IMPLEMENTASI HAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESSMENT AND CONTROL PADA PROSES PRODUKSI BC. CASTING GEDUNG C PT. SHOWA INDONESIA MANUFACTURING CIKARANG
LAPORAN TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya
Tari Tri Apsari R0013101
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2016
IMPLEMENTASI HAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESSMENT AND CONTROL PADA PROSES PRODUKSI BC. CASTING GEDUNG C PT. SHOWA INDONESIA MANUFACTURING CIKARANG
LAPORAN TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya
Tari Tri Apsari R0013101
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2016 i
ii
PENGESAHAN PERUSAHAAN
Laporan Tugas Akhir dengan Judul : Implementasi Hazard Identification Risk Assessment and Control Pada Proses Produksi BC. Casting Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing
Tari Tri Apsari, NIM: R0013101 Telah disetujui dan disahkan oleh : Pembimbing Magang PT. Showa Indonesia Manufacturing Pada Hari
Tanggal
Menyetujui :
Kepala Seksi BC. Casting
Pembimbing Lapangan
Zaelnurdin
Anton Widodo
iii
ABSTRAK IMPLEMENTASI HAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESSMENT CONTROLS PADA PROSES PRODUKSI BC. CASTING GEDUNG PT. SHOWA INDONESIA MANUFACTURING Tari Tri Apsari1, Yeremia Rante Ada’2 Latar Belakang: Setiap proses pekerjaan memiliki risiko bahaya memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko yang bertujuan untuk mencipatakan lingkungan kerja yang aman , efesien dan produktif serta harus memenuhi ketentuan dari implementasi OHSAS 18001 : 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi bahaya, Dampak yang ditimbulkan, Penilian risiko serta upaya pengendalian yang tepat untuk mengurangi atau meminimalisir potensi bahaya yang mungkin terjadi pada proses kerja Melting, Casting, dan Cutting di PT. Showa Indonesia Manufaturing. Metode Penelitian: Jenis Penelitian ini adalah observasional dengan metode deskriptif untuk menggambarkan proses kerja Melting, Casting, dan Cutting di area BC. Casting PT. Showa Indonesia Manufacturing. Hasil Penelitian: Identifikasi dilakukan pada proses pekerjaan Melting, Casting, dan Cutting di area BC. Casting memiliki potensi bahaya ergonomi, bahaya lingkungan, bahaya kesehatan dan bahaya mekanik. Dampak yang kemungkinan terjadi yaitu luka bakar, patah tulang, bahkan kematian. Nilai tingkat risiko yang ditemukan adalah tingkat risiko sedikit (slight) dan nilai risiko rendah ( Low), untuk nilai risiko menengah (medium), tinggi (high) dan sangat tinggi (very high) tidak ditemukan. Pengendalian yang dilakukan yaitu rekayasa Teknik, rekayasa administrasi dan Alat Pelindung Diri (APD). Simpulan Penelitian: Perusahaan telah mengupayakan HIRAC di area kerja yang disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada elemen 2 kriteria 2.1.1 dan OHSAS 18001:2007 klausul 4.3.1 Kata Kunci: Identifikasi bahaya, Penilaian risiko, Pengendalian risiko 1. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dosen Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
iv
ABSTRACT THE IMPLEMENTATION OF HAZARD IDENTIFICATION RISK ASSESMENT CONTROLS ON PROCESS PRODUCTION BUILDING C PT. SHOWA INDONESIA MANUFACTURING CIKARANG Tari Tri Apsari1, Yeremia Rante Ada’2 Background : Every process of work had hazard that is probably led to work accident. The Purpose of risk identification, risk assessment and risk management is to created a safe efficient and productive’s work place and should be complate the implementation of OHSAS 18001: 2007. The purposes of this research identified hazard, that possible happened, the impact risk assessment and the work process effort to minimize the risk of accident working , Melting, casting and Cutting in PT Showa Indonesia Manufacturing. Methods : The type of this research was an observational descriptive method to describe the work process Melting, Casting, and Cutting in the BC Casting area PT. Showa Indonesia Manufacturing Results : The Identification did on Melting, Casting, And Cutting’s proses in BC. Casting area had potential ergonomic, environmental, health, dan mechanical’s hazard. The Impact that may happened founded is burns, fracture and dead. The value of the level found is at slight level and low-risk value, while for the intermediate risk (medium), high and very high are not found. The risk management that has been applied is technical and administration engineering and Personal Protective Equipment (PPE) Conclusions : The company has sought HIRAC in work area which was appropriated with the Regulation of Republic Indonesia no. 50 year 2012 about the management system of occupational health and safety on element 2 criteria 2.1.1 and OHSAS 18001 : 2007 clause 4.3.1 Keywords : Hazard identification , Risk assessment, Risk management 1. Industrial Hygiene, Occupational Health and Safety Program, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University 2. Lecturer of Industrial Hygiene, Occupational Health and Safety, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University
v
PRAKATA Bismillahirohmanirohim Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas berkah, rahmat, serta hidayahNya sehingga dapat diberikan nikmat sehat, kelancaran, dan kemudahan dalam menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul: “Implementasi Hazard Identification Risk Assessment And Control Pada Proses Produksi BC. Casting Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing” Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program Diploma 3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Hartono, M.si selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan pelaksanaan magang. 2. Ibu Yeremia Rante Ada’,S.Sos, M.Kes selaku Kepala Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan laporan ini. 3. Ibu Martini, Dra, M.Si selaku penguji yang sudah memberikan saran dan masukan demi sempurnannya laporan ini. 4. Bapak Anton Widodo selaku pembimbing lapangan beserta seluruh manajemen PT. Showa Indonesia Manufacturing yang telah memberikan kesempatan, bimbingan dan saran dalam keberlangsungan magang serta pengumpulan data dalam penyusunan laporan ini. 5. Bapak Siswanto dan Ibu Esti Hendrawati orang tuaku tercinta, yang medukung penuh magang serta pembuatan laporan ini. 6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas dukungan dan do’anya Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari pembaca. Wassalamualaikum Wr. Wb. Surakarta, 14 Maret 2016 Penulis,
Tari Tri Apsari vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ............................................. iii ABSTRAK ...................................................................................................... iv PRAKATA ...................................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ...................................................................2 B. Rumusan Masalah ............................................................................4 C. Tujuan Penelitian..............................................................................4 D. Manfaat Penelitian............................................................................5 BAB II LANDASAN TEORI .........................................................................7 A. Tinjauan Pustaka ..............................................................................7 B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................35 A. Jenis Penelitian ...............................................................................35 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................35 C. Objek Penelitian dan Ruang Lingkup .............................................35 D. Sumber Data ...................................................................................35 E. Teknik Pengumpulan Data..............................................................36 F. Pelaksanaan .....................................................................................37 G. Analisis Data ..................................................................................37 BAB IV HASIL PENELITIAN....................................................................38 BAB V PEMBAHASAN ...............................................................................54 A. Pembahasan Hasil Analisis ............................................................54 B. Tindakan Pengendalian...................................................................58 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................64 A. Simpulan.........................................................................................64 B. Saran ...............................................................................................66 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................68 LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL Tabel 01. Nilai Kemungkinan Insiden ................................................................. Tabel 02. Nilai Keparahan ................................................................................... Tabel 03. Paparan Bahaya.................................................................................... Tabel 04. Refensi Kualitas Resiko Pekerjaan ...................................................... Tabel 05. Uraian pekerjaan melting beserta potensi bahaya. ............................... Tabel 06. Uraian pekerjaan Casting dan potensi bahaya ..................................... Tabel 07. Uraian pekerjaan Cutting dan potensi bahaya..................................... Tabel 08. Uraian pekerjaan perbaikan dan perawatan mesin dan potensi bahaya .................................................................................................. Tabel 09. Uraian Pekerjaan Panel Listrik beserta potensi bahayanya ................. Tabel 10. Uraian jenis bahaya pada proses melting beserta dampaknya ............. Tabel 11. Uraian jenis bahaya pada proses casting beserta dampaknya .............. Tabel 12. Uraian jenis bahaya pada proses cutting beserta dampaknya .............. Tabel 13. Uraian jenis bahaya perbaikan/ perawatan mesin beserta dampakanya ......................................................................................... Tabel 14. Uraian jenis bahaya Panel Listrik beserta dampaknya........................ Tabel 15. Analisis penilaian risiko pada proses Melting...................................... Tabel 16. Analisis penilaian risiko pada proses Casting...................................... Tabel 17. Analisis penilaian risiko pada proses cutting ....................................... Tabel 18. Analisis penilaian risiko pada proses perbaikan dan perawatan .......... Tabel 18. Analisis penilaian risiko pada panel listrik. .........................................
viii
27 27 29 29 41 41 42 43 43 44 44 45 45 46 46 47 47 48 48
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model Teori Domino Penyebab Kerugian ........................................ 16 Gambar 2. Teori Gunung Es (Ice Berg Theory).................................................. 19
ix
DAFTAR SINGKATAN 5R APAR APD BBS BC EHS K3 HIRAC IK ILO ISO K3 P3K PAK PPGD PT SMK3 SOP OHSAS
: Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin : Alat Pemadam Api Ringan : Alat Pelindung Diri : Behaviour Based Safety : Bottom Case : Environment, Health, Safety : Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Hazard Identification Risk Assessment Control : Instruksi Kerja : Internasional Labour Organization : International Organization for Standardization : Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan : Penyakit Akibat Kerja : Pertolongan Pertama Gawat Darurat : Perseroan Terbatas : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Standar Operasional Prosedur : Occupational Health and Safety Assessment Series
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5 Lampiran 6. Lampiran 7.
Surat Keterangan Magang Jadwal Kegiataan PKL Laporan Kegiatan Harian SOP HIRAC Intruksi Kerja HIRAC Form Objection, Target & Activity Plan (Casting Non BC) Tabel HIRAC seksi Casting Non BC PT. Showa Indonesia Manufacturin
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap aktifitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-tahap proses memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari aktifitas kerja di tempat kerja. Pekerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal. Ada tiga aspek utama dasar keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja selamat (K3). Keselamatan kerja adalah sarana untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak terduga dan disebabkan oleh kelalaian kerja (unsafe action) serta lingkungan kerja yang tidak kondusif (unsafe condition). Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga dapat mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap tenaga kerja, mencegah terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja, mencegah pencemaran lingkungan hidup dan dapat melindungi masyarakat sekitar tempat kerja. Kesehatan kerja menjadi instrumen untuk menciptakan dan memelihara derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya bagi seluruh tenaga kerja di perusahaan. Kerja selamat (behavior safety) adalah bagian penting dalam 1
2
implementasi K3 di perusahaan dengan menanamkan keyakinan kepada seluruh tenaga kerja di perusahaan pentingnya kerja selamat maka budaya selamat (safety culture) akan tercipta di lingkungan perusahaan yang kemudian menjadi kebiasaan tanpa harus selalu diingatkan. Kecelakaan terjadi dalam proses interaksi yaitu ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat, material, lingkungan dimana pekerja berada (Ramli, 2010). Melihat risiko yang terjadi cukup besar, maka pencegahan kecelakaan harus menjadi hal yang diutamakan. Menurut International Labour Organization (ILO), Kecelakaan kerja di industri dapat diklasifikasikan menurut jenis kecelakaan, agen penyebab atau objek kerja, jenis cidera atau luka dan lokasi tubuh yang terluka. Untuk menemukan
dan
menetukan
lokasi
bahaya
potensial
yang
dapat
mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, maka perlu melakukan identifikasi bahaya, penilaian resiko, dan penentuan pengendalian (Ramli, 2010). Bahaya memang tidak dapat dihilangkan akan tetapi dapat diminimalisir dan dikendalikan. Oleh karena itu kondisi yang tidak standar dan tindakan tidak aman harus diidentifikasi sedini mungkin dan segera diadakan tindakan perbaikan sebelum berkembang menjadi kecelakaan kerja. Salah satu cara pencegahan kecelakaan kerja dalam keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah dengan membuat Hazard Identification Risk Assessment and Control (HIRAC)
3
Identifikasi Potensi Bahaya (Hazard Identification) adalah suatu proses aktivitas yang dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja (Tarwaka, 2008). PT Showa Indonesia Manufacturing merupakan perusahaan yang tergabung dalam Grup Astra, yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur kendaraan roda dua dan roda empat. PT. Showa Indonesia Manufacturing menghasilkan produk berupa steering steem dan shock absorber atau yang lebih dikenal dengan shock breaker. Pada
proses
produksinya,
PT.
Showa Indonesia Manufacturing
menggunakan peralatan-peralatan dan material yang mempunyai tekanan panas yang tinggi. Di proses BC. Casting atau tempat peleburan almunium sangatlah berbahaya. Dalam keadaan produksi mesin melting akan meleburkan almunium pada suhu
yang mencapai 700o C dengan
menggunakan bahan bakar natural gas. Selain itu, cairan melting yang panas dapat mengenai tenaga kerja yang mangambil cairan panas tersebut secara manual. Dengan bahaya yang sangat tinggi tersebut maka perusahaan tidak ingin terjadi peledakan pada mesin melting saat proses produksinya. Dengan bahaya yang sangat tinggi dan lingkungan kerja sangatlah rentan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Jika terjadi kebocoran gas maka kerugian yang diterima perusahaan akan sangatlah tinggi. Maka dari itu perlulah dibuat Hazard Identification Risk Assessment and Control (HIRAC) untuk meminimalisir kecelakaan yang ada. HIRAC diperlukan sebagai
4
langkah awal untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan. Metode ini dapat memudahkan kita untuk mengidentifikasi bahaya dan menilai tingkat risiko yang ada di tempat kerja serta menentukan pengendalian dimulai dari tingkat risiko yang tertinggi. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis berminat untuk menganalisis implementasi Hazard Identification Risk Assessment Control
pada proses
BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa saja sumber bahaya yang terdapat pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing ? 2. Bagaimana Implementasi Hazard Identification Risk Assessment Control pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing dan upaya pengendalian yang dilakukan perusahaan guna meminimalisir potensi-potensi bahaya yang mungkin ditimbulkan dapat menyebabkan kecelakaan dan kerugian?
5
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi sumber bahaya yang terdapat pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing? 2. Untuk mengetahui dampak dari potensi bahaya dan faktor bahaya dari proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing? 3. Menilai risiko dari sumber bahaya yang timbul dari segala aktivitas pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing? 4. Untuk
mengetahui
upaya
pengendalian
yang
dilakukan
untuk
meminimalisir tingkat risiko bahaya dari pekerjaan pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing? D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Perusahaan a. Memberikan gambaran mengenai potensi risiko bahaya dan faktor bahaya yang dapat ditimbulkan dari masing-masing pekerjaan pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing.
6
b. Memberikan rekomendasi dan masukan dalam upaya mengendalikan potensi risiko bahaya dan faktor bahaya yang berguna sebagai acuan dasar untuk melakukan tindakan pengendalian yang lebih efektif. 2. Program D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja Diharapkan dapat menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, pengembangan kurikulum, dan meningkatkan program belajar mengajar di Program Studi D3 Hiperkes dan Keselamatan Kerja, khususnya mengenai penerapan dan pelaksanaan identifikasi penilaian risiko dan bahaya serta pengendaliannya. 3. Mahasiswa a. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan mahasiswa, khususnya dalam hal mengidentifikasi potensi bahaya dan faktor bahaya yang mungkin terjadi di tempat kerja. b. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan perencanaan terhadap upaya pengendalian risiko bahaya yang lebih efektif. c. Mempraktekkan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja yang telah didapat dan dipelajari di bangku kuliah.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tiap ruangan atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air dan di udara. (Tarwaka, 2008) Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Setiap tempat kerja memiliki sumber bahaya maka pemerintah melalui peraturannya mengatur keselamatan dan kesehatan kerja baik di darat, di dalam tanah di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku dimana : a. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan. 7
8
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi. c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan. d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan. e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara. f. Dikerjakan
bongkar-muat
barang
muatan
di
kapal,
perahu,
dermaga,dok, stasiun atau gudang. g. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain didalam air. h. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan.
9
i. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah. j. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting. k. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang; Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. l. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah. m. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon. n. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset o. Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air. p. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik 2. Sumber Bahaya Menurut Tarwaka (2008) bahaya (hazard) adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan
10
atau gangguan lainya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan. Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi bagian dari satu zat, sistem, kondisi atau peralatan (Ramli, 2009) Menurut Ramli (2009) bahaya digolongkan menurut jenisnya adalah sebagai berikut : a. Bahaya fisik yang meliputi kebisingan, intensitas penerangan yang kurang, temperatur ekstrim baik panas maupun dingin, vibrasi atau getaran yang berlebihan, radiasi, dan sebagainya. b. Bahaya mekanis meliputi terpukul, terbentur, terjepit, tersandung, kejatuhan peralatan atau benda yang berada di lingkungan kerja. c. Bahaya kimia adalah bahaya yang berasal dari substansi kimia yang digunakan secara tidak tepat, baik dalam proses pekerjaan, pengelolaan dan penyimpanan. Bahan-bahan tersebut meliputi bahan yang bersifat racun, merusak, mudah terbakar, penyebab kanker dan oksidator. d. Bahaya biologi, yaitu bahaya yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri, dan jamur yang dapat menyebabkan dan atau mendukung timbulnya penyakit akibat kerja seperti infeksi, alergi, dan berbagai penyakit lainnya. e. Bahaya ergonomi, yaitu bahaya yang disebabkan oleh ketidaksesuaian interaksi antara manusia, peralatan dan lingkungan, yang berkaitan
11
dengan tata letak yang salah, desain pekerjaan yang tidak sempurna, dan manual handling yang tidak sesuai. f. Bahaya psikologik yaitu bahaya yang dapat berhubungan atau menyebabkan timbulnya kondisi psikologik pekerja yang berpengaruh terhadap pekerjaan, seperti bekerja di bawah tekanan, hubungan atasan yang tidak harmonis, dan waktu kerja yang berlebihan. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan ada faktor penyebab yang dapat ditentukan dan dikendalikan. Sumber-sumber bahaya dari kecelakaan di lingkungan kerja berasal dari: a. Manusia/Pekerja Manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tinbulnya suatu kecelakaan kerja. Selalu ditemui dari hasil penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh karena kelalaian atau kesalahan manusia. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha, insinyur, ahli kimia, ahli listrik, pimpinan kelompok, pelaksana atau petugas yang melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan (Suma’mur, 2013). Cara kerja yang tidak benar dapat membahayakan tenaga kerja, orang lain, dan lingkungan sekitar. Cara kerja yang demikian yang sering terjadi antara lain mengangkat dan mengagkut, apabila
12
dilakukan dengan cara yang salah dapat mengakibatkan cidera, dan yang paling sering adalah cidera pada tulang punggung. (Tarwaka, 2008) Selain itu bahaya yang ditimbulkan dari pekerja lebih disebabkan oleh pengetahuan yang kurang, kondisi fisik yang tidak memenuhi syarat, sikap yang tidak aman yaitu sembrono, ceroboh, tidak serius, dan tidak disiplin. b. Bangunan, Peralatan, dan Instalasi Bangunan dan peralatan mempunyai peranan dalam memicu timbulnya bahaya karena bangunan yang kurang kokoh, peralatan yang tidak cocok, perangkat peralatan yang rusak, peralatan yang tidak lengkap, dan tidak adanya sertifikasi dari peralatan. Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian.konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja.Instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan kerja baik dalam desain maupun konstruksi. Sebelum operasi harus dilakukan percobaan untuk menjamin keselamatan serta dioperasikan oleh orang yang ahli dibidangnya agar memenuhi
standar yang
ditentukan. Peralatan meliputi mesin dan alat atau sarana lain yang digunakan. Elemen ini merupakan faktor penyebab utama terjadinya insiden. Perawatan peralatan bukan hanya menurut waktu pemakaian melainkan juga didasarkan pada kondisi bagian-bagiannya. Tanpa
13
perawatan yang teratur, keadaan mesin berubah menjadi penyebab bahaya. Peralatan yang haruslah
digunakan semestinya serta
dilengkapi dengan alat pelindung dan pengaman, peralatan itu dapat menimbulkan macam-macam bahaya seperti: kebakaran, sengatan, listrik, ledakan, luka-luka dan cidera. c. Bahan/Material Tiap-tiap material mempunyai risiko bahaya dengan tingkat yang berbeda-beda sesuai sifat bahan, yaitu: 1) Mudah terbakar, 2) Mudah meledak, 3) Menimbulkan alergi, 4) Menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, 5) Menyebabkan kanker, 6) Mengakibatkan kelainan pada janin, 7) Bersifat racun, 8) Radioaktif. (Tarwaka, 2012) d. Cara Kerja Bahaya dari cara kerja dapat membahayakan kejiwaan orang itu sendiri dan orang lain di sekitarnya. Cara kerja yang demikian antara lain: 1) Cara mengangkut dan mengangkat, apabila dilakukan dengan cara yang salah dapat berakibat cedera dan yang paling sering adalah
14
cedera pada tulang punggung. Juga sering terjadi kecelakaan sebagai akibat cara mengangkut dan mengangkat, 2) Cara kerja yang mengakibatkan hamburan debu dan serbuk logam, percikan api serta tumpahan bahan berbahaya, 3) Memakai alat pelindung diri yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. Penyedia perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. (Syukri Sahab, 1997) e. Lingkungan Kerja Bahaya dari lingkungan kerja, dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta penurunan produktivitas dan efisiensi kerja. Bahaya-bahaya tersebut adalah: 1) Bahaya yang bersifat fisik, seperti ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin, bising, kurang penerangan, getaran yang berlebihan, radiasi dan sebagainya, 2) Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama produksi, 3) Bahaya biologik disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun binatang lain yang ada di tempat kerja,
15
4) Gangguan jiwa yang dapat terjadi karena keadaan lingkungan sosial tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan jiwa pada karyawan, seperti keharusan mencapai target produksi yang terlalu tinggi di luar kemampuan, hubungan atasan dan bawahan yang tidak serasi, dan lain-lain. 5) Gangguan yang besifat fatal karena beban kerja yang terlalu berat, peralatan yang digunakan tidak serasi dengan tenaga kerja. (Syukri Sahab, 1997). 3. Kecelakaaan Kerja Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan tidak disertai kerugian material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat (Suma’mur, 2013). Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi didalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai berikut: a. Tidak diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan.
16
b. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena peristiwa kecelakaan akan selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental. c. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurangkurangnya menyebabkan gangguan proses kerja. Suatu kecelakaan kerja hanya akan terjadi apabila terdapat berbagai faktor penyebab secara bersamaan pada suatu tempat kerja atau proses produksi. Dari beberapa penelitian para ahli memberikan indikasi bahwa suatu kecelakaan kerja tidak dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi terjadi oleh satu atau beberapa faktor penyebab kecelakaan sekaligus dalam suatu kejadian (Tarwaka, 2008).
Gambar 1. Model Teori Domino Penyebab Kerugian. Sumber: Frank Bird, Jr. Dan Germain. 1986 Teori Kecelakaan Kerja Heinrich (1931) dalam Tarwaka (2008) pada risetnya menemukan teori yang dinamakan Teori Domino. Setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera, terdapat lima faktor secara berurutan yang digambarkan sebagai domino yang berdiri sejajar yaitu;
17
kebiasaan, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi yang tidak aman (hazard), kecelakaan serta cedera. Birds (1967) dalam Ramli (2009) memodifikasi
“Teori
Domino”
dengan
mengemukakan
”Teori
Manajemen” yang berupa lima faktor dalam urutan kecelakaan yaitu; manajemen, sumber penyebab dasar, gejala, kontak dan kerugian. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai negara tidak sama. Namun demikian, ada kesamaan umum bahwa kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab yaitu: a. Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts). Contohnya peralatan pengaman yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat, peralatan rusak, terlalu sesak atau sempit, sistemsistem tanda peringatan yang kurang memadai, bahaya
kebakaran
dan ledakan, housekeeping yang buruk, lingkungan berbahaya atau beracun, bising dan paparan radiasi. b. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Contohnya gagal untuk memberi peringatan, gagal mengamankan, bekerja dengan kecepatan yang salah, menyebabkan alat-alat tidak berfungsi, menggunakan alat yang rusak, menggunakan alat yang salah, kegagalan dalam memakai alat pelindung diri, membongkar secara salah dan mengangkat secara salah. Dalam teori yang sudah diungkapkan ahli-ahli melalui penelitian dan mengkaji dalam semua hal menyatakan bahwa suatu kecelakaan tidak
18
datang dengan sendirinya. Terjadinya kecelakaan merupakan hasil dari tindakan dan kondisi yang tidak aman dan kedua hal tersebut selanjutnya akan tergantung pada seluruh macam faktor. Gabungan dari berbagai faktor inilah dalam kaitan urut-urutan tertentu akan menyebabkan kecelakaan. Hal ini seperti rangkaian kartu domino, kartu-kartu tersebut diumpamakan sebagai faktor penyebab kecelakaan. Bila salah satu kartu jatuh akan menjatuhkan kartu lain secara beruntun, ini dapat dicegah dengan memindahkan salah satu kartu. Pemindahan kartu dapat diartikan sebagai
proses
menghilangkan
salah
satu
dari faktor penyebab
kecelakaan yang menjadi prinsip pencegahan kecelakaan. Pada akhir rangkaian-rangkaian kecelakaan tersebut akan dapat menyebabkan kerugian, baik pada manusia atuupun harta benda yang dapat mempengaruhi kualitas produksi serta keselamatan dan kesehatan kerja. Kerugian dari kecelakaan menurut (Suma'mur, 1996), berupa: 1) Kerusakan, 2) Kekacauan organisasi, 3) Keluhan dan kesedihan, 4) Kelainan dan cacat, 5) Kematian. Kecelakaan dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi dan non ekonomis. Kerugian non ekonomis dapat berupa kekacauan organisasi, aspek kemanusiaan, dan turunnya citra perusahaan dimata masyarakat. Kerugian ekonomis dapat digambarkan seperti gunung es, yaitu biaya
19
langsung sebagai bongkahan es yang terlihat diatas permukaan laut, sedangkan biaya tak langsung yaitu bongkahan gunung es yang berada di bawah permukaan laut yang ternyata jauh lebih besar. (Bird Jr. dan Germain, 1990).
A
B Keterangan: A = Biaya Langsung, B = Biaya Tidak Langsung Gambar 2. Teori Gunung Es (Ice Berg Theory) Sumber: Bird Jr. Dan Germain, 1990. 1) Biaya langsung Biaya langsung dari kecelakaan meliputi : a) Perawatan dokter, b) Biaya kompensasi. 2) Biaya tak langsung Biaya tak langsung akibat dari kecelakaan meliputi : a) Kerusakan dan kerugian harta benda. (1) Kerusakan bangunan,
20
(2) Kerusakan perkakas, (3) Kerusakan hasil produksi dan material, (4) Gangguan dan keterlambatan produksi, (5) Biaya untuk pemenuhan aturan, (6) Biaya peralatan untuk keadaan darurat, (7) Biaya sewa peralatan, (8) Waktu untuk penyelidikan. b) Biaya-biaya lain: (1) Gaji selama tidak bekerja, (2) Biaya penggantian dan/atau pelatihan, (3) Overtime, (4) Ekstra waktu untuk supervisor, (5) Penurunan hasil kerja bagi yang celaka sewaktu mulai bekerja, (6) Menurunnya business volume. (Syukri Sahab, 1997). 4. Analisis Bahaya Lingkungan Kerja Bahaya yang timbul dari pekerjaan, proses, dan lingkungan. Setiap tahapan pekerja dapat dikenali bahayanya, sehingga dapat diatasi agar tidak menimbulkan kecelakaan. Cara kerja yang tidak aman dapat membahayakan bagi tenaga kerja sendiri ataupun orang lain yang berada di sekitarnya. Dengan mencari penyimpangan-penyimpangan yang berasal dari kondisi desain, menggunakan instruksi kerja tertulis sebagai pedoman, serta mengamati tahapan suatu proses dari awal sampai selesai, maka
21
potensi bahaya yang disebabkan oleh kesalahan operasi atau kesalahan fungsi dari suatu bagian alat dapat diidentifikasi. Menurut The National Safety Council (1998), analisis bahaya adalah suatu proses yang sistematik untuk mendapatkan informasi yang spesifik (tentang bahaya dan data-data kelalaian) yang berkaitan dengan suatu sistem. Dengan menemukan bahaya-bahaya yang paling mungkin terjadi dan atau yang memiliki risiko yang fatal, analisis bahaya menghasilkan informasi yang penting dalam menemukan ukuran kontrol yang efektif. Adapun kegunaan analisis bahaya di lingkungan kerja, adalah sebagai berikut: a. Analisis bahaya mampu menemukan bahaya yang terlalaikan atau terabaikan dari suatu proses operasi atau pekerjaan terkait, b. Analisis bahaya mampu menemukan bahaya yang timbul setelah suatu proses operasi atau pekerjaan terkait berjalan, c. Analisis bahaya dapat menunjang kualifikasi apa yang merupakan prasyarat untuk pelaksanaan kerja yang produktif dan aman, d. Analisis bahaya dapat menunjukkan kebutuhan untuk memodifikasi proses, operasi atau pekerjaan, e. Analisis bahaya mampu mengenali kondisi berbahaya dalam suatu fasilitas,
perlengkapan,
peralatan,
(misalnya: unsafe condition),
bahan-bahan
proses
operasi
22
f. Analisis bahaya mampu mengetahui sejauh mana faktor manusia bertanggung jawab dalam kecelakaan (misalnya: penyimpangan dari prosedur standar), g. Analisis bahaya mampu mengenali sejauh mana faktor-faktor yang terpapar dapat memberi sumbangan pada terbentuknya penyakit (misalnya: kontak dengan substansi atau bahan berbahaya), h. Analisis
bahaya
mampu
mengenali
faktor-faktor
fisik
yang
mempengaruhi situasi berbahaya (kebisingan, getaran, pencahayaan, dll), i. Analisis bahaya mampu menentukan metode pengawasan yang tepat dan standar perawatan untuk keperluan keselamatan. Proses analisis bahaya dilakukan melalui pengenalan/identifikasi, penilaian/evaluasi, dan pengendalian. a) Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah proses determinasi terhadap apa yang dapat terjadi, mengapa, dan bagaimana (Rudi Suardi, 2005). Pada umumnya kegiatan ini melakukan identifikasi terhadap sumber bahaya dan area yang terkena dampaknya. Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. 2) Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi. (Depnaker RI, 2002)
23
Prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko sebaiknya mempertimbangkan : a) Aktivitas rutin dan tidak rutin. b) Aktivitas semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja. c) Perilaku, kemampuan dan faktor manusia. d) Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja. e) Bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas pekerjaan. f) Tersedianya infrastruktur, peralatan dan material oleh perusahaan. g) Perubahan
atau rencana perubahan baik
kegiatan maupun
materialnya. h) Perubahan pada sistem manajemen K3 yang berdampak terhadap operasi, aktivitas maupun prosesnya. Tujuan persyaratan ini untuk memastikan identifikasi bahaya secara komprehensif dan rinci agar semua peluang bahaya dapat diidentifikasi dan dapat dilakukan tindakan pengendalian. Pelaksanaan identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan metode dan aspek dalam melaksanakan di perusahaan. Terdapat beberapa teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif yang antara lain data kejadian, daftar periksa, Brainstorming, What If Analysis, Hazops
(Hazard and Operability Study), analisa moda
kegagalan dan efek ( Failure Mode and Effect Analysis ), Task Analysis,
24
Even Tree Analysis, analisis pohon kegagalan (Fault Tree Analysis) serta analisis keselamatan kerja (Job Safety Analysis) (Ramli,2009). 5. Hazard Identification Risk Assessment and Control (HIRAC) Berdasarkan penjelasan tersebut pelaksanaan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan menentukan pengendaliannya dapat berupa : a. Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan
karakteristik
bahaya,
kita
dapat
lebih
berhati-hati
dan
waspada dalam melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan, namun tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah. (Soehatman Ramli, 2009). Dalam arti lain identifikasi bahaya adalah proses untuk mengenali hazard yang ada dan menetapkan karakteristiknya (OHSAS 18001 klausul 3.7). Prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko sebaiknya mempertimbangkan : 1) Aktivitas rutin dan non rutin. 2)
Aktivitas semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja.
3) Perilaku, kemampuan dan faktor manusia. 4) Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja. 5) Bahaya yang ditimbulkan dari aktivitas pekerjaan.
25
6) Tersedianya infrastruktur, peralatan dan material oleh perusahaan. 7) Perubahan
atau
rencana
perubahan
baik
kegiatan
maupun materialnya. 8) Perubahan pada sistem
manajemen K3
yang berdampak
terhadap operasi, aktivitas maupun prosesnya. Tujuan persyaratan ini untuk memastikan identifikasi bahaya secara komprehensif dan rinci agar semua peluang bahaya dapat diidentifikasi dan dapat dilakukan tindakan pengendalian. b. Penilaian Risiko Menurut Ramli (2009) risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Sedangkan penilaian risiko adalah proses evaluasi risiko-risiko yang diakibatkan adanya bahaya-bahaya,
dengan
memperhatikan
kecukupan pengendalian
yang dimiliki dan menentukan apakah risiko dapat diterima atau tidak (OHSAS 18001). Penilaian risiko (risk assessment) mencakup dua tahap proses yaitu mengalisa risiko (risk analysis) dan mengevaluasi risiko (risk evaluation), dimana kedua tahapan ini sangat penting karena akan menentukan langkah dan strategi pengendalian risiko.
26
1) Analisis Risiko Analisis risiko adalah menentukan besarnya suatu risiko yang merupakan kombinasi antara kemungkinan terjadinya bahaya (likelihood) dan tingkat keparahan (severity). Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis risiko baik kualitatif, semi maupun kuantitatif. Pemilihan teknik analisis risiko yang tepat antara lain memperhatikan kondisi, fasilitas dan jenis bahaya yang ada, dapat membantu dalam penentuan pengendalian risiko serta dapat membedakan tingkat bahaya secara jelas agar memudahkan
dalam
menentukan
prioritas
langkah
pengendaliannya. Metode analisis risiko antara lain adalah: a) Menghitung kemungkinan insiden (probability) Bahaya yang ada ditempat kerja mempunyai kesempatan mengakibatkan suatu cidera, kerusakan atau kerugian. Yang dimana setiap kejadian dari situasi kondisi bahaya yang berabahaya mempunyai tingkat risiko tertentu. Integritas dan efektivitas tindakan pengendalian risiko perlu disertakan pada saat mempertimbangkan kemungkinan. Kategori kemungkinan tergantung dari kebutuhan perusahaan dari akibat kemungkinan kecil sampai akibat kemungkinan besar.
27
Tabel 01. Nilai Kemungkinan Insiden Kriteria Keterangan Possible to think of P = 1 Kejadian belum pernah terjadi dimanapun. Hanya secara teoritis bisa terjadi Unlikely but Possible P = 3 Beberapa faktor perlu ada untuk memungkinkan sebuah accident/ incident terjadi. Kejadian yang tidak mungkin dalam kondisi normal. Mungkin terjadi kurang dari sekali dalam 10 tahun. Likely P = 6 Kejadian yang jarang terjadi sesekali (kurang dari sekali dalam satu tahun). Kejadian pernah terjadi dlam kondisi yang sama. Very Likely P = 10 Kejaidan berulang. Sering terjadi dalam kondisi yang sama sekurang- kurangnya sekali dalam satu tahun. Sumber: Departemen EHS, PT. Showa Indonesia Manufacturing, 2016 b) Menghitung tingkat keparahan (severity). Akibat kecelakaan yang berasal dari bahaya. Tingkat keparahan
yang
mungkin
terjadi
jika
bahaya
tersebut
menimbulkan insiden, dimana tingkat keparahan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa kategori dari yang berakibat sangat kecil sampai akibat yang sangat besar. Penggolongan kategori tergantung dari kebutuhan perusahaan. Tabel 02. Nilai Keparahan Kriteria Dampak K3 Dampak Lingkugan 1 Cedera sangan Tidak ada ringan dampak lingkungan
Dampak Kebakaran Perbaikan memungkinkan untuk bekerja normal
28
Bersambung… Sambungan… 3 Cidera yang memungkin absen maksimum 2 hari kerja
Pencemaran yang menyebabkan proses bekerja berhenti maksimum 1 hari kerja. Pencemaran yang menyebabkan proses berhenti selama 1 hari kerja, dan mencemari area depan kawasaan perusahaan. Pencemaran yang menyebabkan proses berhenti selama 2 hari kerja, dan mencemari area depan kawasaan perusahaan.
Kebakaran yang menyebakan proses berhenti 1 hari kerja
7
Kecelakan yang menyebabkan absen lebih dari 2 hari kerja, tapi tidak memerlukan perawatan rumah sakit.
15
Kehilangan fungsi bagian tubuh untuk sementara, cidera serius memerlukan perawatan di rumah sakit.
40
Kematian atau Pencemaran Kebakaran yang cidera serius menyebabkan menyebabkan proses memerlukan proses berhenti perawatan di berhenti, lebih dari 1 hari rumah sakit mencemari kerja. dan kawasan luar kehilangan perusahaan fungsi bagian tubuh secara permanen. Departemen EHS, PT. Showa Indonesia Manufacturing, 2016
Sumber:
Kebakaran yang menyebabkan proses berhenti lebih dari 1 hari kerja.
Kebakaran yang menyebabkan proses berhenti lebih dari 1 hari kerja.
29
c) Paparan Bahaya (Exposure) Seberapa sering bahaya tersebut ditemui atau muncul di tempat kerja. Keseringan pada suatu sistem atau lokasi yang lain akan berlainan walaupun berasal dari bahaya yang sama. Tabel 03. Nilai Paparan Bahaya Kriteria Keterangan 10 Terkena hazard terus menerus 6 Terkena hazard sekali dalam sehari 3 Terkena hazard sekali dalam seminggu. 2 Terkena hazard sekali dalam sebulan 1 Terkena hazard beberapa kali dalam setahun. 0,5 Terkena hazard sekali dalam setahun. Sumber: Departemen EHS, PT. Showa Indonesia Manufacturing, 2016 d) Tingkatan risiko ditentukan oleh hubungan antara nilai hasil kali identifikasi peluang bahaya dengan keparahan. Berdasarkan matrik rangking tersebut dapat diidentifikasi atau ditentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap setiap risiko. Tabel 04. Refensi Kualitas Resiko Pekerjaan. Kriteria Kriteria Resiko 1 – 50 Slight (Sedikit) 51 – 150 Low (Rendah) 151 - 250 Medium (Menengah) 251 - 400 High (Tinggi) >400 Very High (Sangat Tinggi) Sumber: Departemen EHS, PT. Showa Manufacturing, 2016
Indonesia
Ketentuan tindak lanjutnya untuk penanganan risiko tersebut adalah sebagai berikut :
30
a) Risiko Sedikit Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Pemantauan diperlukan
untuk
memastikan
bahwa
pengendalian
dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar, langkah pencegahan dengan kontrol administrasi, dan alat pelindung diri. b) Risiko Sedang Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah jalan
keluar
yang lebih
menghemat biaya atau peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar, langkah pencegahan dengan kontrol administrasi, dan alat pelindung diri. c) Risiko Menengah Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan risiko perlu diterapkan dengan jangka waktu yang ditentukan, langkah pencegahan dengan dapat menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) atau pengendalian administratif. d) Risiko Tinggi
31
Harus dilakukan tindakan pengendalian sampai risiko terkendali. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi risiko. Apabila risiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih berlangsung, maka tindakan segera dilakukan, langkah pencegahan dengan eliminasi, substitusi, kontrol administrasi, rekayasa engineering dan alat pelindung diri. e) Risiko Sangat Tinggi Harus Segera dilakukan
tindakan
pengendalian
sampai risiko terkendali. Perlu dipertimbangkan sumber daya yang akan dialokasikan untuk mereduksi risiko. Apabila risiko ada dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih berlangsung, maka tindakan segera dilakukan, langkah pencegahan dengan eliminasi, substitusi, kontrol administrasi, rekayasa engineering dan alat pelindung diri. Setelah kriteria risiko dapat diterima ditetapkan, maka akan dibandingkan dengan hasil penilaian risiko yang telah ditentukan. Apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak oleh perusahaan. Apabila risiko tersebut masih berada pada tingkat yang dapat diterima, harus ada tindakan pengendalian. c.
Tindakan Pengendalian Resiko Organisasi
harus
memastikan
bahwa
penilaian
risiko
dipertimbangkan dalam menentukan pengendaliannya. Pengendalian
32
merupakan metode untuk menurunkan tingkat faktor bahaya dan potensi bahaya sehingga tidak membahayakan. Cara pengendalian yang dapat dilakukan antara lain : 1) Pengendalian langsung pada sumber bahaya, misalnya : a) Eliminasi, upaya menghilangkan bahaya yang ada secara langsung. b) Substitusi, mengganti bahan yang memiliki potensi risiko tinggi dengan bahan yang potensi risikonya rendah. c) Isolasi, pemisahan bahaya dari manusia agar tidak terjadi kontak langsung. 2) Pengendalian pada lingkungan Pengendalian
terhadap
lingkungan
yang
dapat dilakukan
dengan : a) Lay out (tata ruang) dan housekeeping. b) Ventilasi keluar setempat. c) Ventilasi umum untuk memasukkan udara segar dari luar. d) Mengatur antara jarak sumber bahaya dengan tenaga kerja. 3) Pengendalian pada tenaga kerja a) Mutasi tenaga kerja b) Peningkatan kesadaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dikalangan karyawan. c) Penggunaan APD yang baik dan benar sehingga dapat memberi perlindungan terakhir kepada pekerja dari bahaya yang
33
dihadapi di tempat kerja, berat alat pelindung diri seringan mungkin, dipakai secara fleksibel, tahan lama, bentuk menarik, memenuhi standar, tidak menimbulkan bahaya tambahan karena salah penggunaan, tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakai, mudah disimpan, harus sesuai dengan standar yang ditetapkan. 4) Pemberian pelatihan kepada karyawan yang sudah disesuaikan dari semua potensi bahaya yang ada di perusahaan, pemberian pelatihan tersebut harus dilakukan sesuai kebutuhan karyawan. Setelah dilakukan pengendalian risiko, kita dapat melihat sisa risiko (final risk) dari hasil pengendalian bahaya tersebut, sehingga penilai terhadap efektifitas pengendalian bahaya dapat diketahui dan melakukan tindakan perbaikan berkelanjutan agar risiko yang masih besar dapat dikendalikan menjadi bisa ditoleransi.
34
B. Kerangka Pemikiran Tempat Kerja
Sumber Bahaya: 1. Manusia 2. Bangunan, Peralatan, dan Instalasi 3. Bahan/Material 4. Cara kerja 5. Lingkungan kerja
Potensi Bahaya: 1. Unsafe Condition 2. Unsafe Action
Analisis Potensi Bahaya
Ya
Tidak
Proses Analisa Bahaya: (1). Identifikasi, (2). Evaluasi, dan (3). Pengendalian
Risiko kecelakaan berkurang dan terkendali
Tercipta K3 di Tempat Kerja
Risiko kecelakaan meningkat
Tinjauan ulang manajemen
Kerugian membesar
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode deskriptif, yaitu memberikan gambaran mengenai potensi dan faktor bahaya secara jelas dari sikap kerja individu, keadaan, gajala atau kelompok yang ada di PT. Showa Indonesia Manufacturing. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Penelitian ini dilkasanakan di BC Casting Gedung C Departemen Casting PT. Showa Indonesia Manufacturing Cikarang, Bekasi, Jawa Barat yang beralamat di Jl. Jababeka VI Blok I kav. 28-36, Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. 2. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 15 Februari - 14 Maret 2016. C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian Objek penelitian adalah tenaga kerja dengan mengamati aktivitas proses kerja pada bagian Melting, Casting, dan Cutting yang selanjutnya dilakukan identifikasi bahaya dan pengendalian risiko. Ruang lingkup penelitian ini adalah proses kerja di BC. Casting Gedung C Departemen Casting PT. Showa Indonesia Manufacturing.
35
36
D. Sumber Data Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain: 1. Data Primer Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu dengan observasi tempat kerja, inpeksi, dan diskusi dengan karyawan secara langsung. 2. Data Sekunder Sumber data ini diperoleh dari data administrasi Departemen EHS, standart EHS, buku literatur dan standar peraturan-peraturan yang digunakan berkaitan dengan kegiatan penelitin E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung di proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing. 2. Wawancara/Interview, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab dengan narasumber yang terkait dan berwenang, serta berkompeten terhadap pelaksanaan identifikasi penilaian dan risiko bahaya. 3. Studi pustaka, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen-dokumen perusahaan, buku-buku kepustakaan,
37
laporan penelitian yang sudah ada serta sumber literatur lain yang berkaitan dengan penelitian ini. F. Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama satu bulan terhitung dari tanggal 15 Februari sampai dengan 14 Maret 2016 dengan jam kerja Senin-Jum’at pukul 07.30-16.15 WIB. Pada tahap pelaksanaan meliputi: 1. Observasi secara umum kondisi K3 perusahaan. 2. Observasi berdasarkan wawancara dan diskusi. 3. Pengamatan secara langsung terhadap kondisi lingkungan perusahaan. 4. Mengikuti program dan kegiatan yang dilakukan Departemen EHS sesuai rekomendasi dari pembimbing perusahaan. 5. Pencarian data pelengkap melalui arsip-arsip atau dokumen perusahaan dan buku-buku referensi yang ada di Departemen EHS sesuai rekomendasi dari pembimbing perusahaan. G. Analisis Data Data yang diperoleh tentang Implementasi Hazard Identification Risk Assessment Control pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting di PT. Showa Indonesia Manufacturing kemudian dianalisis secara deskriptif sesuai dengan pemenuhan Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang terkait, OHSAS 18001:2007 serta ISO 14001:2004.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Proses Produksi PT Showa Indonesia Manufacturing merupakan perusahaan yang tergabung dalam Grup Astra, yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur kendaraan roda dua dan roda empat. PT. Showa Indonesia Manufacturing menghasilkan produk berupa steering steem dan shock absorber atau yang lebih dikenal dengan shock breaker. Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing adalah salah satu bagian dari produksi PT. Showa Indonesia Manufacturing yang didalamnya terdapat kegiatan yang menghasilkan barang pendukung untuk produksi selanjutnya. Berikut adalah bagian dari jenis pekerjaan yang berada di Gedung C departemen casting (produksi) , antara lain: 1. Melting (Peleburan) 2. Casting (Pengecoran) 3. Cutting (Pemotongan) Proses Melting bertujuan untuk menghasilkan cairan almunium. Proses melting adalah proses peleburan material padat (ingot) menjadi cair. Proses peleburan ini menggunakan tungku yang dipanaskan dengan suhu 700oC. Proses casting adalah proses penuangan cairan almunium di cetak dengan
39
40
mould dengan suhu 350oC, selanjutnya proses cutting dimana proses tersebut menggunakan band saw untuk memotong bottom case sesuai dengan standart. B. Identifikasi Bahaya Dalam melakukan identifikasi bahaya, penulis melakukan interview dengan beberapa pekerja tentang kondisi tempat kerja mereka, kondisi bahaya yang mungkin dapat ditimbulkan pada pekerjaan yang mereka lakukan khususnya. Dan berikut adalah beberapa hal yang berpotensi menyebabkan risiko bahaya, antara lain: 1. Kondisi peralatan kerja Banyak mesin yang sudah berumur lebih dari 20 tahun atau sudah tua, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwasannya untuk memodifikasi peralatan kerja yang sesuai dengan peruntukannya. Mesin sudah dilakukan perawatan dan servis setiap 1 minggu / 1 mesin. Hal tersebut dilakukan guna untuk mendukung proses produksi tetap berjalan dengan baik. Total peralatan kerja di bagian casting adalah 20 mesin casting, 6 mesin melting, dan 4 mesin cutting. 2. Lingkungan kerja Suhu ruangan yang panas bersumber pada proses melting dan casting. Selain udara panas terdapat gangguan kebisingan, debu dan asap yang dapat mengganggu konsentrasi pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Pada area tersebut sudah di lengkapi dengan spot cooling untuk masingmasing operator dan terdapat kipas angin untuk mengurangi suhu panas pada ruangan tersebut.
41
Untuk menunjang pekerjaannya, tenaga kerja diberikan uang tunjangan panas setiap bulannya dan penyediaan air minum agar pekerja tidak mengalami dehidrasi. 3. Manusia Dari hasil interview tenaga kerja yang bekerja pada bagian melting, casting dan cutting tenaga kerja tersebut sudah patuh terhadap Intruksi Kerja (IK) yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Sikap kerja tenaga kerja yang berdiri dalam pekerjaannya tidak begitu menimbulkan beban kerja terhadap tenaga kerja. Sebelum melakukan pekerjaa di bagian Melting, Casting, dan Cutting tenaga kerja terlebih dahulu diberikan training sesuai dengan
jenis
pekerjaannya.
Selain
itu,
tenaga
kerja
juga
tertib
menggunakan APD sesuai dengan jenis pekerjaannya. PT. Showa Manufacturing dalam penerapan pengelolaan Sistem Manajemen Lingkungan Sistem
Management
mengadobsi ISO 14001:2004, sedangkan untuk Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja
OHSAS
18001:2007 dan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), PT. Showa Indonesia Manufacturing berkomitmen untuk mencegah timbulnya kecelakaan, penyakit akibat, dan kerusakan lingkungan sekitar yang terkait. Pada proses BC. Casting Gedung C Departemen Casting (Produksi) di PT. Showa Indonesia Manufacturing memiliki sumber- sumber yang dapat menimbulkan potensi bahaya yang teridentifikasi sebagai berikut:
42
Tabel 05. Uraian pekerjaan melting beserta potensibahaya. Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Melting a. Menyiapkan Benda Kerja Manual handling (bahaya Ergonomi) b. Pengangkatan Bahan Baku Tertimpa material (bahaya mekanik) Beban berlebihan (bahaya ergonomi) c. Mendorong kereta Tebentur body kereta (bahaya mekanik) Terjepit body kereta (bahaya mekanik) Tertimpa material (bahaya mekanik) d. Pemindahan bahan baku Kejatuhan bahan baku dari kereta ke hoist (Bahaya mekanik) e. Pengerukan sludge Debu (bahaya melting /dross lingkungan kerja) Panas (bahaya udara panas) radiasi cahaya (bahaya radiasi) Cipratan Melting (bahaya keseahatan) f. Peleburan Paparan panas (bahaya udara panas asap (bahaya lingkungan kerja) Semburan api (bahaya kebakaran) Kebocoran gas (bahaya lingkungan) Kebakaran Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016 Tabel 06. Uraian pekerjaan Casting dan potensi bahaya Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Casting Proses penuangan cairan Cidera Punggung (bahaya almunium ke mould ergonomi) Bersambung…
43
Sambungan… Cipratan almunium panas (bahaya kesehatan (bahaya lingkungan). Paparan panas (bahaya udara panas) Kejatuhan almunium Pengangkatan almunium panas (bahaya mekanik) dengan alat bantu. Paparan Panas (bahaya udara panas) Proses Repaircoating Terjepit (bahaya mekanik) Proses dandori Kejatuhan benda kerja Proses Freeheating (bahaya mekanik) Paparan panas (bahaya udara panas) Tangan terkena Mould panas (bahaya mekanik) Menghirup cairan coating (bahaya kesehatan) Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016 Tabel 07. Uraian pekerjaan Cutting dan potensi bahaya Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Cutting Pengambilan WIP dari hanger Kejatuhan WIP Tergores hanger (bahaya mekanik) Proses Cutting Pentalan gram almunium (bahaya mekanik). Tersayat band saw (bahaya mekanik) Jari tangan terpotong band saw (bahaya mekanik) menghirup Uap Oli (bahaya kesehatan) Handling material ke kereta Tergores hanger (bahaya dorong mekanik) Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016
44
Tabel 08. Uraian pekerjaan perbaikan dan perawatan mesin dan potensi bahaya. Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Proses a. Penggantian band saw Band saw lepas Pemeliharaan/Perbaikan mengenai muka (bahaya mekanik) Terjepit band saw (bahaya mekanik) Tersayat pisau band saw b. Proses pembersihan Tersengat aliran Elektrikal listrik (bahaya listrik) Arus pendek (bahaya listrik) c. Penggantian Mould Terbentur mould (bahaya mekanik) Tertimpa Mould (bahaya mekanik) Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016 Tabel 09. Uraian Pekerjaan Panel Listrik beserta potensi bahayanya. Jenis Pekerjaan Aktivitas Pekerjaan Potensi Bahaya Panel Listrik a. Menyalakan power - Tersengat aliran listrik listrik (bahaya elektrik). - Arus pendek (bahaya elektrik). - Kebakaran. Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 2 Maret 2016 C. Dampak Potensi Bahaya. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan kerja tertentu dalam waktu yang tertentu pula, akan mengalami gangguan-gangguan kesehatan, baik fisik maupun psikis, sesuai dengan jenis dan bahaya yang ada, atau dengan kata lain akan timbul penyakit akibat kerja. Pengenalan potensi bahaya ditempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat digunakan untuk
45
mengadakan upaya-upaya pengendalian potensi bahaya dalam rangka untuk pencegahan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi Tabel 10. Uraian jenis bahaya pada proses melting beserta dampaknya Aktivitas Kerja Jenis Bahaya Dampak a. Menyiapkan manual handling Terkilir/ Kesleo Benda Kerja b. Pengangkatan Tertimpa material Luka Memar Bahan Baku beban berlebihan Cidera otot c. Mendorong Tebentur body kereta Luka Memar kereta dorong Terjepit body kereta Luka Memar dorong Tertimpa Material Luka Memar d. Pemindahan bahan baku dari Kejatuhan Bahan Luka Memar/ patah Baku kereta ke hoist tulang e. Pengerukan Sitem pernafasan debu sludge melting terganggu /dross paparan panas dehidrasi radiasi cahaya penglihatan terganggu cipratan cairan luka bakar almunium f. Peleburan paparan panas dehidrasi Sitem pernafasan asap terganggu semburan api luka bakar kebocoran natural gas pencemaran lingkungan kebakaran luka bakar Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 Tabel 11. Uraian jenis bahaya pada proses casting beserta dampaknya. Aktivitas Kerja Jenis bahaya Dampak a. Proses penuangan Cidera Punggung - Cidera otot cairan almunium ke Cipratan Almunium - luka bakar mould panas - pencemaran Kebocoran gas lingkungan - dehidrasi paparan panas Bersambung…
46
Sambungan… b. Pengangkatan almunium dengan alat bantu
c. Proses Repaircoatig Proses Dandori Proses Freeheating
Kejatuhan Almunium panas paparan panas Kepala terbentur conveyer Terjepit kejatuhan Benda kerja Papran panas tangan terkena mould panas
menghirup cairan Coating Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
- luka bakar - dehidrasi -
Luka Memar Luka Memar Luka Memar Dehidrasi
- luka bakar - sistem pernafasan terganggu.
Tabel 12. Uraian jenis bahaya pada proses cutting beserta dampaknya. Aktivitas Kerja Jenis Bahaya Dampak Kejatuhan WIP Luka Memar Pengambilan WIP Luka Memar/ dari hanger kulit Robek Tergores hanger sistem Pentalan gram penglihatan almunium terganggu Tersayat band saw Luka / kulit robek Proses Cutting Jari tangan terpotong kehilangan Fungsi band saw tangan sistem Pernafasan menghirup uap oli terganggu Handling Material ke Luka Memar/ kulit Robek Kereta dorong Tergores Hanger Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 Tabel 13. Uraian jenis bahaya perbaikan/ perawatan mesin beserta dampakanya Aktivitas Kerja Jenis bahaya Dampak a. Pengantian Band Band saw lepas terkena - Luka Memar / saw muka kulit robek Terjepit band saw - Luka memar Tersayat pisau band - Kulit robek saw Bersambung…
47
Sambungan… b. Proses Pembersihan Elektrikal
Tersengat aliran listrik Arus Pendek Terbentur Mould Tangan terkena mould c. Penggantian Mould panas Tertimpa Mould Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
- Schok - Kebakaran - Luka memar - luka bakar - Luka memar
Tabel 14. Uraian jenis bahaya Panel Listrik beserta dampaknya. Aktivitas Kerja Jenis Bahaya Dampak Tersengat aliran listrik Schok Menyalakan power Arus Pendek Kebakaran listrik luka bakar/ schok sampai Kebakaran kematian Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 D. Penilaian Risik Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu. Sedangkan tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) ,keparahan (consequence/ severity) dan paparan (exposure) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard di tempat kerja. Penilaian risiko yang disajikan dalam bentuk matrik analisa yang sesuai dengan kegiatan Casting gedung C Departemen Casting di PT. Showa Indonesia Manufacturing. Tabel 15. Analisis penilaian risiko pada proses Melting Penilaian Risiko Jenis bahaya Proabability Severity exposure 1 1 6 Material handling 1 3 6 Tertimpa material
impact Rate 6/S 18/S Bersambung…
48
Sambungan… 1 1 Beban berlebihan 1 1 Tebentur body kereta 1 1 Terjepit body kereta 1 3 Tertimpa Material Kejatuhan bahan 1 3 baku 1 1 debu 1 3 paparan panas 1 1 radiasi cahaya cipratan cairan 3 3 almunium 1 3 Asap Kebocoran natural 3 3 gas 3 15 Kebakaran Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
6 6 6 6
6/S 6/S 6/S 18/S
6
18/S
10 10 6
10/S 90/L 6/S
10
90/L
10
30/S
1
9/S
1
45/S
Tabel 16. Analisis penilaian risiko pada proses Casting Penilaian Risiko Jenis Bahaya Proabability Severity Exposure 1 1 6 Cidera Punggung 3 3 10 Cipratan Almunium panas 1 3 6 Kebocoran gas 3 3 10 paparan panas Kejatuhan Almunium 1 1 6 panas paparan panas 3 3 10 3 1 10 Kepala terbentur conveyer 1 1 6 Terjepit 1 1 6 kejatuhan Benda kerja paparan panas 1 3 10 Tangan terkena mould 3 3 6 panas 3 3 3 menghirup cairan Coating Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
Impact Rate 6/S 90/L 18/S 90/L 6/S 90/L 30/S 6/S 6/S 30/S 54/L 27/S
49
Tabel 17. Analisis penilaian risiko pada proses cutting Penilai Risiko Jenis Bahaya Proabability Severity Exposure 3 1 6 Kejatuhan WIP 1 1 6 Tergores hanger Pentalan gram 3 3 10 almunium 3 3 10 Tersayat band saw Jari tangan 1 15 10 terpotong band saw 1 1 10 menghirup uap oli 1 1 6 Tergores Hanger Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016
Impact Rate 18/S 6/S 90/L 90/L 150/L 10/S 6/S
Tabel 18. Analisis penilaian risiko pada proses perbaikan dan perawatan Penilaian Risiko Jenis Bahaya Proabability Severity Exposure Impact Rate Band saw lepas terkena muka 3 3 6 54/L Terjepit band saw 3 1 6 18/S Tersayat pisau band saw 3 3 10 90/L Tersengat aliran listrik 1 3 3 9/S Arus Pendek 1 3 1 3/S Terbentur Mould 1 1 6 6/S Tangan terkena mould 3 3 6 54/L panas Tertimpa Mould 1 1 6 6/L Sumber: Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 Tabel 19. Analisis penilaian risiko pada panel listrik. Penilaian Risiko Jenis bahaya Proabability Severity Exposure Impact Rate Tersengat aliran listrik 1 3 3 9/S Arus Pendek 1 3 1 3/S Kebakaran 3 3 10 90/L Sumber : Hasil pendataan pada tanggal 4 Maret 2016 Keteranga : S (Slight) , L (Low).
50
E. Pengendalian Risiko Suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) telah teridentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan, dan standar yang berlaku. Di dalam memperkenalkan suatu sarana pengendalian risiko, harus mempertimbangkan apakah sarana pengendalian risiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-masing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain: 1. Efektivitas pengendalian risiko, 2. Tingkat keparahan potensi bahaya atau risikonya, 3. Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau risiko dan cara memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau risiko, 4. Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan/menghilangkan potensi bahaya, 5. Biaya untuk memindahkan atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko. Pengendalian risiko dapat mengikuti pendekatan Hierarki Pengendalian (Hierarchy of Controls). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutanurutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Di dalam hirarki pengendalian risiko terdapat 2 (dua) pendekatan, yaitu: a. Pendekatan “Long Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi jangka panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian substistusi,
51
eliminasi, rekayasa teknik, isolasi atau pembatasan, administrasi, dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat pelindung diri. b. Pendekatan “Short Term Gain”, yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini diimplementasikan selama pengendalian yang bersifat lebih permanen belum dapat diterapkan. Pilihan pengendalian risiko ini dimulai dari penggunaan alat pelindung diri menuju ke atas sampai dengan substitusi. Setelah diketahui hasil identifikasi aspek lingkungan maupun bahaya dan dampak atau insiden pada proses metode peleburan ingot selanjutnya PT. Showa
Indonesia
Manufacturing
melakukan
control
atau
tindakan
pengendalian terhadap dampak atau insiden tersebut. Tindakan pengendalian dimaksudkan sebagai penilaian terhadap aspek lingkungan atau bahaya yang timbul agar tidak terjadi dampak dan insiden lebih besar yang dapat mengakibatkan kerugian atau pencemaran lingkungan. Menurut hierrarki pengendalian PT. Showa Indonesia Manufacturing sudah melakukan tindakan eliminasi dan subtitusi akan tetapi belum sempurna untuk mencegah terjadinya paparan bahaya ditempat kerja. Tindakan pengendalian yang telah dilakukan PT. Showa Indonesia Manufacturing adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian secara rekayasa teknik Bentuk upaya ini dibuat dengan cara merubah desain tempat kerja, peralatan kerja, dan proses kerja. Berikut contoh pengendalian secara rekayasa teknik yang telah dilakukan:
52
a. Pemasangan pengaman pada mesin, b. Penataan lay out mesin kerja, c. Pemasangan alat tambahan guna membantu pertukaran udara dalam area tempat kerja/ventilasi, seperti: cooling dan exhaust fan, alat bantu kerja untuk mengurangi kontak antara operator dengan mesin dan material, d. Penggunakan alat bantu yang aman e. Ditempatkannya beberapa alat pemadam api ringan (APAR) dan pasir pemadam pada bagian tempat kerja yang memungkinkan timbulnya potensi kebakaran, f. Pemantauan dan pengawasan lingkungan kerja, seperti: kebisingan, penerangan, suhu, dll. 2. Pengendalian secara administrasi kontrol PT. Showa Indonesia Manufacturing Departemen Casting (Produksi) gedung C telah menggunakan standar operasional prosedur (SOP) atau panduan lain sebagai bentuk untuk meminimalisir risiko yang dapat ditimbulkan di tempat kerja. Berikut adalah contoh pengendalian secara administrasi kontrol: a. Melakukan sistem kerja bergilir/shift, b. Membuat prosedur instruksi kerja c. Menyertakan instruksi kerja pada setiap mesin, d. Membuat garis/line untuk membedakan area jalan dan mesin, e. Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi para pekerja,
53
f. Pelatihan
dan
pembinaan
kompetensi
kerja
dan
dasar-dasar
keselamatan kerja. g. Menyediakan air minum untuk mengurangi tingkat dehidrasi yang dialami oleh pekerja. h. Penerapan house keeping tempat kerja yang baik (5R) 3. Pengendalian dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Sarana alat pelindung diri ini merupakan pilihan terkahir dalam hirarki pengendalian risiko yang dilakukan oleh perusahaan untuk meminimalisir potensi tingkat risiko yang terjadi di tempat kerja yang nantinya dapat membahayakan para pekerja. Berikut adalah beberapa contoh alat pelindung diri yang telah disediakan oleh perusahaan, perlindungan terhadap tenaga kerja dari potensi bahaya di tempat kerja, maka diberikan APD (Alat Pelindung Diri) antara lain: a. Kaca mata Pada saat melakukan proses melting, casting dan cutting, diperlukan kaca mata pelindung untuk melindungi mata pekerja dari cahaya
dan pentalan gram almunium yang dapat menganggu
penglihatan. b. Pelindung dada (leather apron) Pelindung dada (leather apron) wajib digunakan bagi pekerja saat melakukan proses melting,
Pelindung dada berfungsi untuk
melindungi tenaga kerja dari radiasi panas pada saat melakukan kegiatan tersebut.
54
c. Sarung tangan Penggunaan peralatan
kerja
yang terbuat
dari besi
serta
berhubungan dengan material panas mengharuskan tenaga kerja melindungi tangan mereka dari bahaya radiasi panas. Untuk itu pekerja dilengkapi dengan sarung tangan saat melakukan setiap tahap kegiatan metode peleburan almunium. d. Sepatu pengaman (safety shoes) Sepatu pengaman (safety shoes) yang digunakan selain berfungsi untuk melindungi kaki pekerja dari tertimpa/ terbentur oleh benda keras dan terjepit juga melindungi kaki pekerja dari bahaya terciprat cairan alumunium.
BAB V PEMBAHASAN
A. Pembahasan Hasil Analisa 1. Identifikasi Proses identifikasi bahaya dilakukan dengan menganalisis potensi bahaya dan faktor bahaya di setiap pekerjaan. Dari identifikasi yang dilakukan telah ditemukan bahaya-bahaya yang sering terjadi ditempat kerja, yaitu: a. Proses Melting. Potensi bahaya yang terjadi pada proses melting antara lain manual handling, terbentur body kereta dorong, cipratan cairan almunium, debu, paparan panas, paparan kebisingan, asap dan potensi bahaya yang fatal adalah tungku cairan almunium meledak serta kebocoran natural gas. b. Proses Casting. Pada proses casting potensi bahaya yang terjadi adalah paparan panas cipratan cairan almunium, kepala terbentur conveyer. c. Proses Cutting. Untuk proses cutting paparan bahaya yang sering terjadi adalah pentalan gram almunium, tersayat band saw, dan menghirup uap oli. Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing telah membuat, menerapkan, dan prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian pada proses kegiata 54
55
peleburan alumunium. Dimana pembuatan, penerapan, dan pemeliharaan prosedur tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan OHSAS 18001:2007 klausul 4.3.1 (Hazard Identification. Risk Assessment, and Determining Controls), sumber bahaya yang telah diidentifikasi hendaknya segera dilakukan penilaian. Sedangkan dalam ISO 14001:2004 klausul 4.3.1 “Enviromental aspects” dalam isinya menyebutkan organisasi harus memastikan bahwa aspek lingkungan penting diperhitungkan dalam penetapan,
penerapan,
dan
pemeliharaan
sistem
manajemen
lingkungannya. Berdasarkan hasil pengamatan mengenai penerapan identifikasi bahaya atau aspek lingkungan, potensial dampak atau insiden, dan
penilaian
risiko pada proses kegiatan metode peleburan almunium di Departemen Casting (Produksi) terdapat berbagai jenis bahaya atau aspek lingkungan serta insiden atau dampak yang mungkin timbul, dengan demikian PT. Showa
Indonesia
Manufacturing sudah
sesuai
dengan
Peraturan
Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 Pasal 9 ayat 3 huruf b menyatakan identifikasi Bahaya ,penilaian risiko dan pengendalian risiko dilakukan terhadap mesin-mesin, pesawat-pesawat alat kerja peralatan lainnya, bahan bahan lingkungan kerja, cara kerja, proses produksi dan sebagainya.
56
Menurut ISO 14001:2004 klausul 4.3.1 “Enviromental aspects” menyebutkan
bahwa
perlunya
mengidentifikasi
aspek
lingkungan
kegiatan, produk dan jasa dalam lingkup sistem manajemen lingkungan, yang
dapat
dikendalikan
dan
yang
dapat
dipengaruhi
dengan
memperhitungkan pembangunan yang direncanakan atau baru, kegiatan, produk dan jasa yang baru atau yang diubah. PT. Showa Indonesia Manufacturing belum melakukan informasi tentang Hazard Identification Risk Assessment and Control (HIRAC) kepada tenaga kerja, hal tersebut belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3 pada pasal 13 yang berbunyi “Prosedur informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
huruf
d
harus
memberikan
jaminan
bahwa
informasi
K3
dikomunikasikan kepada semuapihak dalam perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan”. 2. Penilaian Risiko Penilaian risiko berguna untuk mengetahui tingkat risiko dari masingmasing pekerjaan, yang selanjutnya menjadi acuan dalam mengukur potensi kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan, maka diperoleh cara untuk mengidentifikasi dan menentukan tindakan yang dilakukan untuk meminimalisir setiap risiko yang mungkin terjadi pada setiap jenis aktivitas kerja Departemen Casting (Produksi) Gedung C di PT. Showa Indonesia Manufacturing
57
Dalam OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 sumber bahaya yang teridentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Berdasarkan
hasil
penilaian
risiko
tersebut
dapat
diidentifikasi atau ditentukan tindakan yang akan dilakukan terhadap setiap risiko. Penilaian risiko yang telah dilakukan peneliti telah menemukan bahwa tingkat risiko sedikit adalah slight dan tingkat rendah adalah low. Pada penelitian di PT. Showa Indonesia Manufacturing tingkat risiko sedikit (slight) antara lain terjepit/ terkilir, tertimpa material, radiasi panas, cipratan melting. Untuk tingkat risiko rendah (Low) antara lain paparan panas yang bersumber pada proses melting dan casting. Penilai risiko pekerjaan menengah (medium), nilai risiko pekerjaan tinggi (high) dan niali risiko pekerjaan sangat tinggi (Very High) tidak ada karena sudah melakukan identifikasi bahaya, instruksi kerja aman sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dan upaya pengendalian sesuai dengan potensi bahaya yang akan ditimbulkan. Dari tabel penilaian risiko (terlampir pada Tabel 11) dapat diketahui beberapa bahaya yang mempunyai tingkat risiko/ bahaya tertentu yang bila tidak diatasi akan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dan dapat pula menimbulkan penyakit akibat kerja pada para tenaga kerja,untuk itu perusahaan mempunyai konsekuensi untuk mengambil langkah pengendalian pada proses tersebut dalam skala prioritas yang
58
lebih besar. PT. Showa Indonesia Manufacturing selain melakukan pengendalian pada proses tersebut secara rekayasa teknik, administrasi, dan mewajibkan pemakaian APD, pemberian training (Training Behaviour Basic Safety, Training Pemadam Kebakaran), dan juga melakukan upaya lain yaitu dengan meminta work permit sesuai dengan jenis pekerjaan dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan untuk pekerjaan dengan bahaya yang tinggi sebelum pekerja melakukan pekerjaannya. B. Tindakan Pengendalian Perusahaan harus merencanakan pengelolaan dan pengendalian kegiatankegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan mendokumentasikan dan menerapkan kebijakan standar bagi tempat kerja, prosedur, instruksi kerja, penerapan work permit apabila melaksanakan pekerjaan yang berpotensi bahaya besar dan penggunaan Alat Pelindung Diri yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada untuk mengatur dan mengendalikan risiko yang ada pada kegiatan, produk barang, dan jasa yang ada. Hal tersebut sudah disesuaikan dengan OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 dengan adanya penerapan Hazard Identification, Risk Assessment and Control dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang SMK3. Upaya yang dilakukan oleh PT. Showa Indonesia Manufacturing dalam melakukan tindakan guna mencegah dan meminimalisir terjadinya potensi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta menciptakan suasana
59
lingkungan kerja yang nyaman, khususnya di Departemen Casting (Produksi) Gedung C antara lain: pengendalian secara rekayasa teknik, administrasi kontrol dan pemberlakukan pemakaian alat pelindung diri (APD). 1. Pengendalian risiko rekayasa teknik. Pada PT. Showa Indonesia Manufacturing sudah memodifikasi mesin guna untuk keselamatan bagi para pekerja agar tidak menimbulkan penyakit akibat kerja, upaya pengendalian rekayasa teknik sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia No. PER.
04/MEN/1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi pasal 9 (1) yang menyatakan bahwa “Pada pekerjaan yang menimbulkan serbuk, serpih, debu, dan bunga api yang dapat menimbulkan bahaya harus diadakan pengamanan dan perlindungan”. Hal yang perlu ditekankan dari penjelasan pasal tersebut adalah untuk penyediaan pengaman dan perlindungan bagi tenaga kerja harus dipilih secara tepat dan yang senyaman mungkin selama dipakai tenaga kerja pada waktu bekerja. Di area produksi casting tedapat potensi bahaya kebakaran, penanggulangan kebakaran yang dilakukan oleh PT. Showa Indonesia Mnufacturing adalah dengan menyediakan alat – alat pemadam kebakaran. Perusahaan telah melakukan upaya penanggulangan kebakaran ditempat kerja hal tesebut sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No: KEP-186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan
60
memadamkan kebakaran, latihan penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Lingkungan kerja yang panas dan bising dapat membuat tenaga kerja mengalami dehidrasi dan ketidaknyaman dalam melakukan pekerjaa di area produksi casting. Untuk mngurangi paparan panas dan bising di area kerja perusahaan melakukan pemantauan dan pengukuran di area produksi casting yang dilakukan oleh pihak ketiga yang sudah bekerjasama yaitu Laboratorium Penguji Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bandung. Pemantauan dan pengukuran di area produksi casting sudah sesuai dengan Peraturan Meteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replublik Indonesia Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja Pasal 15 yang isinya, “Pengurus dan/atau pengusaha berkewajiban melakukan pengukuran faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja sesuai dengan Peraturan Menteri ini dilakukan berdasarkan penilaian risiko dan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. 2. Pengendalian rekayasa teknik. Menurut Setyawati (2013) pekerjaan dengan shift kerja adalah seseorang yang bekerja diluar jam kerja normal selama kurun waktu tertentu. Para pekerja shift termasuk mereka yang bekerja dalam tim yang berotasi, pekerja dapat bekerja pada pagi hari, siang hari, atau malam hari. Pengaturan jam kerja di PT. Showa Indonesia Manufacturing dibagi dengan 3 shift kerja yaitu shift pagi, shift siang, dan shift malam.
61
Pengaturan shift kerja tersebut dilakukan agar pekerja tidak mengalami gangguan kesehatan. Pengaturan shift kerja telah sesuai dengan UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 77 ayat (1) dan (2) mengenai waktu kerja yang menyebutkan bahwa : a. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. b. Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : 1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. PT. Showa Indonesia Manufacturing untuk mendukung kinerja dalam proses
bekerja,
perusahaan
melakukan
pelatihan
dan
pembinaan
kompetensi kerja dan dasar – dasar K3 sesuai dengan proses pekerjaannya. Pelatihan yang ada di PT. Showa Indonesia Manufacturing yaitu pelatihan pemadam kebakaran, pelatihan Behaviour Basic Safety (BBS), pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) atau Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 15/MEN/VII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja pasal 3 ayat 2 poin d berbunyi “Pengetahuan dan keterampilan dasar bidang P3K di tempat kerja yang dibuktikan dengan sertifikat pelatihan” dan memenuhi dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 7 yang
62
menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab” 3. Pengendalian Alat Pelindung Diri (APD) PT. Showa Indonesia Manufacturing sudah memperhatikan akan pemenuhan kelengkapan APD yang layak pakai di tempat kerja, yang sudah tercantumkan didalam Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 pasal 14 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Kewajiban pengurus untuk menyediakan alat pelindung diri kepada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya secara cuma-cuma”. Untuk hal kedisiplinan pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri para tenaga kerja sudah memakai APD sesuai dengan tempat kerjanya, Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER. 01/MEN/1981 pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan bahwa tenaga kerja harus memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan perusahaan untuk mencegah timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada pekerja. Selain proses produksi yang memiliki potensi bahaya suasana pada Departemen Casting (produksi) gedung C adalah kebisingan yang bersumber pada proses cutting. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan baik yang dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, menunjukan bahwa paparan intensitas kebisingan tidak melebihi NAB akan tetapi perusahaan melalukan upaya pengendalian kebisingan yang
63
telah dilakukan adalah mewajibkan karyawan yang memasuki area pabrik menggunakan ear plug atau ear muff. Hal ini telah sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Bab III pasal 3 ayat 1 huruf g yang berbunyi “Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara, dan getaran.” Selain itu juga memenuhi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER. 01/MEN/1981 tentang Kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja Pasal 4 ayat 3 yang berbunyi “Pengurus wajib menyediakan secara cumacuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan penggunaannya oleh tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja”, akan tetapi ditemukan beberapa pekerja menggunakan APD (masker) yang belum sesuai dengan kondisi tempat kerjanya. Para tenaga kerja menggunakan masker kain untuk mencegah paparan debu terhadap pekerja, masker kain yang digunakan tenaga kerja dapat menyerap keringat tenaga kerja karena lingkungan kerja di area casting udaranya panas. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan system pernafasan tenaga kerja.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing pada pekerjaan mempunyai potensi bahaya dan faktor bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahaya di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing antara lain: a. Proses Melting Bahaya pada proses melting yaitu manual handling, tertimpa material, beban berlebihan, kejatuhan bahan baku, paparan panas, cipratan almunium panas, dan kebocoran natural gas. b. Proses Casting Bahaya pada proses casting yaitu cidera punggung, kebocoran panas, cipratan almunium panas, paparan panas, kebocoran natural gas, kepala terbentur conveyer, tangan terkena mould panas, dan kejatuhan almunium panas.
64
65
c. Proses Cutting Bahaya pada proses cutting yaitu pentalan gram almunium, tergores hanger, tersayat band saw, jari tangan terpotong band saw, dan menghirup uap oli. Bahaya – bahaya tersebut telah diidentifikasi sesuai dengan OHSAS 18001 : 2007 klausal 4.3.1. PT. Showa Indonesia Manufacturing belum melakukan informasi K3 mengenai Hazard Identification Risk Assessment and Control (HIRAC) kepada tenaga kerja. 2. Dampak dari potensi bahaya dan faktor bahaya tertinggi adalah kematian (fatal) sedangkan dampak terendah adalah tergores. 3. Hasil penilaian di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing yang dilakukan, terdapat nilai risiko pekerjaan sedikit (slight) sebanyak 32, nilai risiko pekerjaan rendah (Low) sebanyak 14, untuk nilai risiko pekerjaan menengah (medium), nilai risiko pekerjaan tinggi (high) dan nilai risiko pekerjaan sangat tinggi (very high) tidak ada. 4. Pengendalian yang dilakukan di Departemen Casting (produksi) Gedung C PT. Showa Indonesia Manufacturing untuk nilai risiko sedikit (slight) dan nilai risiko rendah (low) antara lain: pemasangan pengaman pada mesin, penataan lay out mesin kerja, pemasangan alat tambahan alat bantu pertukaran udara dalam area tempat kerja, penempatan beberapa Alat Pemadam Api Ringan (APAR), instruksi kerja aman, shift kerja,
66
pemeriksaan
kesehatan,
training sesuai
dengan
area kerja,
dan
penggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan jenis pekerjaa. PT. Showa Indonesia Manufacturing belum sepenuhnya malakukan upaya pemantauan dan tindakan evaluasi terhadap pengendalian bahaya di BC. Casting Gedung C Departemen Casting. B. Saran Sebaiknya: 1. Memberikan pengarahan mengenai HIRAC kepada para pekerja dalam rangka mencegah dan mengurangi potensi risiko bahaya yang mungkin ditimbulkan dari proses kerja. 2. Pelaksanaan inspeksi/safety patrol dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah dibuat guna melakukan monitoring dan pengawasan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan oleh pekerja. 3. Dilakukan pengawasan, monitoring, evaluasi dan tindakan follow up terhadap tingkat risiko yang sedikit (Slight) dan tingkat risiko rendah (Low).