thitung>ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada perbedaan rata-rata hasil belajar IPA materi gaya dan pengaruhnya siswa kelas VA yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran model Discovery Learning dengan siswa kelas VB yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model konvensional. Oleh karena itu, Model discovery learning terbukti dapat meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Kembangarum 2 Mranggen, dengan diperolehnya peningkatan rata-rata pre-test kelas VA setelah melakukan post-test dengan proses mengajar dilakukan menggunakan model discovery learning. Setelah dilakukan Uji-t ratarata, hasil belajar dan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Kata Kunci: Model Pembelajaran Discovery Learning
ABSTRACT
This research was conducted at primary school Kembangarum 2 Mranggen, Demak in class V. The time specified for the implementation of this research is 3-7 February 2015 in the second semester of academic year 2014 / 2015. This research was conducted at the VA Class 2 SD Negeri Kembangarum Mranggen many as 30 students as experimental class and learning process using a model of discovery learning and VB class of 30 students as a class controls the learning process using conventional models. Sugiyono (2010: 272-273) if t count> t table then H0 is rejected and H1 is accepted. The study found that the average experimental group x ̅ = 79,26 and an average of the control group x ̅ = 73,53 with n1 = 30, n2 = 30 obtained t = 2.48 with α = 5% with df = 30 + 30 - 2 = 58 obtained t (0.975) (58) = 2.00. Because t count> t table then H0 is rejected and H1 is accepted that there are differences in average outcomes material science learning styles and their influence VA grade students who received the study using a model of learning Discovery Learning with VB grade students who received study using conventional models. Therefore, discovery learning 651
model is proven to improve learning outcomes and critical thinking Elementary School fifth grade students Kembangarum 2 Mranggen, were obtained with an average increase of pre-test class VA after doing post-test with the teaching process is done using a model of discovery learning. After the ttest on average, the results of student learning and critical thinking experiment class higher than the controlclass. Keywords: Model Discovery Learning I.
PENDAHULUAN Berdasarkan UU No 16 tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya pada pasal 8 mengatakan Guru berwenang memilih dan menentukan materi, strategi, metode, media pembelajaran/ bimbingan dan alat penilaian/ evaluasi dalam melaksanakan proses pembelajaran/ bimbingan untuk mencapai hasil pendidikan yang bermutu sesuai dengan kode etik profesi guru. Prestasi belajar siswa merupakan suatu indikasi dari perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar-mengajar. Dari proses inilah dapat dilihat keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Mata pelajaran IPA untuk siswa kelas V SD merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap penting karena berhubungan langsung dengan kegiatan di lingkungan sekitar serta dapat dimanfaatkan untuk kehidupan sehari-hari, sekaligus mata pelajaran yang dianggap sulit, hal ini disebabkan karena karakteristik materi yang bersifat abstrak, logis, sistematis membuat siswa kesulitan mengerti dan memahami materi. Penggunaan model pembelajaran ceramah terkadang membuat siswa kesulitan memahami materi yang diajarkan, sebab siswa belum pernah melihat langsung benda-benda yang diperkenalkan, contohnya ketika mempelajari gaya gesek. Karena siswa belum pernah melihat gaya gesek sebelumnya maka mereka akan bingung saat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi gaya gesek. Proses belajar dapat dikatakan berhasil apabila siswa dapat menunjukkan hasil belajar yang tinggi minimal diatas KKM. Menurut Dimyati (2009: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Siswa memperoleh pengetahuan dari hasil interaksi proses pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah. Interaksi belajar dapat terjadi di dalam maupun di luar kelas untuk memperoleh pengetahuan. Berdasarkan pengamatan yang di lakukan di SD Negeri Kembangarum 2 terdapat masalah yang timbul dalam proses pembelajaran khususnya kelas V, diantaranya rendahnya hasil belajar siswa dengan tidak tercapainya nilai KKM yaitu 70. Guru juga mengungkapkan mengenai hasil belajar siswa selama setengah semester ini. Banyak siswa yang belum mencapai nilai KKM, hanya 50% siswa dari keseluruhan yang mencapai nilai KKM atau 15 siswa, sedang yang belum mencapai KKM sebanyak 50% atau sebanyak 15 siswa dari keseluruhan siswa berjumlah 30 siswa. . Model discovery learning adalah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri agar anak dapat belajar sendiri. Model discovery learning ini menekankan pada pengalaman langsung, pembelajaran dengan model ini lebih mengutamakan proses dari pada hasil belajar (Roestiyah, 2012: 20). Dalam penerapannya peneliti tidak hanya mengutamakan proses saja, melainkan hasil
652
belajarnya. Model pembelajaran discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui oleh siswa. Menurut Bruner (Arends, 2008: 48). Model ini dapat mengajarkan keterampilanketerampilan memecahkan masalah dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi, tidak hanya menerima saja. II.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kembangarum 2 Mranggen pada tanggal 3 – 7 Februari 2015. Model pembelajaran discovery learning sebagai variabel bebas dan hasil belajar dan berpikir kritis sebagai variabel terikat. Jenis penelitian ini adalah True Experimental Design dengan jenis Pretest-posttest control group design. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Kembangarum 2 Mranggen terdiri dari dua kelas yaitu kelas VA dan Kelas VB. Teknik pengambilan sampel secara cluster random sampling, kelas VA sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dan kelas VB tanpa menggunakan model pembelajaran discovery learning. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai angka dengan rentang nilai 0-100. Untuk nilai afektif /pendidikan karakter siswa digunakan rentang 8-20. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu soal tes pilihan ganda dan soal uraian yang sudah di uji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda dan terpilih sejumlah 25 butir soal pilihan ganda dan 5 butir soal uraian. Selanjutnya nilai tes yang diperoleh siswa di uji normalitas menggunakan uji lilliefors dan di kesamaan dua rata-rata menggunakan uji-t. Pada analisis akhir nilai tes yang sudah normal dan homogen selanjutnya di uji menggunakan uji t-test untuk menguji hipotesis. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Pre-test dilaksanakan sebelum pembelajaran dan post-test dilaksanakan setelah pembelajaran meliputi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pre-test dan post-tes siswa pada kelas eksperimen dan kontrol diolah dan ditunjukan pada tabel berikut: Tabel 3. 1 Rekapitulasi nilai pre-test dan post-tes kelas eksperimen dan kontrol Keterangan Kelas Kontrol Kelas Eksperimen Pre-test Post-test Pre-test Pos-test Nilai terendah 50 60 52 62 Nilai tertinggi 87 90 87 97 Tuntas 17 22 17 27 Tidak tuntas 13 8 13 3 Rata-rata 67,93 73,53 68,23 79,26 Berdasarkan tabel 3. 1 dapat diketahui bahwa hasil pre-test kelas kontrol dan eksperimen berawal dari kelas yang memiliki rata-rata kemampuan yang sama, hal ini dapat dilihat dari perolehan rata-rata kelas kontrol 67,93 dan perolehan ratarata kelas eksperimen 68,23 menghasilkan selisih nilai 0,3. Pada kelas kontrol nilai tuntas pre-test yaitu 17 siswa dan post-test 22 siswa. Sedangkan kelas eksperimen 653
nilai tuntas pre-test yaitu 17 siswa dan post test 27 siswa. Setelah dilaksanakannnya penelitian rata-rata kelas kontrol 73,53 dan kelas eksperimen yang diberi perlakuan menggunakan model Discovery Learning memperoleh rata-rata nilai 79,26. Kriteria siswa tuntas dan tidak tuntas mengacu pada kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Kriteria siswa tuntas dan tidak tuntas mengacu pada kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Tabel diatas menjelaskan bahwa kelas kontrol mendapatkan nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 87 pada pre-test, sedangkan pada post-test memperoleh nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 90. Kelas ekperimen mendapatkan nilai terendah 52 dan nilai tertinggi 87 pada pre-test, sedangkan pada post-test memperoleh nilai terendah 62 dan nilai tertinngi 87. Selain meningkatkan pengetahuan (kognitif) model pembelajaran discovery learning meningkatkan keterampilan sikap/ pendidikan karakter (afektif) siswa. Kriteria peningkatan nilai afektif/ pendidikan karakter dengan model pembelajaran Discovery Learning dapat dilihat pada tabel 3.2: Tabel 3.2: Rekapitulasi Nilai Afektif/ Pendidikan Karakter Rata-rata Pertemuan Kriteria Afektif 1 11,23 Cukup 2 13 Baik 3 17,033 Baik Sekali Berdasarkan data hasil pengamatan diperoleh rata-rata nilai afektif/ pendidikan karakter paling besar terdapat pada pertemuan ketiga yaitu 17,033 dengan kriteria baik sekali. B. Uji Persyaratan Data Uji persyaratan analisis data dilakukan setelah diberikan tes hasil belajar pada kedua kelompok sampel maka didapatkan data awal dan data akhir yang kemudian dilakukan analisis data. Analisis data ini meliputi uji normalitas, uji kesamaan dua rata-rata, dan uji perbedaan rata-rata (uji t-test). Hasil analisis data digunakan untuk menguji hipotesis. 1. Uji Normalitas Harga L0 dikonsultasikan dengan Ltabel menggunakan 𝞪 = 5% atau taraf kepercayaan 95%. Hasil tes berdistribusi normal apabila Harga L0< Ltabel. Hasil analisis uji normalitas nilai Pre-test dan Post-test kelas kontrol dan eksperimen disajikan dalam bentuk tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3: Rekapitulasi uji normalitas nilai Pre-test dan Post-test kelas kontrol dan kelas eksperimen Tes N L0 Ltabel Kesimpulan Pre-test Kelas 30 0,1490 0,161 Berdistribusi Kontrol Normal Pre-test Kelas 30 0,1557 0,161 Berdistribusi
654
Eksperimen Post-test Kelas 30 Kontrol Post-test Kelas 30 Eksperimen
0,1099
0,161
0,1185
0,161
Normal Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal
Berdasarkan uji normalitas dapat disimpulkan bahwa nilai Pre-test dan Post-test kelas kontrol dan eksperimen berdistribusi normal. 2. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata kondisi awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh thitung = 0,111 dengan dk = 58 dan taraf nyata (1- ½α = 0,975) maka diperoleh t(0,975; 58)= 2,00. Karena thitung< ttabel, maka H0 diterima artinya rata-rata nilai pre-test siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama (Sudjana, 2005: 466-467). Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok bertolak dari titik awal yang sama. Oleh karena itu, untuk kegiatan penilaian selanjutnya kedua kelompok diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan pembelajaran model Discovery Learning, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan model konvensional. Kemudian diakhir penelitian kedua kelompok dapat diberi tes yang sama. 3. Uji Hipotesis Sugiyono (2010: 272-273) jika thitung> ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dari penelitian diketahui bahwa rata-rata kelompok eksperimen 𝑥̅ = 79,26 dan rata-rata kelompok kontrol 𝑥̅ = 73,53 dengan n1 = 30 n2 = 30 diperoleh thitung = 2,48 Dengan α = 5% dengan dk = 30 + 30 – 2 = 58 diperoleh t(0,975) (58) = 2,00. Karena thitung> ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada perbedaan rata-rata hasil belajar IPA materi gaya dan pengaruhnya siswa kelas VA yang mendapat pembelajaran dengan dengan menggunakan pembelajaran model Discovery Learning dengan siswa kelas VB yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model konvensional. Oleh karena itu, dapat meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa kelas V SD N Kembangarum 2 Mranggen. C. PEMBAHASAN Penelitian eksperimen ini dilakukan di SDN Kembangarum 2 Mranggen tanggal 3 Februari 2015. Instrumen penelitian yang digunakan berupa soal pilihan ganda dengan jumlah 40 butir dan soal uraian dengan jumlah 20 soal. Soal di ujicoba pada tanggal 19 Januari 2015. Setelah di ujicobakan dan dianalisis di SDN Kangkung 1 diperoleh 25 butir soal pilihan ganda valid dan 15 butir soal tidak valid serta diperoleh 5 soal uraian valid dan 15 butir soal tidak valid. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling. Kelas V A sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 30 siswa dan kelas V B sebagai kelas kontrol dengan jumlah 30 siswa. Kedua kelas memiliki rata-rata kemampuan yang sama, pada kelas kontrol saat pre-test rata-ratanya 67,93 dan saat post-test mendapat 73, 53 sedangkan pada kelas eksperimen rata-rata pre-test adalah 68,23 dan post-test rata655
ratanya 79,26 . Kelas V A diajar dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning sedangkan kelas V B diajar menggunakan konvensional. Pelaksanaan penelitian diawali dengan Pre-test pada tanggal 3 Februari 2015 dan setelah dihitung hasil belajar pada penelitian ini mengalami peningkatan yaitu nilai pre-test kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata sebesar 67,93 sedangkan nilai pre-test pada kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 68,23. Kemudian dilakukan post-test dengan perolehan nilai rata-rata pada kelas kontrol sebesar 73,53 sedangkan nilai rata-rata pada kelas eksperimen sebesar 79,26. Hal ini didukung dengan hasil analisis statistik setelah dilakukan pembelajaran tanpa menggunakan model Discovery Learning pada kelas kontrol dan pembelajaran menggunakan model Discovery Learning pada kelas eksperimen terlihat hasil belajar kedua kelas antara kondisi awal dan dan akhir terdapat perbedaan yang signifikan, dibuktikan dari hasil uji t-test. Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yaitu 79,53 lebih besar dibandingkan kelas kontrol tanpa menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yaitu 73,26 artinya terdapat pengaruh dari model pembelajaran Discovery Learning dalam pembelajaran materi gaya dan pengaruhnya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD N Kembangarum 2 Mranggen. Hal tersebut sependapat dengan Suprijono (2009: 8) yang mengatakan bahwa hasil adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap dan keterampilan. Selain meningkatkan hasil belajar bidang kognitif, model pembelajaran Discovery Learning menunjukkan peningkatan nilai rata-rata pendidikan karakter/ afektif terbesar diperoleh pada pertemuan ketiga yaitu 16,44 dengan kriteria baik sekali. Pembelajaran menggunakan model Discovery Learning terbukti dapat meningkatkan hasil belajar yang meliputi berbagai aspek yang penting dalam menunjang perkembangan siswa, dengan dapat dibandingkannya rata-rata hasil belajar siswa pada kelas kontrol sebesar 73,26 dan kelas eksperimen sebesar 79,53 . Sesuai dengan pendapat Davies, Jaromelik dan Foster dalam Dimyati (2009: 201) hasil belajar secara umum diklasifikasikan menjadi tiga aspek yaitu: aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan aspek afektif. Perubahan pada aspek-aspek tersebut dalam kegiatan pembelajaran dapat menyebabkan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan yang dipelajari, ini dibuktikan juga pada penilaian pendidikan karakter, pada pertemuan pertama rata-rata mendapat skor 11,23 dengan kategori cukup, pertemuan kedua menjadi 13 dengan kategori baik, dan yang terakhir meningkat menjadi 17,033 dengan kategori baik sekali. Saat mengadakan penelitian dan mengajar pada tanggal 4 Februari 2015 saya sebagai seorang peneliti sekaligus guru yang mengajarkan materi gaya dan pengaruhnya merasakan kesusahan dalam pertama kali mengajar, dikarenakan masih harus beradaptasi pada kelas kontrol maupun pada kelas eksperimen, belum tahunya karakter masing-masing siswa, serta waktu pembelajaran yang kurang panjang dalam menyampaikan materi terutama pada kelas eksperimen yang memerlukan waktu banyak karena harus melakukan percobaan kelompok. Tapi kendala yang ada dapat di pecahkan sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran yang di buat. Saat pertemuan yang pertama seorang peneliti mengajarkan tentang gaya gravitasi yang bertujuan siswa dapat memberikan contoh gaya gravitasi beserta factor
656
yang mempengaruhinya, pada kelas eksperimen mengadakan percobaan dengan menjatuhkan kertas yang remas, kertas yang masih lembaran dan batu, sehingga mereka lebih aktif dan lebih mudah dalam memahami materi gaya gravitasi. Sedangkan pada kelas kontrol banyak kendala yang dihadapi karena pembelajaran yang digunakan bersifat konvensional, siswa disuruh membayangkan tanpa adanya tindakan yang nyata, sehingga setelah pembelajaran selesai ada sebagian siswa yang lupa pada materi. Pertemuan kedua, materi yang diajarkan adalah gaya gesek, pada kelas eksperimen melakukan percobaan tentang cara mengurangi dan memperbesar gaya gesek, setiap kelompok melakukan percobaan dan mereka tahu cara-cara untuk mengurangi dan memperbesar gaya gesek sesuai percobaan yang dilakukan masingmasing kelompok. Sedangkan pada kelas kontrol siswa hanya membaca buku sehingga ada sebagian siswa yang terbalik antara cara memperbesar gaya gesek dengan cara memperkecil gaya gesek. Pertemuan ketiga, materi yang diajarkan adalah gaya magnet, pada kelas eksperimen salah satu contonhya melakukan percobaan pembuatan magnet, mereka lebih bisa memahami materi dan mendapatkan jawaban dari melakukan percobaan sendiri, tetapi kendalanya adalah memakan waktu yang lebih lama.sedangkan pada kelas kontrol memerlukan waktu yang tidak terlalu lama, tetapi siswa kadang masih terbalik saat menyebutkan cara pembuatan magnet. Pada kelas ekperimen siswa menjadi lebih aktif bertanya hal-hal yang mereka anggap sulit dan aktif bekerjasama dengan kelompok dalam memecahkan suatu masalah. Sedang pada kelas kontrol juga ada sebagian yang bertanya, karena hanya mengandalkan membaca buku pelajaran mereka terkadang lupa dan malas membaca, sehingga jawaban yang ada dibuku terlewat dibaca oleh mereka. Dan ada sebagian siswa kadang yang masih meragukan kebenaran dari buku pelajaran karena belum pernah mencobanya secara langsung. Pembelajaran tanpa menggunakan model pembelajaran Discovery Learning pada kelas kontrol menunjukan hasil yang kurang maksimal. Pembelajaran yang berlangsung tidak memotivasi siswa untuk belajar. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran terlihat kurang, karena kegiatan belajar mengajar masih terpusat pada guru dan terkesan monoton. Sumber belajar dari buku yang isinya belum tentu bisa dipahami siswa secara langsung. Maka secara umum menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning lebih bermakna dalam proses pembelajaran, sehingga meningkatkan hasil belajar siswa. IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis data, hasil penelitian (lihat lampiran tabel uji t) dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa kelas V SD Negeri Kembangarum 2 Mranggen yang dilaksanakan pada tanggal 3-7 Februari 2015. Peningkatan hasil belajar siswa dibuktikan hasil signifikan antara kondisi awal dengan kondisi akhir hasil belajar siswa pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran secara konvensional rata-rata pre-test adalah 67,93 dan post-test 73,53 sedangkan pada kelas eksperimen rata-rata pre-test adalah 68,23 dan post-test 79,25. Selain hasil belajar dan berpikir kritis, siswa juga mengalami
657
peningkatan penilaian pendidikan karakter/ afektif dari pertemuan 1 mendapat skor 11,23 dengan kriteria cukup, kemudian pertemuan kedua dengan skor 13 dengan kriteria baik, dan meningkat dengan skor 17,033 dengan kriteria sangat baik. B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan maka peneliti merumuskan beberapa saran sebagai berikut : 1. Sebaiknya guru menciptakan pembelajaran yang memancing rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa akan belajar lebih aktif menemukan jawaban secara mandiri, dengan demikian proses pembelajaran akan lebih bermakna oleh siswa. 2. Model Discovery Learning dapat dijadikan alternatif pembelajaran bagi guru. Guru SD hendaknya mencoba untuk menerapkan model Discovery Learning dalam proses pembelajaran di kelas khususnya dalam pelajaran IPA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa model Discovery Learning dapat membuat hasil belajar dan berpikir kritis siswa meningkat 3. Guru dapat mengkolaborasikan model Discovery Learning dengan pendekatan dan metode pembelajaran yang mendukung, serta disesuaikan dengan karakteristik pokok bahasan dan kondisi siswa. Dengan begitu, pembelajaran dapat berjalan lebih menarik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan penelitian diantaranya sebagai berikut: 1. Ada beberapa siswa yang kurang berminat dalam pembelajaran dan hasil belajar yang kurang memuaskan dikarenakan kondisi siswa ada yang sedang sakit pada proses pembelajaran dan evaluasi 2. Masih ada beberapa siswa yang kurang memahami materi. 3. Pada waktu pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen waktu yang dibutuhkan relatif banyak, karena siswa melakukan percobaan untuk mencari jawaban dari suatu permasalan. Berbeda dengan kelas kontrol yang belajar secara konvensional .
DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. _________________. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
658
Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga. Dalyono, M. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Daryanto.Tasrial. 2012. Konsep Pembelajaran Kreatif. Malang: Gava Media Dimyati.Mudjiono. 2009. Belajar Dan pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta Fisher, alec. 2009. Berpikir Kritis. Jakarta: Erlangga Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hassoubah, Z. I. 2008. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis. Bandung: Nuansa Harsanto, Ratno. 2005. Melatih Anak Berpikir Analitis, Kritis, dan Kreatif. Jakarta: Grasindo Ningsih, S.M. 2012. Implementasi Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiri Learning (POGIL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Semarang: Unnes Physics Education Journal. ISSN NO 22526935 Kemala, Rosa. 2006. Jelajah IPA. Jakarta: Yudhistira Komalasari, Kokom.2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.Bandung: PT Refika Aditama Muchlish, Masnur.2009. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.Jakarta : PT Bumi Aksara N.K, Roestiyah. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Purwanto, Ngalim. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Soegeng, A.Y. 2006.Dasar-dasar Penelitian. Semarang: IKIP PGRI PRESS. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara
659
Thobroni, Muhammad. Mustofa, Arif. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: ArRuzzmedia UU No 16 Tahun 2009 tetntang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi umum.Yogyakarta: ANDI. Widana. M, Suhandana. A, Atmadja. B. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berorientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar BiologiSiswa Kelas VII SMP Negeri 1 Kintamani.e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha.Volume 4 Tahun 2013.
660