Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
IMPLEMENTASI 5R UNTUK MENCEGAH PENYAKIT AKIBAT KERJA PADA GIGI, MULUT DAN SALURAN PERNAFASAN DI INDUSTRI INFORMAL SRAGEN Haris Setyawan1, Ipop Sjariah2 ABSTRAK Desa Pilang Sragen terkenal dengan produksi batik yang masih menggunakan proses manual untuk memproduksi batik. Sebagian besar industri batik di desa ini adalah industri lokal yang belum sepenuhnya mengenal implementasi kesehatan dan keselamatan kerja, sehingga banyak ditemukan keluhan penyakit akibat kerja. Salah satu penyakit akibat kerja yang dikeluhkan adalah penyakit pada kulit, gigi mulut dan saluran pernafasan yang diindikasikan dari penggunaan pewarna pakaian, malam(wax) dan asap yang berasal dari pembakaran kayu dan gas untuk mengeringkan hasil kain yang sudah diberi motif batik oleh pekerja. Untuk mencegah dampak dari penyakit akibat kerja, salah satu metode preventif yang dapat digunakan adalah metode 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) Responden adalah pekerja batik di Desa Pilang Kecamatan Masaran Sragen dengan total responsen berjumlah 37 orang. Metode yang digunakan berupa identifikasi bahaya, penilaian risiko dan tindakan perbaikan (HIRADC). Setelah masalah dibuat skala prioritas melalui model HIRADC, selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan yang dilakukan dengan menggunakan hierarchy of control, kemudian menggunakan pengendalian administrasi dengan metode 5R. Tenaga kerja di Industri Batik Desa Pilang Sragen terpapar gas CO yang melebihi nilai ambang batas yang dipersyaratkan yaitu 69-90 ppm, dan indeks suhu kelembapan sebesar 32.5-33,50C. Untuk faktor perilaku bekerja tanpa alat pelindung diri adalah perilaku yang berbahaya terhadap kesehatan akibat paparan gas dan zat pewarna pakaian. Kata Kunci : 5R, pekerja batik, penyakit akibat kerja, penyakit gigi dan mulut, gangguan pernapasan ABSTRACT Pilang village in Sragen are famous for the production of batik clothes that still using manual processes to produces the batik. Most of the batik industry in this village produced for local industry that is not familiar with the implementation of health and safety, that caused many complaining of occupational diseases in workplace. The one of occupational disease is a disease of the skin, mouth and respiratory that indicated caused from dye clothing, wax and smoke from burning wood and gas for drying the batik fabrics motif by workers. To prevent the impact of occupational illness, one preventive method that can be used is the 5R. Respondents are batik workers at the Pilang village in Masaran District of Sragen that total respondents are 37 peoples. The method that used in hazard identification, risk assessment and determinating control (HIRADC). After the a priority scale through the model of HIRADC determinated, then performed the corrective actions taken by using a hierarchy of control especially the 5R methods. The workers of Batik Industry in PilangVillage has exposure the CO gas that exceeds the threshold value at 69-90 ppm, and temperature humidity index at 32.5-33,50C. Esspicialy for behavioral factors is working without personal protective equipment that are harmful to health due to exposure to gas and dye clothing. Keywords: 5R, batik workers, occupational diseases, dental mouth disease, respiratory problems Dosen Program Studi D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta 1 email
84
:
[email protected] Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
PENDAHULUAN Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan maupun lingkungan kerja (Tarwaka, 2012). Penyakit akibat hubungan di tempat kerja terdiri dari 31 jenis, salah satu penyakit yang bisa diderita adalah karena bersentuhan dengan bahan berbahaya dan beracun. Berdasarkan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia bahwa penyakit pada saluran pernafasan dan paru menduduki peringkat ketiga setelah hipertensi dan obesitas. Tingginya prevalensi penyakit tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko antara lain perilaku hidup yang tidak sehat. Salah satu kelompok yang rentan terjangkit dari penyakit di tempat kerja tersebut adalah tenaga kerja Indonesia sektor informal (Kemenkes RI, 2015). Sedangkan penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu faktor yang dapat memicu pengaruh negatif pada kesehatan umum, yaitu penyakit gigi dan mulut yang berdampak serius secara umum berupa penyakit jantung, diabetes, stroke, infeksi pernapasan, osteoporosis, gangguan intestinal dan sistem kekebalan tubuh (Larasati, 2012) Dalam teori domino penyebab kecelakaan dan kecelakaan di tempat kerja disebabkan oleh 5 faktor penyebab secara berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu dengan yang lainnya, salah satu faktor dalam teori domino tersebut adalah domino tindakan dan kondisi tidak aman (Tarwaka, 2012). Tindakan atau perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor predisposing, faktor enabling dan faktor reinforcing (Green, 2005). Peningkatan performa keselamatan kerja dapat dilakukan dengan mengintervensi dari faktor perilaku keselamatan dari pekerja (M. Curcuruto, 2015) dan untuk mencegah kecelakaan di tempat kerja yang disebabkan oleh perilaku maupun tindakan tidak aman salah satu 85
metode yang dapat digunakan adalah good housekeeping atau lebih dikenal dengan 5R. Batik di Desa Pilang Sragen merupakan salah satu usaha sektor informal dibidang produksi batik lokal yang berlokasi di Masaran Sragen. Pada proses pewarnaan batik bahan kimia yang digunakan indigosol, naptol, remsol dan Rhodamin B. Paparan Rhodamin B yang berlebih dapat menggangu kesehatan tenaga kerja berupa kanker, gangguan saluran pernapasan, bibir pecah dan terkelupas, dan bahkan keracunan. Di tempat kerja pembuatan batik tersebut ditemukan beberapa perilaku yang bisa mengganggu kesehatan khususnya gangguan pada saluran pernapasan, gigi dan mulut antara lain seluruh tenaga kerja yang diamati melakukan pewarnaan batik tanpa menggunakan sarung tangan, kepulan asap di tempat kerja yang berasal dari pembakaran untuk pengeringan batik, pekerja minum dan makan di area kerja yang terpapar dari bahan kimia. Paparan asap yang terus menerus akan memberikan dampak buruk terhadap kesehatan, salah satunya dalam hal kesehatan gigi. Hal ini dikarenakan dalam asap terkandung asamasam organik seperti asam asetat dan formiat. Kandungan asam tersebut apabila mencapai rongga mulut melalui mouth breathing akan mengikis enamel gigi sehingga menyebabkan terjadinya erosi gigi(Pramitasari, 2015). Berberapa tindakan tidak aman di atas bisa memicu terjadi penyakit akibat kerja yang harus segera dilakukan tindakan perbaikan, salah satu upaya tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah penerapan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) secara konsisten dan berkelanjutan
Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam pengabdian pada masyarakat ini berupa matrix HIRADC (Hazard Identifikation, Risk Assesment dan Determinating Control) dan Metode 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin). Matrix HIRADC yaitu metode yang digunakan untuk menganalisa potensi bahaya yang ada di tempat kerja dengan melakukan inspeksi unsafe act dan unsafe condition, selanjutnya menggunakan Risk Assesment yaitu penilaian risiko untuk mengetahui seberapa besar dampak bahaya terhadap paparan bahaya terhadap pekerja dan lingkungan, dan yang terakhir adalah menggunakan Metode Determinating Control yaitu pengendalian risiko menggunakan metode Hierarky Of Control meliputi Eliminasi, Subtitusi, Engginering Control. Administration dan Personal Protective Equipment. Metode 5R merupakan metode tindakan perbaikan untuk mengatasi permasalahan di tempat kerja dengan menggunakan prinsip (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin). Responden dalam pengabdian pada masyarakat ini adalah pekerja yang bekerja pada industri informal batik di Desa Pilang Masaran Sragen yang berjumlah 37 orang. Untuk mengetahui paparan gas berbahaya digunakan alat gas detector untuk mengetahui paparan gas, sedangkan untuk mengukur tekanan panas digunakan heat stress monitor, sedangkan untuk mengetahui keluhan penyakit digunakan kuestioner dan pemeriksaan visual oleh Dokter. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah tabel HIRADC hasil dari pengukuran dan penilain risiko di tempat kerja. Tabel 1 Matrik HIRADC No
Aktivitas
1
Melakukan pewarnaan tanpa alat
86
Aspek Lingkunga n Bahaya kulit terpapar zat
Dampak Insiden
P
S
R
Kategori
Dermatitis
4
3
12
High
pelindung diri Terpapar asap saat bekerja
pewarna menghirup uap zat pewarna
gangguan pernapasan
4
3
12
High
3
Makan minum saat bekerja
zat pewarna tertelan
3
3
9
Medium
4
Merokok saat bekerja
menghirup uap zat pewarna
Keracunan, gangguan pada gigi, mulut dan saluran pencernaan gangguan pernapasan
3
3
9
Medium
2
Dari hasil perhitungan risiko didapatkan pekerjaan pewarnaan tanpa APD merupakan risiko tertinggi yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan segera harus mendapatkan penanganan agar tidak terjadi kejadian penyakit akibat kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja. Selain dari hasil inspeksi, pengabdian ini juga mengukur faktor lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan teanga kerja, faktor lingkungan yang diukur sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Pengukuran Lingkungan No 1
2
Jenis Pengukuran Paparan gas
Tekanan panas
Lokasi -
Batik H Batik I Batik PL Batik H Batik I Batik PL
Hasil Pengukuran 90 ppm 69 ppm 0 ppm 32,5 0C 33,5 0C 32,5 0C
NAB 30 ppm
31 0C
Dari tabel 2 tentang pengukuran lingkungan didapatkan semua parameter dalam paparan gas CO dan tekanan panas melebihi NAB yang dipersyaratkan, hal ini bisa berdampak pada lingkungan kerja yang beresiko menimbulkan penyakit gangguan pernapasan dan dermatitis akibat dari paparan CO berlebih dan tekanan panas yang melebihi standar yang dipersyaratkan di tempat kerja. Hazard Identification (Identifikasi Bahaya) Dalam Metode HIRADC, identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan memperhatikan potensi dan faktor bahaya di tempat kerja. Klasifikasi potensi dan faktor bahaya menurut ILO: Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
1. Potensi Bahaya : tindakan dan kondisi yang tidak aman yang dapat menyebab kecelakaan kerja 2. Faktor Bahaya : faktor risiko di tempat kerja yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja, meliputi faktor fisik, kimia, biologis, psikologis dan ergonomis. Berdasarkan hasil observasi, potensi bahaya yang terjadi disebabkan oleh perilaku bekerja yang tidak aman. Perilaku kesehatan bisa dikelompokkan sesuai faktorfaktor yang memberikan kontribusi terhadap emergesinya. (Harbandinah, 2007). Perilaku kesehatan khususnya tindakan tidak aman dapat dikelompokan dalam 3 faktor yaitu faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Faktor Predisposing adalah faktorfaktor yang memotivasi individu atau sebuah kelompok untuk mengambil tindakan. Faktor Enabling merupakan faktorfaktor yang mempermudah yang memungkinkan sebuah tindakan, sedangkan faktor reinforcing adalah faktor dukungan yang mempertahankan faktor perilaku. (Green, 2005). Untuk menentukan potensi bahaya di tempat kerja, salah satu cara yang bisa diterapkan adalah inspeksi area kerja. (Sussanne B, 2013). Berdasarkan hasil inspeksi didapatkan tenaga kerja mendapatkan gangguan kesehatan pada mulut, gigi dan saluran pernapasan disebabkan oleh faktor pekerjaan yang kontak dengan bahan kimia yang dapat memicu penyakit tersebut. Risk Assessment (Penilaian Risiko) Berdasarkan perhitungan risiko, pekerja yang bekerja tanpa menggunakan APD dan pekerja terpapar asap merupakan aktivitas yang beresiko tinggi terhadap kesehatan. Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu (OHSAS 18001, 2007). 87
Masih banyak tempat kerja/industry yang tidak memperhitungkan risiko keselamatan dari setiap proses pekerjaan yang dikerjakan (Sigurdur O, 2013). Penilaian Risiko dapat dilakukan dengan menggunakan matriks penilaian risiko dengan menggunakan rumus ; R=PXS Keterangan : R = Risk / Risiko terjadinya kecelakaan P = Probability / Kemungkinan, keseringan terjadinya kecelakaan atau sakit
S = Severity / Tingkat keparahan atau sakit yang bisa disebabkan dari suatu risiko kecelakaan Penentuan tingkat risiko dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 3. Matrik Kategori Probability Kategori
Definisi
Nilai
Sering
Kemungkinan terjadinya sangat sering dan berulang
4
Agak Sering
Kemungkinan terjadi beberapa kali
3
Jarang
Kemungkinan jarang terjadinya sekali waktu
atau
2
Jarang Sekali
Kemungkinan terjadinya kecil tetapi tetap ada kemungkinan
1
terjadi
Tabel 4. Matrik Kategori Severity Kategori
Definisi
Nilai
Bencana
Kecelakaan kematian
yang
Fatal
Kecelakaan tunggal
yang
Cidera Berat
Kecelakaan yang menyebabkan cidera atau sakit yang parah untuk waktu yang lama tidak bekerja atau menyebabkan cacat tetap
3
Cidera Ringan
Kecelakaan yang menyebabkan cidera atau sakit ringan dan dapat bekerja kembali atau tidak menyebabkan cacat tetap
2
Hampir Cidera
Kejadian hampir celaka yang tidak menyebabkan cidera atau tidak memerlukan perawatan kesehatan
1
menyebabkan
menyebabkan
banyak
kematian
5
4
Setelah nilai Probability dan Severity didapat, untuk menentukan risiko yang dapat diterima(kategori low, medium) maupun
Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
risiko yang tidak dapat diterima (kategori high dan very high) Determinating Risk Control (Pengendalian Risiko) Untuk mengendalikan risiko/bahaya di tempat kerja dapat digunakan model Hirarki Pengendalian Risiko (OHSAS 18001, 2007). Hirarki pengendalian risiko meliputi : eliminasi (menghilangkan sumber bahaya), subtitusi (mengganti barang yang mengandung bahaya, engginering control (merekayasa alat/mesin agar bahaya bisa diminimalkan), administrasi (mengendalikan bahaya dengan pengaturan prosedur dan rotasi kerja, dan pemakaian alat pelindung diri (Tarwaka, 2012). Pengendalian risiko yang tepat maka kecelakaan kerja dapat dihindari dan peningkatan produktivitas perusahaan dapat signifikan meningkat (Holmes N, 1999) Tabel 5 Tindakan Pengendalian Risiko No 1
Potensi Bahaya Melakukan pewarnaan tanpa alat pelindung diri
2
Terpapar asap saat bekerja
3
Makan minum saat bekerja
4
Merokok saat bekerja
88
Penyebab
Tindakan Perbaikan
1.1
1.1
tidak tersedia APD memadai 1.2 tidak memahami dampak negatif zat pewarna bagi kesehatan 1.3 tidak pernah ada sosialisasi bahaya di tempat kerja 2.1 Ruang kerja tertutup tanpa ventilasi memadai 2.2 Penggunaan kayu bakar dan gas untuk pengeringan batik 3.1 Tidak tersedia meja dan kursi makan di area kerja
4.1 Kurang sadar dampak rokok dan paparan zat kimia bagi kesehatan 4.2 tidak tersedia tempat rokok khusus bagi pekerja 4.3 Tidak pernah ada himbauan atau larangan merokok di tempat kerja
penyediaan dan penambahan APD yang memadai 1.2 Pemberian pengetahun melalui 5R tentang dampak paparan zat kimia berbahaya 2.1 Penambahan ventilasi dan pemberian exhaust di area kerja
3.1 Pemberian meja dan kursi di ruang tunggu yang dapat digunakan untuk istirahat dan makan siang di sekitar tempat kerja 4.1 Penyuluhan tentang dampak negatif rokok dan paparan zat kimia 4.2 Pemasangan poster larangan merokok di tempat kerja
Metode 5R Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja yang efektif adalah metode 5R. Metode 5R dibagi menjadi 5 tahap yaitu Ringkas, Rapi, Resik Rawat dan Rajin yang merupakan salah satu metode yang efektif untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang efektif diterapkan pertama kali di Negara Jepang, atau dikenal juga dengan istilah 5S yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke (Tarwaka, 2012). Penerapan 5R dilaksankan secara bertahap sesuai urutannya. Jika tahap pertama tidak dilakukan dengan baik maka tahap selanjutnya tidak akan berjalan maksimal (Imai, Heyman 2000). Metode 5R diterapkan di 3 industri Batik di Desa Pilang dengan metode penyuluhan dan implementasi dilapangan dengan penataan tempat kerja yang aman dan nyaman sampai dengan upaya preventif pencegahan penyakit di tempat kerja. Ringkas Merupakan kegiatan menyingkirkan barangbarang yang tidak diperlukan sehingga segala barang yang ditempat kerja merupakan barang-barang yang benar dibutuhkan dalam aktivitas kerja (Imai, 1998). Metode Ringkas yang diterapkan di industry batik Sragen adalah dengan memisahkan setiap bagian produksi batik yaitu bagian painting, pewarnaan, pencucian dan pengeringan dalam ruang berbeda. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan jumlah paparan zat kimia berbahaya yang dapat mengganggu tenaga kerja. Dalam penerapan metode ringkas diperlukan kesadaran dari tenaga kerja untuk menampung peralatan kerja yang diperlukan saja agar pekerjaan tidak terganggu baik pada proses produksi maupun kesehatan dan keselamatan pekerja (Rimawan E dan Sutowo E, 2015) Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
Rapi Segala sesuatu harus diletakan pada posisi yang telah ditetapkan sehingga siap digunakan saat diperlukan (Imai, 1998). Metode Rapi yang dapat diaplikasikan adalah dengan pembuatan toolbox atau wadah khusus untuk peralatan kerja seperti kotak canting dan malam, penyediaan tempat jemuran khusus yang sedikit dibuat jarak dari tempat kerja agar paparan uap zat kimia saat dijemur tidak mengganggu kesehatan tenaga kerja. Prinsip rapi juga diaplikasikan pada saat pekerja selesai melakukan pekerjaan, dengan adanya aturan pembersihan area kerja sebelum shif kerja berakhir. Resik Merupakan kegiatan membersihkan peralatan dan daerah kerja sehingga segala peralatan kerja tetap terjaga dalam kondisi baik (Imai, 1998). Dalam metode ini penggunaan APD menjadi prioritas utama karena hampir sebagian besar tenaga kerja tidak menggunakan pelindung standar, baik pelindung nafas, tangan, dan sepatu yang aman dan melindungi pekerja. Selain itu, di industry Batik tersebut juga dibuat desain ventilasi yang lebih terbuka dan pemasangan exhaust untuk menambah sirkulasi udara. Untuk mencegah masuknya zat kimia berbahaya melalui mulut, selain menggunakan APD saat bekerja, industry ini juga merancang wastafel atau tempat cuci taat dengan disediakan sabun untuk membersihkan sisa zat kimia pada tangan. Pemberian meja dan kursi di ruang tunggu juga digunakan sebagai tempat istirahat dan makan siang tenaga kerja. Dalam metode ini pekerja sebagai penanggunjawab kebersihan, pembuatan peta denah dan tanggung jawab untuk setiap area dan meluangkan waktu untuk membersihkan
89
area kerja 15 menit sebelum pulang kerja di hari tersebut (Surya E, 2013) Rawat Merupakan kegiatan menjaga kebersihan pribadi sekaligus mematuhi ketiga tahap sebelumnya (Imai, 1998). Agar program tersebut dapat terus berlanjur, tenaga kerja dan pengusaha berkomitmen melalui kebijakan tertulis yang disepakati dan ditandatangani bersama dan ditempel di seluruh bagian tempat kerja batik. Rajin Pemeliharaan kedisiplinan masing-masing pekerja dalam menjalankan seluruh tahapan 5R (Imai, 1998). Untuk menjaga kedisiplinan dan keberlanjutan, diterapkan reward dan punishment, baik dari pekerja, pengusaha maupun dari institusi peneliti dan pengabdian pada masyarakat. Reward dari pengusaha berupa penambahan bonus khusus diluar gaji apabila pekerja bekerja secara aman, sehat dan produktif, dan punishment berupa penundaan kenaikan gaji berkala apabila pekerja melanggar kebijakan kesehatan dan keselamatan perusahaan, sedangkan reward dari institusi peneliti dan pengabdian pada masyarakat dengan pemberian reward industri pelopor K3 yang secara tidak langsung memberikan brand image bagi perusahaan. Membangun disiplin diri pribadi dan membiasakan diri untuk menerapkan 5R melalui norma kerja dan standardisasi dan menjaga tempat kerja agar tetap aman dan nyaman (Rimawan E dan Sutowo E, 2015) KESIMPULAN Tenaga kerja di Industri Batik Desa Pilang Sragen terpapar gas CO yang melebihi nilai ambang batas yang dipersyaratkan yaitu 69-90 ppm, dan indeks suhu kelembapan sebesar 32.5-33,50C. Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
Untuk faktor perilaku bekerja tanpa alat pelindung diri adalah perilaku yang berbahaya terhadap kesehatan akibat paparan gas dan zat pewarna pakaian. Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja di Industri Batik Sragen metode yang telah digunakan adalah metode 5R. Metode ini menerapkan prinsip Ringkas, Rapi, Resik Rawat dan Rajin. Penerapan 5R dilakukan setelah melakukan identifikasi bahaya, penilaian Risiko dan menentukan tindakan pengendalian. DAFTAR PUSTAKA Green L, Kreuter M. 2005. Health Program Planning: An educational and ecological approach. 4th edition. New York, NY: McGrawhill. Harbandinah, W Bagus, Cahyo K, Nugraha P. 2007. Perencanaan dan Evaluasi Pendidikan Kesehatan Masyarakat dan Petunjuk Pembuatan Tugas Renval PKM. Ad-mediakreatif. Semarang Holmes N, Lingard H, Yesilyurt Z, Munk FD. 1999. An Exploratory Study of Meanings of Risk Control for Long Term and Acute Effect Occupational Health and Safety Risks in Small Business Construction Firms. Journal of Safety Research, Volume 30, Issue 4, Pages 251-261 ISO 900. 2007. Quality Management System – Requirement. Geneva Presiden Republik Indonesia. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja. Lestari, Ratih. 2012. Hubungan Kebersihan Mulut dengan Penyakit Sistemik dan
90
Usia Harapan Hidup. Jurnal Skala Husada Vol 9 No 1, 97-104 Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2015. Situasi Kesehatan Kerja. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Paramitasari, Yuniar D. 2014. Hubungan antara paparan asap dengan erosi gigi ( Studi pada Pekerja Pengasapan Ikan di Kelurahan Bandarharjo, Kota Semarang, Jawa Tengah). E-Journal UNDIP. http://eprints.undip.ac.id/44907/ M. Curcuruto, S.M. Conchie, M.G. Mariani, F.S. Violante. 2015. The role of prosocial and proactive safety behaviors in predicting safety performance. Safety Science Journal, Volume 80, Pages 317-323 Masaaki Imai, Brian Heymans. 2000. Collaborating For Change. Genba Kaizen. San Francisco, Berret-Koehler Publishers Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Kerja. Jakarta : Rineka Cipta OHSAS 18001. 2007. Occupational Health and Safety Management System Requirement, OHSAS Series. Geneva Rimawan Erry, Sutowo Eko. 2015. Analisa Penerapan 5s+Safety Pada Area warehouse di Pt. Multifilling Mitra Indonesia. Jurnal Ilmiah PASTI Volume VI Edisi 1 – ISSN 2085‐5869 S, Chi. July. 2013. Relationship between unsafe working conditions and workers' behavior and impact of working conditions on injury severity in U.S. construction industry. Journal of Construction Engineering and Management. Volume 139. Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja
Jurnal Kesehatan Gigi Vol.02 No.2, Desember 2015:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::……..::::::::::::ISSN 2407.0866
Sigurdur O. Sigurdsson, Matthew A. Taylor, Oliver Wirth. 2013. Discounting the value of safety: Effects of perceived risk and effort. Journal of Safety Research, Volume 46, Pages 127-134
Sussane B, 2013. Workplace hazard identification and management: The case of an underground mining operation. Safety Science Journal, Volume 57, Pages 129-137
Surya
Tarwaka. 2012. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan di Tempat Kerja. Harapan Press. Surakarta.
91
E. 2013. Perancangan Good Manucfacturing Practises (GMP) dan Budaya Kerja 5S di PT Indo Tata Abadi Pandaan, Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol 2 No 1
Implementasi 5R untuk Mencegah Penyakit Akibat Kerja