Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Surakarta, 17 Oktober 2009
ISSN : 0854 - 2910
IMPLEMENTASI METODE MULTIOBJECTIVE SIMULATED ANNEALING DALAM OPTIMASI SUSUNAN BAHAN BAKAR TERAS REAKTOR PWR MENGGUNAKAN CODE COREBN Christina Novila Soewono, Alexander Agung, Sihana Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika No 2, Yogyakarta
ABSTRAK IMPLEMENTASI METODE MULTIOBJECTIVE SIMULATED ANNEALING DALAM OPTIMASI SUSUNAN BAHAN BAKAR TERAS REAKTOR PWR MENGGUNAKAN CODE COREBN. Desain loading/reloading pattern (LP) optimum merupakan salah satu kegiatan manajemen bahan bakar yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional reaktor. Parameter yang dijadikan acuan untuk menentukan desain LP optimum adalah nilai faktor multiplikasi efektif saat akhir siklus dan faktor pemuncakan daya. Optimasi dilakukan dengan menggunakan algoritma simulated annealing multiobyektif yang dikopel dengan modul COREBN untuk perhitungan burn up multidimensi teras. Optimasi dilakukan pada ¼ teras (52 perangkat bahan bakar) yang mewakili keseluruhan teras. Konfigurasi hasil optimasi akan dibandingkan dengan model standar untuk mengetahui perbaikan yang telah dilakukan algoritma optimasi Kata kunci: loading pattern, faktor multiplikasi efektif saat akhir siklus, faktor pemuncakan daya, simulated annealing multiobyektif, COREBN
ABSTRACT MULTIOBJECTIVE SIMULATED ANNEALING METHOD IMPLEMENTATION FOR PWR FUEL LOADING PATTERN OPTIMIZATION USING COREBN CODE. Optimizing loading/reloading pattern design is one of nuclear fuel management activities in order to reduce fuel cycle costs while satisfying safety constraints and operational targets. Multiplication factor at the end of cycle and maximum power peaking factors are the parameters to define the optimal LP design. This optimization initial fuel loading pattern study is based on multiobjective simulated annealing algorithm which is coupled to COREBN code for core burn up calculation. Optimization is implemented on ¼ core model (52 fuel assemblies) which represent the whole core. The result will then be compared to standard model in order to observe the improvement. Keywords: optimization, loading pattern, multiplication factor at end of cycle, power peaking factors, multiobjective simulated annealing, COREBN
I. PENDAHULUAN Kebutuhan energi, terutama energi listrik, yang meningkat dan isu pemanasan global menjadikan pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai alternatif sumber energi yang diminati. Keunggulan pembangkit tenaga nuklir dengan kapasitas daya besar dengan biaya operasi yang relatif lebih murah bila dibandingkan dengan pembangkit daya lain semakin menambah daya
tarik pembangkit tenaga nuklir. Terlepas dari kelebihannya, kelemahan pembangkit nuklir yaitu rendahnya kandungan uranium fisil di alam (0,7% kelimpahan isotropik) sementara reaktor pembiak komersial belum tersedia serta belum adanya teknologi pengolahan limbah yang disepakati perlu disiasati agar nuklir masih dapat menjadi sumber energi di masa mendatang.
119
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Surakarta, 17 Oktober 2009
Salah satu usaha meningkatkan efisiensi reaktor nuklir adalah dengan perancangan loading/reloading pattern (desain LP) yang optimum. Suatu teras dikatakan optimal apabila dengan pengkayaan yang relatif lebih rendah mampu memberikan umur siklus yang lebih panjang dibandingkan penggunaaan desain LP konvensional tanpa melebihi batas keselamatan operasional. Simulated annealing merupakan algoritma optimasi yang sering digunakan dalam kode manajemen bahan bakar dalam teras [1,2,3]. Simulated annealing multiobyektif merupakan varian algoritma simulated annealing dimana pengoptimalan sejumlah fungsi obyektif dilakukan secara simultan.
yang akibat deplesi bahan mekanisme pemerataan daya.
Simulated annealing merupakan algoritma optimasi stokastik yang dianalogikan dengan proses penganilan material logam. Terinspirasi oleh algoritma sederhana yang mensimulasikan sejumlah atom yang berada pada kesetimbangan pada suhu tertentu [3], SA pertama kali dikemukakan dan digunakan olah Kirkpatrick et a.l [4] untuk perancangan integrated circuit dengan jutaan elemen sedemikian sehingga meminimumkan interferensi antar elemen dan kabel penghubung persoalan dan penentuan jalur minimum yang ditempuh seorang pedagang keliling (TSP). Perluasan algoritma SA untuk penyelesain problem optimasi multiobyektif dilakukan oleh Suppapitnarm [4] dengan menggunakan konsep Pareto optimality sebagai kriteria pengarsipan solusi terbaik sepanjang proses optimasi.
III. DASAR TEORI III.1. Manajemen Bahan Bakar dalam Teras Dua metode penyusunan bahan bakar dalam teras yang biasa digunakan secara umum adalah metode zonal loading dan scatter loading [6].
III.1.1. Zonal Loading (In-Out Cycling) Pada metode ini, bahan bakar yang belum teriradiasi ditempatkan di daerah keliling teras. Bahan bakar yang telah teriradiasi di acak di daerah yang lebih dalam, sedang bahan bakar pada daerah tengah diambil dari teras. Tujuan dari pola ini adalah memanfaatkan pengurangan reaktivitas
120
bakar
sebagai
Gambar 3.1. Metode penyusunan bahan bakar dalam teras [6]
III.1.2. II. STUDI PUSTAKA
ISSN : 0854 - 2910
Scatter (Roundelay) Loading
Pola pengisian bahan bakar yang lain adalah pola tersebar atau acak untuk mencapai distribusi bahan bakar yang lebih seragam. Keuntungan lain dari pola scatter-loading adalah tidak perlu dilakukan pengaturan ulang bahan bakar teriradiasi. Pada praktiknya, pengisian ulang bahan bakar mengkombinasikan teknik zonal dan scatter. Sebagai contoh, susunan bahan bakar PWR dimana bahan bakar segar ditempatkan pada daerah luar, sedang bahan bakar teriradiasi diatur acak pada daerah tengah.
III.2 COREBN Dalam sistem SRAC, proses perhitungan burn up teras dilakukan dalam 2 tahapan. Pada tahap pertama dilakukan perhitungan burn up pada tingkat sel. Pada tahap ini akan didapat data tampang lintang makroskopik tiap step burn up dari sel yang terhomogenisasi. Data tampang lintang makroskopik hasil perhitungan burn up tingkat sel berupa tabulasi tampang lintang terhadap suhu teras, suhu pendingin, dan tingkat burn up pada pemodelan perangkat bahan bakar, yang disimpan dalam file MACRO. Data tampang lintang makroskopik ini kemudian akan diinterpolasi untuk menghitung burn up teras pada tahap kedua. Pada penelitian ini, perhitungan burn up tahap pertama dilakukan dengan modul PIJ sedangkan perhitungan tahap kedua dilakukan dengan modul COREBN [7]. COREBN merupakan kode yang digunakan untuk melakukan perhitungan burn up teras berdasarkan interpolasi tampang lintang makroskopik dan teori difusi finite difference. Masukan informasi mengenai kondisi operasi reaktor, misal daya termal, berapa lama reaktor akan dioperasikan, tata letak perangkat bahan
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Surakarta, 17 Oktober 2009
bakar dan perangkat batang kendali dalam teras, geometri teras, semua jenis perangkat bahan bakar serta perangkat non bahan bakar yang berada dalam teras, perlu dideklarasikan terlebih dahulu dalam file history dengan menggunakan kode HIST. Selain itu, HIST juga berfungsi untuk mengkonversi file data tampang lintang makroskopik berformat PDS menjadi PS agar dapat dibaca oleh COREBN. COREBN akan membaca informasi yang dibutuhkan dalam perhitungan dan sekaligus merekam data burn up terbaru dan komposisi tiap elemen teras hasil perhitungan pada file history. Dengan informasi yang didapat dari file history, COREBN melakukan perhitungan burn up hingga reaktivitas lebih mencapai nilai yang diinginkan. Pada akhir perhitungan, COREBN akan merekam kondisi operasi siklus pertama, burn up, dan komposisi nuklida hasil peluruhan tiap elemen bahan bakar dalam teras ke file history.
III.3 Simulated Annealing Multiobyektif SA merupakan teknik optimasi pencarian langsung yang terinspirasi oleh fenomena pendinginan logam cair yang biasa disebut dengan proses penganilan [5]. Lelehan logam pada suhu tinggi memiliki struktur molekul yang tidak beraturan. Apabila lelehan logam tersebut didinginkan secara perlahan, struktur molekul yang semula tidak beraturan akan memiliki cukup waktu untuk membentuk struktur yang lebih teratur dengan tingkat energi yang lebih rendah, hingga logam membeku dengan struktur kristal tanpa cacat dengan energi rendah (stabil). Pada keadaan ini, sistem dikatakan berada pada konfigurasi dengan energi minimum global. Pendinginan secara cepat (biasa disebut dengan quenching), sebaliknya, menyebabkan molekul tidak memiliki cukup waktu untuk memposisikan diri sehingga terdapat cacat pada struktur kristal dan sistem berada pada konfigurasi dengan energi minimum lokal. Penurunan suhu terjadi ketika telah tercapai kesetimbangan termodinamika termal pada logam. Berdasarkan termodinamika statistik, probabilitas suatu sistem berada pada tingkat energi tertentu diberikan oleh Persamaan 3.1. tingkat energi suatu sistem ditentukan oleh konfigurasi atomik sistem tersebut. (3.1) Persamaan 3.1. dikenal sebagai distribusi probabilitas Boltzmann. Dengan adanya probabilitas ini, konfigurasi dengan tingkat energi yang lebih tinggi masih dapat diterima secara probabilistik. Saat T bernilai tak hingga, sistem bebas bertransisi dari satu konfigurasi ke
ISSN : 0854 - 2910
konfigurasi lain, namun saat T=0 sistem tidak lagi bisa bertransisi. Hubungan probabilistik inilah yang menjadi basis pencarian solusi optimum SA. Pada dasarnya, algoritma SA multiobyektif sama dengan algoritma SA standar. Yang membedakan keduanya adalah penggunaan konsep dominasi yang dikenal dengan Pareto front dan rumus probabilitas penerimaan yang digunakan. Solusi Pareto front adalah himpunan solusi yang tidak terdominasi oleh solusi lain. Dalam suatu permasalahan minimasi, solusi x dikatakan terdominasi oleh solusi y apabila
(3.2) Setiap kali optimasi membangkitkan solusi, solusi tersebut akan diarsipkan menurut kedudukannya terhadap solusi lain. Skema pengarsipan, lihat Gambar 3.2., yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: • Semua solusi yang dibangkitkan merupakan solusi baru yang akan diarsip • Jika solusi baru mendominasi solusi lain dalam arsip, solusi yang terdominasi akan digantikan oleh solusi baru (kasus 1). • Jika solusi baru didominasi oleh solusi lain dalam arsip, maka solusi tersebut tidak dimasukkan dalam arsip (kasus 2). • Jika solusi baru tidak mendominasi maupun terdominasi oleh solusi dalam arsip, maka solusi baru ditambahkan ke dalam arsip (kasus 3).
Gambar 3.2. Pengarsipan pada optimasi multiobyektif [8]
SA multiobyektif menggunakan Persamaan 3.2. untuk mencari probabilitas penerimaan: (3.2)
121
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Surakarta, 17 Oktober 2009
ISSN : 0854 - 2910
IV. PELAKSANAAN PENELITIAN Pola susunan bahan bakar merupakan kombinasi dari penempatan posisi perangkat bahan bakar dalam teras reaktor. Dalam penelitian ini digunakan kombinasi penempatan posisi bahan bakar pada teras simetri 1/4 (52 posisi perangkat bahan bakar) dengan 3 tipe perangkat bahan bakar yaitu yang diperkaya 1,5%, 2,5% dan 3%. Setiap perangkat diberi kode yang menunjukkan letaknya dalam teras reaktor (absis dan ordinat). Algoritma optimasi simulated annealing multiobyektif dibuat dalam sebuah program antarmuka. Program tersebut pada tahap awal secara acak menghasilkan konfigurasi bahan bakar sebanyak jumlah populasi yang dimasukkan sebagai parameter awal. Setiap kali konfigurasi didapatkan, dilakukan perhitungan keff dan distribusi daya dengan COREBN. Hasil keluaran COREBN merupakan nilai fungsi obyektif dari tiap konfigurasi. Fungsi obyektif algoritma optimasi adalah maksimasi nilai keff dan minimasi nilai faktor pemuncakan. Kedua nilai fungsi obyektif ini (keff dan faktor pemuncakan daya) kemudian dibandingkan dengan nilai fungsi obyektif konfigurasi lain yang telah diarsip. Apabila nilai fungsi yang baru tidak saling mendominasi dengan nilai fungsi obyektif yang lain, maka nilai tersebut diterima dan diarsip. Jika ternyata salah satu atau kedua nilai obyektif yang baru mendominasi maupun terdominasi oleh yang lain, maka nilai tersebut dapat diterima sesuai dengan probabilitas penerimaan. Langkah ini dilakukan kembali sampai tercapai kesetimbangan termal, lalu turunkan suhu agar probabilitas penerimaan semakin mengecil. Lakukan langkah-langkah di atas hingga dirasa suhu sudah cukup kecil dan sistem dianggap telah “membeku”.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5.1 menampilkan plot kedua nilai fungsi obyektif untuk semua solusi yang dibangkitkan oleh operator perturbasi program optimasi. Pembangkitan solusi keseluruhan 1100 buah.
122
Gambar 5.1. Nilai fungsi obyektif untuk semua solusi yang dibangkitkan
Dari 1100 solusi yang dibangkitkan, 60 diantaranya diterima. Kurang lebih separuh solusi ditolak. Adanya pengarsipan pada program optimasi membuat penerimaan solusi menjadi lebih sulit karena selain dibandingkan dengan solusi sebelumnya, solusi baru juga dibandingkan dengan solusi “terbaik” yang ditemukan dan disimpan sepanjang proses optimasi.
Gambar 5.2. Nilai fungsi obyektif untuk semua solusi tak terdominasi Dari 61 anggota solusi tak terdominasi yang diterima, sebanyak 3 anggota merupakan himpunan pareto front akhir. Anggota dari pareto front akhir ditunjukkan pada Tabel 5.1. walaupun optimasi multiobyektif menghsilkan himpunan pareto dengan banyak solusi tak terdominasi, namun pada umumnya hanya satu solusi saja yang diimplementasikan. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan solusi tunggal guna memilih solusi terbaik. Hasil analisis ini relatif terhadap himpunan pareto yang didapat.
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir Surakarta, 17 Oktober 2009
Tabel 5.1. Nilai fungsi obyektif kandidat Kandidat keff akhir Faktor siklus pemuncakan daya 1 1,07440 2,179 2 1,06390 1,759 3 1,06769 1,909
Dalam konteks teknik nuklir, pertimbangan pertama yang diutamakan adalah aspek keselamatan. Aspek tersebut diwakili oleh nilai PPF maksimum sepanjang siklus dan didefinisikan untuk tidak lebih dari 2,0. Dengan demikian, secara otomatis kandidat pertama ditolak karena memiliki nilai PPF maksimum > 2,0. Selain keselamatan, ekonomi merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan. Kecenderungan terhadap aspek ini dapat ditunjukkan dengan pemilihan solusi dengan keff akhir siklus tertinggi yang memungkinkan perpanjangan umur reaktor paling lama. Keoptimalan solusi yang memiliki solusi seperti ini memiliki PPF yang tinggi pula. Kandidat 3 memiliki nilai keff lebih tinggi daripada kandidat 2, sehingga nilai PPFnya juga lebih tinggi. Namun, nilai PPF kandidat 3 masih di bawah standar keselamatan, yaitu 2,0. Dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan ekonomi, kandidat 3 dipilih sebagai solusi tunggal yang optimum. Model standar memiliki keff sebesar 1,01166 dan PPF sebesar 2,36. Bila dibandingkan dengan LP hasil optimasi, terdapat peningkatan keff sebesar 1,491% dan penurunan PPF sebesar 19,261%. Peningkatan nilai keff berefek pada perpanjangan siklus selama 60 hari (2 bulan) bila dibandingkan dengan model standar.
ISSN : 0854 - 2910
VI. KESIMPULAN Algoritma SA multiobyektif berhasil digunakan dalam optimasi LP teras PWR. LP hasil optimasi memiliki nilai keff saat EOC sebesar 1,06769 dan nilai PPF maksimum sebesar 1,909. Bila dibandingkan dengan model standar yang memiliki keff sebesar 1,01166 dan PPF 2,36, LP hasil optimasi memberikan peningkatan keff sebesar 1,491% dan penurunan PPF sebesar 19,261%.. Peningkatan keff berefek pada perpanjangan siklus sebesar 8,108% (2 bulan) terhadap model standar.
VII. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
F.C.M. Verhagen, M. van der Schaar, W.J.M. de Kruijf, T.F.H. van der Wetering, R.D. Jones. “ROSA: a Utility Tool for Loading Pattern Optimization”. Advances in Nuclear Fuel Management II Conference, Myrtle Beach, Carolina Utara, 23-26 Maret 1997. D.J. Kropaczek dan P.J. Turinsky, “InCore Nuclear Fuel Management for Pressurized Water Reactors Utilizing Simulated Annealing,” Nucl. Techonl., Vol.95,1:9,1991. J.G. Stevens, K.S. Smith, K.R. Rempe dan T.J. Downar. “Optimization of Pressurized Water Reactor Shuffling by Simulated Annealing with Heuristics,” Nucl. Sci. Eng., Vol 121,1:67,1995. Nicholas Metropolis, Arianna W. Rosenbluth, Marshall N. Rosebluth, Augusta H. Teller dan Edward Teller. “Equation of state calculations by fast computing machines”. The Journal of Chemical Physics, 21(6):1087-1092, 1953. S. Kirkpatrick, C.D. Gelatt, dan M.P. Vecchi. Optimization by Simulated Annealing, Science, New Series, Vol. 220, No. 4598, pp 671-680. James J. Duderstadt dan Louis J. Hamilton. Nuclear Reactor Analysis. John Wiley Sons Ltd., New York, 1976. Keisuke Okumura. COREBN: A Core Burnup Calculation Module for SRAC2006. Reactor Physics Group, Nuclear Science and Engineering Directorate, Japan Atomic Energy Research Institute (JAERI) Tokaimura, Naka-gun, Ibaraki-ken, Japan, 2007.
Gambar 5.2. Perbedaan nilai keff berbagai konfigurasi antara model standar dan optimasi
123