perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan
Oleh Endah Resnandari Puji Astuti S 811008016
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan
Oleh Endah Resnandari Puji Astuti S 811008016
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. Implementasi Kurikulum Khusus Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis Alamanda Surakarta. TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, II: Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK SLB Autis Alamanda merupakan salah satu sekolah luar biasa di Surakarta yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya autisme. Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (2) mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (3) mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah tunggal terpancang. Sumber data penelitian berasal dari informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen atau arsip. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara/interview, dan analisis dokumen. Untuk pengujian validitas data, digunakan triangulasi data dan metode. Teknik analisis yang digunakan melalui cara: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, yaitu merupakan proses pengolahan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan, (3) penyajian data, yaitu dengan menyajikan berbagai informasi yang diseleksi dalam rangka penarikan kesimpulan, dan (4) verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SLB Autis Alamanda menggunakan kurikulum khusus autism dari Catherine Maurice yang mana kurikulum tersebut berorientasi pada penanganan perilaku anak. Metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) dan Sensori Integrasi (SI) dari okupasi terapi. Pemberian pelayanan pendidikan dilakukan secara one-on-one untuk intervensi dini pada penanganan perilaku autism. Disediakan pula kelas klasikal sebagai kelas transisi untuk mempersiapkan anak menuju sekolah regular. Kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus terjadi pada perekrutan guru dengan kualifikasi yang sesuai, peningkatan pengalaman guru, penyusunan dan evaluasi program pengajaran individual (PPI), pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan metode pembelajaran serta pengadaan sarana dan media pembelajaran.
Kata kunci :
SLB Autis Alamanda, autism, kurikulum khusus, Catherine Maurice , ABA (Applied Bahaviour Analysis), Sensori Integrasi (SI), one-on-one. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. The Implementation of An Autism Specific Curriculum in Alamanda Surakarta Autism Special School. Thesis. Consultant I : Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, Consultant II : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Educational Technology Program, Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta. ABSTRACT Alamanda Autism Special School is one of special school in Surakarta that provides educational services for children with special needs, especially autism. The objectives of this research are : (1) obtaining the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (2) identifying the result that in achived from the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (3) identifying the obstacle in implementing an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School. The method that is used in this research is descriptive qualitatitive method. The research strategy is single – rooted. The sources of the research data are from informant, place and event, and document or record. This research uses purposive sampling technique. The techniques of collecting data are observation, interview, and document analysis. For testing the data validity, the researcher uses triangulation of data and methods. The analysis techniques are : (1) data collection, (2) data reduction, those are processing, focusing the attention and simplification, and transformation of raw data obtained in the field, (3) data presentation, is presenting the selected informations is drawing the conclusion, and (4) data verivication. The result of the research shows that Alamanda Autism Special School uses an autism special curriculum from Chaterine Maurice which is oriented on handling of the children’s behavior. The learning methods are ABA (Aplied Behavior Analysis) method and Sensory Integration (SI) of occupational therapy. The provision of educational services is done by one on one for early intervention in the autism behavioral treatment. Beside that, it is provided the classical class as a transition class for preparing the children to the regular school. The problems that are encountered in the implementation of the special curriculum occured in the recruitment of the suitably qualified teachers, improving the teachers’ experience, Individualized Educational Program (IEP) preparation and evaluation, learning implementation, teaching method implementation and procurement of the equipment and instructional media. Key words : Alamanda Autism Special School, Autism, special curriculum, Catherine Maurice, ABA (Aplied Behavior Analysis), Sensory Integration (SI), one on one. commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman COVER ………………….....……………………………………...…………......
i
HALAMAN JUDUL ……..…………………………………………….………..
ii
PENGESAHAN PEMBIMBING …………………………………………..…...
iii
PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………………….…….
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI …………………
v
PERSEMBAHAN …………………………………………………………..…...
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………….……..………
vii
ABSTRAK ……………………………………..…………………….…………..
ix
DAFTAR ISI……...…………………………………………………………..…..
xi
DAFTAR TABEL……………..……………………………………………..…..
xiv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………..…..….………….
xv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………..………………...
xvi
.BAB I.
PENDAHULUAN……………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah...…………………………….……..………….
1
B. Identifikasi Masalah…………………………..……..………....…..……..
5
C. Pembatasan Masalah…………………………..…………...……………
6
D. Rumusan Masalah………………………………………………………
6
E. Tujuan Penelitian…………………………………………...………….…
6
F. Manfaat Hasil Penelitian……………………………………..…………
7
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...
8
A. Kajian teori……....……………………………………………………….
8
1. Teori Tentang Kurikulum…………..................................................
8
2. Teori Tentang Kurikulum Khusus……………….……...……………
37
3. Teori Tentang Anak Autis……………………………….................
43
4. Teori Tentang Kurikulum Khusus Autis…………………................
47
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………………..
61
C. Kerangka Pikir…………………………………….…...…………… commit to user
65
xi
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III.
digilib.uns.ac.id
METODOLOGI PENELITIAN……………………………………
67
A. Metodologi Penelitian……………………………………………………
67
1. Lokasi Penelitian…………………………………………..…….……
67
2. Bentuk dan Strategi Penelitian………………………….……………
67
3. Sumber Data dan Teknik Sampling…………………………………..
69
4. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………
71
5. Keabsahan Data ………………………………………………………
74
6. Analisis Data …………………………………………………………
75
B. Prosedur dan Jadwal Penelitian …………………………………………..
77
BAB IV.
1. Prosedur Penelitian …………………………………………………
77
2. Jadwal Penelitian ……………………………………………………..
79
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………
80
A. Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………..…….
80
1. Sejarah Berdirinya SLB Autis Alamanda………………………….
80
2. Lokasi SLB Autis Alamanda ………………………………………...
81
3. Visi dan Misi SLB Autis Alamanda……………………………….
81
4. Sumber Daya Manusia ……………………………………………….
82
5. Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran di SLB Autis Alamanda……………………..……………………….………….. B. Temuan Penelitian…………………………………………………....…. 1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………...
87 90 91
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ………………………..
119
3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda….
123
C. Pembahasan………………………………………………………………
134
1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………...
136
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ………………………..
153
3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda
155
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………………………
161
A. Kesimpulan……………………………………………………………
161
B. Implikasi ………………..…………………………………………….. commit to user
164
BAB V.
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Saran ………………….……………………………………………….
164
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
166
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rencana Waktu Penelitian…………………………………...........
79
Tabel 2. Daftar Pendidik SLB Autis Alamanda………………………….....
83
Tabel 3. Daftar Tenaga Kependidikan SLB Autis Alamanda………………
85
Tabel 4. Keadaan Siswa SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011…
87
Tabel 5. Sarana SLB Autis Alamanda………………………………………
88
Tabel 6. Prasarana SLB Autis Alamanda…………………………………..
89
Tabel 7. Pelatihan Guru SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2001...
127
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Arahan Pengembangan Pencapaian Tujuan Pendidikan………
29
Gambar 2.
Alur Layanan PLB …………………………....………………
51
Gambar 3.
Kerangka Pikir Penelitian …………………………………….
66
Gambar 4.
Proses Analisis Interaktif ……………………………….…….
77
.
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Catatan Lapangan 1……………………………………….............
169
Lampiran 2.
Catatan Lapangan 2……………………………………………….
195
Lampiran 3.
Catatan Lapangan 3 ……………………………………..………..
246
Lampiran 4.
Catatan Lapangan 4 ……………………………………………...
252
Lampiran 5.
Media Pembelajaran SLB Autis Alamanda…………...……..…...
255
Lampiran 6.
Foto-foto Kegiatan Belajar SLB Autis Alamanda ………………
259
Lampiran 7.
Jadwal Kegiatan Sabtu (Play Therapy)………………..................
268
Lampiran 8.
Kurikulum Autis SLB Autis Alamanda …………………………
277
Lampiran 9.
Lembar Program Harian dan Pemeliharaan Siswa ………………
328
Lampiran 10. Contoh Pengisian Lembar Program Harian dan Pemeliharaan Siswa................................................................................................
334
Lampiran 11. Lembar Assessment Siswa Baru SLB Autis Alamanda ………..
348
Lampiran 12. Contoh Laporan Assessment Awal Siswa....................................
351
Lampiran 13. Contoh Evaluasi Siswa 3 Bulan ………….…………………..….
357
Lampiran 14. Contoh Laporan Evaluasi 6 Bulan (1 Semester)….……………...
366
Lampiran 15. Contoh Pengisian Buku Penghubung Siswa….………………….
388
Lampiran 16. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ………………….
395
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki keingintahuan terhadap setiap hal yang ada dan yang sedang terjadi di sekitarnya. Oleh sebab itu, manusia senantiasa ingin mengembangkan pengetahuan yang dimiliki serta mengembangkan potensi yang dimilikinya. Salah satu usaha manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta mengembangkan potensi yang dimiliki yaitu melalui jalur pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya, manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya sendiri, mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan terkecil yaitu lingkungan keluarga, bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Melihat kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang penting, maka setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan merasakan pendidikan. Seperti yang tertuang dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi. Tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat disebutkan pula dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut akan memperoleh pelayanan khusus yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik , dan kebutuhannya. Sekolah-sekolah khusus yang telah ada dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan kondisi anak antara lain sekolah khusus tunanetra untuk anak tunanetra (SLB A), sekolah khusus tunarungu wicara untuk anak tunarungu wicara (SLB B), sekolah khusus tunagrahita untuk anak tunagrahita (SLB C), sekolah khusus tunadaksa untuk anak tunadaksa (SLB D), sekolah khusus tunalaras untuk anak tunalaras (SLB E), sekolah khusus autis untuk anak autis, dan sekolah khusus untuk berbagai jenis kebutuhan khusus yang dapat dimasuki oleh berbagai jenis kebutuhan khusus (SLB). Sekolah-sekolah
khusus
tersebut
memberikan
pelayanan
khusus
pendidikan luar biasa yang diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam masyarakat. Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus yaitu anak autis. Autisma berarti suatu kecacatan perkembangan yang dengan mantap mempengaruhi komunikasi lisan dan non lisan dan interaksi sosial, pada usia dibawah 3 tahun, yang berdampak pada perolehan pendidikan pada anak. Karakteristik lain yang dikaitkan dengan anak autis adalah perulangan aktifitas, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas harian dan tanggapan yang tak lazim pada perasaan. Istilah tersebut berlaku jika perolehan pendidikan anak kurang baik karena anak mengalami gangguan emosional. (www.unj.ac.id) Melihat kecenderungan perilaku anak autis seperti halnya tersebut diatas maka perlu dipikirkan pola pendidikan yang tepat bagi mereka. Pola pendidikan formal di sekolah umum/reguler kurang cocok bagi anak autis sebab perhatian guru terhadap perkembangan murid dirasa masih kurang. Selain itu, pola pendidikan formal di sekolah umum yang menekankan aspek akademik dan sosialisasi terhadap lingkungan dikhawatirkan akan menyulitkan anak autis untuk beradaptasi dengan pola tersebut. Dalam Theo Peeters (2004:12) disebutkan bahwa “Pendidikan Khusus” secara tradisional masih kurang khusus. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan khusus dengan pembelajaran secara tradisional pun masih dirasa kurang cocok untuk anak autis. Hal ini disebabkan karena anak autis sangat berbeda dengan penderita cacat mental lain, berbeda dengan anak-anak yang memiliki masalah kejiwaan, berbeda commit to dan user berbeda dengan anak-anak yang dengan anak-anak yang terlambat bicara,
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
mengalami gangguan pendengaran. Oleh sebab itu, pendidikan khusus autis merupakan salah satu alternatif pendidikan tepat bagi anak autis. Kebutuhan anak autis yang begitu khusus menuntut adanya suatu kurikulum dan standar pengajaran dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan di sekolah khusus lainnya. Seperti halnya Zelan dalam Adriana Soekandar Ginanjar ( 2007 : 1) berpendapat bahwa individu autistik berbeda dengan individu lainnya sehingga perlu diberi pendekatan dengan pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan unik. Oleh sebab itu, sekolah khusus autis pada umumnya memiliki kurikulum yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain. Penelitian tentang Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik (Abdul Salim : 2010) merupakan salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebab dalam penelitian tersebut memandang bahwa peserta didik berkebutuhan khusus (ABK) terdapat perbedaan karakter dan kemampuan yang tampak mencolok pada hampir semua bidang baik akademik maupun non akademik. Implikasi dari perbedaan tersebut menyebabkan bentuk layanan pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Oleh sebab itu, dalam penelitian tersebut melakukan pengembangan penyesuaian (modifikasi) kurikulum (bahan ajar), peran serta guru, sarana prasarana, dana, dan managemen (pengelolaan kelas dalam kegiatan belajar mengajar). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa selain KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(SKL), juga mengembangkan program pengajaran individual yang mengacu pada kurikulum khusus. Seperti halnya penelitian di atas, penelitian ini akan membahas tentang kurikulum khusus yang dikembangkan di SLB Autis Alamanda. Kurikulum tersebut tentu saja berbeda dengan kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah khusus lain maupun sekolah umum.
Kurikulum ini dikembangkan dengan
mengacu pada karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan yang berbeda pada anak autis. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga mengembangkan PPI yang mengacu pada kurikulum khusus tersebut. Pelaksanaan kurikulum khusus ini pun menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan pembelajaran lainnya. Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai kurikulum khusus dan implementasi kurikulum yang digunakan di SLB Autis Alamanda, peneliti melakukan studi mengenai implementasi kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi adalah sebagai berikut : 1. Kebutuhan dan karakteristik anak autis yang sangat khusus. 2. Kurikulum dibuat dan dikembangkan oleh masing-masing sekolah dengan berpatokan pada kebutuhan anak. 3. Implementasi kurikulum khusus sekolah khusus berbeda-beda. commitditotiap user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembatasan Masalah
1. Permasalahan yang dibahas dibatasi pada implementasi kurikulum khusus autis yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda. 2. Implementasi
kurikulum
meliputi
pengadaan
kurikulum,
pelaksanaan
pembelajaran, hasil yang dicapai, serta kendala-kendala dalam pelaksanaan kurikulum khusus tersebut.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda? 2. Bagaimana hasil yang dicapai? 3. Kendala apa yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum tersebut?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda. 2. Untuk mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda. 3. Untuk mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi pendidikan, khususnya mengenai implementasi kurikulum khusus bagi anak autis. b. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relavan. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar teoretis untuk pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
Memberikan gambaran tentang kelebihan dan kelemahan kurikulum sehingga
dapat
menjadi
suatu
masukan
positif
pengembangan kurikulum di sekolah yang bersangkutan.
commit to user
untuk
perbaikan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Teori tentang Kurikulum a. Definisi Kurikulum Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007 : 94), ada tiga konsep tentang kurikulum, yaitu: pertama, kurikulum sebagai substansi, suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Kedua, kurikulum sebagai suatu sistem kurikulum yaitu merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup sistem personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun
suatu
kurikulum,
melaksanakan,
mengevaluasi,
dan
menyempurnakannya. Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Tidak jauh berbeda dari pendapat Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Wina Sanjaya (2009: 4) menyebutkan bahwa apabila dilihat dari penelusuran konsep, pada dasarnya kurikulum memiliki tiga dimensi pengertian yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran. commit to user
8
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari kedua konsep kurikulum di atas, kita dapat mendefinisikan beberapa pengertian kurikulum yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang studi), kurikulum sebagai pengalaman belajar, kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran (substansi), dan kurikulum sebagai suatu system kurikulum. Kurikulum sebagai mata pelajaran ditemukan dari definisi yang dikemukakan
Robert M. Hutchin dalam Wina Sanjaya (2009:4) yang
menyatakan : “ The curriculum should include grammer, reading, thetoric and logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the great books of the western world”.(dalam kurikulum harus memuat mata pelajaran tata bahasa, membaca, teori dan logika, dan matematika, dan memperkenalkan tentang dunia barat ). Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa dalam konsep kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang studi) tujuan utama yaitu untuk memperoleh ijazah. Dalam ijazah memuat berbagai mata pelajaran dan nilainilai berdasarkan standar tertentu. Apabila siswa telah berhasil mencapai nilai dengan standar tertentu, siswa akan memperoleh ijazah kelulusan yang berarti bahwa siswa telah menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa bila ditinjuai dari kurikulum sebagai mata pelajaran yaitu apabila siswa telah berhasil mencapai nilai tertentu berdasarkan suatu standar yang telah ditentukan. Definisi kurikulum sebagai pengalaman belajar dapat ditemukan dari pendapat
M.
Skilbeck
(1984)
dalam
http://maydina.multiply.com/journal/item/551/Apa_itu_kurikulum mendefinisikan kurikulum sebagai “The learning experiences of students, in so commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
far as they are expressed or anticipated in goals and objectivies, plans and designs for learning and implementation of these plans and design in school environments”. (pengalaman-pengalaman
siswa
yang diekspresikan
dan
diantisipasikan dalam cita-cita dan tujuan-tujuan, rencana-rencana dan desaindesain untuk belajar dan implementasi dari rencana-rencana dan desain-desain tersebut di lingkungan sekolah). Pengertian kurikulum di atas mengandung arti bahwa kurikulum itu memiliki tujuan tertentu. Setelah tujuan itu jelas, barulah mendesain metode pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran tesebut. Dalam pengertian kurikulum ini penerapan dari model desain sistem pembelajaran itu hanya terbatas pada lingkungan sekolah saja, sehingga kegiatan sekolah yang dilakukan diluar lingkungan sekolah tidak dianggap sebagai kurikulum walaupun menunjang proses pembelajaran. Konsep kurikulum sebagai suatu program atau rencana pembelajaran dapat ditemukan dalam pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba (1962) dalam Wina Sanjaya (2009:8) yang mengatakan : “A curriculum is a plan for learning: therefore, what is known about the learning process and the development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum”. (kurikulum adalah suatu rencana pembelajaran: oleh karena itu apa yang diketahui tentang proses pembelajaran dan perkembangan individu termuat dalam bentuk kurikulum). Pendapat tersebut selanjutnya diikuti oleh tokohtokoh lain seperti Daniel Tanner dan Lauren Tanner yang menyatakan bahwa commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurikulum adalah perencanaan yang berisi tentang petunjuk belajar serta hasil yang diharapkan. Dafinisi kurikulum menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 sejalan dengan konsep kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
bahan
pelajaran
serta
cara
yang
digunakan
sebagai
pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari beberapa definisi tentang kurikulum di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum ialah suatu patokan rencana-rencana dalam hal penyelenggaran pembelajaran yang memiliki tujuan dan cita-cita tertentu yang berlandaskan pada isi materi dan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen-dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata. Kurikulum harus bersifat fleksible (dapat mengalami perbaikan) dan didesain oleh sekolah agar murid-murid itu memiliki representasi fungsi langsung di masyarakat. Dalam hal ini kegiatan pembelajaran yang dilakukan sekolah itu tidak harus dilakukan di sekolah, dan tidak terbatas pada akademis semata, Pendidikan karakter, watak, dan tingkah laku juga dapat masuk dalam kurikulum. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Landasan Kurikulum Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dan pengaruh yang besar dalam system pendidikan. Oleh sebab itu, dalam mengembangkan suatu kurikulum harus memiliki dasar-dasar tertentu yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam sehingga kurikulum tersebut
dapat
dipertanggungjawabkan
dikemudian
hari
serta
tidak
menyebabkan kegagalan pendidikan. Dasar-dasar tertentu tersebut adalah suatu landasan kurikulum yang merupakan suatu fondasi yang harus dibangun dengan kuat. Dalam Wina Sanjaya (2009:42) disebutkan bahwa ada tiga landasan pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, dan landasan sosiologis-teknologis ; 1) Landasan filosofis Landasan filosofis menempatkan filsafat sebagai salah satu landasan pengembangan kurikulum. Dalam filsafat, dikenalkan beberapa aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai
terhadap
konsep
dan
implementasi
kurikulum
yang
dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003) dalamhttp://www.infogue.com/viewstory/2009/02/07/landasan_kurikulum_i ndonesia/?url=http://masterdagan.blogspot.com/2009/02/landasancommit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurikulum.html, diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum, yaitu : a) Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. b) Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. c) Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ? d) Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. Aliran
filsafat
perenialisme,
essensialisme,
eksistensialisme
merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis
(konsep
kurikulum
mata
pelajaran).
Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan model kurikulum pendidikan pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan model kurikulum pendidikan. Dalam Wina Sanjaya (2009:43) disebutkan bahwa sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang peran penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup, maka dapat ditentukan tujuan dari pendidikan itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai system nilai dapat dijadikan suatu pedoman dalam commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merencanakan kegiatan pembelajaran. Keempat, filsafat dapat dijadikan sebagai penentu tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran. Dari beberapa pendapat tentang landasan filosofis di atas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum harus memiliki landasan filosofis untuk membawa suatu kurikulum pada tujuan, proses, dan hasil yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendapat dari Wina Sanjaya bahwa filsafat merupakan suatu landasan fundamental merupakan pendapat yang sangat sesuai bagi penulis sebab filsafat sebagai landasan kurikulum dapat membawa kurikulum pada arah dan tujuan yang jelas sehingga akan tampak jelas kemana peserta didik akan dibawa oleh kurikulum tersebut. Selanjutnya dapat diketahui pula peserta didik seperti apa yang akan diciptakan dan diterjunkan dalam masyarakat dari pelaksanaan isi kurikulum tersebut. Dengan filsafat dapat diketahui hakikat dari pengetahuan yang harus
dipelajari
sehingga
dapat
dijadikan
suatu
pedoman
dalam
merencananan kegiatan pembelajaran. Selain itu dengan filsafat dapat dijadikan tolok ukur dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran dan system nilai yang harus diwariskan pada peserta didik sebagai generasi penerus.
2) Landasan Psikologis Kurikulum hendaknya harus memperhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak. Hal ini disebabkan karena setiap anak didik memiliki keunikan, kebutuhan, kemampuan yang berbeda-beda. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain itu minat, bakat maupun potensi yang dimiliki pun berbeda-beda sesuai dengan tahapan perkembangannya. Pemahaman tentang psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak sangatlah penting dalam melakukan perancangan
kurikulum.
Pentingnya
pengembangan maupun
pemahaman
tentang
masa
perkembangan anak disebabkan karena setiap anak memiliki karakteristik perkembangan tertentu. Beberapa karakteristik perkembangan anak dalam Abdul Salim (1993:6) yaitu : a) Bahwa perkembangan anak berlangsung menurut pola tertentu, dimulai dari bayi yang masih sangat tergantung pada orang lain dan lingkungan hingga dewasa yang dapat mandiri. b) Ada perbedaan perkembangan pada setiap individu c) Perkembangan dini merupakan dasar perkembangan selanjutnya. d) Perkembangan kemampuan anak dimulai dari yang sederhana menuju ke yang kompleks, dari hal-hal yang bersifar riil menuju ke hal-hal yang bersifat abstrak. Dari pendapat Abdul Salim di atas dapat diketahui bahwa setiap individu akan mengalami suatu perkembangan yang berbeda-beda berdasarkan pola tertentu. Perkembangan setiap anak dimulai dari hal-hal yang paling sederhana menuju hal-hal yang kompleks. Oleh sebab itu, setiap pendidik perlu mengetahui karakteristik perkembangana anak agar dapat memberikan pendidikan yang tepat sesuai usia perkembangan anak terutama commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada masa perkembangan dini yang merupakan dasar perkembangan selanjutnya bagi setiap individu. Dalam Wina Sanjaya (2009:48) dijelaskan pula bahwa pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan disebabkan karena beberapa alasan, antara lain : a) Setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu. Pada setiap tahapan itu anak memiliki tugas-tugas dan karakteristik tertentu, sehingga apabila tugas-tugas tersebut belum dapat dikuasai maka anak akan mengalami hambatan pada tahapan perkembangan selanjutnya. b) Anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. c) Pemahaman terhadap perkembangan anak akan memudahkan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik dalam pemberian batuan selama proses pembelajaram maupun mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan. Penulis sependapat dengan Wina Sanjaya yang mengemukakan beberapa
alasan
tentang
pentingnya
pemahaman
tentang
masa
perkembangan. Bagi seorang pendidik pemahaman ini sangatlah penting untuk membantu memberikan pendidikan yang tepat dan sesuai untuk anak didiknya. Dengan pemahaman masa perkembangan anak, pendidik dapat membantu peserta didik dalam memberikan respon secara tepat pada commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perilaku tertentu seorang anak. Dalam tahapan perkembangan terdapat urutan yang dapat diramalkan sehingga dapat membantu pendidik mengenal perkembangan
yang khusus dan memprediksi fase perkembangan
berikutnya yang sesuai. Hal ini sangatlah penting sebab perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya. Dari pendapat Abdul Salim mengenai karakteristik perkembangan anak dan Wina Sanjaya mengenai pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan marupakan dua hal yang sangat diperlukan bagi seorang pendidik dalam memberikan pendidikan bagi peserta didik. Melalui pemahaman pada kedua hal tersebut pendidik dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang anak/peserta didik, sehingga pendidik dapat mempunyai gambaran umum mengenai perkembangan anak. Selanjutnya, pemahaman ini dapat membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak. Pemahaman ini juga akan sangat membantu dalam mengenali berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi pada anak didik. Dengan demikian, pendidik dapat melakukan penanganan sedini mungkin terhadap penyimpangan-penyimpangan atau keterlambatanketerlambatan yang terjadi pada peserta didik. Selain psikologi perkembangan, pengembangan kurikulum tidak lepas pula dari psikologi belajar. Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Para pengembang kurikulum perlu memahami tentang psikologi belajar karena pada dasarnya kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori
belajar
akan
memberikan
kemudahan
bagi
pendidik
dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Jadi, dengan memahami psikologi perkembangan anak pendidik dapat mengetahui secara umum kebutuhan peserta didik sesuai usia perkembangan anak. Untuk pemahaman secara lebih khusus dan individual diperlukan pemahaman secara lebih mendalam terhadap kebutuhan masingmasing individu dengan perkembangan yang unik dan berbeda-beda. Melalui pemahaman tentang psikologi belajar para perancang kurikulum dapat benar-benar menyesuaikan rancangan kurikulum sesuai dengan perkembangan kemampuan anak, karakteristik dalam setiap tahap perkembangan, serta kebutuhan anak pada setiap tahapan perkembangan tersebut.
3) Landasan Sosiologis Teknologis Pentingnya landasan sosiologis teknologis dimaksudkan untuk mempersiapkan siswa agar dapat berperan aktif dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan makhluk social yang membutuhkan orang lain dalam hidupnya, oleh sebab itu pengembangan kurikulum memerlukan suatu landasan yang menekankan pada kehidupan sosial commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
manusia, hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu masyarakat, akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat karena manusia berasal dari masyarakat dan akan kembali ke masyarakat pula. Dalam
http://rizcafitria.wordpress.com/2010/07/05/landasan-
sosiologis-pengembangan-kurikulum/#comment-25 disebutkan bahwa ada beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyarakat, antara lain : a) Kebutuhan masyarakat Kebutuhan masyarakat tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat. b) Perubahan dan perkembangan masyarakat Masyarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan, diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi. c) Tri pusat pendidikan Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain itu, media massa, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Melihat kenyataan bahwa kebutuhan hidup masyarakat sangat banyak dan tak terbatas serta kehidupan masyarakat yang selalu megalami perubahan dan perkembangan seperti pendapat dalam situs yang tersebut di atas, maka sangat tepat bila kehidupan dalam masyarakat memberikan pengaruh yang besar pada kurikulum di sekolah. Peserta didik maupun para pendidik yang berasal dari keluarga-keluarga kecil merupakan bagian dari masyarakat, sehingga kebutuhan, perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan maupun perkembangan kurikulum. Menurut Wina Sanjaya (2009:55) untuk menentukan asas sosiologis-teknologis dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, perlu mengkaji berbagai hal, antara lain : a) Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik terjadi pada system nilai, pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, maupun tuntutan masyarakat. Oleh sebab itu, penyerapan informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan kurikulum. b) Kemajuan IPTEK sebagai bahan pertimbangan penyusunan kurikulum Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil kemampuan berpikir manusia. Hal ini telah membawa manusia ke dalam kehidupan yang penuh dengan berbagai teknologi. Melihat commit to user
kenyataan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan cepat, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat pendidikan harus terus menerus diperbaharui mengukuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut baik isi maupun prosesnya. Para pengembang kurikulum, khususnya guru harus terus mengikuti dan memahami perubahan-perubahan perkembangan itu, sehingga kurikulum yang digunakan sebagai alat pendidikan dapat berfungsi secara maksimal. Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya mengenai beberapa hal yang perlu dikaji dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum, maka dapat diketahui bahwa kekuatan social yang berasal dari masyarakat melalui berbagai penyerapan informasi yang didapatkan dari masyarakat sangat berpengaruh terhadapt perubahan dan perkembangan kehidupan dalam suatu masyarakat. IPTEK yang merupakan suatu hasil dari pemikiran masyarakat pun memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kebutuhan, perubahan dan perkembangan masyarakat sehingga segala sesuatu yang berupa informasi yang diserap dari masyarakat perlu dipertimbangkan dalam kurikulum di sekolah. Oleh sebab itu, kurikulum hendaknya bersifat fleksibel mengingat kebutuhan, perubahan, perkembangan, dan kemajuan informasi sangat cepat melalui berbagai media baik media cetak maupun elektronik. Jadi, dalam penyusunan dan pengembangan setiap kurikulum perlu adanya suatu landasan/dasar yang kuat baik dari segi filosofis/keilmuan, psikologis (psikologi perkembangan dan psikologi belajar), dan dari segi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
sosiologis. Hal ini dimaksudkan agar kurikulum dapat menjadi suatu patokan dalam pembelajaran, tidak terombang ambing, memiliki tujuan yang jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Desain Kurikulum Desain merupakan rancangan, pola, atau model. Jadi yang dimaksud dengan mendesain kurikulum adalah merancang kurikulum agar sesuai dengan misi dan visi sekolah. Beberapa desain kurikulum yang dirumuskan para ahli seperti McNeil (1977) dalam Wina Sanjaya (2009:63) membagi desain kurikulum manjadi empat model yaitu model kurikulum humanistic, kurikulum rekontruksi social, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik. Sedangkan Alexander dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum majadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang bersifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi social, dan kurikulum berdasarkan minat individu. Sedangkan Evelyn.J.Sowell (1996:57) menjelaskan mengenai beberapa desain kurikulum yaitu subject matter designs, society-cultur based-designs, dan learner based design. Beberapa pembagian desain kurikulum yang disampaikan beberapa ahli di atas merupakan pembagian desain kurikulum yang tidak jauh berbeda anatara pakar yang satu dengan pakar yang lain. Subject matter design pada dasarnya merupakan desain kurikulum dimana kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah. Desain commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurikulum saperti ini merupakan dasain kurikulum yang banyak digunakan terutama di Indonesia. Society-cultur based-designs merupakan desain kurikulum yang memfokuskan pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat khususnya dalam masalah social dan kebudayaan masyarakat. Learner based design merupakan kurikulum yang berpusat pada siswa. Kurikulum ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan peserta didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai sumber isi kurikulum. Pendekatan yang digunakan dalam desain kurikulum ini yaitu pendekatan humanistic . Dalam Nasution (1999:49) menyatakan bahwa para pendidik humanistic yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, sehingga dalam belajar dapat memberikan hasil yang maksimal. Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun social. Misalnya diajarkan bagaimana cara bergaul, saling bertukar pengalaman, berkelakuan sopan, menjaga persahabatan, dan lain sebagainya. Dalam Nasution (1999:49) disebutkan juga mengenai asumsi-asumsi yang mendasarkan pendekatan humanistic dalam kurikulum ini yaitu : commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya. 2) Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya. 3) Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa saling percaya , saling membantu, saling mempedulikan, dan bebas dari ketegangan yang berlebihan. 4) Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap “apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar. 5) Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peran penting dalam pengusaan bahan pelajaran itu. 6) Evaluasi diri merupakan bagian yang penting dalam proses belajar yang memupuk harga diri. Alice Crow dalam Wina Sanjaya (2009:71) menyarankan beberapa hal dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa yaitu : 1) Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak 2) Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. 3) Anak hendaknya ditempatkan sebagi subjek belajar yang berusaha untuk belajar mandiri. Artinya siswa harus didorong uttuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Diusahakan apa yang dipelajari siswa sasuai dengan minat, bakat, dan tingkat perkembangan mereka. Maksudnya, apa yang seharusnya dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau sudut orang lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri. Jadi, desain kurikulum yang berpusat pada siswa memandang manusia sebagai pribadi yang unik yang memiliki kemampuan, karakteristik, kebutuhan, bakat serta minat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu menyesuaikan dengan peserta didik. Dari beberapa desain kurikulum yang telah dijelaskan di atas berarti setiap sekolah dapat memilih desain kurikulum yang paling sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah. Selain itu, pemilihan desain kurikulum pun harus menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik yang ada di sekolah tersebut.
d. Komponen-Komponen Kurikulum Dalam komponen kurikulum beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: a) tujuan yang ingin dicapai, b) materi yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan, c) susunan materi/pengalaman belajar, dan d) evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai (Nana Syaodih Sukmadinata, 2010: 102)
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komponen-komponen kurikulum antara lain: 1) Tujuan Kurikulum Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
bertujuan
untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh sebab itu kurikulum sebagai salah satu rencana pembelajaran harus memiliki tujuan yang jelas. Dalam Undang –undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiolal disebutkan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010:103), tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal yaitu : perkembangan tuntutan kebutuhan dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara. Sedangkan commit to user menurut Wina Sanjaya (2009:101) mengatakan mengenai beberapa alasan
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perlunya tujuan dirumuskan dalam kurikulum yaitu : a) tujuan erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan; b) melalui tujuan yang jelas maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system pembelajaran; c) tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Dalam Nana Syaodih (2010:103) tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gege dan Briggs mengemukakan lima kategori tujuan yaitu intellectual skill, cognitive strategies, verbal information, motor skills dan attitudes. Bloom menggolongkan tiga klasifikasi tujuan atau tugas domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dalam Wina Sanjaya (2009:106) dijelaskan bahwa menurut hirarkisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur. Tujuan pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu : a) Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan umum yang sarat dengan muatan filosofis suatu bangsa. TPN merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan-rumusan itu. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai setiap lembaga pendidikan. Tujuan ini merupakan kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga tertentu. c) Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus dicapai setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler merupakan kualifikasi yang harus dimiliki setiap siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. d) Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP), adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Hubungan setiap klasifikasi tujuan dari tujuan umum sampai tujuan khusus dapat digambarkan sebagai berikut :
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Institusional Arah pencapaian tujuan
Tujuan Kurikuler
Arah penjabaran tujuan
Tujuan Pembelajaran
Gambar 1. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada gambar di atas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan sasaran pencapaian akhir dari proses pendidikan. Tujuan Pendidikan Nasional tersebut melahirkan tujuan institusional yang merupakan tujuan dari suatu lembaga pendidikan dimana tujuan lembaga tersebut selanjutnya memiliki tujuan kurikuler untuk setiap mata pelajaran. Penjabaran dari tujuan kurikuler itu sendiri merupakan tujuan pembelajaran yang haus dicapai untuk satu kali pertemuan. Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (2010:105) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni : 1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama. 2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons. 3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jadi tujuan yang dirumuskan oleh seorang guru ketika melakukan pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas untuk setiap kali pertemuan adalah tujuan pembelajaran. Walaupun tujuan yang dirumuskan tersebut merupakan tujuan pembelajaran, tetapi seorang guru tidak boleh lupa bahwa tujuan akhir dari proses tersebut harus tetap mengarah pada tujuan pendidikan nasional.
2) Komponen Isi/Materi Materi atau isi kurikulum adalah segala sesuatu isi atau materi kurikulum yang harus dipahami siswa dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Selain itu, isi atau materi kurikulum diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Dalam
http://whyfaqoth.blogspot.com/2011/04/komponen-dan-
pengembangan-kurikulum.html menyebutkan kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum yaitu: a) Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa. b) Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial. c) Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji d) Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas e) Isi kurikulum dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain itu, disebutkan pula bahwa materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : a) Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran b) Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran c) Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam Wina Sanjaya (2009:114) dijelaskan bahwa isi atau materi kurikulum harus bersumber pada tiga hal berikut : a) Masyarakat sebagai sumber kurikulum Pendidikan merupakan bekal bagi peserta didik agar dapat hidup di masyarakat. Oleh sebab itu, isi atau materi kurikulum harus memperhatikan dan menyesuaikan pula dengan kebutuhan serta karakteristik masyarakat di lingkungan sekitar. Siswa sebagai peserta didik perlu diperkenalkan dengan lingkungan sekitarnya, sebab lingkungan sekitar serta masyarakat di setiap daerah memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda-beda. b) Siswa sebagai sumber isi/materi kurikulum Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum berkaitan dengan siswa yaitu : (1) Kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang akan datang. (3) Siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri dan tidak sekedar menerima secara pasif apa yang diberikan guru. (4) Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa. Jadi untuk merumuskan materi kurikulum tidak hanya bersumber dari masyarakat, melainkan perlu memperhatika kebutuhan, karakteristik, minat serta tahapan perkembangan dari siswa. c) Ilmu pengetahuan sebagai sumber materi kurikulum Ilmu merupakan pengetahuan yang terorganisir secara sistematis dan logis. Dengan demikian tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Ilmu hanya merujuk pada pengetahuan yang memilki objek dan metode tertentu.
3) Strategi pelaksanaan kurikulum Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Strategi dan sumber mengajar merupakan salah satu bagian yang penting dalam kurikulum agar apa yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
adanya perencanaan yang cermat mengenai strategi dan sumber belajar lebih dapat menjamin bahwa kurikulum dapat diwujudkan dan apa yang diajarkan dapat dikuasai siswa. Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan di sekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah, sehingga mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan. Dalam Nasution (1999:79) mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya perencanaan strategi mengajar, yaitu: a) Menjamin agar kurikulum yang direncanakan dapat dilaksanakan sehingga tujuan tercapai. b) Agar pelajaran yang sama yang diberikan oleh beberapa tenaga pengajar dilakukan secara konsisten sehingga tidak merugikan kelas tertentu. c) Mengusahakan agar dalam proses belajar mengajar diterapkan berbagai strategi mengajar yang serasi dan tidak hanya terbelenggu oleh metode ceramah. d) Membantu guru memberi pelajaran yang efektif serta menarik dengan menyediakan sumber belajar e) yang memadai. Saat ini sangat banyak strategi mengajar yang telah kita kenal seperti demonstrasi, praktek latihan, analisis, problem solving, inquiri, kerja lapangan dan sebagainya. Dalam memilih strategi yang tepat untuk suatu pembelajaran tertentu seorang pengajar perlu memperhatikan tujuan yang commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ingin dicapai baik tujuan umum maupun tujuan khusus, keadaan peserta didik, fasilitas yang ada, serta alokasi waktu yang tersedia. Untuk satu pelajaran dapat digunakan lebih dari satu strategi mengajar agar tujuan dapat lebih mudah tercapai dan mencegah terjadinya kebosanan pada siswa. Sumber mengajar pun perlu dipersiapkan dalam pengembangan kurikulum. Tenaga pengajar hendaknya dikerahkan untuk bersama-sama menyiapkan segala sumber belajar yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk mengembangkan sumber mengajar, tenaga pengajar dapat dibagi dalam sejumlah kelompok menurut bidang dan keterampilannya masing-masing. Sumber belajar dapat berupa bahan cetakan, buku pelajaran atau buku referensi, majalah, transparansi, proyektor, diagram, permainan simulasi, tape (peta rekaman) audio dan video, peta, gambar, dan segala alat serta bahan lain yang dapat menunjang proses belajar mengajar.
4) Evaluasi kurikulum Dalam
Nasution
(1999:88)
disebutkan
beberapa
tujuan
dilaksanakannya evaluasi kurikulum, yaitu : a) Mengetahui sejauh manakah siswa mencapai kemajuan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. b) Menilai efektivitas kurikulum c) Menentukan faktor biaya, waktu, dan tingkat keberhasilan kurikulum commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan mengenai kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan. Jenis-jenis penilaian meliputi : a) Penilaian awal pembelajaran (Input program) b) Penilaian proses pembelajaran (Program) c) Penilaian akhir pembelajaran.(output program) Dari berbagai uraian mengenai komponen-komponen yang harus ada dalam kurikulum, dapat disimpulkan bahwa setiap kurikulum harus memiliki : a) tujuan kurikulum, sehingga suatu kurikulum memiliki arah yang jelas dalam menuntun peserta didiknya; b) isi kurikulum, isi/materi kurikulum harus sinkron dengan tujuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa, serta dapat mempersiapkan siswa menuju kehidupan bermasyarakat; c) strategi pelaksanaan kurikulum, merupakan suatu cara yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan kurikulum yang telah dirumuskan. Strategi pelaksanaan kurikulum dapat mencakup metode, media maupun berbagai pendekatan yang dilakukan dalam menyampaikan isi/materi kurikulum kepada peserta didik; d) evaluasi kurikulum, merupakan penilaian mengenai pelaksanaan kurikulum baik mengenai keberhasilan maupun kegagalan, kekurangan ataupun mengenai hal-hal yang perlu dikembangkan lagi maupun efektifitas pelaksanaan kurikulum dalam pembelajaran. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Teori Tentang Kurikulum Khusus Kurikulum yang dikembangkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus berbeda dengan struktur kurikulum umum. Peserta didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan peserta didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam Martinis Yamin (2008:82) menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan khusus terdiri dari 8 sampai 10 mata pelajaran, muatan local, program khusus, dan pengembangan diri. Muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas daerah, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, serta bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras. Sedangkan pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri
bertujuan
memberikan
kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Dalam Martinis Yamin (2008:83) disebutkan pula bahwa peserta didik tanpa disertai dengan kemampuan intelektual commit to user di bawah rata-rata, dalam batas
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertentu masih dimungkinkan untuk mengikuti kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual
dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat
spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum satuan pendidikan khusus dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1.
Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata menggunakan sabuah kurikulum SDLB A, B, E ; SMPLB A, B, D; dan SMALB A, B, D, E (A=tunanatra, B = tunarungu, D = tunadaksa, E = tunalaras).
2.
Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebuah kurikulum SDLB C, C1, D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G (C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita sedang, D1 = tunadaksa sedang, G = tunaganda).
3.
Kurikulum satuan pendidikan SDLB A, B, D, E relative sama dengan kurikulum SD umum. Pada satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E, dan SMALB A, B, D, E, dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai pada jenjang pendidikan tinggi.
4.
Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E terdiri atas 60% - 70% aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek keterampilan commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
vokasional. Muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMALB A, B, D , E terdiri atas 40% - 50% aspek akademik dan 60% - 50% aspek keterampilan vokasional. 5.
Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D, G, dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual.
6.
Pembelajaran untuk satuan pendidikan khusus SDLB, SMPLB, dan SMALB C, C1, D1, G menggunakan pendekatan tematik.
7.
Standar kompetensi (SK) dan Kompetansi Dasar (KD) mata pelajaran umum SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E mengacu pada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik, dikembangkan oleh BSNP, sedang SK dan KD untuk mata pelajaran program khusus dan keterampilan dikembangkan oleh satuan pendidikan khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan pendidikan.
8.
Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB dan SMPLB dan SMALB C, C1, D1, G diserahkan kepada satuan pendidikan khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan.
9.
Struktur kurikulum pada satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB mengacu pada struktur kurikulum SD dan SMP dengan penambahan program khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jam/minggu. Untuk jenjang SMALB, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban belajar. 10. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu : a. program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, b. bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, c. bina diri untuk peserta didik tunagrahita ringan dan sedang, d. bina gerak untuk peserta didik tunagrahita ringan, e. bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras f. bina diri dan bina gerak untuk peserta didik tunadaksa sedang dan tunaganda. 11. Jumlah dan alokasi waktu jam pelajaran diatur sebagai berikut : a. Jumlah jam pembelajaran SDLB A, B, D, E kelas I, II, dan III berkisar antara
28
–
30
jam
pembelajaran/minggu
dan
34
jam
pembelajaran/minggu untuk kelas IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pelajaran dari SD umum karena ada tambahan mata pelajaran program khusus. b. Jumlah jam pembelajaran SMPLB A, B, D , E kelas VII, VIII, IX adalah 34 jam/minggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SMP umum karena ada penambahan mata pelajaran program khusus. c. Jumlah jam pembelajaran SMALB A, B, D, E kelas X, XI, XII adalah 36 jam / minggu, sama dengan jumlah jam pembelajaran SMA umum. Program khusus pada jenjang SMALB bersifat fakultatif dan tidak masuk beban pelajaran.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Jumlah jam pembelajaran SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G sama dengan jumlah jam pelajaran pada SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E tetapi pada penyajiannya melalui pendekatan tematik. e. Alokasi per jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB A, B, D, E maupun C, C1, D1, G masing-masing 30’, 35’ dan 40’. Selisih 5 menit dari sekolah regular disesuaikan dengan kondisi peserta didik berkelainan. f. Satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB dapat menambah maksimum 6 jam pembelajaran/ minggu untuk keseluruhan jam pembelajaran, dan 4 jam pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai kebutuhan peserta didik dan satuan pendidikan bersangkutan. 12. Muatan isi pada setiap mata pelajaran diatur sebagai berikut : a. Muatan isi setiap mata pelajaran pada SDLB A, B, D, E pada dasarnya sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan dan kebutuhan khususnya, maka diperlukan modifikasi dan / atau penyesuaian secara terbatas b. Muatan isi mata pelajaran program khusus disusun tersendiri oleh satuan pendidikan c. Muatan isi pelajaran SMPLB A, B, D, E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaian dalam SMP umum sehingga menjadi sekitar 60% - 70 %. Sisanya sekitar 40% - 30% muatan isi kurikulum ditekankan pada bidang keterampilan dan vokasional commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Muatan isi mata pelajaran keterampilan vokasional meliputi tingkat dasar, tingkat terampil, dan tingkat mahir. Jenis keterampilan yang akan dikembangkan, diserahkan kepada satuan pendidikan sesuai dengan minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta kondisi satuan pendidikan. e. Muatan isi mata pelajaran untuk SMALB A, B, D , E bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaiana dari
SMA umum sehingga
menjadi sekitar 40% - 50% bidang akademik dan sekitar 50% - 60% bidang keterampilan vokasional. f. Muatan kurikulum SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G lebih dilaksanakan pada kemampuan menolong diri sendiri dan keterampilan sederhana yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan vokasional lebih diutamakan. g. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah Berdasarkan
uraian
mengenai
kurikulum
khusus
untuk
anak
berkebutuhan khusus sesuai perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat diketahui bahwa kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah ratarata dalam batas tertentu mengikuti kurikulum standar dengan penyesuaiancommit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyesuaian dan tambahan program khusus sesuai jenis kelainan. Sedangkan untuk anak autis belum diatur secara spesifik dalam perundang-undangan. Oleh sebab itu, sekolah-sekolah autis perlu memodifikasi dan melakukan penyesuaianpenyesuaian kurikulum dengan menyesuaiakan kebutuhan setiap peserta didik yang ada di sekolahnya.
3.
Teori tentang Anak Autis
Definisi gangguan autistic dalam DSM-IV (Diagnostic Statistical Manual, edisi ke-4, dikembangkan oleh American Psychiatric Association) dalam Theo Peeters (2004:1) adalah sebagai berikut : A. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1, 2 dan 3 yang meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu kelompok dari kelompok 2 dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3. 1. Gangguan kualitatif dalam interaksi social yang ditunjukkan oleh paling sedikit dua diantara berikut ini: a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non verbal (bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur, dan gerak isyarat untuk melakukan intaraksi social. b. Ketidakmampuan mengambangkan hubungan pertemanan sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain. d. Kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara timbale balik dengan orang lain. 2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling sedikit salah satu dari yang berikut ini : commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Keterlambatan
dan
kekurangan
secara
menyeluruh
dalam
berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gesture atu mimic muka sebagai cara alternative dalam berkomunikasi). b. Ciri kemampuan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana. c. Penggunaan bahasa yang repetitif (diulang-ulang) atau stereotip (meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik (aneh). d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. 3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, stereotip seperti yang ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini : a. Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun focus. b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik
(kebiasaan
tertentu)
yang
nonfungsional
(tidak
berhubungan dengan fungsi). c. Perilaku gerakan stereotip dan repetitive (seperti terus menerus membuka-tutup genggaman, memutir jari atau tangan atau menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks. d. Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah benda. B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini : (1) interaksi social, bahasa yang digunakan dalam perkembangan social, (2) bahasa yang digunakan dalam komunikasi social, atau (3) permaianan sisbolik atau imajinatif. C. Sebaiknya tidak disebut dengan Gangguan Rett, gangguan integrative commit to user Kanak-kanak, atau Sindrom Asperger.
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Dalam Ron Leaf&John McEachin (1999 : 7) menyebutkan bahwa :“autism is a severe distruption of the normal developmental processes that occurs in the first two years of life. It leads to impaired language, play, cognitive, social and adaptive functioning, causing children to fall father ang farther behind their peers as they grow older”. ( autis adalah gangguan proses perkembangan yang berat (kompleks) yang terjadi pada tahun kedua hidup seorang anak. Mereka mengalami gangguan dalam bahasa, bermain, kognitif, social dan penyesuaian diri yang menyebabkan anak akan tertinggal dari perkembangan anak seusianya). Dalam Ron Leaf&John McEachin (1999:7) dijelaskan pula beberapa karakteristik yang menonjol pada anak autis yaitu: autistic children do not learn in the same way that other children normally learn. They seem unable to understand simple verbal and non verbal communication, are confused by sensory input, and withdraw in varying degrees from people and the world around them. They become preoccupied with certain activities and objects that interfere with development of play. They show little interest in other children and tend not to learn by observing and imitating others.(anak autis tidak dapat belajar dengan cara yang sama dengan anak normal. Mereka terlihat tidak mampu mengerti komunikasi verbal dan non verbal sederhana, kebingungan dalam menerima rangsangan sensori, dan lambat laun akan menarik diri dari orang lain dan lingkungannya. Mereka menjadi asik dengan aktivitas tertentu dan obyekobyek yang mengganggu dengan memainkannya. Mereka terlihat kurang tertarik dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan atau menirukan orang lain). Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa karakteristik yang menonjol pada anak autis yaitu bahwa belajar anak autis tidak dapat disamakan dengan anak commit to user normal lainnya karena mereka mengalami ketidakmampuan dalam menangkap
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan mengerti komunikasi baik secara verbal maupun non verbal, mengalami kebingungan dalam menerima rangsangan, menarik diri dari orang di sekitarnya. Sebagian besar anak autis akan asik dengan aktivitas tertentu dan obyek-obyek yang mengganggu dengan memainkannya. Anak autis juga terlihat kurang tertarik dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan atau menirukan orang lain. Pendapat
yang
sama
pun
diungkapkan
http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme
dalam
menyebutkan
bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autis juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal. Gejala-gejala autistic juga disampaikan oleh Leo Kanner dalam Rudy Sutadi, Lucky Azizah Bawazir, Nia Tanjung & Rina Adeline (2003:9) memberi istilah infantile autism yang menerangkan berbagai gejala didapati pada masa kanak-kanak dengan menggambarkan kesendirian (menikmati bermain seorang diri) pada anak autism begitu hebat, keterlambatan dalam perkembangan bahasa, menghafalkan sesuatu tanpa berpikir, melakukan aktifitas spontan terbatas, commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
stereotip, obsesi terhadap cemas dan takut akan perubahan, kontak mata dan hubungan dengan orang lain sangat buruk, serta lebih menyukai gambar atau benda-benda mati. Dijelaskan
pula
dalam
karakteristik-perilaku-autisme/175190
http://www.yousaytoo.com/definisi-danbahwa
autisme adalah
gangguan
perkembangan yang kompleks yang gejala-gejalanya meliputi perbedaan dan ketidakmampuan dalam berbagai bidang seperti kemampuan komunikasi sosial, kemampuan motorik kasar dan motorik halus, dan kadang kemampuan intelektual. Tanda-tanda ini semuanya dimulai sebelum anak berusia tiga tahun. Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa autis adalah gangguan perkembangan pervasive yang kompleks pada anak yang ditunjukkan dengan adanya gangguan perilaku interaksi sosial, gangguan komunikasi, dan pola minat perilaku terbatas yang stereotip (diulang-ulang) serta ketidakmampuan dalam motorik kasar maupun motorik halus. Gejala-gejala atau gangguan ini muncul sebelum anak berusia tiga tahun. Oleh sebab itu, diagnosis dini serta pemberian penangangan sedini mungkin sangat diperlukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan gejala-gejala autistic yang muncul pada anak.
4.
Teori tentang Kurikulum Khusus Autis
Saat ini belum ada kurikulum yang baku untuk pendidikan bagi anak autis. Hal tersebut disebabkan karena penyusunan kurikulum autis perlu mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Kurikulum commit di to SD userumum/regular maupun kurikulum anak autis berbeda dengan anak normal
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
khusus lainnya. Kurikulum anak normal bisa didasarkan pada tingkat perkembangan dan usia anak sehingga dari anak tingkat sekolah dasar kelas rendah sampai kelas tinggi bisa diprediksikan hampir sama atau dengan kata lain bersifat homogen. Untuk kurikulum khusus A, B, D, dan E dapat mengikuti kurikulum standar dengan dilakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu sesuai dengan kondisi peserta didik. Untuk kurikulum C, C1, D1, dan G dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual. Berbeda dengan anak autistic, mereka mengalami hambatan dalam komunikasi, interaksi social, perilaku, kemampuan motorik kasar dan halus yang terganggu dan bahkan tidak jarang pula mengalami gangguan dalam kemampuan intelektual. Gangguan yang terjadi pada setiap anak pun bervariasi dan berbedabeda sehingga mereka membutuhkan pelayanan pendidikan yang bersifat sangat individual. Kurikulum yang digunakan untuk anak autis adalah kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan anak, komunikasi anak, sosialisasi dan kemudian baru mengarah pada akademik anak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ron Leaf&John McEachin (1999:9), yang menyatakan bahwa isi
kurikulum untuk anak autis harus mencakup semua keterampilan anak sehingga dapat
difungsikan
dan
digunakan
untuk
menikmati
hidup
secara
penuh. Kurikulum harus mencakup pengajaran keterampilan yang mungkin tidak diperlukan oleh anak biasa secara formal seperti bermain dan imitasi. Sebuah penekanan yang kuat juga harus diberikan untuk belajar bicara, pengembangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
keterampilan konseptual dan akademis, bermain dan keterampilan sosial. Namun, apabila anak semakin besar, penekanan harus bergeser ke pengetahuan praktis dan keterampilan adaptif. Kurikulum harus diurutkan sesuai dengan tahapan perkembangan mulai dari konsep dan keterampilan yang mudah sampai pada keterampilan kompleks. Namun urutan materi pembelajaran yang diberikan kepada anak tidak boleh bersifat kaku. Dalam hal ini harus benar-benar menyesuaikan dengan kondisi atau keadaan anak. Sebagai contoh, meskipun polanya tidak biasa, beberapa anak belajar membaca sebelum mereka bisa bicara. Dalam menjalankan kurikulum khusus bagi anak autis, pemberian pelayanan pendidikannya harus bersifat individual karena kebutuhan dan gangguan autistic setiap siswa berbeda-beda. Oleh sebab itu diperlukan suatu program pengajaran individual (PPI) bagi setiap siswa autistic. Program pengajaran individual (PPI) diturunkan dari istilah aslinya yang berbahasa Inggris yaitu Individualized Educational Program (IEP). Dalam Sunardi (2005: 60) dijelaskan bahwa PPI disusun untuk setiap anak luar biasa. Oleh karena sifat PPI sangat individual, karakteristik anak yang dimaksud harus dideskripsikan secara lengkap baik mengenai tingkat kemampuan maupun tingkat kelemahan dalam semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk prestasi belajar, tingkat kecerdasan, kondisi emosi, kemampuan sosialisasi, fisik, kesehatan dan sebagainya. Menurut Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1) tujuan penyusunan IEP adalah : a. Writing the IEP brings you together with the other people who are most commit to user concerned with the educations of students with disabilities. The people in
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
this group, called the multidisciplinary team or the IEP team, discuss each student’s needs and jointly decide on appropriate directions for each student’s learning. The contributions of each member or IEP team are important for student success. b. Writing the IEP creates a document which describes the team’s plans for meeting a student’s educational needs. The IEP provides a formal reverence for accounting for the student’s progress, and also represents a commitment by the school or district to provide the resources required to meet the student’s needs. ((a) menyusun IEP mengajarkan kamu untuk bersama-sama dengan orang lain yang lebih focus dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Orang-orang dalam satu kelompok, disebut tim IEP, mendiskusikan kebutuhan setiap anak dan bersama-sama memutuskan penanganan yang tepat untuk pembelajaran setiap anak. Peran setiap anggota tim sangatlah penting untuk keberhasilan anak. (b) menulis IEP menciptakan
sebuah
dokumen
yang
menggambarkan
rencana tertentu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa. IEP merupakan laporan formal mengenai kemajuan siswa serta merupakan komitmen sekolah dan daerah untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan siswa). Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan dari penyusunan IEP/PPI adalah bersama-sama membentuk suatu tim
untuk mendiskusikan
tentang pendidikan anak luar biasa. Dalam tim EIP mendiskusikan mengenai kebutuhan setiap anak dan bersama-sama memutuskan penanganan yang tepat untuk pembelajaran setiap anak. Selain itu, IEP merupakan laporan formal mengenai kemajuan siswa serta merupakan komitmen sekolah dan daerah untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan siswa. Penyusunan dan pelaksanaan PPI merupakan suatu proses yang commit to user sistematik. Menurut Marsh, Price dan Smith dalam Sunardi (2005: 67) proses
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengembangan dan pelaksanaan PPI meliputi tahap awal (penjaringan dan rujukan), lanjutan (evaluasi dan assessment), dan penulisan PPI. Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Penjaringan dan Identifikasi
Rujukan ke Tim
Pertemuan Tim
Negatif e
Positif
Assessment
Pertemuan Tim
Negatif
Positif
Program Pengajaran
Kelas Biasa
Pelaksanaan
Evaluasi
Gambar 2. Alur Layanan PLB (Sunardi 2005:67) Dari gambar 2 mengenai alur layanan PLB dapat dijelaskan bahwa proses dimulai dari penjaringan dan identifikasi ABK. Setiap sekolah perlu memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
program penjaringan untuk mengidentifikasi anak bermasalah yang mungkin terganggu dalam mengikuti proses belajar dan hasil belajarnya. Proses penjaringan dapat dilakukan dengan cara melakukan tes hasil belajar, tes kelompok, dan angket yang disebarkan kepada guru untuk mengidentifikasi murid-murid yang bermasalah. Selain dengan melakukan tes, penjaringan dan identifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan kampanye kepedulian kepada masyarakat, survey yang disebarkan kepada tokoh-tokoh masyarakat, dan berkomunikasi dengan guru umum di sekolah regular. Dalam melakukan penjaringan dan identifikasi kemungkinan akan ditemukan murid-murid yang mengalami masalah di kelas. Setiap anak yang menunjukkan tanda-tanda bermasalah akan dirujuk kepada tim PLB. Berdasarkan hasil rujukan tersebut maka tim PLB akan melakukan pertemuan guna memperoleh informasi lengkap mengenai anak yang bermasalah. Setelah melakukan pertemuan, dilakukan pula assessment formal untuk mengetahui tingkat kemampuan anak di berbagai aspek dan untuk menentukan jenis dan tingkat penyimpangannya. Setelah semua data assessment terkumpul, dilakukanlah pertemuan tim assessment untuk mengetahui permasalahan yang ada pada anak, menentukan jenis kelainan (bila ada), dan menetapkan lingkungan pendidikan yang paling tepat untuk anak. Apabila melalui pertemuan tim assessment ini tidak ditemui karakteristik luar biasa pada anak, maka anak tidak memerlukan layanan khusus, namun sebaliknya jika anak menunjukkan adanya karakteristik sebagai anak luar biasa maka diperlukan layanan khusus, sehingga diperlukan program pengajaran individual (PPI). PPI disusun berdasarkan hasil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
assessment yang telah dilakukan oleh tim assessment. PPI yang telah disusun akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan anak. Evaluasi program dilakukan untuk mengetahui perkembangan anak serta tambahan program yang mungkin dibutuhkan anak. PPI disusun oleh sebuah tim yang disebut tim PPI. Menurut Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1-2) tim PPI terdiri dari “parents of the student, a reguler education teacher, a special education teacher, a local education agency representative, a person to interpret evalualuation results, other knowledgeable that the persons or school may invite, and the student, if appropriate” (orang tua siswa, guru umum, guru khusus, perwakilan pendidikan daerah, seseorang untuk menafsirkan hasil evaluasi, orang memiliki pengetahuan lain yang dibutuhkan atau sekolah dapat mengundang, dan siswa jika memungkinkan). Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa tim PPI terdiri dari : a) orang tua siswa, orang tua siswa sangat mengetahui tentang kondisi siswa oleh sebab itu mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk ikut serta merencanakan program pendidikan untuk putra-putrinya.
Mereka juga diminta untuk
memberikan masukan setiap saat bila ada perkembangan/perubahan dalam PPI; b) guru umum, guru umum diperlukan apabila anak berkebutuhan khusus masuk dalam kelas umum sehingga diperlukan kerja sama dan masukan dari guru umum; c) guru PLB/guru khusus, merupakan guru yang akan memberikan pelayanan langsung kepada anak berkebutuhan khusus. Guru khusus memiliki hasil assessment terkini yang digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
pelayanan/pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak; d) perwakilan pendidikan daerah, perwakilan ini biasanya digantikan oleh kepala sekolah atau seseorang yang ditunjuk oleh kepala sekolah yang dengan hak untuk bertindak dan menyetujui PPI tersebut; e) seseorang untuk menafsirkan hasil evaluasi, merupakan seseorang seperti psikolog sekolah yang memiliki keahlian khusus dalam mengelola hasil evaluasi, orang tersebut harus mampu menjelaskan hasil evaluasi kepada anggota yang lain dalam tim PPI tersebut; f) orang lain yang memiliki pengetahuan yang dibutuhkan dalam penyususnan PPI seperti psikolog, tutor pribadi, terapis okupasi, fisio terapis dan lain-lain; g) siswa yang bersangkutan, jika memungkinkan dan siswa tersebut mampu mengerti tentang kebutuhannya. Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1) juga menyebutkan langkah-langkah dalam penyususnan IEP yaitu : a. Describe the student b. Describe the student’s present levels of educational performance c. Write the student’s annual goals, with benchmarks or short-term objectives d. Describe the special education and related service needed to achieve the goals e. Describe the extent to which the student will not participate in the general curriculum f. Explain the student’s participation in statewide and district assessments g. Describe ways that the student’s parents will be regularly informed of progress toward goals. Dari pendapat di atas dijelaskan bahwa langkah-langkah dalam menyusun IEP yaitu : a) mendeskripsikan anak; b) mendeskripsikan tingkat commit to user kemampuan anak saat ini; c) menuliskan tujuan tahunan anak, baik jangka
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
panjang maupun jangka pendek; d) mendeskripsikan pendidikan khusus dan hubungan kebutuhan pelayanan untuk keberhasilan tujuan; e) mendeskripsikan perluasan yang tidak dapat diikuti siswa dalam kurikulum umum; f) menjelaskan partisipasi anak dalam assessment; g) mendeskripsikan kebiasaan apa yang orang tua inginkan untuk diinformasikan dari kemajuan tujuan. Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Sunardi (2005: 62) bahwa secara garis besar PPI harus meliputi : a. Deskripsi tingkat kemampuan awal anak sekarang b. Tujuan umum (jangka panjang) dan tujuan khusus (jangka pendek) c. Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk seberapa besar anak dapat berpartisipasi dalam pendidikan di kelas biasa d. Tanggal dimulainya setiap program, termasuk perkiraan selesai dan evaluasinya e. Criteria untuk menentukan ketercapaian setiap tujuan. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa penyusunan PPI merupakan suatu hal yang sangat penting untuk anak berkebutuhan khusus. Dalam penyusunannya, perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : deskripsi tingkat kemampuan awal anak sekarang yaitu mendeskripsikan mengenai kemampuan dan prestasi anak, kelebihan dan kelemahan anak serta kondisi-kondisi khusus pada anak. Untuk mengetahui deskripsi anak dan tingkat kemampuan anak dapat dilakukan dengan melakukan tes formal, tes informal, observasi atau membuat alat ukur lainnya. Tujuan jangka panjang merupakan pernyataan mengenai hal-hal yang akan dicapai pada akhir tahun. Sedangkan tujuan jangka pendek merupakan pernyataan commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang lebih spesifik/lebih khusus mengenai keterampilan yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan tahunan tertentu. Setelah mempelajari deskripsi tingkat kemampuan anak dan merumuskan tujuan untuk pendidikan anak, maka langkah selanjutnya yaitu membuat daftar layanan khusus yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak, baik dalam aspek pendidikan maupun aspek lain yang terkait. Dalam hal ini perlu dijelaskan pula seberapa besar partisipasi anak dapat diikutkan dalam kelas biasa untuk diberikan kesempatan berinteraksi dengan teman-teman normal. Dalam PPI harus memuat rencana tanggal dimulainya kegiatan untuk setiap tujuan khusus, jangka waktu kegiatan, dan tangggal evaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan adanya suatu criteria ketercapaian tujuan yang dapat diamati dan dinilai berupa kemampuan yang dapat ditunjukkan anak. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme disebutkan pula bahwa pembelajaran yang diberikan kepada anak autis haruslah bersifat menyeluruh sesuai dengan kebutuhan anak. Pembelajaran yang diberikan kepada anak autis antara lain : a.
Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
b.
Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
TEACCH (Treatment
and
Education
of
Autistic
and
Related
Communication – Handicapped Children). d.
Biological Treatment, meliputi terapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
e.
Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada
usaha
penanganan
gangguan
asosiasi
dan
gangguan
proses auditory/pendengaran. f.
Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange
Communication
System),
bahasa
isyarat,
strategi
visual
menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya. g.
Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lingkungan sosial lainnya.
h.
Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT). Dengan adanya berbagai jenis perlakuan dan pembelajaran yang
diberikan kepada anak maka diharapkan dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Yang perlu diingat adalah bahwa memberikan perlakuan dan pembelajaran kepada anak autis
harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Melihat kebutuhan pendidikan anak autis seperti yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sekolah autis membutuhkan tenaga pengajar atau pendidik dari berbagai bidang ilmu sesuai dengan kebutuhan pendidikannya. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 29 ayat 5a menyebutkan bahwa pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat harus mamiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan untuk tenaga kependidikan pada pasal 35 ayat 1e menyebutkan bahwa tenaga kependidikan SDLB, SMPLB, SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurangkurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja social, dan terapis. Jadi, sesuai dengan pasal tersebut maka pendidik di SLB harus merupakan lulusan dari sarjana program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan untuk tenaga kepandidikan dapat terdiri dari kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belajar, psikolog, pekerja social, dan terapis. Untuk tenaga terapis dapat memilih terapis sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang ada di setiap SLB. Selain mengenai pendidik dan tenaga kependidikan, sebuah SLB juga membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar yang ada di sekolah tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42 ayat (1) mengenai standar sarana dan prasarana menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Ayat (2) menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi , lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Lebih spesifik dijelaskan pada Lampiran Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB poin (D) mengenai kelengkapan saranan dan prasarana menyebutkan bahwa setiap SDLB, SMPLB, dan SMALB sekurang-kurangnya memiliki ruang pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus, dan ruang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
penunjang sesuai dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang dilayani. Jadi dari peraturan mentri tersebut dapat diketahui bahwa selain ruang pembelajaran umum, SDLB, SMPLB, maupun SMALB perlu memiliki ruang pembelajaran khusus dan ruang penunjang pendidikan sesuai dengan jenis ketunaan peserta didik, misalnya untuk tunanetra memerlukan ruang Orientasi Mobilitas (OM), untuk tunarungu memerlukan Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama (BPBI) dan ruang terapi wicara, begitu pula dengan jenis kebutuhan khusus lainnya, tak terkecuali dengan sekolah autis. Untuk peserta didik autis di sekolah autis, juga memerlukan ruang pembelajaran khusus yaitu ruang terapi baik untuk okupasi terapi, fisio terapi, terapi wicara, maupun untuk terapi perilaku. Untuk media pembelajaran bagi anak autis disebutkan oleh Wawan RM (2012:13) bahwa strategi visual bagi anak berkebutuhan khusus adalah salah satu pilihan yang efektif untuk pembelajaran. Linda Hadgdon dalam makalah yang disampaikan Wawan RM (2012:13) juga menjelaskan mengenai alasan pemilihan strategi visual bagi anak berkebutuhan khusus antara lain, karena banyak anak dengan gangguan komunikasi dan perilaku adalah pembelajar visual, kebanyakan masalah perilaku dan keterampilan social pada ABK berhubungan dengan kurangnya pemahaman, ABK banyak memperhatikan kekuatan dalam memahami informasi secara visual dibanding apa yang didengar, visual sangat membantu dalam pemrosesan bahasa, pengorganisasian pikiran, daya ingat akan informasi dan keterampilan yang penting dalam komunikasi serta karena informasi visual akan bertahan lama, tidak bersifat sementara, dan tidak cepat hilang. commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari berbagai macam kebutuhan yang diperlukan oleh anak autis seperti yang telah dijelaskan di atas, maka sebuah sekolah autis dapat menyusun kurikulum khusus yang dimodifikasi menyesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, karakteristik, dan minat anak autis serta mempersiapkan berbagai sarana prasarana dan media pembelajaran yang dibutuhkan. Kurikulum tersebut harus bersifat fleksibel dan mempertimbangkan kemampuan individual tiap peserta didik.
B.
Penelitian yang Relevan
Dalam I.G.A. Alit Suryawati (2004) disebutkan bahwa penelitian yang berjudul “Model Komunikasi Penanganan Anak Autis Melalui Terapi Bicara Metode Lovass” ini bertujuan untuk membantu orang tua yang memiliki anak autis untuk menunjukkan bagaimana bentuk komunikasi aktif dua arah sehingga komunikasi
yang
dilakukan
dapat
efektif
dan
efisien, untuk
mengajar anak autis bagaimana untuk bersosialisasi tidak hanya di depan umum tetapi juga dalam keluarga. Selain berkomunikasi, juga diajarkan generalisasi langsung dengan subjek, orang lain, guru dan objek dalam lingkungan yang heterogen, untuk
mengajar
materi
akademik setelah
komunikasi dan
kemampuan sosialisasi terbentuk, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengobati anak autis, apakah anak autis dapat disembuhkan atau tidak, apa penyebab autisme. Gangguan-gangguan dalam berkomunikasi menjadi penyebab terjadinya hambatan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga terapi komunikasi commit to user menjadi hal penting bagi penyembuhan anak yang mengalami gejala atau
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menderita autis. Komunikasi yang dapat membangun konsentrasi pada anak autis akan menjadi terapi yang signifikan dengan tingkat penyembuhan. Untuk itu Metode LOVAAS yang merupakan metode yang menekankan pada analisis perilaku diharapkan akan menunjang penyembuhan penderita autisme. Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini. Pertama, berat ringannya derajat kelainan. Semakin berat derajat kelainan dan jenis kelainan perilakunya, semakin sulit untuk kembali normal. Namun perlu diingat khususnya bagi anak autisma, sekalipun derajat autisma anak sangat ringan, diapun harus diterapi. Sebab apabila tidak, maka anak autism ringan dapat berubah menjadi berat pada usia lebih tua. Di samping autisma tanpa terapi perilaku, tidak mungkin menjadi normal dengan perlakuan yang tradisional saja. Kedua, usia anak pertama kali ditangani secara benar dan teratur. Usia ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak paling cepat. Namun bukan berarti bahwa pada usia lebih dari 3 tahun harus dibiarkan. Karena tidak ada alternatif lain, maka sekalipun usia anak melampaui 5 tahun, terapi tetap dilakukan sekalipun tidak secepat usia ideal. Minimal kalau masih bisa, anak diajarkan dengan keterampilan atau okupasi yang dapat memandirikan kehidupannya kelak. Ketiga, pada intensitas penanganannya, metode LOVAAS menetapkan 40 jam/minggu. Persyaratan ini sangat sulit dipenuhi oleh para orang tua. Karena apabila akan dilakukan di sekolah, mereka membenturkan pada masalah biaya yang besar. Bila akan dilakukan di rumah mereka sendiri tidak mempunyai waktu commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang cukup, karena masih ada anak-anak yang lain atau karena mereka harus bekerja mencari nafkah. Keempat, dalam hal IQ anak, makin cerdas seorang anak, makin cepat dia menangkap materi yang diberikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa selain kecerdasan intelegensia, kecerdasan emosional juga dilatih, karena banyak anak, terutama
autisma,
yang
memiliki
kesulitan
mengendalikan
emosinya.
Diperkirakan sekitar 0-40% anak autisma memiliki IQ di atas normal. Kelima, keutuhan pusat bahasa di otak anak. Pusat berbahasa berada di lobus parietalis kiri. Apabila mengalami kelainan atau kerusakan, maka anak akan kesulitan berkata-kata. Latihan PECS (Picture Exchange Communication System) dan Compic (Computerized Pictograph) atau bahasa gambar dapat dimanfaatkan untuk anak ini. Sedangkan dalam Adriana Soekandar Ginanjar (2007) menjelaskan bahwa adanya berbagai kelemahan dari pendekatan yang memandang autisme sebagai abnormalitas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang autisme melalui pendekatan fenomenologis, yaitu sebuah pendekatan yang berupaya untuk menangkap realitas seperti apa adanya, tanpa diarahkan oleh predisposisi atau latar belakang teori tertentu. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus, sementara proses pengumpulan dan analisis data mengambil mengambil model grounded theory. Penyajian hasil analisis didasarkan pada model penjelasan tentang manusia dari Anton Bakker (2000). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) Memperoleh pemahaman yang utuh dan mendalam mengenai autism; 2) Memperoleh gambaran tentang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
aspek sensorik, psikologis, dan agama pada individu SA; 3) Menemukan cara-cara tepat untuk membantu individu SA menyesuaikan diri dan mengembangkan potensi-potensi secara optimal. Kompleksitas spektrum autistik yang terungkap melalui penelitian ini menunjukkan bahwa untuk dapat memahami individu SA dibutuhkan kerangka berpikir holistik, yaitu yang memandang setiap individu sebagai kesatuan dari taraf-taraf neurologis, biologis, psikologis, dan agama atau spiritualitas. Walaupun secara umum terdapat kesamaan-kesamaan diantara individu SA, namun bila diperhatikan secara lebih mendalam, keunikan masing-masing sesungguhnya lebih menonjol. Prinsip-prinsip perkembangan manusia juga perlu diterapkan karena setiap individu SA terus berubah sepanjang kehidupan. Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan berdasarkan empat taraf yang tersusun dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Keempat taraf yang saling berkaitan tersebut adalah taraf sensorik, taraf kognitif, taraf emosi dan interaksi interpersonal, dan taraf agama dan spiritualitas. Anak autis merupakkan anak yang unik dan mengalami gangguan yang sangat beragam. Keragaman juga terdapat pada simtom-simtom yang tampak. Secara umum, ciri-ciri anak SA usia balita memang memiliki banyak kesamaan dan sesuai dengan criteria diagnostik pada DSM-IV. Namun dengan bertambahnya usia, keunikan masing-masing individu SA semakin menonjol baik pada aspek kognitif, emosi, interaksi sosial, maupun agama. Sebagai pedoman yang digunakan secara luas, DSM-IV sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosis spektrum autistik untuk selanjutnya menentukan penanganan dini yang commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tepat. Namun demikian untuk memahami perkembangan individu SA secara utuh, dibutuhkan pengamatan dan evaluasi yang terus menerus sepanjang kehidupan mereka. Peneliti berpendapat bahwa DSM-IV memiliki beberapa keterbatasan dalam menggambarkan kompleksitas autisme, yaitu autisme hanya digambarkan melalui
simtom-simtom
yang
tampak
pada
masa
kanak-kanak;
tidak
mengikutsertakan karakteristik positif dan keunggulan yang dimiliki oleh anakanak SA; dan tidak menggunakan prinsip-prinsip perkembangan manusia tetapi memandang autisme sebagai kondisi yang cenderung statis. Berkaitan dengan hal tersebut maka para profesional yang berkecimpung dibidang autism harus melakukan pemantauan secara kontinyu terhadap perkembangan setiap anak SA agar penanganan yang diberikan sesuai dengan kondisi anak.
C.
Kerangka Pikir
Dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda tentu tidak lepas dari berbagai pendukung seperti sumber daya manusia dari pengajar di sekolah tersebut yang meliputi tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar, sarana prasarana yang ada di sekolah tersebut, media pembelajaran serta perencanaan dalam penyusunan kurikulum khusus autis tersebut. Dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis ada banyak hal yang perlu menjadi perhatian antara lain yaitu assessmen siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, penyusunan program individual untuk masing-masing to pembelajaran user siswa, pelaksanaan pembelajaran,commit metode yang diterapkan dalam
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaan kurikulum khusus tersebut, pemanfaatan media serta pemanfaatan sarana prasarana yang ada di sekolah tersebut. Setelah melaksanakan pembelajaran tentu kita perlu mengetahui hasil dari pembelajaran yang menerapkan kurikulum khusus tersebut. Kita juga perlu mengetahui kendala yang dirasakan selama pelaksanaan kurikulum tersebut sehingga akan menjadi suatu evaluasi dan pertimbangan dalam perbaikan atau pengembangan kurikulum khusus tersebut. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut :
SDM Guru : - Pendidikan - Pengalaman kerja
Pelaksanaan Kurikulum: - Assessment siswa - Penyusunan Program Individual - Pelaksanaan pembelajaran - Metode pembelajaran - Pemanfaatan media - Pemanfaatan sarana prasarana - Evaluasi program
Sarana prasarana dan Media pembelajaran anak autis
Hasil Belajar
Kendala
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SLB Autis Alamanda. SLB ini beralamat di Jalan Siwalan No. 39 Rt.2/XIV – Kerten, Laweyan, Surakarta. Pemilihan tempat penelitian ini dikarenakan penulis merupakan salah satu pengajar di SLB Autis Alamanda, sehingga mengetahui keadaan objek penelitian yang sebenarnya dan didasarkan pada tersedianya dukungan terhadap data yang diperlukan.
2. Bentuk dan Strategi Penelitian
a.
Bentuk Penelitian Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena dalam mengkaji masalah, peneliti tidak membuktikan atau menolak hipotesis yang dibuat sebelum penelitian tetapi mengolah data dan menganalisis suatu masalah secara non numerik. Suharsimi Arikunto (2002 : 10-11) mengatakan diantara banyak model yang ada dalam penelitian kualitatif, yang dikenal di Indonesia adalah penelitian naturalistic atau kualitatif naturalistik. Istilah “naturalistik menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan commit to user dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami”. 67
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2008 : 4) menyatakan : “Metodologi kualitatif adalah prosedur yang dihasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Berdasarkan teori tentang penelitian kualitatif tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena jenis penelitian ini memusatkan pada deskripsi data yang berupa kalimat-kalimat yang memiliki arti mendalam yang berasal dari informan dan perilaku yang diamati.
b.
Strategi Penelitian Dalam setiap penelitian agar tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai dan untuk mengkaji permasalahan penelitian secara detail dan lengkap maka diperlukan strategi penelitian yang tepat. Strategi yang dipilih oleh peneliti digunakan sebagai dasar untuk mengamati, mengumpulkan data dan untuk menyajikan analisis hasil penelitian. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model tunggal terpancang. H.B. Sutopo (2002 : 42) menjelaskan sebagai berikut : “bentuk penelitian terpancang (embedded research) yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitinya sebelum peneliti ke lapangan studinya”. Penelitian kualitatif apabila dilihat dari sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu eksploratif, eksplanatif, deskriptif. Eksploratif adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal baru, eksplanatif commit to user adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan sesuatu patokan untuk
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membuktikan suatu pendapat. Deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan data dengan kata-kata atau uraian penjelasan. Dalam penelitian ini, peneliti sudah menentukan terlebih dahulu fokus pada variabel tertentu. Akan tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada posisi saling berkaitan dengan bagian-bagian dari konteks secara keseluruhan guna menemukan makna yang lengkap. Jadi penelitian ini menggunakan strategi tunggal terpancang karena objek penelitian adalah tunggal yaitu hanya kurikulum di SLB Autis Alamanda. Terpancang sendiri mempunyai arti yaitu untuk mengetahui implementasi kurikulum khusus Autis di SLB Autis Alamanda.
3. Sumber Data dan Teknik Sampling
a. Sumber Data Sumber-sumber data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data yang berupa informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen atau arsip. 1) Informan Informan adalah orang yang mengetahui permasalahan yang akan dikaji dan bersedia memberikan informasi yang benar kepada peneliti dalam menunjang data penelitian. Di dalam penelitian kualitatif, informan ini disebut responden. commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut HB. Sutopo (2002 : 50) “Dalam penelitian kualitatif, posisi narasumber sangat penting, sebagai individu yang memiliki informasi”. Informan merupakan tumpuan pengumpulan data bagi peneliti dalam mengungkapkan permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini yang ditunjuk sebagai key informan kepala SLB Autis Alamanda, wakil kepala SLB Autis Alamanda, dan guru-guru di SLB Autis Alamanda.
2) Peristiwa / Aktivitas Dalam penelitian ini peristiwa atau aktivitas yang dijadikan sumber data penelitian adalah aktivitas belajar siswa di sekolah. Hal ini berkaitan
dengan
implementasi
kurikulum
khusus
autis
yang
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar siswa.
3) Arsip dan Dokumen Arsip dan dokumen menjadi data pendukung yang sangat penting terhadap kevalidan data secara menyeluruh dalam penelitian. Pengambilan data pendukung ini berkaitan dengan dokumentasi yang terdapat catatan-catatan penting. Dalam penelitian ini, dokumen dan arsip yang digunakan antara lain : a) Kurikulum Khusus yang digunakan di SLB Autis Alamanda. b) Buku Laporan Hasil belajar siswa c) Rekaman dan gambar/foto-foto kegiatan siswa. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Teknik Sampling Teknik sampling dalam penelitian ini, cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. Menurut Goetz dan Le Compte dalam H.B. Sutopo (2002 : 185) bahwa “Purposive Sampling yaitu teknik mendapatkan sampel dengan memilih individuindividu yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data”. Jadi dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu sampel dengan memilih individu-individu yang dianggap mengetahui informasi dan masalah yang berkaitan dengan penelitian secara mendalam. Individu yang dipilih untuk dijadikan sample tersebut yaitu Kepala Sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru-guru SLB Autis Alamanda. Focus penelitian yaitu pada implementasi kurikulum khusus Autis dalam pembelajaran untuk anak autis di SLB Autis Alamanda.
4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sutrisno Hadi (1993: 104) ”Baik buruknya suatu hasil research sebagian tergantung pada teknik pengumpulan datanya, akurat dan reliabel pekerjaan research mempergunakan teknik-teknik, prosedur-prosedur, alat-alat serta kegiatan yang dapat dihandalkan”. Teknik pengumpulan data adalah cara-cara operasional yang ditempuh commit to diperlukan. user oleh peneliti untuk memperoleh data yang Untuk menghasilkan data
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang objektif maka perlu diperhatikan teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai alat pengumpul atau pengambil data. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diperlukan adalah : a. Wawancara/Interview Metode wawancara/interview adalah proses tanya jawab antar dua orang yang dilaksanakan secara sistematis yang pelaksanaannya secara lisan untuk memperoleh keterangan dari responden (Sutrisno Hadi, 1993:193). Pendapat yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh Lexy J. Moleong (2008 : 186) mengemukakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviwer)
yang
mengajukan
pertanyaan
dan
yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada kepala SLB Autis Alamanda, wakil kepala SLB Autis Alamanda, dan guru-guru SLB Autis Alamanda.
b. Observasi Metode Observasi adalah usaha atau cara untuk mengumpulkan data dengan pengamatan dan pencatatan pada fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan atau yang diteliti (Sutrisno Hadi, 1993:136). Sedangkan menurut pendapat H.B. Sutopo (2002 : 64) bahwa teknik observasi digunakan untuk menggali data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekanan gambar. commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejalagejala yang tampak pada objek penelitian yang dilakukan secara langsung pada tempat terjadinya peristiwa. Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi
langsung
berupa
pengamatan
dan
pencatatan
mengenai
implementasi kurikulum khusus Autis di SLB Autis Alamanda.
c. Analisis Dokumen Analisis dokumen merupakan teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mencatat dan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang isinya berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian. H.B. Sutopo (2002 : 54) mengemukakan bahwa “dokumen adalah bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, sedangkan arsip merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana dalam organisasi”. Dokumen yang dianalisis dalam penelitian yang dilakukan penulis yaitu : 1) Kurikulum Khusus yang digunakan di SLB Autis Alamanda. 2) Buku Laporan Hasil belajara siswa 3) Rekaman dan gambar kegiatan-kegiatan siswa.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Keabsahan Data
Keabsahan data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data dalam suatu penelitian, mulai dari penjabaran konsep sampai pada data siap dianalisa. Keabsahan data dapat di uji dengan menggunakan trianggulasi. Menurut Lexy J. Moleong (2008 : 330) mengemukakan bahwa “Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu dan untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Dalam penelitian ini, untuk memperdalam tingkat kepercayaan atau teknik pemeriksaan keabsahan data, dipergunakan triangulasi. Menurut H.B Sutopo (2002: 78) ”Triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomonologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang”. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Patton dalam H.B Sutopo ( 2002: 78) menyatakan bahwa: ”Ada empat macam triangulasi: (1) Data triangulation, dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data yang sama, (2) investigator triangulation yaitu pengumpulan data yang sama dan dilakukan oleh beberapa peneliti, (3) metodological triangulation yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data yang sejenis, tetapi dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda, dan (4) theoritical triangulation yaitu menggunakan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisis dengan menggunakan beberapa perspektif teoretis yang berbeda”. Trianggulasi data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan trianggulasi metode. Sebab cara ini mengarahkan peneliti agar dalam commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengumpulan data menggunakan beragam data yang tersedia, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mencari data dari informan yang berbeda. Sedangkan trianggulasi metode yang peneliti terapkan bahwa pengumpulan data dilakukan dengan berbagai metode atau teknik pengumpulan data. Hal ini berarti bahwa pada satu kesempatan peneliti menggunakan teknik wawancara dan hasilnya di uji dengan menggunakan teknik observasi. Penerapan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda ini sedapat mungkin untuk menutupi kelemahan atau kekurangan dari satu teknik tertentu sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.
6. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis interaktif mengalir, yaitu model analisis yang menyatu dengan proses pengumpulan data dalam suatu siklus. Secara garis besar analisi interaktif mengalir terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk lebih jelasnya dapat peneliti uraikan mengenai tiga alur kegiatan dalam analisis interaktif mengalir yakni sebagai berikut : a. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan kegiatan yang digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan commit to user dan dokumen. Data yang melalui kegiatan observasi, wawancara,
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikumpulkan masih berupa data mentah, sehingga harus di analisis agar menjadi data yang lebih teratur.
b. Reduksi Data Reduksi data adalah proses pengolahan, pemusatan perhatian dan peyederhanaan, pengabsahan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan. H.B. Sutopo (2002 : 92) berpendapat bahwa “reduksi data adalah bagian dari proses analisis, yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti dapat dilakukan”.
c. Sajian Data Penyajian data adalah suatu usaha untuk menyusun sekumpulan informasi yang telah diperoleh di lapangan, kemudian data disajikan secara jelas dan sistematis sehingga akan memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan/ verifikasi. Penyajian data akan membantu peneliti untuk memahami dan menginterpretasikan apa yang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan tersebut dengan teori-teori yang ada.
d. Penarikan Kesimpulan/verifikasi Penarikan
kesimpulan/verifikasi
adalah
analisis
rangkaian
pengolahan data yang berupa gejala kasus yang didapat di lapangan. Apabila ternyata data yang diperoleh belum valid, maka proses analisis diulang lagi commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari awal sampai diperoleh data yang benar-benar akurat, cocok dan kokoh, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk lebih jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut: Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Gambar 4. Proses Analisis Interaktif (Sumber: H.B Sutopo, 2002 : 96)
B. Prosedur dan Jadwal Penelitian 1. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan beberapa langkah atau melalui beberapa prosedur yaitu : a.
Persiapan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah merencanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, yakni mengurus perijinan penelitian, menyusun protokol penelitian, pengembangan pedoman commit to user pengumpulan data, dan menyusun jadwal kegiatan penelitian.
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pengumpulan Data Kegiatan yang dilakukan setelah persiapan penelitian selesai adalah mengumpulkan data di lapangan dengan observasi, wawancara mendalam, dan mencatat serta menyimpan dokumen. Setelah data terkumpul tahap selanjutnya melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul. Tahap yang terakhir yaitu memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
c. Analisis Data Kegiatan yang dilakukan setelah pengumpulan data adalah menentukan teknik analisa data yang tepat. Selanjutnya mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian dicocokkan dengan temuan lapangan. Setelah mendapatkan data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses verivikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan kepada orang yang lebih ahli. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan peneliti.
d. Penulisan Laporan Tahap penulisan laporan dilakukan dengan menyusun laporan awal dari hasil analisis data yang diperoleh di lapangan. Selanjutnya dilakukan review laporan dengan dilakukan pengecekan ulang laporan yang telah tersusun agar lebih valid. Tahap selanjutnya yaitu penyusunan laporan akhir. commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitian memerlukan waktu tujuh bulan yaitu dimulai sejak Bulan November 2011 sampai Bulan Mei 2012. Kegiatan tersebut dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Rencana Waktu Penelitian Bulan dan Minggu No
Kegiatan
1.
Persiapan Proposal Perijinan
2. 3. 4. 5. 6.
Nov Des Jan Feb Maret April Mei 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4
Penyusuna n Rencana Pengumpul an Data Analisis Data Penyusuna n Laporan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Berdirinya SLB autis Alamanda
Sebelum menjadi Sekolah Luar Biasa, Alamanda merupakan suatu lembaga terapi yang didirikan dengan tujuan untuk membantu menangani anakanak dengan berbagai gangguan tumbuh kembang (Autisme, ADHD, CP, Down Syndrome, dan lain-lain) dari berbagai kalangan kelas ekonomi. Pusat terapi ini pada mulanya bernama Taman Alamanda yang didirikan pada tanggal 1 Maret 2001. Pada awalnya Taman Alamanda bertempat di Jl. Kasuari III No.I Manahan Surakarta. Taman Alamanda berada dibawah naungan LAHSI (Lembaga Aksi Hidup Sehat Indonesia) yaitu sebuah LSM yang bergerak dibidang penanganan AIDS/ HIV. Pada perkembangannya LAHSI lebih memfokuskan pada penanganan HIV/AIDS, sehingga Taman
Alamanda diambil alih oleh
Dr.Sholichah KW yang saat itu bekerja sebagai salah satu staff LAHSI yang peduli dibidang gangguan tumbuh kembang anak. Dalam masa kepemimpinan Dr.Sholichah KW, Taman Alamanda yang saat itu masih menjadi sebuah pusat terapi berganti nama menjadi Alamanda “Brighter Kids” dengan harapan sesuai dengan slogan terbaru anak-anak berkebutuhan khusus ini mendapat masa depan yang cerah. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 2006 secara resmi Alamanda ‘Brighter commit to user Kid’s’ mendapatkan izin dari Departemen Pendidikan & Kebudayaan menjadi
80
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebuah SLB sehingga berganti nama menjadi SLB Autis Alamanda. Saat ini SLB Autis Alamanda beralamat di Jl. Siwalan RT 2 / XIV, Kerten, Laweyan, Surakarta.
2. Lokasi SLB Autis Alamanda
SLB Autis Alamanda beralamat di Jl. Siwalan RT 2 / XIV, Kerten, Laweyan, Surakarta. Lokasi SLB Autis Alamada cukup strategis karena sarana transportasi menuju SLB mudah. Walaupun tidak berada tepat di pinggir jalan besar, SLB Autis Alamanda dekat dengan beberapa lembaga pendidikan, Rumah Sakit Besar, serta beberapa pusat perbelanjaan. Selain itu, dengan keberadaan yang tidak tepat di pinggir jalan besar merupakan suatu kelebihan tersendiri bagi SLB Autis Alamanda karena suasana belajar dapat lebih tenang dan aman untuk anak-anak saat bermain di luar ruangan. Hal ini dapat menjadi salah satu pertimbangan orang tua dalam memilih sekolah untuk putra-putrinya. SLB Autis Alamanda sampai saat ini masih menempati bangunan diatas tanah milik Pemerintah Kota Surakarta dengan luas 200 m2.
3. Visi dan Misi SLB Autis Alamanda
a. Visi Terwujudnya pelayanan yang optimal sehingga anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat berprestasi, mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat. b. Misi commit to user 1) Mengembangkan potensi yang ada pada anak dengan pembelajaran yang
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
efektif dan efisien. 2) Meningkatkan ketrampilan anak 3) Meningkatkan kemampuan bergaul dan bersosialisasi di masyarakat
4. Sumber Daya Manusia
SLB Autis Alamanda merupakan salah satu sekolah luar biasa di Surakarta yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus seperti Autis, ADHD, Down Syndrome, Slow Learner dll. Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan pendidikan yang berbeda dengan anakanak lain seusianya sehingga diperlukan pendidik atau guru yang berkompeten dalam bidang pendidikan khusus yang dapat menangani anak-anak dengan berbagai kebutuhan khusus. Di SLB Autis Alamada ada 9 pengajar dengan kualifikasi 4 tenaga non kependidikan dan 5 tenaga pendidikan. Kesemuanya memiliki keahlian-keahlian tertentu untuk melayani anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan studi dokumentasi terhadap data guru di SLB Autis Alamanda, tenaga pengajar yang ada antara lain lulusan dari PLB (pendidikan luar biasa), OT (okupasi Terapi), FT (Fisio Terapi), dan Psikologi. Dengan adanya guru atau pendidik yang menangani dan melayani kebutuhan anak sesuai dengan keahliannya pelayanan di SLB Autis Alamanda dapat dilakukan secara maksimal dan memperoleh hasil yang maksimal pula. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Pendidik Pendidik di SLB Autis Alamanda berasal dari lulusan Sarjana Pendidikan Luar Biasa yang memiliki keahlian dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Masa kerja dari tenaga pendidik di SLB Autis Alamanda beragam, ada yang telah lebih dari 11 tahun, ada pula yang kurang dari 1 tahun. Berikut adalah data guru, pendidikan, dan masa kerja: Tabel 2. Daftar Pendidik SLB Autis Alamanda Surakarta No.
Nama
Tanggal Lahir
Pend.
Masa kerja
1.
Yatmi, S, Pd
Surakarta, 5 April 1971
S1 PLB
11 tahun
2
Wilis Palupi,
Surakarta, 6 Pebruari
S1 PLB
7 tahun
S.Pd
1980
Istiqomah, S.Pd
Karanganyar, 3 Januari
S1 PLB
4 tahun
S 1 PLB
1 tahun
S1 PLB
2 tahun
10 tahun
3
1978 4
Puji Hastuti
Surakarta, 30 November 1987
5.
Endah Resnandari Puji A, S.Pd
6
Ruteng, 25 Oktober 1987
Siti Aminah,
Karanganyar,
D3 AFIS ska
AMF. S.Pd
15 Mei 1979
S1 PLB
b. Tenaga Kependidikan Selain pendidik, di SLB autis Alamanda juga ada tenaga kependidikan dari beberapa lulusan yang diperlukan dalam menangani anak berkebutuhan khusus di commit to yang user ada di SLB Autis Alamanda yaitu : SLB autis Alamanda. Tenaga kependidikan
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
1) Okupasi Terapis Melihat kenyataan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus di SLB Autis Alamanda memiliki berbagai macam karakteristik, kebutuhan serta permasalahan yang berbeda-beda baik permasalahan fisik, mental maupun social, maka SLB Autis Alamanda menyediakan pelayanan yang berupa terapi okupasi. Okupasi terapi bertujuan untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus dengan kelainan dan atau gangguan fisik, mental maupun sosial, yang penekanan penanganannya pada aspek sensomotorik dan proses neurologis. Penanganan permasalahan anak dengan okupasi terapi dilakukan dengan memanipulasi, memfasilitasi, dan menginhibisi lingkungan, sehingga individu mampu mencapai peningkatan, perbaikan, dan pemeliharaan kualitas hidupnya. Dalam memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus di SLB Autis Alamanda, terapis okupasi memperhatikan aset (kemampuan) dan limitasi (keterbatasan) yang dimiliki anak, dengan memberikan manajemen aktifitas yang bertujuan dan bermakna. Hal ini dilakukan agar anak dapat mencapai kemandirian dalam aktifitas produktifitas (sekolah/akademik), kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan penggunaan waktu luang (leisure) serta bersosialisasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
2) Fisio Terapi Adanya fisio terapis di SLB Autis Alamanda bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus dalam usaha commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik, elektroterapeutis dan mekanis ), pelatihan fungsi, dan komunikasi.
3) Psikolog Adanya psikolog di SLB Autis Alamanda bertujuan untuk memberikan pelayanan konsultasi baik bagi orang tua siswa maupun orang luar yang ingin berkonsultasi mengenai anak berkebutuhan khusus. Selain itu psikolog bersama guru-guru lain juga memonitor setiap perilaku dan perkembangan anak berkebutuhan khusus sehingga apa saja kebutuhan pendidikan anak dapat segera terpenuhi. Tabel 3. Daftar Tenaga Kependidikan SLB Autis Alamanda No
Nama
1 Tri Retno Hastuti, Amd.OT 2 S u m a r t i, Amd.OT
Tanggal Lahir Karanganyar,
4 Krisna Nofianti Sudarsono,S.Psy 5 Daryanto
Masa Kerja
D3 AOT Ska
10 tahun
D3 AOT Ska
10 tahun
D3 AFIS ska dan
10 tahun
19 Januari 1977 Sukoharjo, 02 November 1979
3 Siti Aminah, AMF. Karanganyar, S.Pd
Pendidikan
15 Mei 1979
S1 PLB
Sukoharjo, 24
S1 Psikologi
6 tahun
SMA
10 tahun
November 1980 Karanganyar, 16 Juni 1976
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan data di atas, pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di SLB Autis Alamanda berasal dari lulusan PLB, okupasi terapi, fisio terapi dan psikologi. Menurut Wilis Palupi dengan tenaga pengajar dari lulusan tersebut, SLB Autis Alamanda masih kekurangan tenaga speech therapy (terapi wicara) untuk menangani gangguan bicara pada anak autis. Untuk memenuhi kekurangan tenaga speech therapy, SLB Alamanda mengikutkan guru-guru dalam berbagi pelatihan tentang terapi bicara anak autis.
c. Siswa SLB Autis Alamanda Siswa SLB Autis Alamanda pada tahun ajaran 2010/2011 berjumlah 25 siswa yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Siswasiswa tersebut masuk dalam jenjang sekolah dasar (SD). Jumlah 25 siswa SLB Autis Alamanda merupakan siswa yang duduk pada kelas I sampai kelas III SD. Jenis kebutuhan khusus yang diterima sebagai siswa di SLB Autis Alamanda tidak hanya siswa yang berkebutuhan khusus autis, melainkan ada siswa dengan kebutuhan khusus lain. Hingga tahun ajaran 2010/2011 ini siswa yang ada di SLB Autis Alamanda terdiri dari 16 siswa autis, 3 siswa ADHD, 4 siswa slow learner (lambat belajar), 1 siswa down syndrome, dan 1 siswa gangguan bicara. Kesemuanya mendapatkan pelayanan pendidikan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini akan disajikan table keadaan siswa SLB Autis Alamanda tahun ajaran 2010/2011.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Keadaan Siswa SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011 No
Jenjang
Kelas
Jenis Kelamin L
1
SDLB
Jumlah TOTAL
Jumlah
Keterangan
P
I
12
7
19
II III IV V VI
3 1 0 0 0 16 16
1 1 0 0 0 9 9
4 2 0 0 0 25 25
12 autis, 2 ADHD, 3 slow learner, 1 gangguan bicara, 1 down syndrome 3 autis, 1 ADHD 1 autis, 1 slow learner
5. Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran di SLB Autis Alamanda
Dalam rangka memperlancar berbagai kegiatan pembelajaran, maka SLB Autis Alamanda menyediakan sarana prasarana serta media pembelajaran. Berikut adalah rincian sarana prasarana dan media pembelajaran yang ada di SLB Autis Alamanada.
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Sarana Prasarana Tabel 5. Sarana SLB Autis Alamanda Nama
Jumlah
Jenis Sarana
Meja Siswa
25
Meja Kelas
Meja Kepala Sekolah
1
Meja Kepala sekolah
Meja Tamu
1 stel
Meja tamu
Meja Komputer
4
Meja Komputer
Meja Makan
1
Meja makan siswa
Kursi siswa
25
kursi siswa
kursi makan
25
kursi makan
Papan tulis
8
Papan tulis
Papan Data
6
Papan Data
Papan Pengumuman
2
Papan Pengumuman
Lemari Peraga
2
Lemari Peraga
Lemari Perpustakaan
1
Lemari Perpustakaan
Lemari Data
1
Lemari Data
Lemari Guru (Loker)
1
Lemari Guru
Komputer
1
Alat peraga multimedia
Komputer
1
Alat peraga lainnya
Printer
2
Alat peraga lainnya
TV
1
Alat peraga lainnya
Torso Manusia
1
Alat peraga IPA
Globe
1
Alat peraga IPS
Buku Pegangan Siswa
198
Alat peraga lainnya
Buku Fiksi
90
Alat peraga lainnya
Buku Non Fiksi
98
Alat peraga lainnya
Buku Referensi
150
Alat peraga lainnya
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6. Prasarana SLB Autis Alamanda Kode
Nama
Jenis Prasarana
RK 1A
Ruang Kelas 1 A
Ruang Teori kelas
RK 1B
Ruang Kelas 1 B
Ruang Teori kelas
RK 1C
Ruang Kelas 1 C
Ruang Teori kelas
RK 1D
Ruang Kelas 1 D
Ruang Teori kelas
RK 1E
Ruang Kelas 1 E
Ruang Teori kelas
RK 2A
Ruang Kelas 2A
Ruang Teori kelas
RK 2B
Ruang Kelas 2B
Ruang Teori kelas
RK 3
Ruang Kelas 3
Ruang Teori kelas
R-Kepsek
Ruang Kepala Sekolah
Ruang Kepala Sekolah
R-Guru
Ruang Guru
Ruang Guru
R-UKS
Ruang UKS
Ruang UKS
R-TU
Ruang TU
Ruang TU
R-Bermain dan SI
Ruang Bermain dan SI
Ruang Bermain
R-olah raga
ruang olah raga
ruang olahraga
R-Tamu
ruang tamu
ruang tamu
R-Makan
ruang makan
ruang makan
R-Kantor
ruang kantor
ruang kantor
R-Gudang
ruang gudang
ruang gudang
R-Perpustakaan
ruang perpustakaan
ruang perpustakaan
Tempat Tunggu
Tempat tunggu
Tempat tunggu orang tua
Tempat parkir
tempat parkir
tempat parkir
KM-1
Kamar Mandi
kamar mandi
KM-2
Kamar Mandi
kamar mandi
Berdasarkan tabel sarana prasarana di atas, dapat dilihat berbagai sarana dan prasarana yang disediakan SLB Autis Alamanda untuk memperlancar kegiatan pembelajaran. Menurut kepala sekolah dan wakil kepala SLB Autis Alamanda, commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sarana dan prasarana yang disediakan SLB Autis Alamanda saat ini masih belum memenuhi standar, mengingat bahwa pengadaan tanah dan gedung SLB Autis Alamanda masih berstatus meminjam kepada Pemerintah Kota Surakarta. Hingga saat ini SLB Autis Alamanda masih mengusahakan untuk pengadaan tanah dan gedung sendiri.
b. Media Pembelajaran Media pembelajaran yang digunakan di SLB Autis Alamanda sangat beragam karena materi yang diberikan berbeda dengan materi pembelajaran umum. Media pembelajaran di SLB Autis Alamanda disesuaikan dengan materi pembelajaran yang diberikan kepada setiap siswa dengan berbagai kebutuhan yang berbeda-beda. Berbagai media pembelajaran yang ada di SLB Autis Alamanda merupakan media pembelajaran yang dipergunakan untuk pembelajaran di kelas dan media pembelajaran sensori integrasi. Media pembelajaran yang ada di SLB Autis Alamanda disajikan pada table 8 mengenai media pembelajaran di SLB Autis Alamanda (Lampiran 5 : 255 ).
B. Temuan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Implementasi Kurikulum Khusus Autis di SLB Autis Alamanda” bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan kurikulum khusus autis yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda. Aspek yang menjadi fokus dalam penelitian pelaksanaan kurikulum khusus ini meliputi pelaksanaan commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurikulum khusus autis, hasil belajar siswa dan kendala-kendala dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.
1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda
SLB Autis Alamanda menggunakan kurikulum khusus yang disiapkan untuk memberikan pelayanan
yang bersifat individual kepada anak
berkebutuhan khusus autis di SLB Autis Alamanda. Berbeda dengan kurikulum SLB A, B, C, D, dan E yang telah berorientasi pada mata pelajaran, kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda berorientasi pada penanganan perilaku anak. Seperti yang disampaikan oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang ditujukan khusus untuk menangani berbagai permasalahan pada anak autis. SLB Autis Alamanda masih menggunakan kurikulum khusus dari Catherine Maurice. Kurikulum ini lebih menekankan pada penanganan perilaku. (CL1 : 176 , 15 Februari 2012). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wilis Palupi sebagai berikut : Sebagian besar anak-anak di Alamanda adalah anak-anak autistik, dan memang dari awal kita menggunakan kurikulumnya autis yaitu kurikulum yang dibikin oleh Catherine Maurice. Beliau merupakan pakar autisme dimana menerbitkan buku yang salah satunya berjudul “Behavioral Intervention for Young Children with Autism”. Disitu ada kurikulum untuk penanganan anak autistik sudah secara komprehensif dan sangat terukur. Materinya diberikan dengan metode ABA. Kemudian untuk aplikasi kurikulumnya di Alamanda kitato mengambil dari buku yang telah commit user
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
diterjemahkan oleh Bapak Handojo. Beliau merupakan pendiri Agca Center. Jadi dalam bukunya itu beliau sudah mentranslate kurikulum dari buku Catherine Maurice ini dalam bentuk bahasa Indonesia yang kemudian itu kita pakai di sini. Kemudian keterpaduan dalam aplikasinya itu kita sesuaikan dengan kebutuhan anak yaitu memadukan dengan pemberian terapi yang lain misalnya SI (Sensori Integrasi) dari OT (Okupasi Terapi) dan terapi wicara. (CL 2 : 203-204, 20 April 2012) Jadi kurikulum khusus Autis di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang disadur dari buku Catherin Maurice dimana dalam aplikasinya dipadukan dengan terapi Okupasi dan terapi wicara sesuai dengan kebutuhan anak. Berdasarkan studi dokumen pada kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda, materi yang diberikan berupa aktivitas-aktivitas untuk memperbaiki perilaku negative dan berbagai permasalahan pada anak autis. Materi pada kurikulum khusus tersebut terdiri dari materi tingkat dasar, intermediate (menengah), dan tingkat advance (atas) yang meliputi kemampuan mengikuti pelajaran (kepatuhan dan kontak mata, kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, dan kemampuan bantu diri. Pemberian pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda bersifat sangat individual. Berbagai proses mulai dari penerimaan siswa baru dilakukan sangat individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Seperti yang diungkapkan oleh wakil kepala sekolah (CL2 : 210, 17 Februari 2012), bahwa penerimaan siswa baru di SLB Autis Alamanda dapat berlangsung kapan saja. Pemberian pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda dimulai dari melakukan assessment terhadap siswa baru, commit to user penyususnan program individual untuk setiap siswa, pelaksanaan program
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
individual/pelaksanaan pembelajaran dengan metode ABA dan ditunjang berbagai media pembelajaran yang sesuai, dan evaluasi program individual. a. Assessment siswa Assessment merupakan penilaian awal terhadap anak sebelum anak masuk menjadi siswa di SLB Autis Alamanda. Seperti yang diungkapkan oleh kepala SLB Autis Alamanda
bahwa proses assessment dilakukan dengan
mewawancarai kedua orang tua siswa untuk mengetahui latar belakang, hambatan dan kondisi sosial anak. Selain itu ada pula lembar assessment yang harus diisi oleh orang tua untuk mengetahui kondisi anak / riwayat anak sejak lahir. Selain itu, assessment juga dilakukan terhadap anak oleh tim assessment untuk mengetahui bagaimana kondisi riil dan tingkat kemampuan anak. (CL1: 181, 15 Februari 2012) Wakil kepala SLB Autis Alamanda, Wilis Palupi juga menambahkan bahwa selain terhadap orang tua, assessment di SLB Autis Alamanda juga dilakukan langsung terhadap anak. Assessment terhadap anak dilakukan oleh tim assessment yang terdiri dari guru PLB, tenaga okupasi terapi, psikologi, dan fisio terapi. Tujuan assessment seperti yang diungkapkan oleh Wilis Palupi yaitu “assessment
jelas kita gunakan untuk mengetahui seberapa jauh sih
kondisi anak dengan kebutuhannya. Karena itu nanti besic kita untuk penyusunan program anak selanjutnya.” (CL2 : 213, 17 Februari 2012). Lamanya proses assessment terhadap anak dilakukan selama satu minggu. Wilis Palupi juga menyebutkan materi yang diberikan saat assessment pada anak meliputi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
1) Kontak mata 2) Kepatuhan duduk mandiri didalam kelas 3) Kepatuhan diluar kelas 4) Kemampuan anak berdasarkan pada kurikulum khusus pada tingkat dasar, intermediate ataupun advance meliputi kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, kemampuan bantu diri dan materi tentang sensori integrasi 5) Kemampuan berkomunikasi 6) Kemampuan bersosialisasi 7) Kemampuan beradaptasi 8) Kemampuan emosional 9) Perilaku negatif 10) Reinforcement ( R+ / R- ) Selanjutnya, hasil assessment terhadap anak akan disimpulkan untuk penyusunan evaluasi awal dan program pengajaran individual ( PPI ). Hasil dari assasment, dilaporkan ke orang tua dalam bentuk tulisan dan lisan serta diskusi tentang perencanaan program pengajaran individual (PPI) bersama orang tua. (CL2 : 213-214, 17 Februari 2012).
b. Penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) di SLB Autis Alamanda Hasil assessment terhadap anak yang telah dilakukan selama satu minggu, akan didiskusikan dalam tim assessment untuk mengetahui berbagai commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gangguan, hambatan, perilaku menyimpang, maupun potensi serta bakat yang dimiliki anak. Hasil tersebut kemudian akan dilaporkan kepada orang tua sebagai tindak lanjut penyusunan perencanaan program individual (PPI). Penyusunan PPI untuk setiap anak di SLB Autis Alamanda menyesuaikan dengan kondisi, kemampuan, serta kebutuhan anak. Penyusunan PPI mengacu pada kurikulum khusus yang gunakan di SLB Autis Alamanda. (CL2 : 217, 17 Februari 2012). Dari tim assessment SLB Autis Alamanda tersebut kemudian akan ditunjuk satu orang penanggung jawab yang akan memimpin penyusunan program pengajaran individual (PPI) untuk anak. Dalam penyusunan PPI, orang tua juga harus turut serta terlibat memikirkan program yang tepat untuk anak. Orang tua dapat memberikan masukan dan pertimbangan atas rencana program pendidikan untuk anak. Orang tua juga harus konsisten turut serta melaksanakan program tersebut terutama saat berada di rumah. Komunikasi yang baik antara tim PPI, baik antar guru maupun orang tua sangat diperlukan dalam memantau setiap perkembangan dan perubahan yang ditunjukkan oleh anak. Salah satu usaha yang dilakukan di SLB Autis Alamanda untuk berkomunikasi antara tim PPI terutama dengan orang tua yaitu dengan menyediakan buku penghubung. Melalui buku penghubung, dapat dilihat setiap perkembangan yang ditunjukkan oleh anak. Selain itu, laporan harian secara langsung kepada orang tua harus intensif dilakukan untuk mengetahui setiap perkembangan dan kebutuhan baru yang mungkin commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibutuhkan oleh anak. Hal tersebut diungkapkan oleh Wilis Palupi selaku wakil kepala SLB Autis Alamanda sebagai berikut : Biasanya memang kita melakukan komunikasi dengan orang tua setiap hari.
Itu
yang
memegang
peranan
penting
untuk
mengetahui
perkembangan anak. Jadi pertemuan itu bisa ketika awal datang, biasanya kita menanyakan bagaimana kondisi anak atau ada beberapa orang tua yang cukup responsive ketika datang sudah bilang mengenai kondisi anaknya dan mohon untuk perhatian beberapa parilaku negative anak yang mungkin sering muncul. Jadi seperti itu, dari komunikasi secara langsung. Selain itu, dapat juga lewat tulisan melalui buku penghubung yang telah kita sediakan. (CL2 : 222-223, 17 Februari 2012)
c. Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda 1) Materi Pembelajaran dalam Kurikulum Khusus Kurikulum khusus yang diterapkan di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang berbeda dengan kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran. Oleh sebab itu, pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan pun berbeda. Dalam kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda menekankan pada perbaikan perilaku anak. Materi-materi yang diberikan merupakan materi untuk menangani perilaku pada anak. Sesuai dengan studi dokumentasi terhadap kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda, dapat dilihat bahwa materi pada kurikulum khusus tersebut terdiri dari materi tingkat dasar, intermediate (menengah), dan tingkat advance (atas) yang meliputi kemampuan mengikuti pelajaran (kepatuhan dan kontak mata), kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), commit to user kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, dan
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan bantu diri. Untuk tingkat advanced ada 3 tambahan kategori yaitu kemampuan sosialisasi dan kemampuan bahasa abstrak serta kesiapan masuk sekolah. Dalam penyampaian materi kepada anak, SLB Autis Alamanda menggunakan metode ABA (Applied Bahaviour Analysis). Struktur materi dalam kurikulum khusus SLB Autis Alamanda adalah sebagai berikut : a) Kemampuan Mengikuti Pelajaran (Kepatuhan dan Kontak Mata) Kepatuhan dan kemampuan kontak mata pada anak sangat penting karena kedua hal tersebut merupakan dasar untuk mengajarkan dan memberikan materi kepada anak. Oleh sebab itu, guru harus memiliki kasih sayang, kehangatan dan kedekatan hubungan terhadap anak. Kedekatan hubungan dan kasih sayang bukan berarti memanjakan anak. Ketegasan dalam pembelajaran tetap harus diterapkan guna keberhasilan pembelajaran. b) Kemampuan menirukan (Imitasi) Kemampuan menirukan merupakan kemampuan dasar manusia. Kemampuan menirukan diberikan kepada anak agar anak mampu menirukan atau mengikuti tindakan yang dilakukan orang lain. Kemampuan
imitasi
merupakan
dasar
untuk
mengembangkan
keterampilan dasar yang lain seperti kemampuan verbal, bermain, social, dan bantu diri. Dengan kemampuan imitasi anak akan belajar dengan melihat perilaku positif yang dilakukan orang lain. commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Kemampuan bahasa reseptif (kognitif) Kemampuan bahasa reseptif merupakan kemampuan untuk meningkatkan
pemahaman
bahasa
anak,
pemahaman
terhadap
kegiatan/aktivitas yang dilakukan, pemahaman terhadap konsep dan belajar berbagai nama obyek di sekitar anak. Pembelajaran kemampuan bahasa
reseptif
diberikan
melalui
perintah/instruksi
sederhana,
mengidentifikasi berbagai obyek baik nama mapun fungsi benda melalui obyek langsung, gambar, dan suara yang ada di sekitar anak. d) Kemampuan bahasa ekspresif Kemampuan bahasa ekspresif merupakan kemampuan untuk mengingat dan menggali hal-hal yang sudah diajarkan pada anak untuk diekspresikan. Kemampuan bahasa ekspresif merupakan dasar untuk mengembangkan komunikasi anak. Dengan mengajarkan kemampuan bahasa ekspresif pada anak, diharapkan anak akan memiliki keinginan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Pembelajaran bahasa ekspresif dilakukan melalui pemberian materi menunjukkan sesuatu yang dinginkan/tidak diinginkan, menunjukkan sesuatu yang disukai/tidak disukai, saling menyapa, menjawab pertanyaan-pertanyaan social, melabel benda-benda melalui fungsinya, melabel kepemilikan dan melabel berbagai rasa. e) Kemampuan Pra-Akademik Kemampuan pra – akademik pada anak diberikan sebagai persiapan sebelum anak menuju pada kemampuan akademik. Pada commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan pra – akademik penekanan dilakukan terhadap visualisasi anak agar anak dapat menggunakan ingatannya. Oleh sebab itu, diperlukan pendukung berbagai media pembelajaran yang relevan. Materi dalam kemampuan pra-akademik meliputi mencocok (matching),
menyelesaikan
aktivitas
sederhana
secara
mandiri,
identifikasi warna, identifikasi bentuk, identifikasi huruf, identifikasi angka, menghafalkan angka dan menghitung benda-benda. f) Kemampuan bantu diri Kemampuan bantu diri diberikan agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari secara mandiri misalnya makan, minum, buang air kecil/besar, melapas/memakai pakaian dan lain-lain. Kemampuan bantu diri diberikan mulai dari kemampuan bantu diri yang paling sederhana pada tingkat dasar seperti minum dengan gelas dan menyendok makanan sampai pada kemampuan bantu diri yang lebih kompleks pada tingkat advanced seperti menggosok gigi dan menutup reseliting.
Kemampuan bantu diri sangat diperlukan dalam
pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus dalam usaha menuju pada kemandirian anak berkebutuhan khusus. g) Kemampuan Akademik Kemampuan akademik diberikan pada tingkat advanced sebagai salah satu persiapan untuk anak sebelum masuk dalam kelas regular. Materi kemampuan akademik dalam kurikulum ini meliputi mengeja kata sederhana, menjelaskan arti suatu kata, identifikasi sinonim, identifikasi commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hubungan antara kata-kata, identifikasi angka genap dan angka ganjil, menjumlahkan dibawah sepuluh, menulis kata-kata sederhana dari ingatan dan identifikasi kata-kata sajak. h) Kemampuan Bersosialisasi Kemampuan bersosialisasi juga diberikan pada tingkat advanced. Kemampuan ini diberikan untuk mempersiapkan anak menghadapi teman-teman sebaya di lingkungan barunya (di sekolah regular). Materi dalam kemampuan bersosialisasi lebih banyak menekankan pada kemapuan anak untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan memberikan respon terhadap aktifitas social yang dilakukan anak. materi dalam kemampuan bersosialisasi meliputi imitasi aksi dengan teman, mengikuti arahan, menjawab pertanyaan teman, merespon ajakan bermain dari teman, bermain permainan papan dengan teman, mengajak teman untuk bermain, menjelaskan sesuatu kepada teman, memberkan komentar kepada teman saat bermain, meminta bantuan dari teman, dan menawarkan bantuan kepada teman. i) Kesiapan Masuk Sekolah Regular Kemampuan kesiapan masuk sekolah regular merupakan kemampuankemampuan yang diberikan kepada anak dalam menghadapi situasi secara kelompok. Materi-materi yang diberikan yaitu meninggu giliran, menunjukkan respon-respon baru melalui pengamatan, mengikuti instruksi dalam kelompok, member informasi dalam kelompok, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
melantunkan sajak-sajak dalam kelompok. Materi-materi ini bersifat fleksibel, dapat diubah sesuai dengan kebutuhan setiap anak. j) Sensori Integrasi Sebagian besar anak autis mengalami perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak kasar maupun gerak halus anak terlihat kurang luwes bila dibandingkan dengan anak-anak seumurnya. Pada anak-anak ini perlu diberi bantuan pelayanan okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya. Misalnya otot jari tangan perlu dikuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan semua hal yang membutuhkan keterampilan otot jari tangan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru okupasi terapi, menjelaskan bahwa proses sensori adalah kemampuan untuk memproses atau mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Informasi sensorik yang diterima akan masuk ke otak dapat melalui mata, telinga, hidung, lidah, kulit, otot dan persendian dan keseimbangan. (CL3 : 246, 20 Februari 2012). Dijelaskan pula oleh guru okupasi terapi mengenai tujuan pemberian pelayanan dengan metode Sensori Integrasi (SI) adalah sebagai berikut : Pendekatan SI diberikan untuk memperbaiki gangguan sensori anakanak yang banyak terlihat dengan mengadaptasikan untuk beberapa kondisi atau situasi secara berlahan, sehingga perilaku anak dapat menjadi lebih adaptif serta lebih peka dan dapat memberikan tanggapan/respon secara wajar terhadap rangsangan sensori yang commit to user datang dari luar tubuhnya. (CL3 : 246, 20 Februari 2012).
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terhadap kegiatan pembelajaran SI, pemberian pelayanan okupasi dengan pendekatan Sensori Integrasi (SI) di SLB Autis Alamanda dilakukan di dalam ruangan yang telah disediakan berbagai macam input yang berupa mediamedia bermain untuk anak. Misalnya untuk keseimbangan disediakan tangga, prosotan, papan panjat dan trampoline. Untuk taktil disediakan media pasir atau kain bertekstur.
2) Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda Berdasarkan pengamatan lapangan penulis menemukan bahwa pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung selama 6 hari dalam satu minggu. Selama 5 hari siswa-siswa di SLB Autis Alamanda akan memperoleh pembelajaran sesuai dengan program individual siswa masing-masing. Pada Hari Sabtu seluruh siswa akan mendapatkan pembelajaran klasikal secara bersama-sama. Pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda dibagi dalam dua kelompok kelas yaitu kelas individual dan kelas klasikal. a) Kelas Individual Mengingat kecenderungan anak autis memiliki gangguan dalam bahasa, komunikasi, perilaku sosial, dan interaksi maka pemberian pelayanan pendidikan awal di SLB Autis Alamanda di berikan secara individual. Pembelajaran harian untuk tingkat mula/ awal dan kelas satu commit to user dilakukan secara individual. Pembelajaran diberikan sesuai teknik dalam
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
metode ABA yaitu pemberian pembelajaran secara One – on – one artinya dalam satu kelas, satu siswa ditangani oleh satu orang guru. Pemberian materi pembelajaran disesuaikan dengan program individual setiap anak. Waktu pembelajaran individual di SLB Autis Alamanda dibagi dalam 2 sesi yaitu dari jam 08.00 – 10.00 dan jam 10.00 – 12.00. (CL1 : 183, 15 Februari 2012). Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala SLB Autis Alamanda, di SLB Autis Alamanda terdapat 6 kelas individual dengan ukuran kelas yaitu 1,5 m x 2 m. Kelas individual ditata khusus tanpa ada benda-benda yang mencolok, menarik atau mengganggu perhatian anak. Dalam kelas individual ketersediaan meja dan kursi disesuaikan dengan kondisi anak. Apabila anak masih belum bisa tenang duduk di kursi, maka dapat melakukan pembelajaran di lantai. Tetapi bila telah dapat tenang
dapat
dilakukan
dikursi
yang
dirancang
khusus
untuk
pembelajaran individual yaitu kursi kecil dan meja yang diberi lubang setengah lingkaran, yang bertujuan agar anak tidak bisa keluar dengan mudah dari kursi. Namun apabila anak telah dapat tenang, dapat diberikan meja dan kursi biasa yang sesuai dengan ukuran tubuh dan usia anak. Untuk yang kelas klasikal umumnya menggunakan meja dan kursi biasa seperti di sekolah-sekolah lain. (CL1 : 178, 15 Februari 2012).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
b) Kelas Klasikal Selain memberikan pelayanan secara individual kepada setiap siswa, SLB Autis Alamanda juga memberikan pelayanan secara klasikal pada siswa-siswanya. Siswa-siswa yang dapat masuk ke kelas klasikal adalah siswa-siswa yang sudah memenuhi criteria tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Yatmi selaku kepala SLB Autis Alamanda, bahwa siswa yang dapat masuk ke dalam kelas klasikal yaitu siswa yang sudah bisa menerima instruksi kelompok dan kemampuan akademik dasarnya sudah ada. (CL1 : 177, 15 Februari 2012). Secara lebih terperinci dijelaskan lagi oleh Wilis Palupi sebagai berikut : Jadi, ada beberapa persyaratan ketika anak dapat duduk di kelas klasikal. Pertama, memang pemahaman anak tentang lingkungan sudah bagus, kedua secara komunikasi anak sudah mampu dua arah atau kalau tidak anak sudah paham instruksi. Jika memang anak belum dua arah dia paham instruksi individu dan instruksi kelompok. Kemudian beberapa kepatuhan dasar yang ada di intervensi dini itu sudah dilewati, jadi dia sudah bisa duduk tenang, kemudian kembali lagi pada instruksi kelompok yang sudah bisa dipenuhi, kontak matanya sudah ada pada guru, walaupun beberapa anak kadangkadang masih tidak maksimal, tapi focus perhatiannya sudah bisa lebih difokuskan untuk pelaksanaan pembelajaran bersama. (CL2 : 208, 17 Februari 2012)
Di SLB Autis Alamanda terdapat 2 ruang kelas klasikal dengan jumlah siswa yaitu 2-3 siswa setiap kelas. Tujuan diadakannya kelas klasikal yaitu agar siswa belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan commit to user orang lain. Kelas klasikal ini juga merupakan kelas transisi yaitu sebagai
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jembatan agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sebelum anak masuk ke sekolah reguler.(CL1 : 177-178, 15 Februari 2012). Pembelajaran harian untuk kelas klasikal di SLB Autis Alamanda merupakan pembelajaran untuk siswa kelas 2 dan kelas 3. Pembelajaran yang diberikan merupakan pembelajaran yang memadukan antara program individual setiap anak dari kurikulum khusus dengan kurikulum SLB-C
yang pemberiannya dilakukan dengan tematik. Hal ini
disebabkan karena kelas ini juga mempersiapkan anak untuk masuk ke sekolah regular, yang mana pembelajarannya berorientasi pada mata pelajaran. (CL2 : 209, 17 Februari 2012).
3) Kegiatan ekstrakurikuler Berdasarkan hasil wawancara, Wilis Palupi mengungkapkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler di SLB Autis Alamanda dilaksanakan satu kali dalam satu minggu yaitu pada hari Sabtu. Kegiatan ekstrakurikuler diberikan
secara
klasikal
oleh
guru.
Dalam
mengikuti
kegiatan
ekstrakurikuler ini, siswa-siswa SLB Autis Alamanda dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok tari dan kelompok olah raga. Pembagian siswasiswa tersebut berdasarkan pada kemampuan setiap siswa. Bagi siswa yang memiliki kemampuan dalam tari, akan diikutkan dalam kelompok tari. Tetapi, bagi siswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan tari diikutkan dalam kegiatan olah raga. (CL2 : 226, 17 Februari 2012) commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Baik kegiatan ekstrakurikuler tari maupun olah raga, SLB Autis Alamanda menghadirkan guru khusus ekstrakurikuler yang sesuai dengan bidangnya. Untuk guru tari dihadirkan guru lulusan seni tari ISI Surakarta, sedangkan untuk guru olahraga dihadirkan guru lulusan PJOK dari UNS. (CL1 : 185, 15 Februari 2012) Berdasarkan studi dokumen mengenai terapi permainan SLB Autis Alamanda (Lampiran 7 : 268), selain kegiatan tari dan kegiatan olah raga, kegiatan pada hari Sabtu juga diisi dengan berbagai kegiatan permainan sebagai ajang komunikasi dan sosialisasi bagi siswa-siswa SLB Autis Alamanda.
Permainan
dilaksanakan
dalam
suasana
klasikal
atau
kebersamaan. Dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara individual dengan menunggu giliran atau kompetisi, maupun bersama-sama dengan cara bermain bersama. Berdasarkan studi dokumen dari SLB Autis Alamanda, kegiatan-kegiatan selain olah raga dan tari yang dilakukan di hari Sabtu antara lain lomba lintasan, gerak dan lagu, bernyanyi, finger painting, play dough, motor planning, dexterity play, estafet rintangan, fishing competition, permainan skate board, permainan dutch, menyobek dan menempel, mengecap, permainan bowling, printing dan scribbling, membuat jus buah, serta bercocok tanam. Dari berbagai aktivitas ekstrakurikuler baik tari, olah raga maupun berbagai aktivitas lain di hari Sabtu, memiliki tujuan, baik secara individu maupun secara kelompok. Tujuan secara individu merupakan tujuan yang akan didapatkan oleh masing-masing anak misalnya dalam meningkatkan commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konsentrasi dan kemampuan motorik setiap anak. Untuk tujuan secara kelompok lebih menekankan pada tujuan berkomunikasi dua arah, bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. (CL4 : 253, 9 April 2012) Selain beberapa tujuan di atas, diungkapkan pula oleh Krisna Nofianti sebagai berikut : Selain itu, semua aktivitas yang diberikan dirancang agar semua siswa dapat belajar dalam suasana kebersamaan, kelompok, dan menekankan pada interaksi dan sosialisasi anak. Berbagai aktivitas yang diberikan sangat kental menghadirkan suasana kompetisi dan kebersamaan baik antara individu maupun kelompok. Dalam kegiatan ini anak akan dibelajarkan untuk bekerja sama, berbagi, bersaing secara sehat, menunggu giliran, bersabar berpendapat, mengungkapkan pikiran secara santun dan yang pasti banyak mengajarkan anak bagaimana besikap dan bertindak dalam suasana kebersamaan saat berinteraksi dengan orang lain. (CL4 : 253, 9 April 2012)
4) Kegiatan Outing SLB Autis Alamanda Selain
kegiatan
ekstrakurikuler,
di
SLB
Autis
Alamanda
mengadakan suatu kegiatan belajar di luar sekolah yang dilakukan sekali dalam 2 bulan. Kegiatan tersebut dinamakan outing class. Tujuan kegiatan outing class sesuai yang diungkapkan Yatmi selaku kepala SLB Autis Alamanda adalah berikut : Tujuannya selain adaptasi tempat baru karena kebanyakan anak-anak belum terbiasa dan mereka memiliki kendala terhadap tempat baru, kita juga
membelajarkan kepada orang tua bagaimana orang tua
mengerahkan anak ke tempat-tempat umum. Karena beberapa anak commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memang masih mengalamai kesulitan dalam beradaptasi dengan tempat-tempat umum. (CL1 : 184, 15 Februari 2012) Dari pernyataan yang disampaikan kepala SLB Autis Alamanda tersebut
dapat
diketahui
bahwa
kegiatan
ini
dilakukan
untuk
mengadaptasikan dan pengenalan anak dengan lingkungan social secara umum serta generalisasi program ke obyek nyata. Selain itu, kegiatan outing class juga merupakan sarana untuk menunjukkan cara penanganan anak yang tepat kepada orang tua. Jadi, dalam kegiatan ini orang tua akan diberikan masukan cara menangani anak ketika beradaptasi dengan lingkungan baru atau di tempat-tempat umum.
5) Kegiatan home/school visit Kegiatan home visit merupakan kegiatan sekolah dimana guru-guru dalam satu tim melakukan kunjungan ke rumah siswa. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kondisi dan perilaku anak di rumah. Selain itu dapat terlihat pula perlakuan orang tua terhadap anak di rumah. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Wilis Palupi sebagai berikut : Salah satu tujuannya yaitu untuk melakukan pemeliharaan terhadap program yang diberikan di sekolah dan di rumah. Kita dalam satu tim akan datang ke sana untuk melihat secara langsung kondisi anak di rumah, kemudian mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang dialami orang tua, dan penerapannya. Penerapan dari materi yang kita berikan di sekolah untuk diterapkan di rumah. Terutama sih seperti itu. Jadi lebih ke monitoring secara langsung yang ingin kita ketahui. Kalau untuk school visit, biasanya commitorang to usertua yang minta waktu, jadi mau
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
ketemu atau kadang kita menawarkan pada orang tua bila memang ada permasalahan-permasalahan tertentu dari anak yang perlu untuk didiskusikan bersama antara orang tua dan guru. Dan memang kita terbuka untuk itu. (CL2 : 226-227, 17 Februari 2012) Ditambahkan pula oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa dalam kegiatan home visit, guru-guru dalam satu tim akan melakukan diskusi bersama orang tua mengenai kendala-kendala/kesulitan yang dialami dalam penanganan anak saat di rumah dan alternatif penanganan yang tepat untuk anak. Kegiatan home visit SLB Autis Alamanda dilaksanakan minimal satu kali dalam satu semester (per 6 bulan) untuk setiap anak. (CL1 : 185, 15 Februari 2012)
d. Metode Pembelajaran di SLB Autis Alamanda Menurut hasil wawancara pada kepala SLB Autis Alamanda (CL1 : 185, 15 Februari 2012), dalam penyampaian materi pembelajaran, SLB Autis Alamanda menggunakan metode ABA (Applied Bahaviour Analysis). Dijelaskan pula bahwa ABA merupakan suatu metode tata laksana perilaku yang sangat terstruktur, terarah, dan terukur dengan menekankan pada analisis perilaku sehingga diharapkan akan menunjang penyembuhan autisme. Ditambahkan oleh wakil kepala SLB Autis Alamanda (CL2 : 232, 17 Februari 2012) bahwa penerapan metode ABA dilakukan terstruktur dengan menggunakan teknik DTT (Discrete Trial Training). Teknik DTT merupakan teknik uji coba yang jelas/nyata dimana pelaksanaannya terdiri dari siklus yang commitsuatu to user mana akan dimulai dari pemberian instruksi kepada anak, pemberian
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reward jika anak dapat melaksanakan instruksi tersebut secara benar, pemberian prompt/bantuan setelah 3 kali instruksi ketika anak belum dapat melakukan instruksi tersebut. Siklus dari DTT dapat digambarkan sebagai berikut : instruksi ke 1 (tunggu 3-5detik)
Bila tidak ada respon, lanjutkan dengan
instruksi ke 2 (tunggu 3–5 detik)
Bila tidak ada respon, lanjutkan dengan
instruksi ke 3 (tunggu 3–5 detik)
Langsung lakukan prompt dan beri
1 siklus
imbalan
Diungkapkan pula oleh Wilis Palupi (CL2 : 232 , 17 Februari 2012), dalam pelaksanaan metode ABA dengan teknik DTT, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian yaitu : 1) Instruksi, instruksi merupakan perintah yang diberikan guru pada anak. Perintah yang diberikah harus berupa perintah yang jelas (suara dan intonasi yang jelas), singkat, dan tidak membingungkan. Dalam memberikan perintah kepada anak guru juga harus tegas artinya tidak bisa ditawar-tawar dan harus tuntas artinya pemberian perintah harus sesuai dengan siklus DTT, tidak boleh setengah-setengah karena akan menyebabkan ketidakkonsistenan pada anak. 2) Prompt, merupakan bantuan yang diberikan apabila anak belum mau memberikan respon terhadap instruksi/perintah guru. Pemberian bantuan semakin lama harus semakin dikurangi dan pada akhirnya harus dihilangkan agar anak dapat melakukan suatu aktivitas secara mandiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
Prompt dapat diberikan dengan berbagai cara misalnya menunjuk, gerakan tubuh, gerakan mata, ataupun secara verbal. 3) Reinforcement, merupakan imbalan/reward yang diberikan kepada anak sebagai hadiah setelah anak dapat melakukan aktivitas dengan benar. Pemberian imbalan dimaksudkan agar perilaku adaptif yang telah terbentuk dapat terus dipertahankan oleh anak secara konsisten. Pemberian reinforcement atau imbalan dapat bervariasi, tergantung pada kondisi setiap anak. Imbalah yang dapat diberikan misalnya berupa makanan, pujian, sentuhan atau bentuk interksi social yang disukai anak atau permainan. Untuk penilaian harian dengan metode ABA ini Wilis Palupi mengungkapkan sebagai berikut : ABA menerapkan penilaian yang terstruktur, jadi kita pakainya yang P (prompt), A (achive), dan P+. P dimana anak sama sekali tidak merespon dan selama instruksi anak terus kita bantu (prompt). Kemudian kalau P+, ketika sekali dalam 1 siklus (3 kali instruksi) kemudian kita prompt, kemudian setelahnya yang ke 2 dan ke 3 dari rangkaian siklus ini anak mampu melaksanakan instruksi ini. Kemudian kalau achive (A), anak dari awal kita berikan itu selama 3 kali instruksi dapat secara mandiri merespon instruksi tersebut. (CL2 : 232-233, 17 Februari 2012)
Hal tersebut tidak jauh berbeda dari pengamatan pada lembar program harian siswa mengenai cara pencataan hasil dari siklus ABA (Lampiran 9: 328) yaitu dengan memberi nilai P apabila anak masih memerlukan prompt/bantuan penuh dari guru. Memberikan nilai P+ apabila anak dapat melakukan instruksi commit to user dengan prompt minimal dari guru, misalnya dari tiga siklus, anak diberi prompt
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di awal atau pada silkus pertama, sedangkan untuk siklus kedua dan ketiga anak dapat melakukan secara mandiri (tanpa bantuan). Pemberian nilai A (achived) pada suatu aktivitas diberikan apabila anak merespon 3 instruksi pertama secara berturut-turut dengan benar dan mandiri (tanpa prompt dari guru). Apabila dalam penilaian suatu aktivitas anak telah dapat mencapai nilai A selama 9 kali berturut-turut (penilaian dilakukan oleh tim PPI), maka anak akan diberikan nilai M (mastered). Setelah mencapai penilaian M (mastered), pemberian aktivitas tersebut dapat dihentikan dan materi tersebut dimasukkan dalam program maintenance (pemeliharaan). Maintenance dilakukan minimal satu kali dalam satu minggu selama 5 – 9 minggu berturut-turut. Apabila dalam jangka waktu tersebut anak mendapat nilai A, maka materi tersebut dianggap telah dapat dikuasai anak sehingga akan dilanjutkan dengan generalisasi yaitu penerapan dalam kehidupan sehari-hari oleh subyek yang berbeda, obyek yang berbeda, dan tempat/situasi yang berbeda pula. Pembelajaran generalisasi di SLB Autis Alamanda dapat dilakukan saat jam-jam pelajaran klasikal, istirahat bersama, dan dalam kegiatan outing class. Wilis Palupi (CL2 : 233, 17 Februari 2012) juga menambahkan selain DTT, beberapa teknik ABA yang digunakan di SLB Autis Alamanda yaitu : 1) Kepatuhan dan kontak mata, merupakan dasar utama sebelum masuk ke materi lain 2) One on one, penanganan satu siswa oleh satu guru. 3) Fading yaitu mengarahkan ke perilaku target dengan prompt penuh lalu digradasi
commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Shaping yaitu mengajarkan perilaku melalui tahap pembentukan yang semakin mendekati 5) Chaining
yaitu perilaku kompleks yang dibagi dalam aktivitas kecil
dengan pembagian dan pemberian secara berututan mulai dari yang paling sederhana. 6) Discrimination training yaitu melakukan identifikasi dengan pembanding 7) Matching yaitu menyamakan item 8) Mengenalkan konsep warna, bentuk, huruf dan sebagainya.
Selain dengan menggunakan metode ABA, SLB Autis Alamanda juga menggunakan metode sensori integrasi (SI) sebagai salah satu metode dari okupasi terapi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru okupasi terapi (CL3 : 246-247, 20 Februari 2012), pemberian pembelajaran dengan metode SI diberikan untuk memperbaiki gangguan sensori anak-anak yang banyak terlihat dengan mengadaptasikan untuk beberapa kondisi atau situasi secara berlahan, sehingga perilaku anak dapat menjadi lebih adaptif serta lebih peka dan dapat memberikan tanggapan/respon secara wajar terhadap rangsangan sensori yang datang dari luar tubuhnya. Pembelajaran SI yang diberikan di SLB Autis Alamanda dilakukan dengan mengadaptasikan anak untuk menerima inputinput sensorik dengan menggunakan media-media yang ada seperti bola bobath, vestibular board, ayunan, brushing, dan sebagainya. Dijelaskan pula oleh Sumarti mengenai contoh-contoh gangguan sensori pada anak autis yang ditemui di SLB Autis Alamanda sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
Anak autis di Alamanda memang sebagian besar mengalami gangguan dalam sensori. Ada yang memberikan rangsangan sensori itu secara belebihan, ada pula yang kurang atau tidak ada responnya terhadap rangsangan sensori. Yang ada di Alamanda misalnya ada anak yang memberikan respon sensori berlebihan seperti misalnya karena keseimbangan, dia selalu berputar-putar tanpa merasa pusing, tidak bisa diam pinginnya selalu bergerak. Terus karena perabaan, misalnya hand flapping, suka memukul-mukul kepalanya sendiri atau menggedorgedorkan kepala/badannya ke tembok, suka merobek kertas, dan menendang temannya. Kemudian kalau yang kerena rasa sendinya misalnya tidak bisa mengontrol saat bermain bola, dia cenderungnya melempar terlalu kuat, atau ada juga yang selalu menghentakan kakinya ke lantai dengan keras. Untuk yang berlebihan pada rangsangan penglihatan misalnya anak akan melihat sesuatu yang menarik untuk dia secara terus-menerus. Untuk yang karena penciuman dan pengecap misalnya suka menciumi apa saja baik makanan maupun benda, suka menggigit pensil, terluhat sering merasa gemas dengan mengertakkan giginya, dan makan cenderung diemut lama. Untuk yang pendengaran misalnya suka dan selalu berbicara sendiri, tidak memperhatikan instruksi yang diberikan guru walaupun dengan suara yang keras, suka membuat suara-suara tertentub baik dengan memukul-mukul benda atau bergumam sendiri. Kalau untuk yang kurang dalam merespon sensori tentu akan memperlihatkan perilaku yang berlawanan dengan yang berlebihan misalnya menolak dipeluk, merasa tidak nyaman dengan lingkungan baru, takut bila bermain prosotan, takut naik tangga, menolak melompat, berjalannya menjinjit seolah tidak mau menyentuh tanah atau krikil, melempar bola terlalu lemah, tidak ada kontak mata, tidak menyukai keramaian, menutup telinga jika mendengar suara keras atau menolak mendengar suara music, makan tidak dikunyah cenderung langsung di telan dan masih banyak conoh-contoh perilaku lainnya ya. commit to user (CL3 : 247-249, 20 Februari 2012).
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dijelaskan pula oleh Sumarti mengenai materi-materi sensori integrasi yang diberikan di SLB Autis Alamanda misalnya bagi anak yang mengalamai gangguan keseimbangan akan diberikan materi seperti meniti di papan titian, berdiri di papan vestibular (papan keseimbangan) dengan diberi aktivitas lain, memanjat dinding panjat, naik turun tangga, dan lain sebagainya. Untuk anak yang mengalami gangguan dalam peraba (taktil) diberikan materi berjalan di pasir atau di tanah tanpa alas kaki dan aktivitas di atas bola bobath bertekstur. Untuk anak yang mengalami gangguan persendian diberikan materi seperti gulung sandwich,dan ditindih. Sedangkan untuk yang mengalami gangguan dalam visual dapat diberi materi seperti lempar tangkap bola, memasukkan bola ke dalam ring, menendang bola ke gawang, dan lain sebagainya. Materi lain yang juga diberikan yaitu materi untuk meningkatkan respon oromotor (motorik mulut) misalnya meniup, menelan, menggigit, mengunyah, dan menyedot dengan sedotan. Untuk meningkatkan body awareness diberi aktivitas seperti memasuki trowongan, gulung sandwich, aktivitas di atas bola bobath, dan lain-lain. Untuk aplikasi pelaksanaan materi SI ini dapat dilakukan secara terpisah sesuai kebutuhan setiap anak, dapat pula dilakukan dalam aktivitas klasikal yaitu dimasukkan dalam permainan secara kelompok. Materimateri SI yang lain dapat diberikan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan setiap anak. (CL3 : 249-251, 20 Februari 2012).
commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Pemanfaatan sarana prasarana dan media pembelajaran Apabila dilihat secara langsung, sarana-prasarana di SLB Autis Alamanda terbilang masih minim, namun dengan sarana dan prasarana yang dimiliki SLB Autis Alamanda saat ini, SLB Autis Alamanda telah dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan lancar. Sarana dan prasarana yang telah ada, dimanfaatkan semaksimal mungkin sesuai dengan fungsi, kegunaan, dan kebutuhan dari SLB Autis Alamanda. Hampir setiap materi yang diberikan kepada siswa-siswa SLB Autis Alamanda harus menggunakan media pembelajaran baik media visual, peraba, audio, audiovisual, maupun perpaduan antara ketiganya. Kesemuanya sangat disesuaikan dengan materi pembelajaran, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Diungkapkan oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa setiap materi yang membutuhkan media pembelajaran di SLB Autis Alamanda selalu diusahakan pengadaannya guna kelancaran kegiatan pembelajaran dan memaksimalkan penyerapan materi pembelajaran oleh siswa. (CL1 : 186, 15 Februari 2012). Ditambahkan pula oleh Kepala SLB Autis Alamanda bahwa media pembelajaran di SLB Autis Alamanda digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan materi kepada siswa-siswa. Sesuai dengan materi yang diberikan kepada siswa, dalam pembelajaran SLB Autis Alamanda banyak menggunakan media pembelajaran yang menekankan pada aspek visual dan peraba misalnya berupa kartu bergambar, kartu huruf, kartu angka, kartu urutan kegiatan, maupun kartu berbagai profesi. Hal ini disebabkan karena siswa akan lebih mudah memahami commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
materi bila disampaikan dengan menggunakan media visual maupun peraba. (CL1 : 186-187, 15 Februari 2012).
f. Evaluasi Perencanaan Program Individual (PPI) Berdasarkan wawancara terhadap wakil kepala SLB Autis Alamanda disebutkan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di SLB Autis Alamanda, selama satu semester (6 bulan) setiap guru harus melakukan evaluasi/penilaian harian, evaluasi tim setiap satu bulan, evaluasi tim besar setiap tiga bulan, dan evaluasi semester setiap enam bulan. Evaluasi-evaluasi tersebut bersifat individual kepada setiap siswa SLB Autis Alamanda. (CL2 : 238, 17 Februari 2012). Dijelaskan pula oleh wakil kepala sekolah bahwa evaluasi harian harus dilakukan setiap guru setelah memberikan meteri pembelajaran kepada setiap siswa. Penilaian tersebut merupakan penilaian pelaksanaan program harian (program individual anak). Penilaian tersebut ditulis dalam lembar program harian anak dan juga dideskripsikan dalam buku penghubung yang merupakan laporan harian kepada orang tua (Lampiran 15 : 388 ). Disini orang tua dapat mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap pemberian materi kepada siswa. (CL2 : 238, 17 Februari 2012). Evaluasi tim dilakukan setiap satu bulan sekali. Evaluasi tim dihadiri oleh anggota dalam satu tim dan dipimpin oleh Penanggung Jawab (PJ) anak/siswa. Dalam pertemuan tim ini lebih menekankan pada evaluasi mengenai aplikasi pelaksanaan materi dan penyamaan pemberian materi commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepada anak. Selain itu didiskusikan pula kesulitan-kesulitan dan cara pemberian materi yang dianggap tepat untuk anak. (CL2 : 239, 17 Februari 2012). Evaluasi yang dilakukan setiap tiga bulan dihadiri oleh kepala sekolah, sie kurikulum, dan anggota tim. Dalam evaluasi ini satu tim akan memberikan laporannya mengenai pelaksanaan program individual yang telah dilaksanakan selama tiga bulan dan hasil yang telah dicapai serta berbagai masukan dari orang tua (Lampiran 13 : 357). Dalam evaluasi tiga bulan ini akan didiskusikan mengenai berbagai kesulitan dalam pelaksanaan PPI dan menemukan solusi bersama yang dianggap paling tepat dan efektif untuk anak. Selain itu, dalam pertemuan ini dapat pula dilakukan beberapa tindakan seperti menghapus pemberian suatu materi yang selama 3 bulan tidak ada peningkatan (stak) dan mengganti dengan materi lain yang dianggap lebih dibutuhkan dan sesuai dengan kemampuan anak saat itu. Penambahan materi juga dapat dilakukan bila anak dianggap mampu dan membutuhkan materi baru tersebut. (CL2 : 239, 17 Februari 2012). Evaluasi setiap enam bulan merupakan evaluasi secara tertulis yang disampaikan kepada orang tua (Lampiran 14 : 366). Penanggung jawab (PJ) setiap anak akan membuat laporan pembelajaran yang telah dilakukan selama 6 bulan dan hasil yang telah dicapai anak. Selain itu, penanggung jawab juga akan berdiskusi dengan orang tua untuk merencanakan program pembelajaran selanjutnya. (CL2 : 239, 17 Februari 2012). commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda
Sampai saat ini SLB Autis Alamanda belum meluluskan peserta didik dari tingkat sekolah dasar luar biasa, tetapi SLB Autis Alamanda telah dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah regular. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wilis Palupi sebagai berikut : Disini kurang lebih dalam 2 tahun terakhir ini sudah mulai ada kelas transisi dimana kelas transisi ini memang ditujukan untuk anak-anak yang sudah bisa berada di kelas klasikal, jadi artinya tidak lagi one – on – one, satu anak dengan satu guru, tapi sudah mulai anak belajar dengan ada teman yang lain. Kelas transisi ditujukan juga untuk anak-anak supaya nantinya kalau memang dia sudah memungkinkan dikondisikan untuk bisa ke sekolah umum. (CL2 : 240, 20 April 2012)
Jadi, SLB Autis Alamanda menyediakan kelas transisi sebagai intervensi dini terhadap gangguan-gangguan perilaku dan konsentrasi seperti autis dan ADHD. Kelas transisi ini mempersiapkan peserta didik yang mengalami gangguan perilaku agar dapat meminimalkan atau bahkan menghilangkan perilaku negative pada anak sehingga dapat belajar bersama-sama di kelas dan sekolah regular. Bagi siswa yang kemampuannya tidak dapat mengikuti di sekolah regular, SLB Autis Alamanda tetap menyediakan pelayanan pendidikan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak. (CL2 : 240, 17 Februari 2012). Dijelaskan pula oleh kepala SLB Autis Alamanda, Ibu Yatmi, bahwa di SLB Autis Alamanda disediakan 2 kelas transisi yang merupakan kelas klasikal dengan jumlah 2-3 orang siswa untuk setiap kelas. Kriteria siswa dapat masuk ke commit user dalam kelas transisi ini yaitu anak sudahtomemiliki kemampuan dalam menarima
perpustakaan.uns.ac.id
120 digilib.uns.ac.id
instruksi kelompok, sudah ada kemampuan interaksi social pada anak, kemampuan kemandirian siswa sudah ada, dan anak telah dapat menguasai kemampuan akademik dasar sesuai kurikulum khusus yang digunakan di SLB Autis Alamanda. (CL1 : 190, 10 April 2012). Dijelaskan lebih lanjut oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa dalam proses transisi anak dari SLB Autis Alamanda ke kelas/sekolah regular, anak akan didampingi dengan seorang guru pendamping khusus (shadow) selama masih diperlukan sebagai upaya membantu penyesuaian anak di kelas regular. (CL1 : 190-191, 10 April 2012). Ditambahkan pula oleh wakil kepala sekolah SLB Autis Alamanda bahwa hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagi guru pendamping khusus selama menjadi shadow adalah bahwa tugas dari shadow bukanlah membantu anak secara penuh, melainkan hanya membimbing anak untuk dapat menyelesaikan tugas secara mandiri, selain itu shadow juga bertugas untuk membantu menjembatani sosialisasi dan interaksi anak dengan teman-temannya, selalu memberikan motivasi positif kepada anak, serta memberikan kontrol perilaku jika perilaku negative anak masih ada. Shadow juga tetap harus memiliki program dan mencatat hasil program tersebut, baik kemajuan anak, hambatan, serta generalisasi program tersebut untuk melihat seberapa jauh kemajuan anak dan kapan shadow harus dilepas dari anak. (CL2 : 241-242, 17 Februari 2012). Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala SLB Autis Alamanda, dalam kurun waktu 2 tahun ini SLB Autis Alamanda telah dapat mengantarkan 8 orang siswa untuk melanjutkan ke sekolah regular pada tingkat Taman Kanakkanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Rata-rata usia siswa yang mengikuti kelas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
121 digilib.uns.ac.id
transisi antara 7 – 8 tahun. Dijelaskan pula bahwa perlu memperhatikan kemampuan anak dalam menempatkan anak pada tingkatan sekolah, baik tingkat Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). (CL1 : 191, 10 April 2012). Wilis Palupi juga mengungkapkan sedikit pengalaman SLB Autis Alamanda dalam mengantarkan siswa ke kelas transisi sebagai berikut : Sampai saat ini sudah ada 8 anak yang ditransisikan ke sekolah umum. Yang terakhir itu namanya Fikri Fadullah. Jadi pada saat itu kondisi anak ketika datang ke Alamanda, dia memang autistic banget / autistic murni, pada awal masuk kondisi anak benar-benar yang autistic murni dan memang harus mendapatkan intervensi dini. Sampai kemudian verbalnya sudah keluar , sudah mulai komunikasi 2 arah, dan terutama perilakunya sudah banyak ditekan jadi artinya persyaratan dia untuk bisa mengikuti satu kelas dengan tidak tampak / tidak muncul perilaku autistic yang mengganggu, itu sudah dibilang hampir tidak ada, kemudian kita transisikan ke TK dulu dengan pendampingan. Jadi kita ada/menyediakan shadow. Targetnya memang waktu itu 3 bulan, dan sebelum ditransisikan ke sekolah umum kita para guru ke sana, kita satu tim ke sekolah yang dituju, jadi kita memberikan gambaran tentang kondisi anak, sekaligus minta izin bahwa nanti akan ada shadow. Kami juga jelaskan bahwa nanti shadow ini tidak menetap. Jadi waktu itu tergetnya 3 bulan dan setelah 3 bulan itu anak sudah harus dilepas. Tapi kemudian tidak sampai lama kita evaluasi Fikri sudah bisa di gradasi dengan jarak yang semakin jauh, sampai kemudian dikondisikan untuk belajar secara mandiri di kelas, Dan Alhamdulillah cukup bagus. Tapi memang sampai sekarang juga masih melakukan pendampingan dengan terapi perilaku di rumah. (CL2 : 242-243, 20 April 2012)
Prestasi-prestasi dari peserta didik di SLB Autis Alamanda sampai saat ini commit user masih belum nampak. Namun, SLB AutistoAlamanda terus menggali kemampuan-
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan dan bakat-bakat peserta didik agar dapat mencapai prestasi. Sebagaimana yang diungkapkan kepala SLB Autis Alamanda, bahwa dalam mengasah bakat dan minat siswa-siswa SLB Autis Alamanda yang dianggap memiliki kemampuan dalam berbagai bidang baik keterampilan, seni, maupun olah raga, SLB Autis Alamanda berusaha memberikan fasilitas kepada peserta didik yang dianggap memiliki kemampuan tersebut. (CL1 : 191, 10 April 2012). Dijelaskan oleh kepala SLB Autis Alamanda, untuk peserta didik yang memiliki kemampuan dalam bidang seni tari, SLB Autis Alamanda mendatangkan guru tari sehingga hasil dari latihan tari tersebut dapat diikutkan dalam berbagai lomba dan acara-acara baik acara yang dilaksanakan SLB Autis Alamanda sendiri maupun acara keluar yang diadakan lembaga lain. Untuk peserta didik yang memiliki kemampuan dalam bidang olah raga, SLB Autis Alamanda juga mendatangkan guru olah raga serta menyediakan fasilitas olah raga seperti peralatan basket, volley, dan bulu tangkis. Untuk siswa yang memiliki bakat dalam music dan bernyanyi, SLB Autis Alamanda menyediakan fasilitas berupa peralatan music yaitu piano, rebana, dan peralatan bernyanyi seperti mic, tape, tv, dan vcd. Untuk kegiatan music dan bernyanyi pembelajarannya dilakukan oleh guru-guru SLB Autis Alamanda. Sedangkan untuk mengasah keterampilan lainnya, SLB Autis Alamanda menyediakan fasilitas peralatan untuk membuat telur asin dan membuat jus buah. Pelatihan pembuatannya dilakukan setiap bulan. Hal ini dimaksud agar siswa memiliki tambahan keterampilan yang diharapkan dapat dikembangkan diluar sekolah. (CL1 : 191-192, 10 April 2012). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
Kegiatan-kegiatan yang pernah diikuti oleh SLB Autis Alamanda dalam satu tahun terakhir yang mengikutsertakan siswa-siswanya dengan menampilkan berbagai bakat yang dimiliki anatara lain kegiatan Pekan Olah Raga dan Kesenian (Porseni) PLB yang diadakan setiap tahun, kegiatan ulang tahun SLB Autis Alamanda dan bakti social diadakan setiap tahun, kegiatan Hari Autis Sedunia, kegiatan yang dilaksanakan oleh lambaga-lembaga tertentu seperti Presious One di Mal Paragon, dan kegiatan lomba bina diri siswa SLB. Diungkapkan pula bahwa SLB Autis Alamanda selalu mengikutsertakan siswa-siswanya dalam berbagai kegiatan luar sekolah sebagai salah satu pembelajaran bersosialisasi dan berinteraksi anak terhadap lingkungannya serta menumbuhkan motivasi berprestasi pada peserta didiknya. (CL1 : 193, 10 April 2012).
3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus SLB Autis Alamanda
Dalam pelaksanaan kurikulum khusus, SLB Autis Alamanda menemui beberapa kendala-kendala antara lain : a. Perekrutan guru baru Dalam perekrutan guru, SLB Autis Alamanda memilih guru sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang telah ditentukan yaitu dari lulusan PLB, okupasi terapi, fisio terapi, psikologi, dan speech terapi. Tidak sedikit pelamar dari lulusan tersebut ingin menjadi guru di SLB Autis Alamanda, namun yang pada akhirnya menjadi kendala adalah permasalahan upah/gaji guru. (CL2 : 200, 17 Februari 2012). Kepala SLB Autis Alamanda to user belum dapat memberikan upah mengungkapkan bahwa SLB commit Autis Alamanda
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang lebih sebab pembiayaan untuk upah/gaji guru masih berasal dari SPP siswa. Diungkapkan pula bahwa UMR (Upah Minimal Regional) di wilayah Surakarta sekitar Rp 800.000,- , namun SLB Autis Alamanda belum dapat memenuhi upah/gaji guru dengan ketentuan UMR tersebut sehingga beberapa guru memilih tidak melanjutkan menjadi guru di SLB Autis Alamanda. Tercatat sudah ada 3 guru yang memutuskan untuk tidak melanjutkan mengajar di SLB Autis Alamanda dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. (CL1 : 169-170, 10 April 2012). Selain itu, kendala lain yang juga terjadi adalah ditemukannya guru yang tidak dapat menguasai materi-materi untuk pembelajaran anak autis misalnya materi metode ABA. Baik pendidik maupun tenaga kependidikan di SLB Autis Alamanda harus menjalani seleksi dan training selama 3 bulan sebelum masuk dan menangani anak di SLB Autis Alamanda. Seleksi dan training ini dilakukan agar setiap guru dibekali keterampilan dan keahlian dalam menangani setiap anak di SLB Autis Alamanda. Hal ini juga dilakukan untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di SLB Autis Alamanda. Selama 3 bulan menjalani masa training biasanya calon guru yang tidak dapat diterima menjadi guru di SLB Autis Alamanda adalah calon guru yang kurang dapat mengaplikasikan metode ABA pada peserta didik. (CL1 : 171-172, 15 Februari 2012). Diungkapkan pula oleh wakil kepala SLB Autis Alamanda mengenai pembagian materi selama 3 bulan dalam training guru di SLB Autis Alamanda sebagai berikut :
commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dua minggu awal akan diberikan materi yang disampaikan oleh kepala sekolah. Materi yang diberikan meliputi tumbuh kembang anak, kurikulum khusus autis, metode penanganan dengan metode ABA, dan perencanaan program individual anak. Kemudian 2 minggu berikutnya mulai kita perlihatkan di kelas atau melalui CCTV, jadi tergantung kondisi anaknya apabila memungkinkan guru masuk ke dalam kelas akan diikutkan di kelas, namun bila tidak memungkinkan akan melalui CCTV. Kemudian Untuk bulan kedua mulai masuk tim dengan pendampingan. Bulan ketiga ini mulai dikondisikan untuk menangani satu kasus anak walaupun masih tetap dalam pendampingan namun lebih dimandirikan. Untuk bulan ke tiga calon guru akan diberi kepercayaan untuk memegang anak secara langsung dan menyusun program individual anak Nah, yang bulan ketiga ini menentukan sekali apakah dia sudah bisa mengaplikasikan, sejauh mana ilmu yang diterimanya. Kita lihat apakah ini memang bisa lanjut atau tidak.. (CL2 : 199, 17 Februari 2012)
Materi yang sering menjadi kendala dalam training guru yaitu materi mengenai pelaksanaan metode ABA. Sering kali calon guru kurang dapat menerapkan emosi yang sesuai antara pemberian reward pada anak dengan emosi saat memberi ketegasan. Dijelaskan oleh Wilis Palupi bahwa dalam memberikan reward berupa pujian kepada anak sangat memerlukan suatu mimik wajah dan emosi yang terlihat senang. Namun bila memberikan ketegasan pada anak pun perlu ada pembedaan mimik wajah dan emosi yang tegas (bukan marah). Diungkapkan oleh Wilis Palupi bahwa anak autis butuh pembeda yang jelas bahwa yang benar harus diberi reward dan bila salah harus dengan emosi dan mimik yang tegas. (CL2 : 200-201, 17 Februari 2012).
commit to user
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ditambahkan pula oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa selain materi metode ABA, SLB Autis Alamanda pernah tidak meluluskan calon guru dalam proses training karena permasalahan kedisiplinan yang tidak dapat dipenuhi (jam kedatangan di sekolah, jam pulang sekolah, dan kehadiran di sekolah) serta calon guru tidak mampu menangani/menguasai beberapa anak dengan karakteristik berbeda (seperti anak yang masih sering tantrum atau pun anak dengan perilaku negalif yang masih tinggi). (CL1 : 172, 10 April 2012).
b. Peningkatan pengalaman guru Berdasarkan hasil wawancara kepada Kepala SLB yaitu Ibu Yatmi, diungkapkan bahwa dalam meningkatkan mutu, kualitas, dan pengalaman guru SLB Autis Alamanda, berbagai pelatihan untuk guru diadakan dengan mendatangkan ahli yang berkompeten dalam bidangnya. Namun, untuk mendatangkan tenaga ahli dalam memberikan pelatihan kepada guru, SLB Autis Alamanda memerlukan biaya yang terbilang banyak sehingga permasalahan pembiayaan menjadi suatu kendala yang cukup berarti. (CL1 : 173, 15 Februari 2012). Diungkapkan pula agar guru-guru SLB Autis Alamanda dapat tetap meningkatkan
pengalaman
mengajar,
maka
SLB
Autis
Alamanda
mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai pelatihan dan seminar yang tidak memakan banyak biaya namun tetap sesuai dengan kebutuhan pengalaman guru di SLB Autis Alamanda. (CL1 : 173, 15 Februari 2012). Menurut studi commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dokumen SLB Autis Alamanda mengenai pelatihan guru, berbagai pelatihan selama Tahun Ajaran 2010/2011 dalam rangka meningkatkan pengalaman dan kemampuan guru dalam mengajar antara lain : Tabel 7 . Pelatihan Guru SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011 No. 1.
Nama Guru Sumarti, Amd.OT
Jenis Pelatihan Pelatihan
Autis
Keterangan
“Autis
dapat
1 hari
ditanggulangi” 2.
Siti Aminah, AMF. S.Pd
Diklat “Profesionalisme Guru”
4 hari
Yatmi, S, Pd 3.
Wilis Palupi, S.Pd
Pelatihan
mengenai
“Metode
Gland
1 hari
Yatmi, S, Pd
Bintek Keterampilan teknis untuk Guru
4 hari
Wilis Palupi, S.Pd
SLB/SDLB Provinsi Jawa Tengah
Tri Retno Hastuti,
Bintek Pengembangan Keterampilan Anak
Amd.OT
SLB
6.
Siti Aminah, AMF. S.Pd
Pelatihan Fisio Terapi untuk ABK
7.
Istiqomah, S.Pd
Pelatihan
Doman” 4. 5.
Penggunaan
Alat
4 hari 1 hari
bantu
1 hari
Metematika 8.
Wilis Palupi, S.Pd
Workshop tentang KTSP
3 hari
Siti Aminah, AMF. S.Pd 9.
Istiqomah, S.Pd
Pelatihan
Tri Retno Hastuti,
Energik”
guru
“Menjadi
Guru
yang
1 hari
Pendidikan
3 hari
Endah Resnandari Puji A,
Pelatihan Sistem Informasi Manajemen
3 hari
S.Pd
PLB I
Siti Aminah, AMF. S.Pd
Pelatihan Pembuatan Modul Pembelajaran
Amd.OT 10
Yatmi, S, Pd
Pelatihan
Pengembangan
Budaya dan Karakter Bangsa 11. 12.
3 hari
Sekolah Inklusi 13.
Istiqomah, S.Pd
Pelatihan
Pengembangan
terapi untuk commit to userAnak ABK
Keterampilan
3 hari
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
14. 15
Endah Resnandari Puji A,
Pelatihan Sistem Informasi Manajemen
S.Pd
PLB II (Lanjutan)
Siti Aminah, AMF. S.Pd
Pelatihan
“Implementasi
Pendidikan
3 hari 3 hari
Berkarakter” 16.
Krisna Nofianti
Pelatihan Braille
3 hari
Sudarsono,S.Psy Puji Hastuti, S.Pd 17.
Pelatihan
Pengembangan
Model
Endah Resnandari Puji A,
Kurikulum Program Terapi untuk ABK
S.Pd
(Fisio Terapi, Terapi Wicara, terapi ABA,
3 hari
Terapi Musik) 18
Siti Aminah, AMF. S.Pd
Pelatihan mengenai Bina Wicara
3 hari
19.
Tri Retno Hastuti,
Pelatihan Bina Gerak untuk ABK
3 hari
Amd.OT 20.
Wilis Palupi, S.Pd
Pelatihan Pengembangan Terapi ABK
3 hari
21.
Puji Hastuti, S.Pd
Pelatihan
3 hari
Pengembangan
Kurikulum
BKPBI Dari data pelatihan yang diikuti oleh guru-guru SLB Autis Alamanda, ditemukan bahwa berbagai pelatihan yang diikuti merupakan pelatihan yang ditujukan untuk penanganan dan pembelajaran bagi ABK. Pelatihan yang diikuti merupakan pelatihan yang relevan guna meningkatkan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus di SLB Autis Alamanda. Selain dengan mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai pelatihan, Wilis Palupi juga menambahkan bahwa dalam usaha meningkatkan pengalaman mengajar dan membekali guru-guru dalam memberikan pembelajaran yang tepat untuk anak-anak berkebutuhan khusus, maka SLB commit to user Autis Alamanda mengadakan rotasi penghendelan anak/siswa. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
dimaksudkan agar setiap guru mampu menangani dan memberikan pelayanan pendidikan yang tepat untuk berbagai karakteristik anak yang berbeda-beda. Penghendelan terhadap satu anak akan dilakukan dalam satu tim, sehingga anggota tim yang lain dapat memberikan masukan pada guru yang lain dan dapat melakukan diskusi mengenai pemberian pendidikan yang tepat untuk anak didiknya. (CL2 : 201, 17 Februari 2012).
c. Penyusunan dan evaluasi PPI Dalam penyusunan PPI, kendala yang ditemukan yaitu saat mengadakan assessment terhadap siswa baru tidak semua siswa menunjukkan perilaku totalitasnya, sehingga setelah PPI tersusun perlu ada tinjau ulang atau mengevaluasi kembali PPI yang telah disusun. Dijelaskan lebih lanjut oleh Wilis Palupi bahwa perilaku totalitas maksudnya adalah bahwa setiap siswa baru yang masuk ke SLB Autis Alamanda untuk melakukan assessment, mereka tentu akan beradaptasi terlebih dahulu. Setiap anak membutuhkan waktu yang berbeda-beda dalam menjalani proses adaptasi hingga anak merasa nyaman dengan lingkungan yang baru. Selama proses adaptasi tersebut setiap anak juga menunjukkan perilaku yang berbeda-beda, ada yang hanya duduk diam tanpa menghiraukan instruksi, ada yang sepanjang proses assessment terus menangis, ada yang hanya menunjukkan perilaku menurut karena masih takut dengan orang-orang baru, dan ada pula yang telah cepat beradaptasi sehingga proses assessment selama satu minggu mendapatkan hasil yang sesungguhnya. (CL2 : 215-216, 17 Februari 2012). commit to user
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain dari anak, kendala lain juga terjadi pada orang tua, yaitu ketika orang tua diminta bersama-sama untuk melakukan penyusunan dan evaluasi PPI banyak dari mereka menyerahkan sepenuhnya kepada guru. Setelah PPI berjalan, orang tua baru memberikan keluhan sehingga PPI perlu dievaluasi dan direvisi kembali. (CL1 :183, 15 Februari 2012)
d. Pelaksanaan pembelajaran SLB Autis Alamanda merupakan SLB swasta yang berada dibawah naungan dinas, sehingga SLB Autis Alamanda dituntut untuk melaksanakan kurikulum sesuai dengan ketetapan pemerintah yaitu dengan melaksanakan kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran. Hal ini menjadi kendala bagi SLB Autis Alamanda sebab hampir semua siswa di SLB Autis Alamanda memiliki gangguan dalam perilaku, sosialisasi, komunikasi, konsentrasi, interaksi, dan aktivitas sehari-hari. Kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran tentu bukan merupakan alternative yang tepat untuk pembelajaran
siswa
di
SLB
Autis
Alamanda.
Pembelajaran
yang
dilaksanakan di SLB Autis Alamanda tetap menggunakan kurikulum khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Hal tersebut diungkapkan oleh Wilis Palupi sebagai berikut : Karena kita merupakan sekolah yang bernaung di bawah dinas, kita kan harus mengikuti program yang berasal dari dinas, jadi ada pendidikan agama diberikan, Bahasa Indonesia diberikan, walaupun di ABA sendiri program-program dasar seperti itu sudah ada, misalnya dari menulis sendiri di ABA sudah ada secara terstruktur sekali tahapan-tahapannya. commit to user Tetapi kita tetap harus mengikuti di dinas. Kesulitannya adalah walaupun
perpustakaan.uns.ac.id
131 digilib.uns.ac.id
anak-anak yang sudah masuk ke kelas klasikal, secara kognitif ternyata masih banyak yang belum bisa memahami materi-materi yang abstrak. Terutama misalnya materi PPkn tentang moralitas dan sebagainya, Jadi kesulitannya ketika dalam satu kelas itu ada 2 anak pemahamannya berbeda. Jadi kesulitannya disitu, ketika aplikasi kita harus bisa ending output-nya itu 2 anak harus bisa mengusai meteri ini tapi dengan cara yang berbeda. Itu kesulitan yang luar biasa yang kita temukan. Belum lagi kebutuhan individualnya seperti ADL nya, fine motor-nya, SI nya kan tetap harus diberikan. Jadi biasanya lebih ke pengaturan regulasi ketika pemberian materi supaya itu bisa sempurna. Sempurna dalam artian itu bisa diberikan dan hasilnya baik. Jadi yang masih jadi kendala ya mengenai aplikasi yang seperti itu. (CL2 : 225-226, 17 Februari 2012).
e. Pelaksanaan metode pembelajaran Metode pembelajaran yang digunakan di SLB Autis Alamanda yaitu metode ABA (Applied Bahaviour Analysis). Diungkapkan oleh Wilis Palupi bahwa tidak semua siswa di SLB Autis Alamanda dapat diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode tersebut karena tidak semua anak-anak di SLB Autis Alamanda adalah anak-anak autistic, ada yang slow learner dan down syndrome. (CL2 : 234, 17 Februari 2012). Dijelaskan lebih lanjut oleh Wilis Palupi bahwa anak slow learner memiliki karakteristik berbeda dengan anak autis yaitu mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi social, sehingga mereka memerlukan waktu yang lebih lama dan pengulanganpengulangan materi yang sama untuk dapat memahami suatu materi. Karena commit to user karakteristik yang berbeda tersebut maka, metode yang digunakan dalam
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyampaikan materi pun berbeda. Metode yang digunakan yaitu lebih menekankan pada penggunaan metode visual seperti dengan menampilkan gambar kegiatan dan gambar urutan kejadian. Selain itu, metode lain yang digunakan yaitu metode
praktek langsung agar siswa lebih mudah
memahami dan mengingat, serta dengan menggunakan metode bermain peran misalnya saat mengajarkan pembelajaran uang dan jual beli, anak dapat melakukan praktek dengan melakukan peran berjualan atau berperan sebagai pembeli. (CL2 : 235-236, 17 Februari 2012). Untuk anak down syndrome metode yang digunakan juga berbeda terutama pada cara penyampaian yang tidak bisa disamakan dengan penyampaian pembelajaran pada anak autis, karena terkadang ketegasan yang digunakan dapat membuat anak down syndrome semakin drop. Tatapi untuk materi pembelajaran SLB Autis Alamanda tetap mengacu pada kurikulum khusus. Pembelajaran untuk anak down syndrome lebih menekankan pada pemberian aktivitas-aktivitas yang menyenangkan dan menarik misalnya pembelajaran dengan menggunakan foto atau gambar-gambar yang mencolok, gambar urutan aktivitas, pemberian aktivitas bermain sambil belajar seperti bermain bola untuk meningkatkan kekuatan motorik anak, play dough, meronce, memasang puzzle sederhana, dan lain-lain. Penekanan juga diberikan pada kemampuan bahasa dan bicara, bantu diri, serta kemampuan motorik anak. Pemberian metode yang berbeda disebabkan karena karakteristik anak yang berbeda-beda. Anak down syndrome akan memberikan perhatian penuh terhadap hal-hal yang disukai. Selain itu anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
133 digilib.uns.ac.id
down syndrome juga lebih banyak belajar dengan cara menirukan orang lain. (CL2 : 234-235, 17 Februari 2012). Kendala lain juga terjadi dalam pelaksanaan metode sensori integrasi (SI). Seperti yang diungkapkan oleh Sumarti bahwa kendala dalam pelaksanaan metode sensori integrasi antara lain karena waktu pemberian pelayanan sensori integrasi (SI) yang kurang sebab harus ada pembagian dengan materi-materi lain dalam satu sesi pembelajaran (2 jam), alat-alat/ media sensori integrasi yang ada di Alamanda masih terbatas, dan kurang konsistennya pemberian pelayanan sensori integrasi (SI) di rumah sehingga hasilnya menjadi kurang maksimal. (CL3 : 250, 20 Februari 2012)
f. Pengadaan media pembelajaran Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala SLB Autis Alamanda, dalam pengadaan media pembelajaran, kesulitan yang ditemukan yaitu karena tidak semua media yang dibutuhkan oleh siswa-siswa SLB Autis Alamanda ada di daerah Surakarta. Beberapa media pembelajaran perlu didatangkan dari luar daerah. Ditambahkan oleh Yatmi, media tersebut perlu didatangkan dari luar daerah sebab bahan-bahan yang digunakan harus menggunakan bahan khusus dengan standart tertentu. (CL1 : 180, 10 April 2012). Selain itu ada juga media-media pembelajaran yang perlu memesan sendiri seperti puzzle bentuk, papan jahit, alat pertukangan, alat otomotif, dan lain-lain. Sedangkan untuk media pembelajaran lain ada pula yang pengadaannya dengan membuat sendiri sesuai dengan kreasi guru-guru di commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SLB Autis Alamanda, seperti media untuk predressing, scribble, dan berbagai kartu-kartu pembelajaran. (CL1 : 180-181, 10 April 2012).
C. Pembahasan
SLB Autis Alamanda sebagai salah satu sekolah luar biasa di Surakarta yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, menurut penulis telah menggunakan kurikulum yang sangat sesuai dengan tuntutan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Kurikulum yang diterapkan merupakan kurikulum yang memandang siswa sebagai pribadi yang unik serta memiliki perbedaan-perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain. Kurikulum khusus autis ini juga memandang berbagai karakteristik anak autis secara menyeluruh seperti kontak mata, imitasi, kemampuan berbahasa, kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi, kemampuan bina diri serta kemampuan motorik anak. Semua hal tersebut telah tertuang dalam kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda. Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab 2 dalam pendapat Martinis Yamin (2008:82) menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan khusus terdiri dari 8 sampai 10 mata pelajaran ditambah muatan local, program khusus, dan pengembangan diri. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kurikulum yang ditetapkan pemerintah untuk anak berkebutuhan khusus mengacu atau berorientasi pada mata pelajaran. Martinis Yamin (2008:83) juga menjelaskan bahwa peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual commit to yang user sangat spesifik, sederhana dan dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum
perpustakaan.uns.ac.id
135 digilib.uns.ac.id
bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa apabila anak berkebutuhan khusus berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata memerlukan kurikulum yang lebih spesifik, sederhana, dan bersifat tematik dalam rangka mendorong kemandirian siswa. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa anak berkebutuhan khusus seharusnya diberikan suatu kurikulum yang berbeda dengan anak-anak normal mengingat bahwa kemampuan mereka sangat berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Kurikulum yang mengacu dan berorientasi pada mata pelajaran, menurut penulis merupakan kurikulum yang kurang sesuai dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus terutama untuk peserta didik dengan intelektual dibawah rata-rata dan dengan gangguan perilaku. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut tentu akan mengalami banyak tekanan bila dipaksakan untuk mengikuti pembelajaran dengan struktur mata pelajaran yang sangat bersifat kognif. Kurikulum yang diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya merupakan kurikulum yang berbicara atas nama kepentingan dan kebutuhan anak didik, baik secara khusus maupun secara umum. Kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya harus menggunakan pendekatan humanistic, mengingat kebutuhan setiap anak berkebutuhan khusus berbeda-beda dan anak berkebutuhan khusus memiliki ciri khas yang berbeda anatara setiap individu. Kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya memandang anak sebagai individu yang memiliki kemampuan heterogen. Kurikulum tersebut harus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
136 digilib.uns.ac.id
menghargai perbedaan kebutuhan dan kepentingan anak didik sehingga mereka harus mendapatkan pelayanan yang berlainan antara satu dengan yang lain.
1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda
a. Assessment Siswa Assessment di SLB Autis Alamanda merupakan penilaian awal terhadap anak sebelum anak masuk menjadi siswa di sekolah tersebut. Tujuan assessment adalah untuk mengetahui kondisi anak, mengkaji sejauh mana perilaku dan kemampuan anak serta menentukan pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak. Assessment terhadap siswa di SLB Autis Alamanda dilakukan dengan memberikan beberapa perlakuan terhadap anak dalam jangka waktu tertentu. Dalam proses assessment dilakukan juga wawancara terhadap orang tua untuk mengetahui latar belakang, hambatan dan kondisi sosial anak. Selain itu, ada pula lembar assessment yang harus diisi oleh orang tua untuk mengetahui kondisi anak / riwayat anak sejak lahir. Hal ini sependapat dengan Sunardi (2005:69) yang menyatakan bahwa tujuan dari assessment formal adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan anak di berbagai aspek dan untuk menentukan jenis dan tingkat penyimpangannya. Assessment ini dilakukan sebelum anak memperoleh layanan PLB. Di SLB Autis Alamanda assessment terhadap anak dilakukan oleh tim assessment yang terdiri dari guru PLB, tenaga okupasi terapi, psikologi, dan fisio terapi. Dalam Sunardi (2005:70) menyebutkan bahwa komposisi tim commit seorang to user guru kelas dan masing-masing evaluasi harus terdiri dari minimal
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seorang tenaga dari setiap profesi yang diujikan. Hal ini berarti bahwa komponen tim evaluasi perlu menyesuaikan dengan materi assessment yang diberikan. Materi yang di berikan saat assessment pada anak di SLB Autis Alamanda meliputi: (1) kontak mata; (2) kepatuhan duduk mandiri di dalam kelas; (3) kepatuhan diluar kelas, (4) kemampuan anak berdasarkan pada kurikulum khusus pada tingkat dasar, intermediate ataupun advance meliputi kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, kemampuan bantu diri dan materi tentang sensori integrasi; (5) kemampuan berkomunikasi; (6) kemampuan bersosialisasi; (7) kemampuan beradaptasi; (8) kemampuan emosional, (9) perilaku negatif; dan (10) Reinforcement (R+ / R-). Materi assessment tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Sunardi (2005:70) yang menyatakan bahwa komponen yang harus dimasukkan dalam proses assessment adalah : 1) Tes kemampuan akademik, termasuk di dalamnya yaitu tentang tes-tes pengusaan keterampilan akademik dan prestasi belajar di sekolah. Hasil tes ini harus menunjukkan tingkat kemampuan yang dicapai, kelemahan, dan bidang-bidang yang belum dikuasai oleh anak. 2) Tes
intelegensi,
untuk
memperoleh
gambaran
tentang
tingkat
kemampuan umum anak. 3) Tes perilaku social dan adaptif, merupakan kemampuan memenuhi tuntutan social di lingkungannya secara efektif. Aspek yang termasuk di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
138 digilib.uns.ac.id
dalamnya antara lain tingkat kemandirian, kemampuan berkomunikasi, perkembangan motorik-perseptual, sosialisasi, dan bina diri. 4) Kemampuan bahasa, baik bahasa reseptif maupun bahasa ekspresif. 5) Riwayat perkembangan anak, baik riwayat kesehatan, perkembangan pendidikan, maupun tentang keluarga. 6) Komponen lain seperti kondisi kesehatan umum, opthamologis, neurologis, audiologist, dan psikiatris anak. Dari komponen-komponen assessment yang dijelaskan oleh Sunardi, terlihat bahwa assessment yang telah diterapkan di SLB Autis Alamanda dapat dikatakan telah sesuai dengan teori tersebut. Materi-materi assessment yang diberikan kepada anak menyesuaikan dengan kurikulum khusus yang diterapkan di SLB Autis Alamanda.
b. Penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) Kurikulum khusus yang telah diterapkan di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang melihat pada karakteristik, kemampuan, dan kebutuhan anak dalam memberikan pelayanan pada siswa dengan kebutuhan yang berbeda-beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. SLB Autis Alamanda menerapkan pembuatan Program Pengajaran Individual (PPI) pada setiap siswa. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan pelayanan pendidikan bagi setiap siswa berbeda-beda. Penerapan penggunaan PPI di SLB Autis Alamanda senada dengan pendapat Sunardi (2005: 60) yang menjelaskan bahwa PPI disusun untuk setiap anak luar biasa. Sifat PPI sangat individual, karakteristik commit to user
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
setiap anak
harus dideskripsikan secara lengkap baik mengenai tingkat
kemampuan maupun tingkat kelemahan dalam semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk prestasi belajar, tingkat kecerdasan, kondisi emosi, kemampuan sosialisasi, fisik, kesehatan dan sebagainya. Penyusunan PPI di SLB Autis Alamanda melibatkan satu tim yang terdiri dari guru khusus (PLB), kepala sekolah, guru dari okupasi terapi, tenaga psikologi, serta orang tua siswa. Hal tersebut sejurus dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1-2) yang menyatakan bahwa tim PPI terdiri dari orang tua, guru umum, guru khusus (PLB), perwakilan pendidik (kepala sekolah), penafsir evaluasi, pakar/ahli psikologi, fisio terapi maupun okupasi, serta bisa juga melibatkan siswa yang bersangkutan bila dimungkinkan. Sesuai dengan pendapat tersebut dapat dilihat bahwa SLB Autis Alamanda telah melakukan penyusunan PPI sesuai dengan criteria penyusunan PPI. Perlunya dibentuk tim dari berbagai bidang ilmu dalam penyususnan PPI dimaksud agar dapat memberikan pelayanan pendidikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak setelah dilihat dari sudut pandang berbagai bidang ilmu. Penyusunan PPI oleh tim PPI di SLB Autis Alamanda diawali dengan kegiatan assessment selama satu minggu terhadap siswa baru, kemudian dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan tim untuk melakukan penyusunan PPI. Setelah itu, PPI tersebut akan dilaksanakan dan dilakukan evaluasi setiap 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan. Pelaksanaan PPI seperti yang dilakukan di SLB Autis Alamanda sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Marsh, Price dan commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Smith dalam Sunardi (2005: 67) bahwa proses pengembangan dan pelaksanaan PPI meliputi tahap awal (penjaringan dan rujukan), lanjutan (evaluasi dan assessment), dan penulisan PPI, serta dilanjutkan dengan pelaksanaan PPI dan evaluasi terhadap program tersebut sebagaimana yang ditampilkan lebih jelas dalam gambar 2 mengenai alur layanan PLB . Untuk tahap penjaringan, SLB Autis Alamanda pernah melakukan penjaringan dan sosialisasi ABK secara berkala setiap 6 bulan sekali di beberapa posyandu di daerah Surakarta. Tetapi, untuk 2 tahun terakhir SLB Autis Alamanda lebih bersifat menunggu siswa yang datang mendaftar ke SLB Autis Alamanda. Menurut
penulis,
kegiatan
penjaringan
terhadap
ABK
perlu
dilaksanakan terutama di sekolah-sekolah dasar, mengingat saat ini masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang kurang mendapat pelayanan pendidikan yang sesuai di sekolah-sekolah umum. Sosialisasi dan penjaringan juga perlu di lakukan di masyarakat sebab masih banyak orang tua yang belum sadar tentang pendidikan yang tepat bagi anak, terutama orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
c. Pelaksanaan Pembelajaran SLB Autis Alamanda Kurikulum khusus yang digunakan SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang berorientasi pada pengembangan perilaku anak sehingga materi yang diberikan pun berbeda. Materi dalam kurikulum khusus ini terdiri dari materi tingkat dasar, intermediate (menengah), dan tingkat advanced (atas) yang meliputi kemampuan mengikuti pelajaran (kepatuhan dan kontak mata), commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
141 digilib.uns.ac.id
kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, dan kemampuan bantu diri. Untuk tingkat advanced ada 3 tambahan kategori yaitu kemampuan sosialisasi, kemampuan bahasa abstrak serta kesiapan masuk sekolah. Materi-materi tersebut merupakan materi-materi yang sesuai dengan materi kurikulum yang dijelaskan Catherine Maurice, Gina Green, dan Stephen C. Luce (1996:66) yang membagi materi kurikulum kedalam tiga tingkatan yaitu beginning Curriculum guide (kurikulum permulaan), intermediate curriculum guide (kurikulum pertengahan), dan advanced curriculum guide (kurikulum lanjutan). Dalam kurikulum tersebut dijelaskan pula materi-materi yang disampaikan beserta aktivitas-aktivitas yang diberikan secara terperinci sesuai dengan tingkatannya yaitu attending skills, imitation skills, receptive language skills, expressive language skills, pre-academic skills dan self-help skills. (keterampilan perhatian, keterampilan menirukan, keterampilan bahasa reseptif, keterampilan bahasa ekspresif, keterampilan pre-akademik, dan keterampilan bantu diri). Apabila memperhatikan materi-materi kurikulum yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda, dapat dilihat bahwa materi yang diberikan merupakan materi yang menyasuaikan dengan karakteristik anak autisme secara meyeluruh dan kebutuhan-kebutuhannya untuk dapat diterima dalam masyarakat serta agar dapat berkembang seperti anak-anak normal lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wina Sanjaya (2009:114) yang menjelaskan bahwa isi atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
142 digilib.uns.ac.id
materi kurikulum harus bersumber pada tiga hal yaitu, pertama, masyarakat sebagai sumber kurikulum karena pendidikan merupakan bekal bagi peserta didik agar dapat hidup di masyarakat. Kedua, siswa sebagai sumber isi/materi kurikulum sehingga pemilihan materi/isi kurikulum harus menyesuaikan dengan perkembangan anak, isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang akan datang, siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri dan tidak sekedar menerima secara pasif apa yang diberikan guru, dan apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa. Ketiga, ilmu pengetahuan sebagai sumber materi kurikulum, karena ilmu pengetahuan selalu berkembang. Pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung dari hari Senin sampai Sabtu dengan ketentuan 2 jam pelajaran untuk setiap anak dalam satu sesi. Jadi dalam satu minggu setiap anak akan mendapat pembelajaran selama 12 jam. Selebihnya, SLB Autis Alamanda menyerahkan kelanjutan pembelajaran di rumah oleh orang tua. Oleh sebab itu, peran orang tua sangatlah penting dalam keberhasilan pendidikan untuk anak. Usaha yang dilakukan SLB Autis Alamanda agar dapat mencapai keberhasilan anak yaitu dengan melakukan komunikasi secara intensif terhadap orang tua, baik komunikasi secara langsung maupun melalui media lain seperti buku penghubung. Selain itu, SLB Autis Alamanda membuka seluas-luasnya kepada orang tua yang ingin berkonsultasi mengenai perkembangan anak. SLB Autis commit to user
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Alamanda juga melakukan kegiatan home visit untuk melakukan komunikasi secara langsung dengan orang tua dan berdiskusi mengenai permasalahan anak yang ada di rumah. Bagi orang tua yang menginginkan anaknya memperoleh pembelajaran atau terapi tambahan di luar jam sekolah, SLB Autis Alamanda juga dapat mengusahakan hal tersebut. Besarnya peran orang tua dalam keberhasilan anak sejalan dengan pendapat Ron Leaf&John McEachin, (1999 : 10) yang menyatakan “the involvement of the family is critical in the treatment process. No one knows your child better than you are ultimately the ones who care the most and are most affected by your child’s disorder.” (keterlibatan anggota keluarga sangatlah penting dalam keberhasilan proses terapi. Tidak ada yang paling mengenal anak kecuali orang tua yang merupakan pengasuh dan pembimbing utama dalam kehidupan anak). Beberapa orang tua mungkin dapat memberikan pelayanan pendidikan bagi anaknya, namun ada juga yang perlu mendatangkan terapis ataupun memasukkan anak di sekolah khusus untuk dapat diberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Sebagai kelanjutan pembelajaran yang telah diberikan di sekolah, orang tua dapat mengajak anak bepergian ke tempat-tempat umum seperti supermarket, restoran,
taman,
dan
rumah
saudara.
Kegiatan-kegiatan
seperti
itu
menunjukkan bahwa orang tua telah membantu dalam proses generalisasi kemampuan anak. (Ron Leaf&John McEachin, 1999 : 10). Hal yang sama juga diungkapkan oleh O. Ivar Lovaas (1981:109) yaitu “stimulus generalization is the extent to which a behavior that is taught in one situation is subsequently performed in other situation, even though that other situation commit to user
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
was not involved in the original teaching.” (stimulus generalisasi adalah perluasan dimana perilaku yang diajarkan di sebuah situasi kemudian ditunjukkan dalam situasi yang berbeda, bahkan berpikir pada situasi yang lain tidak terlibat dalam pembelajaran sesungguhnya). Jadi generalisasi merupakan penerapan perilaku yang telah diajarkan dalam berbagai situasi yang berbedabeda, baik menyangkut subyek atau orang yang memberikan instruksi, obyak atau tempat, serta instruksi yang berbeda-beda. O. Ivar Lovaas (1981:109-110) juga menjelaskan mengenai beberapa prosedur yang dapat dilakukan untuk proses stimulus generalisasi yaitu work in several environments yaitu mengajarkan pada beberapa lingkungan, have several “teachers” yaitu mempunyai beberapa pengajar/guru untuk menghindari adanya ketergantungan anak pada satu orang pengajar, program common stimuli yaitu menguasahakan suatu kemiripan perlakuan atau keadaan yang tampak sebagai awal pelaksanaan program generalisasi, dan common reward schedules yaitu pemberian hadiah/penghargaan yang terjadwal artinya pemberian penghargaan yang
semakin
lama
semakin
dikurangi
untuk
mencegah
terjadinya
ketergantungan anak terhadap penghargaan/hadiah. Pemberian pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda dilakukan dalam 2 kategori kelas yaitu kelas individual dan kelas klasikal. Siswa yang masuk dalam kelas individual merupakan siswa yang masih dalam intervensi dini atau siswa-siswa dengan perilaku autistic yang masih tinggi sehingga masih sangat membutuhkan penanganan perilaku secara intensif. Siswa-siswa tersebut akan diberikan pelayanan pendidikan secara one-on-one artinya dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
145 digilib.uns.ac.id
satu kelas satu siswa akan dihendel oleh satu guru. Kelas yang digunakan untuk pembelajaran individual di SLB Autis Alamanda merupakan kelas khusus berukuran 2 m x 1,5 m yang ditata khusus tanpa ada benda-benda yang mencolok, menarik atau mengganggu perhatian anak. Hal ini sependapat dengan Ron Leaf&John McEachin, (1999 : 12) yang menyatakan bahwa pembelajaran untuk anak autis pada awalnya proses belajar dilakukan pada situasi yang mengarah pada keberhasilan, ini berarti menghindarkan anak dari distraksi lingkungan (mengkondisikan ruangan yang bersih dari berbagai gambar/hiasan dan suasana yang tenang). Sedangkan untuk anak-anak yang masuk dalam kelas klasikal merupakan anak-anak yang sudah mampu menerima instruksi secara bersamasama (kelompok), pemahaman anak tentang lingkungan sudah bagus, sudah dapat melakukan komunikasi dua arah, dan sudah dapat menguasai beberapa kepatuhan dasar yang ada di intervensi dini, termasuk sudah dapat duduk dengan tenang. Kelas klasikal ini juga merupakan kelas transisi yaitu sebagai jembatan agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan dan menerima kahadiran orang lain (teman satu kelas) sebelum anak masuk ke sekolah regular. Dalam kelas ini anak akan dibelajarkan untuk dapat bersosialisasi dan berintaraksi dengan teman lain. Apabila anak dianggap telah mampu untuk masuk ke sekolah regular, maka anak akan dicobakan masuk mengikuti kelas regular di sekolah regular dengan pendamping khusus (shadow). Shadow tidak akan mendampingi anak secara terus menerus, lambat laun shadow harus dihentikan dan anak dikondisikan untuk belajar secara mandiri di sekolah commit to user
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umum. Hal serupa diungkapkan pula oleh Handojo (2008:32) yang menyatakan bahwa anak dengan kelainan perilaku , terutama penyandang autisme yang telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk memasuki sekolah ‘normal’ sesuai dengan umurnya. Yang perlu diingat yaitu bagi anak dengan autism yang masuk sekolah normal harus ‘dibayangi’ terus (oleh shadower atau helper) agar bila terjadi kesulitan komunikasi anak dapat segera dibantu atau dijembatani dengan instruksi yang dimengerti anak. Selain kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dari hari Senin sampai Jumat, SLB Autis Alamanda juga mengadakan kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan outing class yang merupakan kegiatan tambahan selain kegiatan rutin. Kegiatan ekstrakurikuler di SLB Autis Alamanda diisi dengan kegiatan tari dan olah raga selain juga ditambah dengan kegiatan secara klasikal (bersama-sama) sebagai ajang interaksi dan sosialisasi siswa-siswa di SLB Autis Alamanda. Kegiatan tambahan tersebut biasanya diisi dengan kegiatankegiatan yang bervariasi seperti gerak dan lagu, lomba ketangkasan dan konsentrasi, lomba mewarnai, bowling, membuat jus, membuat telur asin, dan lain sebagainya. Tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan-kegiatan tambahannya yaitu untuk membelajarkan siswa bekerja sama, berbagi, bersaing secara sehat, menunggu giliran, bersabar, berpendapat, mengungkapkan pikiran secara santun dan yang pasti banyak mengajarkan anak bagaimana besikap dan bertindak dalam suasana kebersamaan saat berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan untuk kegiatan outing merupakan kegiatan keluar sekolah untuk mengadaptasikan
siswa
ke tempat-tempat commit to user
umum
serta
membantu
147 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membelajarkan orang tua menangani anak di tempat-tempat umum. Baik kegiatan ekstrakurikuler maupun outing class merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan di SLB Autis Alamanda dalam upaya untuk menggeneralisasikan pembelajaran yang telah diberikan pada lingkungan yang sesungguhnya. Hal ini sependapat dengan Ron Leaf&John McEachin, (1999 : 13) yang menjelaskan
bahwa
untuk
pembelajaran
anak
selanjutnya
(setelah
pembelajaran secara individual), proses belajar harus dapat diberikan di lingkungan yang sebenarnya. Jadi, proses pembelajaran harus dilakukan di seluruh ruangan di dalam rumah dan juga di tempat-tempat umum. Cara ini ditujukan untuk mempersiapkan anak nantinya untuk belajar di sekolah umum.
d. Metode Pembelajaran SLB Autis Alamanda Metode pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan meterimateri pembelajaran kepada siswa juga berbeda dengan metode pembelajaran di sekolah regular. SLB Autis Alamanda menggunakan metode ABA (Applied Bahaviour Analysis). ABA merupakan metode yang menggunakan prosedur perubahan perilaku, dengan menekankan pada pemberian konsekuensi dari apa yang kita rasakan, pelajari dan perilaku yang kita harapkan tetap muncul dikemudian hari, untuk membantu individu membangun kemampuan dengan ukuran nilai-nilai yang ada di masyarakat. SLB Autis Alamanda memilih metode ABA karena ABA merupakan suatu metode tata laksana perilaku yang sangat terstruktur, terarah, dan terukur dengan menekankan pada analisis perilaku sehingga diharapkan akan menunjang penyembuhan autisme. commit to user
148 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penerapan metode ABA di SLB Autis Alamanda dilakukan terstruktur dengan menggunakan teknik DTT (Discrete Trial Training) dimana pelaksanaannya terdiri dari siklus yang mana akan dimulai dari pemberian suatu instruksi kepada anak, pemberian reward jika anak dapat melaksanakan instruksi tersebut secara benar, pemberian prompt/bantuan setelah 3 kali instruksi ketika anak belum dapat melakukan instruksi tersebut. Penerapan teknik DTT dalam pembelajaran anak autis di SLB Autis Alamanda dirasa tepat karena menurut Ron Leaf&John McEachin, (1999 : 131) metode pembelajaran dari ABA yang banyak digunakan adalah DTT. DTT merupakan proses belajar untuk mengembangkan hampir semua keterampilan
termasuk bahasa, kognitif,
komunikasi, bermain, bersosialisasi, dan bantu diri. Dijelaskan pula terstrukturnya DTT melibatkan beberapa proses yaitu ; memecah keterampilan menjadi bagian-bagian yang kecil, melatih suatu sub keterampilan sampai dikuasai benar, anak mempraktekkannya secara berulang-ulang pada periode waktu tertentu, memberikan bantuan seperlunya/sebanyak yang dibutuhkan, dan menggunakan prosedur reinforcement (penguat). Teknik lain dari ABA yang digunakan di SLB Autis Alamanda antara lain kepatuhan dan kontak mata, one-on-one, fading, shaping, chaining, discrimination training, matching, mengenalkan konsep warna, bentuk, huruf dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Catherine Maurice (1996:188) yang menyarankan juga beberapa metode dalam kurikulum ABA yaitu shaping, prompting, prompting fading, dan chaining. Shaping
diberikan
bila
anak sama sekali commit to user
belum
memiliki
suatu
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keterampilan/belum menguasai suatu keterampilan. Jadi guru anak membentuk keterampilan pada anak. Prompting digunakan untuk memberikan bantuan kepada anak untuk mengkoreksi respon yang salah. Prompt fading yaitu melunturkan prompt atau bantuan yang diberikan kepada anak agar anak tidak selalu tergantung pada prompt. Chaining yaitu mengajarkan suatu perilaku kompleks menjadi bagian-bagian yang labih kecil dan sederhana, dapat pula disebut sebagai menganalisis suatu materi menjadi bagian-bagian yang sederhana. Dalam Handojo (2009:10-11) dijelaskan pula mengenai teknikteknik lain dari metode ABA yaitu discrimination training atau discriminating, matching atau mencocokkan, fading, shaping, dan chaining. Ditekankan oleh Catherine Maurice (1996:188) bahwa dalam memilih berbagai teknik atau metode pembelajaran untuk anak harus memperhatikan dengan tepat mengenai tingkat kemampuan anak saat ini, gaya belajarnya, dan kemampuannya untuk belajar. Materi yang ada dalam kurikulum khusus autis merupakan materi yang tepat untuk pendidikan bagi anak dengan gangguan perilaku, konsentrasi, komunikasi dan interaksi social. Pemberian materi dengan menggunakan metode ABA merupakan satu rangkaian pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak sebab metode ABA merupakan metode yang terstruktur dan dapat diukur. Teknik-teknik yang diterapkan dalam metode ABA merupakan teknik-teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak seperti menekankan pada kepatuhan dan kontak mata dan pemberian materi secara commit to user
150 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
one-on-one yang berarti pemberian materi tersebut bersifat sangat individual sesuai dengan kebutuhan individual setiap anak. Selain metode ABA, SLB Autis Alamanda juga menggunakan metode sensori integrasi (SI) sebagai usaha untuk memperbaiki gangguan sensori anak autis dengan mengadaptasikan berbagai kondisi dan situasi secara berlahan, misalnya menggunakan media-media sensori integrasi (SI) yang ada di SLB Autis Alamanda. Gangguan sensori integrasi (SI) pada anak autis sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Bundy, Lane dan Murray dalam
Tri
Gunadi (2008:1) menyatakan bahwa sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa, anak dan orang dewasa dengan Autism Spectrum Disorder (ASD), menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak biasa terhadap suatu respon sensorik. Ayres dalam Tri Gunadi (2008:1) juga menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk mengolah input sensorik yang masuk, misalnya bila dipanggil namanya mereka tidak merespon, diajak bicara, tidak menanggapi. Pelaksanaan metode SI di SLB Autis Alamanda dilakukan dengan mengadaptasikan
anak
untuk
menerima
input-input
sensorik
dengan
menggunakan media-media yang ada di SLB Autis Alamanda seperti bola bobath, vestibular board, ayunan, brushing, dan lain sebagainya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat yang disampaikan Tri Gunadi (2008:7) yang menyatakan bahwa terapi okupasi dengan pendekatan SI menggunakan pendekatan bermain dengan anak, karena dunia bermain adalah dunia terdekat untuk dapat menggambarkan perilaku anak. Di dalam ruang terapi, disediakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
151 digilib.uns.ac.id
berbagai macam input untuk dapat diolah , input yang tersedia misalnya input proprioseptif berupa perlengkapan main, yaitu luncuran, “prosotan”, input vestibular, berupa berbagai macam bentuk ayunan, trampolin. Input taktil (kulit) diwakili oleh bermacam-macam tekstur permukaan lantai, kain, dan lain-lain.
e. Pemanfaatan Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran SLB Autis Alamanda Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SLB Autis Alamanda masih belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional No 33 tahun 2008 tentang Standar Sarpras untuk SLB, namun SLB Autis Alamanda terus berupaya untuk menyediakan sarana prasarana yang sesuai standar nasional. SLB Autis Alamanda juga akan terus memberikan pelayanan secara maksimal kapada peserta didiknya. Hal ini, terbukti dengan kepercayaan orang tua yang mempercayakan putra putrinya untuk diberi pendidikan di SLB Autis Alamanda. Sebagian besar media yang dipergunakan di SLB Autis Alamanda adalah media yang menekankan pada pembelajaran secara visual dan peraba peserta didik. Penggunaan media visual dirasa lebih efektif untuk menyampaikan informasi, materi, dan pesan pembelajaran kepada peserta didik dengan gangguan perilaku mengingat banyak diantara mereka masih kesulitan dalam konsentrasi, kontak mata, komunikasi, bicara, interaksi, dan memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Penggunaan media visual dianggap lebih mudah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
152 digilib.uns.ac.id
diterima anak jika dibandingkan dengan media lain. Hal ini senada dengan pendapat Linda Hadgdon dalam makalah yang disampaikan Wawan RM (2012:13) mengenai alasan pemilihan strategi visual bagi anak berkebutuhan khusus antara lain karena banyak anak dengan gangguan komunikasi dan perilaku adalah pembelajar visual, kebanyakan masalah perilaku dan keterampilan social pada ABK berhubungan dengan kurangnya pemahaman, ABK banyak memperhatikan kekuatan dalam memahami informasi secara visual dibanding apa yang didengar, visual sangat membantu dalam pemrosesan bahasa, pengorganisasian pikiran, daya ingat akan informasi dan keterampilan yang penting dalam komunikasi serta karena informasi visual akan bertahan lama, tidak bersifat sementara, dan tidak cepat hilang. Dengan alasan-alasan itulah maka SLB Autis Alamanda lebih menekankan penggunaan media visual dalam pembelajaran dan menyampaikan informasi kepada peserta didik. Dalam pemanfaatan berbagai media pembelajaran yang ada di SLB Autis Alamanda, tidak hanya terbatas pada pembelajaran di dalam kelas saja. Media-media pembelajaran tersebut juga dimanfaatkan dalam kegiatan bermain saat istirahat untuk mengisi waktu luang siswa. Selama istirahat berlangsung, guru tetap mengawasi setiap siswa dan mengarahkan siswa untuk melakukan kegiatan baik secara individual atau berkelompok dengan temantemannya. Hal ini dimaksud agar siswa autis atau dengan gangguan perilaku yang lain tidak menggunakan waktu luangnya untuk melakukan kegiatankegiatan negative atau menyendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
153 digilib.uns.ac.id
f. Evaluasi Program Pengajaran Individual (PPI) Evaluasi PPI yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda terbagi menjadi 3 tahap yaitu evaluasi bulanan, evaluasi 3 bulan, dan evaluasi 6 bulan. Dengan adanya evaluasi PPI yang dilaksanakan secara berkala dan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang terbaik untuk anak. Setiap kebutuhan anak akan dapat segera diberikan dan pemberian pelayanan pendidikan dapat terus diperbaharui sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan kemampuan anak. Dengan adanya evaluasi yang berkala, PPI akan bersifat lebih fleksibel menyesuaikan dengan kondisi anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Handojo (2008:67) yang menjelaskan bahwa program materi biasanya dibuat untuk 3 bulan dan diakhiri dengan evaluasi akhir. Setelah itu dibuat lagi program materi untuk 3 bulan berikutnya. Dengan cara ini dapat dipastikan semua materi terapi perilaku yang diperlukan seorang anak dapat terpenuhi dan dapat dilihat tingkat kemajuan seorang anak. Selain itu, apabila terjadi stagnasi pada suatu materi, maka dapat diteliti dimana terjadinya kesalahan, sehingga dapat dikoreksi dengan segera.
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda
Berdasarkan temuan penelitian, SLB Autis Alamanda belum meluluskan peserta didik dari tingkat sekolah dasar luar biasa, tetapi SLB Autis Alamanda telah dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah regular melalui kelas transisi. Kelas transisi merupakan kelas peralihan user persiapan masuk ke kelas dan bagi anak-anak dengan gangguancommit perilakuto sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
154 digilib.uns.ac.id
sekolah regular. Pendapat mengenai kelas transisi dijelaskan oleh Tri Gunadi (2009:5) yang menyatakan bahwa kelas ini ditujukan untuk anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu dan terstruktur. Program kelas transisi bertujuan membantu anak autistik dalam mempersiapkan transisi ke bentuk layanan pendidikan lanjutan. Dalam kelas transisi akan digali dan dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak sehingga akan terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan serta keunggulan anak (child’s deficits and strengths) yang merupakan karakteristik spesifik dari tiap-tiap individu. Berdasarkan karakteristik dan tingkat kemajuan anak yang dicapai dalam program sebelumnya, dapat dibuat rencana pendidikan lanjutan yang paling sesuai. Kelas transisi merupakan titik acuan dalam pemilihan bentuk pendidikan selanjutnya. Dalam melepas anak dari kelas transisi ke kelas regular, SLB Autis Alamanda menyediakan guru pendamping khusus yang disebut shadow selama masih diperlukan sebagai upaya membantu penyesuaian anak di kelas reguler. Sedangkan persyaratan siswa SLB Autis Alamanda dapat masuk ke kelas transisi yaitu anak sudah memiliki kemampuan dalam menarima instruksi kelompok, sudah ada kemampuan interaksi social pada anak, kemampuan kemandirian siswa sudah ada, dan anak telah dapat menguasai kemampuan akademik dasar sesuai kurikulum khusus yang digunakan di SLB Autis Alamanda. Tri Gunadi (2009:6) juga menjelaskan bahwa prasyarat untuk program transisi ke sekolah umum salah satunya adalah diperlukan guru SD umum terlatih dan terapis sebagai pendamping (shadow). Selain itu, yang menjadi persyaratan lain adalah usia anak antara 4 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
155 digilib.uns.ac.id
sampai 8 tahun, karakteristik anak sudah ada verbal, sudah dapat menerima instruksi dan sudah ada kontak mata dengan batasan kemampuan adalah program kurikulum awal atau kurikulum khusus yang dibuat oleh Catherine Maurice, masalah utama adalah dalam sosialisasi dan akademis, termasuk masalah konsentrasi, kepatuhan dan berinteraksi dengan teman sebaya, kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi dilakukan ( misalnya: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olah raga atau istirahat atau prakarya dan sebagainya). Prestasi-prestasi dari peserta didik di SLB Autis Alamanda sampai saat ini masih belum nampak. SLB Autis Alamanda masih terus menggali kemampuan-kemampuan dan bakat-bakat peserta didik agar dapat mencapai prestasi dengan memberikan fasilitas pembelajaran khusus kepada peserta didik yang dianggap memiliki kemampuan baik dalam olah raga maupun kesenian seperti menari dan bernyanyi. SLB Autis Alamanda juga selalu mengikutsertakan siswa-siswanya dalam berbagai kegiatan luar sekolah sebagai salah satu pembelajaran bersosialisasi dan berinteraksi anak terhadap lingkungannya serta menumbuhkan motivasi berprestasi pada peserta didiknya.
3. Kendala Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda
a. Perekrutan guru baru Dalam perekrutan guru, SLB Autis Alamanda masih terkendala pada pengadaan guru dengan kualifikasi yang sesuai dan dalam memenuhi upah/gaji commit to user guru. Sampai saat ini SLB Autis Alamanda masih kekurangan beberapa tenaga
156 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kependidikan yaitu terapis wicara dan psikolog. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, selama ini SLB Autis Alamanda masih mengandalkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dari guru PLB untuk memberikan pelayanan kepada anak dengan gangguan bicara. Sedangkan untuk pemenuhan upah/gaji guru, SLB Autis Alamanda masih membebankan pada penarikan SPP siswa. Usaha yang dilakukan SLB autis Alamanda dalam meningkatkan kesejahteraan guru yaitu dengan mengupayakan setiap guru terdaftar di dinas daerah maupun propinsi sehingga dapat memperoleh tunjangan lain atau terdaftar dalam sertifikasi guru.
b. Peningkatan pengalaman guru Dalam peningkatan pengalaman guru, kendala yang ditemukan di SLB Autis Alamanda yaitu permasalahan pembiayaan. Untuk mendatangkan tenaga ahli untuk memberikan pelatihan kepada guru, SLB Autis Alamanda memerlukan biaya yang terbilang banyak sehingga permasalahan pembiayaan menjadi suatu kendala yang cukup berarti. Cara yang dilakukan SLB Autis Alamanda dalam mengatasi kendala ini yaitu dengan mengajukan proposal kerjasama dan bantuan ke beberapa instansi yang relevan dan kepada dinas kota mapun provinsi. Selain itu, dengan diskusi atau tukar pengalaman dan pengetahuan antar guru juga banyak dilakukan untuk memperbanyak pengetahuan mengenai penanganan anak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
157 digilib.uns.ac.id
c. Penyusunan dan evaluasi PPI Dalam penyususnan PPI, kendala yang ditemukan yaitu ketika mengadakan assessment terhadap siswa baru tidak semua siswa menunjukkan perilaku totalitasnya, sehingga setelah PPI tersusun perlu ada tinjau ulang atau mengevaluasi kembali PPI yang telah disusun. Kendala lain juga terjadi pada orang tua yang kurang aktif dan kurang responsive dalam merencanakan pendidikan untuk anaknya. Penanganan dari permasalahan tersebut yaitu dengan pengadaan evaluasi yang sesering mungkin/kontinyu sesuai dengan jadwal evaluasi sehingga tiap kebutuhan baru dari anak dapat segera teratasi. Sedangkan untuk permasalahan orang tua, SLB Autis Alamanda memberikan penyuluhan dan sosialisasi baik secara bersama-sama kepada wali murid dalam suatu acara tertentu yang telah terjadwal maupun secara khusus pada orang tua yang dianggap perlu memperoleh sosialisasi khusus tentang anak dan kebutuhan anak autistic.
d. Pelaksanaan pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran, SLB Autis Alamanda terkendala pada pelaksanaan kurikulum KTSP yang berorientasi pada mata pelajaran sebagaimana yang telah ditetapkan sesuai undang-undang, sebab siswa-siswa dengan kebutuhan khusus di SLB Autis Alamanda belum dapat mengikuti kurikulum tersebut sehingga pembelajaran yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda tetap harus menggunakan kurikulum khusus yang sesuai dengan commit to user
158 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kondisi dan kebutuhan siswa. Cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan tetap memberikan laporan dan pengertian bahwa kondisi anak-anak di SLB Autis Alamanda memang belum memungkinkan untuk menggunakan kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran. Kendala lain yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu terjadi pada orang tua siswa yang kurang aktif dalam melaksanakan program pembelajaran individual di rumah. Konsistensi antara apa yang dilakukan di sekolah dengan di rumah sangat diperlukan. Jika terdapat perbedaan yang mencolok, antara perlakuan anak di rumah dan di sekolah, kemajuan anak autis akan sulit dicapai. Anak mengalami kebingungan atas apa yang ada pada lingkungannya. Untuk mengatasi hal tersebut, SLB Autis Alamanda melakukan komunikasi intensif antara sekolah dan orang tua baik melalui laporan buku penghubung harian, laporan langsung, evaluasi PPI maupun dalam kegiatan home/school visit.
e. Pelaksanaan metode pembelajaran Dalam pelaksanaan metode pembelajaran, kendala yang ditemukan yaitu pada siswa dengan gangguan selain autis, metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) tidak dapat digunakan secara sempurna sebab anak-anak dengan gangguan yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula sehingga penyampaian materi pada anak-anak tersebut memerlukan metode yang berbeda. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
159 digilib.uns.ac.id
Penanganan yang dilakukan dalam permasalahan ini yaitu dengan menerapkan metode lain yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Misalnya untuk anak-anak slow learner tidak dapat menggunakan siklus DTT sebab anak dengan slow learner memerlukan waktu belajar yang lebih lama dan perlu pengulangan lebih banyak dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Metode yang digunakan di SLB Autis Alamanda dengan menggunakan metode pembelajaran visual untuk mempermudah dan meningkatkan pemahaman anak terhadap materi/informasi yang disampaikan. Kendala lain juga terjadi pada pelaksanaan metode sensori integrasi yaitu dikarenakan waktu pemberian yang kurang karena harus ada pembagian dengan materi-materi lain, alat-alat/media SI yang ada di SLB Autis Alamanda masih terbatas, dan kurang konsistennya pemberian pelayanan SI di rumah sehingga hasilnya menjadi kurang maksimal. Untuk mengatasi masalahmasalah tersebut, selama ini SLB Autis Alamanda terus berupaya menambah media-media SI baik dengan membeli ataupun mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah. Sedangkan untuk permasalahan orang tua, SLB Autis Alamanda terus berusaha memberikan pengertian tentang pentingnya konsistensi pemberian materi pembelajaran antara di rumah dan di sekolah demi keberhasilan pendidikan untuk anak.
f. Pengadaan media pembelajaran Dalam pengadaan media pembelajaran, kesulitan yang ditemukan yaitu karena tidak semua media yang dibutuhkan oleh siswa-siswa SLB Autis commit to user
160 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Alamanda ada di daerah Surakarta, sehingga pengadaannya perlu dengan cara memesan ke daerah lain. Untuk mengatasi hal tersebut, selama ini SLB Autis Alamanda telah memiliki tempat pemesanan khusus untuk media pembelajaran baik di luar daerah ataupun dalam kota. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga melakukan pengadaan sendiri beberapa media dengan cara membentuk tim kreatif khusus untuk merancang dan membuat media-media pembelajaran untuk siswa-siswa SLB Autis Alamanda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan tentang implementasi kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Kurikulum di SLB Autis Alamanda a. Sebelum diterima menjadi siswa SLB autis Alamanda, siswa terlebih dahulu akan menjalani proses assessment yaitu penilaian awal terhadap kemampuan siswa. b. Pemberian materi untuk setiap siswa berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lain yaitu dengan menerapkan pembuatan Program Pelaksanaan Individual (PPI). c. Pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung dari Hari Senin sampai Jumat yang dibagi dalam dua kelompok kelas yaitu kelas individual dan kelas klasikal. Pemberian pembelajaran di kelas individual bersifat sangat individual dengan menerapkan pembelajaran one-on-one yaitu satu siswa akan dihendle oleh satu guru. Sedangkan untuk kelas klasikal setiap kelas berisi 2-3 siswa dimana pemberian pembelajarannya dilakukan secara bersama-sama dengan memadukan kurkulum khusus autis yang mengacu pada perbaikan perilaku, komunikasi, sosialisasi dan interaksi anak dengan kurikulum SLB-C yang memperkenalkan siswa pada commit to user
161
162 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran di sekolah regular, sebab kelas klasikal merupakan kelas transisi sebagai kelas persiapan untuk anak autis menuju sekolah regular. d. Pada Hari Sabtu siswa SLB Autis Alamanda diberi kegiatan ekstrakurikuler yang diisi dengan kegiatan menari, kegiatan olah raga, dan berbagai kegiatan permainan dan kompetisi sebagai ajang sosialisasi dan interaksi anak-anak autis di SLB Autis Alamanda. e. Setiap 2 bulan sekali SLB Autis alamanda mengadakan kegiatan keluar yaitu outing class sebagai pembelajaran bagi orang tua siswa dalam menghandel anak di tempat-tempat umum dan sebagai generalisasi materi yang telah diberikan di sekolah pada obyak-obyak langsung di tempat umum. f. Kegiatan home/school visit di SLB autis Alamanda dilaksanakan setiap 6 bulan sekali untuk setiap anak. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kondisi dan perilaku anak serta perlakuan orang tua terhadap anak di rumah. g. Dalam pelaksanaan kurikulum khusus, SLB Autis Alamanda menggunakan metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) yang dipilih karena terarah, terstruktur dan terukur. Teknik ABA yang digunakan yaitu teknik DTT (Discrete Trial Training), kepatuhan dan kontak mata, one-on-one, fading, shaping, chaining, discrimination training, matching, serta mengenalkan konsep warna, bentuk, dan huruf. SLB Autis Alamanda juga menggunakan metode Sensori Integrasi (SI) dari okupasi terapi. Pembelajaran SI lebih banyak menekankan pada kemampuan motorik anak, baik dalam commit to user
163 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkatkan
kemampuan
keseimbangan,
perabaan,
rasa
sendi,
penglihatan, penciuman dan pengecap, serta pendengaran.
2. Hasil yang dicapai : a. SLB Autis Alamanda belum meluluskan peserta didik dari tingkat sekolah dasar luar biasa, tetapi SLB Autis Alamanda telah dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah regular melalui kelas transisi yang dibuka di SLB Autis Alamanda. b. SLB Autis Alamanda mengikutkan siswa-siswanya dalam berbagai kegiatan keluar, baik lomba maupun dalam mengisi berbagai acara sebagai ajang sosialisasi interaksi, dan generalisasi siswa autisme.
3. Kendala : Dalam pelaksanaan kurikulum, SLB Autis Alamanda masih menemui kendala-kendala baik dari perekrutan guru dengan kualifikasi yang sesuai, peningkatan pengalaman guru, penyusunan dan evaluasi PPI terutama pada orang tua yang cenderung kurang responsive dalam memberikan masukan mengenai pendidikan yang tepat untuk anaknya, pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan metode pembelajaran serta pengadaan sarana dan media pembelajaran.
commit to user
164 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan tentang implementasi kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda Surakarta, maka implikasi yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Pemberian pelayanan pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus autism sangat sesuai apabila menggunakan kurikulum yang berorientasi pada karakteristik serta kabutuhan anak autism yaitu menekankan pada penanganan perilaku, komunikasi, sosialisasi, interaksi, dan kemandirian diri. 2. Dalam memberikan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus autism tenaga pengajar yang dipilih harus memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai agar dapat memberikan pelayanan pendidikan secara tepat dan optimal bagi peserta didik. 3. Peran orang tua dalam keberhasilan pendidikan untuk anak autis sangatlah besar, sehingga orang tua perlu memahami tentang anak autis, kebutuhan diri anak autism, kebutuhan pendidikannya, serta cara penanganan yang tepat bagi setiap perilaku yang ditunjukkan anak autism.
C. Saran Berdasarkan hasil analisis data penelitian di lapangan maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada SLB Autis Alamanda a. SLB Autis Alamanda hendaknya perlu mengadakan lokakarya kurikulum khusus autis untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai commit to user
165 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurikulum dalam usaha pengembangan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda. b. SLB Autis Alamanda hendaknya dapat mengaktifkan kembali kegiatan penjaringan yang dilakukan setiap 6 bulan sekali baik di puskesmas maupun di sekolah-sekolah lain sebagai salah satu usaha meningkatkan kesadaran orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar memperolah pendidikan yang tepat serta untuk lebih memperkenalkan SLB Autis Alamanda di masyarakat.
2. Kepada Guru SLB Autis Alamanda Personal
guru
hendaknya
dapat
mengembangkan
pengetahuan
dan
kemampuan dalam penguasaan terhadap kurikulum dan metode ABA dengan sharing guru minimal 3 bulan sekali sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal pada anak.
3. Kepada Orang Tua Siswa SLB Autis Alamanda a. Orang tua hendaknya harus lebih responsive ketika melakukan penyusunan PPI, sehingga pemberian pendidikan untuk anak dapat benarbenar sesuai dengan kebutuhan anak. b. Orang tua hendaknya harus lebih aktif dalam memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak terutama konsistensi pemberian materi di rumah sebagai kelanjutan pembelajaran di sekolah demi keberhasilan pendidikan untuk anak autism.
commit to user