93 Jurnal Hukum, Vol. XIX, No. 19, Oktober 2010: 93 – 110
ISSN 1412 - 0887
IMPEACHMENT KEPALA DAERAH (STUDY KASUS USULAN PEMBERHENTIAN WALIKOTA SURABAYA IR. TRI RISMAHARINI) M. Saleh, SH., MH.1
ABSTRAK Salah satu hal yang baru diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah diatur mengenai tata cara pemberhentian kepala daerah (impeachment). Persyaratan dan prosedur usulan impeachment atau usulan pemberhentian kepala daerah atau Walikota Surabaya mengacu dalam UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 29 ayat (4) Usulan impeachment atau pemberhentian Walikota Surabaya Ir. Tri Rismaharini, tidak sesuai dengan syarat dan prosedur pemberhentian yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Impeachment yang dilakukan oleh Anggota DPRD subtansinya tidak muncul dan tidak kuat. Dasar yang dipakai dengan Perwali 56 dan 57 belum bisa dijadikan dasar hukum untuk membuat usulan pemberhentian. Kata Kunci: impeachment, Kepala Daerah. PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan politik di Indonesia semakin berkembang, reformasi telah membuka ruang demokratisasi sampai tidak ada batasnya. Maklum selama 32 tahun orde baru mengekang kebebasan berpolitik rakyat Indonesia, hanya mendapatkan satu pilihan saja yaitu hanya memenangkan Partai Penguasa saja. Era reformasi merubah tatanan bangsa kita, dulu yang dapat menjadi pejabat negara hanyalah dari kalangan golongan kroni-kroni rezim yang berkuasa saja. Namun dengan dibukanya kran keterbukaan dan demokratisasi tersebut banyak setiap Pemilukada atau Pemilihan Legislatif berlangsung pasti adanya gerakan money politic, bagi – bagi duit atau ada yang menamakan shodaqoh politik atau zakat politik dalam rangka memenangkan dirinya atau calon. Istilah impeachment berasal dari kata “to impeach”, yang berarti meminta pertanggungjawaban. Jika tuntutannya terbukti, maka hukumannya adalah “removal from office”, atau pemberhentian dari jabatan. Dengan kata lain, kata “impeachment” itu sendiri bukanlah pemberhentian, tetapi baru bersifat penuntutan atas dasar 1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
94
pelanggaran hukum yang dilakukan. Oleh karena itu, dikatakan Charles L. Black, “Strictly speaking, ‘impeachment’ means ‘accusating’ or ‘charge’.” Artinya, kata impeachment itu dalam bahasa Indonesia dapat kita alih bahasakan sebagai dakwaan atau tuduhan. Lebih jelas, menurut Marsilam Simanjuntak impeachment adalah: “Suatu proses tuntutan hukum (pidana) khusus terhadap seorang pejabat publik ke depan sebuah quasi-pengadilan politik, karena ada tuduhan pelanggaran hukum sebagaimana yang ditentukan Undang Undang Dasar. Hasil akhir dari mekanisme impeachment ini adalah pemberhentian dari jabatan, dengan tidak menutup kemungkinan melanjutkan proses tuntutan pidana biasa bagi kesalahannya sesudah turun dari jabatannya”.2 Perumusan Masalah 1) Bagaimanakah persyaratan dan prosedur pemberhentian kepala daerah ? 2) Apakah usulan pemberhentian Walikota Surabaya Ir. Tri Rismaharini, MT sesuai dengan syarat dan prosedur pemberhentian yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan ? Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif), yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan perundangundangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi. 2. Pendekatan a) statute approach adalah pendekatan undang-undang yaitu suatu penelitian normatif yang bertujuan untuk mengetahui dan membuat undang-undang sebagai acuan dalam membuat penulisan skripsi, serta penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan analisais (analisis approach) yaitu menganalisa bahan hukum untuk mengetahui makna yang terkandung dalam perundang-undangan secara konsepsional. b) Case Aproach adalah pendekatan kasus yaitu untuk mengetahui alasan hukum yang digunakan oleh DPRD dalam menyelesaikan permasalahan impeachment kepada Walikota.
3. Sumber Bahan Hukum a) Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang terdiri dari Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah 2
Indra Ismawan, Money Politics pengaruh uang dalam pilkada, Media Pressindo Yogyakarta, Hal 31
95
b) Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dan beberapa sumber dari situs internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c) Bahan hukum tersier merupakan semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus dan artikel. PEMBAHASAN A. IMPEACHMENT KEPALA DAERAH DI INDONESIA 1. Pengertian impeachment Konsep impeachment lahir di Mesir kuno dengan istilah iesangelia, kemudian pada abad ke-17 diadopsi oleh pemerintahan Inggris dan dimasukkan dalam konstitusi Amerika Serikat pada akhir abad ke-18. Konsep impeachment dalam sistem ketatanegaraan Amerika Serikat adalah mekanisme pemberhentian pejabat negara karena melanggar pasal-pasal impeachment, yaitu penghianatan terhadap negara, penyuapan, kejahatan tingkat tinggi lainnya, dan perbuatan tercela (treason, bribery, or other high crimes and misdemeanors). 3 Forum previlegiatum merupakan konsep pemberhentian pejabat tinggi negara, termasuk Presiden melalui peradilan khusus (special legal proceedings), yaitu Presiden yang dianggap melanggar hukum diberhentikan melalui mekanisme pengadilan yang dipercepat tanpa Secara garis besar dalam dunia hukum tata negara terdapat dua model melalui jenjang pemeriksaan pengadilan konvensional dari tingkat bawah. Konsep ini diterapkan di Perancis dalam Pasal 68 konstitusinya yang mengatur bahwa Presiden dan para pejabat negara dapat dituntut diberhentikan di dalam forum Mahkamah Agung Perancis karena penghianatan kepada negara, melakukan kejahatan kriminal, dan tindakan tidak pantas lainnya.4 Dinamika impeachment ini tidak lepas dari arah perubahan pemikiran dan kehendak yang berkembang yaitu dengan menganut sistem Pilkada langsung yang digagas dalam revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah pada awal 2001 yang memberikan otonomi yang luas dan nyata serta 3
Denny Indrayana, 2008, Negara Antara ada dan Tiada: Reformasi Hukum Ketataegaraan, Jakarta, Kompas, hlm. 207-208. 4 Article 68, Paragraph 1 Constitution of French “The President of the Republic shall not be held accountable for actions performed in the exercise of his office except in the case of high treason. He may be indicted only by the two Assemblies ruling by identical vote in open balloting and by an absolute majority of their members. He shall be tried by the High Court of Justice. Lihat dan bandingkan dengan Muhammad Bahrul Ulum, 2010, Mekanisme Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden (Antara Realitas Politik dan Penegakan Konstitusi), Jurnal Konstitusi, Volume 7 Nomor 4, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, hlm. 140.
96
perimbangan keuangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota5. Dengan pilkada langsung akan terjadi dinamika persaingan yang sangat kuat baik ditataran elit daerah dan juga arus bawah. Padahal dengan adanya Pilkada langsung diharapkan tercipata, pertama, agar lebih konsisten dengan sistem presidensial. Sistem pemerintahan presidensial antara lain ditandai oleh pemilihan kepala pemerintahan secara langsung oleh rakyat, karena itu sebagaimana pada tingkat nasional presiden sebagai kepala pemerintahan dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, maka kepala daerah untuk daerah otonom juga dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum6.
2. Syarat dan Prosedur pemberhentian Kepala Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, pemberhentian kepala daerah dilakukan karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau diberhentikan. Pasal 29 ayat 2 dalam UU No. 32 Tahun 2004 menentukan bahwa kepala daerah diberhentikan karena: a. Berakhirnya masa jabatan dan telah dilantik pejabat yang baru; Pengertiannya adalah bahwa pejabat Kepala Daerah dibatasi oleh periodesasi jabatan yaitu selama 5 (lima) tahun dan bila terjadi proses Pemilukada yang kemudian terpilih Kepala/Wakil Kepala Daerah yang baru, maka berdasarkan usulan KPU Daerah serta berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden melalui Mendagri, maka Gubernur dalam sidang paripurna istemewa DPRD melantik pasangan kepala daerah/Walikota, sejak saat SK dibacakan dan dilaksanakan pelantikan, maka kepala daerah yang lama secara otomatis telah berakhir masa jabatannya, dikarenakan telah dilantik pejabat yang baru. b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama enam bulan Bahwa kepala daerah yang mengalami sakit parah atau meninggal dunia sehingga tidak bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan tugas dan fungsi Kepala Daerah, misalkan akibat karena sakit tidak pernah kekantor berturut-turut selama 6 enam bulan sehingga tidak bisa memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD hal ini sesuai dengan Penjelasan Pasal 123 ayat 2 huruf b PP No. 6 tahun 2005 Yang dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keetrangan dokter yang berwenang dan atau tidak diketahui keberadaannya7. c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah yaitu apabila Kepala Daerah dalam perjalanannya memimpin pemerintahan ada syarat-syarat sebagai kepala daerah tidak bisa terpenuhi atau menghilangkan dari syarat kepala daerah tersebut. 5
Mufti Mubarok, Suksesi Pilkada Ramlan Surbakti, Makalah Pilkada langsung dan kepemimpinan daerah yang efektif 7 PP No. 6 tahun 2005 6
97
Adapun syarat calon Kepala Daerah seperti tercantum dalam UU NO 32/2004 Pasal 58, sebagai berikut : 1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; 3. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat; 4. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun 5. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter; 6. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih; 7. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 8. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; 9. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; 10. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara. 11. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 12. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela; 13. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak; 14. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri; 15. Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan 16. Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah. d. Pemahaman tentang dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah sangat multitafsir dan pasal karet, tergantung cara menafsirkan orang per-orang. Apalagi dibumbui dengan perasaan ingin menjatuhkan dan sebagai lawan politiknya. Persoalan ini sangat terasa ketika ada peristiwa dijadikannya acuan DPRD Kota Surabaya dalam melakukan impeachment kepada Walikota Surabaya yaitu dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan Kepala Daerah. Berikut ini teks sumpah/janji jabatan kepala daerah menurut Pasal 110 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004 : Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa".
98
e. Menurut huruf e kepala daerah tidak melaksanakan kewajiban. Pengertian tidak melaksanakan kewajiban harus melihat dulu apa kewajiban kepala daerah sesuai Pasal 27 UU No. 23 Tahun 2004 sebagai berikut : (1)...dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; d. melaksanakan kehidupan demokrasi; e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; f. menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; g. memajukan dan mengembangkan daya saing daerah; h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik. i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah; j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah; k. menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD. (2) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat. (1), kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. (3) Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. f. melanggar larangan bagi kepala daerah. Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sesuai dengan Pasal 28 UU Nomor 32 Tahun 2004, yaitu : 1. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri, anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyrakat lain;
99
2. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik negara daerah, atau dalam yayasan bidang apapun; 3. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung. maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan; 4. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; 5. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam Pasai 25 huruf f; 6. menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya; 7. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Pemahaman Pasal 29 ayat 2 tentang pemberhentian kepala daerah tersebut di atas dengan jelas sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2004 sangat berliku. Proses politiknya sangat panjang dan menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat luas. Kalaupun proses ini dihendaki dan kemudian DPRD melakukan impeachment kepada kepala daerah harus melalui usulan kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pendapat DPRD tersebut diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir. Mahkamah Agung (MA) wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 hari setelah permintaan DPRD itu diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final. Setelah MA memutuskan kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden. Selanjutnya, Presiden wajib memproses usul pemberhentian kepala daerah tersebut paling lambat 30 hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut.8 DPRD tidak bisa membuat Keputusan impeachment lewat kesimpulan hak angket, jadi harus membuat membuat rekomendasi pemakzulan atau impeachment yang ini merupakan domain hak menyatakan pendapat DPRD, bukan pada rekomendasi pansus hak angket. Hal ini sesuai dengan PP nomor 16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
8
Republik Indonesia, Pasal 29 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4437)
100
DPRD dan UU nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD.9 Anggota DPRD mempunyai hak: a. interpelasi; b. angket; dan c. menyatakan pendapat . Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa Walikota melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Walikota. Kasus di Surabaya perseteruan DPRD dan Wali Kota Surabaya harus kita cermati apa karena adanya pelanggaran hukum atau karena kepentingan politik sesaat demi menggeser suatu jabatan, sehingga tujuan akhirnya adalah kekuasaan. Menyetir apa yang disampaikan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi meminta agar DPRD tidak sembarangan melakukan impeachment kepala daerah., dikhawatirkan akan banyak kepala daerah lain yang diusik kepemimpinannya dan diganti. Situasi tersebut pada gilirannya dapat mengganggu tatanan pemerintahan yang baik. terhadap kepala daerah10. Masalah yang dihadapi di daerah mestinya diselesaikan melalui musyawarah. Proses pemakzulan kepala daerah erat kaitannya dengan dinamika kepentingan politis atas sebuah jabatan dalam pemerintahan daerah. Pengaturan pemakzulan sebagaimana UU Pemerintahan Daerah justru menimbulkan instabilitas pemerintahan daerah yang berakibat pada terhambatnya jalan pemerintahan. Demokrasi yang dikembangkan dengan konsep desentralisasi bagi pemerintahan daerah justru masih belum menyentuh hakikat dari demokrasi yang dilaksanakan dengan membuka partisipasi publik demi terciptanya kesejahteraan. Kegaduhan politik akan tercipta dengan adanya Impeachment sebab roda pemerintahan tidak berjalan dengan baik. Misalkan banyak Perda-perda yang terbengkelai karena DPRD-nya sibuk mengawal proses Impeachment yang sangat lama dan panjang. Bahwa impeachment atau pemakzulan adalah sah dan ada aturannya tetapi agar impeachment tidak menjadi preseden buruk, maka Syarat dan Prosedur pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku dan yang lebih penting adalah kasus impeachment yang dipertentangkan benarbenar berdampak luas bagi masyarakat dan tidak menguntungkan segelintir orang saja. Kalau pemerintahan tidak ada yang melakukan kontrol maka sama dengan Orde Baru kekuasaan akan semakin merajalela dan menjadi Negara tirani.
9
PP nomor 16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD dan UU nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD 10 Jum'at, 04 Februari 2011 | 17:14 WIB TEMPO/Imam Sukamto
101
B. USULAN PEMBERHENTIAN WALIKOTA SURABAYA Ir. TRI RISMA HARINI, MT 1. Kondisi politik Pasca Pemilukada 2010 dan sebelum usulan pemberhentian Walikota Surabaya Pemilukada Kota Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 2010 dan putaran kedua pada tanggal 1 Agustus 2010 sesuai hasil putusan Mahkamah Konstitusi ternyata pemenangnya tidak berbeda dari sebelumnya. Pasangan Nomor urut 4 Tri Rismaharini-Bambang DH (RIDHO) tetap dinobatkan menjadi Pemenang Pilkada Surabaya 2010. Pasangan yang diusung tunggal oleh Partai PDI Perjuangan Kota Surabaya ini mengalahkan pesaingnya pasangan Arif Afandi-Adies Kadir (Cacak) yang didukung oleh partai Demokrat dan Golkar harus puas di posisi kedua dengan 329.082 suara atau 36,5 persen sedangkan RIDHO mendapatkan 367.472 suara atau 40,9 persen sedangkan yang lainnya yaitu Nomor urut 2 FUYU Fandi-Yulius 105.736 (11,7 persen), Nomor urut 1 DIMAZ Sutadi-Mazlan 52.718 (5,8 %) dan Nomor urut 5 Fitrajaya-Naen 45.462 (5,0 %)11 Peta dukungan Walikota dengan perolehan kursi legislatif anggota DPRD dan hasil Pilkada tidak sama, peta politik Surabaya dengan asumsi dari hasil perolehan kursi DPRD Pemilu 2009, maka urutannya sebagai berikut : (1) Pasangan CACAK diusung Demokrat dan Golkar (perolehan kursi Demokrat 16 dan Golkar 5 kursi) total 21 Kursi dilanjutkan dengan Pasangan FUYU yang didukung PDS 5 kursi, PKNU 1 kursi, PKS 5 kursi serta PPP 1 kursi total dukungan 12 kursi, posisi ke 3 ditempati pasangan DIMAZ yang didukung oleh PKB 5 kursi dan Gerindra 3 kursi jadi total dukungan 8 kursi, dilanjutkan Pasangan RIDHO yang diusung PDI Perjuangan mendapatkan 8 kursi, dan yang terakhir pasangan independen Fitra Jaya Naen. Peta politik di DPRD seketika itu juga berubah partai pendukung yang selama 3 tiga bulan menjadi partai pemerintah berubah menjadi tidak mendukung kebijakan Walikota khususnya dalam mensikapi Perwali No. 56 tentang perhitungan nilai sewa perhitungan reklame dan Perwali No. 57 tahun 2010 tentang Perhitungan nilai sewa reklame terbatas pada kawasan khusus di Kota Surabaya. Sebelum usulan impeachment berjalan didahului dengan adanya usulan hak interpelasi yang disponsori oleh anggota DPRD yang membubuhkan tandatangan sebagai berikut dari Fraksi Demokrat 1. Wishnu Wardhana, 2. M. Machmud, 3. Irwanto, 4. Ine, 5. Sachiroel Alim, 6. Djunaedi, 7. Ratih, 8. Agus Santoso, 9. Rusli Yusuf. Dari fraksi Golkar, 1. Agus Sudarsono, dari FPDS, 1. Rio Pattiselano, 2. Sudarwati Rorong dan 3. Simon. Dari Fapkindo, 1. Edy Rusianto dan FKB 1. Musyafak Rouf dan 2. Masduki Toha12. Tanda tangan hak interpelasi 16 Orang tersebut disampaikan dalam Rapat Badan Musyawarah untuk diagendakan atau dibacakan dalam Sidang Paripurna. Ada Lima 11 12
Sumber KPUD Kota Surabaya kelana kota 24 November 2010, 17:27:15, Laporan Noer Soetantini, suara surabaya
102
fraksi yang mendukung interpelasi tersebut masing-masing Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Apkindo, FPDS, Fraksi Kebangkitan Bangsa dan Fraksi Golkar. Dengan jumlah dukungan sebanyak ini, maka usulan interpelasi memenuhi kuota dan selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna. Sementara dua fraksi tidak menyetujui usulan ini, yakni FPDI Perjuangan dan FPKS. Rapat Badan Musyawarah (Banmus), Jum'at (3/12/2010) akhirnya menyepakati rapat paripurna interpelasi dengan memanggil Walikota Surabaya, Tri Rismaharini terkait kenaikan pajak reklame hingga 400 persen digelar pada Rabu (8/12/2010). Namun dalam aturannya, dalam gelar rapat paripurna tersebut walikota, Tri Rismaharini tidak wajib hadir dan bisa mewakilkan. Hak interpelasi yang sampaikan DPRD dalam sidang Paripurna membuahkan hasil dengan mengundang Walikota. Hak interpelasi DPRD disampaikan dalam surat nomor : 171/1369/436.5/2010 perihal Pengajuan Hak Interpelasi untuk Perwali Nomor 56 Tahun 2010 dan Perwali Nomor 57 Tahun 2010 sebagaimana tercantum dalam konsideran menimbang huruf a di Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya Nomor 68 Tahun 2010. Pendukung hak angket DPRD Surabaya 33 anggota. Hak angket ini menindaklanjuti interpelasi yang dilakukan DPRD Surabaya akibat terbitnya Perwali 56 dan 57. Hak angket atau hak penyelidikan ini sudah diteken 33 orang. Itu artinya mayoritas dari 50 anggota Dewan sudah sepakat untuk menaikkan status interpelasi menjadi hak angket 13. Ke 33 anggota Dewan yang menjadi pengusul hak angket ini berasal dari FPG, FPD, FPKB, FApkindo dan FPDS. Sedangkan dari FPDIP dan FPKS dipastikan tidak akan mendukung sebab dua fraksi ini sejak awal tak setuju adanya interpelasi Perwali. Pendukung impeachment Walikota berjumlah 41 orang dan yang menolak hanya sekitar 9 orang. Walaupun sikap Walikota Surabaya sudah mulai melunak dengan melakukan revisi Perwali 56 dan 57 menjadi Perwali No. 70 dan 71, tetapi anggota DPRD tetap tidak mau mundur sedikitpun untuk membatalkan hak angket. B. Alasan Usulan Pemberhentian Walikota Surabaya Pada bulan Januari 2011 atau 3 (tiga) bulan setelah terpilihnya Walikota Surabaya Ir. Tri Rismaharini, MT telah terjadi proses usulan impeachment yang digelar DPRD Kota Surabaya. Peristiwa ini telah berdampak pada stabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Melalui sidang paripurna, DPRD Kota Surabaya mengeluarkan rekomendasi usulan pemberhentian Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dari jabatannya karena dinilai melanggar Pasal 28 (a) UU 32/2004 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah saat menyusun Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 56
13
Pendukung Hak Angket Bertambah Surabayakita, Jumat, 17 Desember 2010 07:53
Menjadi
33
Orang
Oleh
Redaksi
103
Tahun 2010 mengenai kenaikan pajak reklame dan Perwali Nomor 57 Tahun 2010 mengenai kenaikan pajak reklame di kawasan terbatas.14 Usulan pemberhentian Walikota Surabaya dimulai dengan adanya akumulasi sejumlah kebijakan yang dinilai anggota DPRD kontraversial, masalah Perwali No. 56 dan 57 adalah pemicunya. Sebab ada lagi masalah yang mencuat yaitu dukungan Ketua DPRD Wisnu Wardhana dengan rencana Pembangunan Jalan Tol Tengah Kota (JTTK) dan masalah Jasmas Jaring Aspirasi Masyarakat yang tidak cepat direalisasikan Walikota. Konflik ini menimbulkan derivasi politiknya, yakni adanya perang urat syaraf dimedia dan opini dimasyarakat. Dalam paripurna tanggal 31 Januari 2011 dihasilkan keputusan pemberhentian Walikota Surabaya yang didukung 6 Enam fraksi yaitu Fraksi Kebangkitan Bangsa, fraksi Dami Sejahtera, fraksi Golkar, fraksi Demokrat, fraksi PDIP dan fraksi Apkindo atau gabungan. Sedangkan Fraksi PKS menyatakan bahwa Perwali no. 56 dan 57 tidak bisa dijadikan alasan untuk menggantikan Walikota 15. Kronologis pemberhentian sampai kemudian pada sidang paripurna adalah : 1. Tanggal 29 Oktober 2010 : Walikota menerbitkan perwali No. 56 dan 57 2. Tanggal 1 Nopember 2010 : Pengusaha reklame mengirimkan surat keberatan Walikota 3. Tanggal 3 Nopember 2010 : Dewan menyampaikan surat ke Walikota meminta penundaan dan sosialisasi perwali reklame. 4. Tanggal 8 Nopember 2010 : Dewan menyampaikan kembali mengirim surat ke Walikota, meminta perwali reklame dibatalkan 5. Tanggal 24 Nopember 2010 : Rapat Banmus untuk interpelasi karena surat DPRD tidak dihiraukan Walikota 6. Tanggal 8 Desember 2010 : Hak interpelasi memanggil Walikota untuk menjelaskan perwali disidang paripurna 7. Tanggal 21 Desember 2010 : Pengajuan hak angket dewan 8. Tanggal 28 Desember 2010 : Atas desakan Gubernur Jatim, Pemkot akhirnya merivisi perwali No. 56 dan 57 menjadi perwali No. 70 dan 71 9. Tanggal 3 Januari 2011 : Rapat pertama hak angket, Sekkota tidak datang 10. Tanggal 17 Januari 2011 : Penandatanganan BAP pemeriksaan munculnya perwali 11. Tanggal 18 Januari 2011 : DPRD Surabaya berkonsultasi ke Kemendagri 12. Tanggal 24 Januari 2011 : Walikota diperiksa Pansus angket 13. Tanggal 28 Januari 2011 : Walikota teken BAP pemeriksaan pansus angket 14. Tanggal 31 Januari 2011 : Sidang Paripurna usulkan pemberhentian risma ke Mahkamah Agung.16 14
Rimanews, DPRD Jangan Sembarangan Lakukan Impeachment Kepala Daerah, Tapi Itu Perlu – Supaya Jangan Mengira Jaba tan Itu Warisan Nenek Moyangnya, tersedia online, http://www.rimanews.com/read/20110202/15027/dprd-jangan-sembarangan-lakukanimpeachment-terhadap-kepala-daerah-tapi-itu, diambil pada 11 Juli 2011, Pukul 20.30 15 16
Jawa pos, dilengser dewan dibela Kemendagri, 1 pebruari 2011 ibid
104
Hasil Keputusan Rapat Paripurna DPRD Kota Surabaya yang memutuskan pemberhentian Walikota pada sidang tanggal 31 Januari 2011. Dari hasil keputusan sidang tersebut diketahui mengapa impeachment dilakukan dan alasan-alasan apa-apa saja yang dikemukakan dan menjadi dasar dalam pemberhentian Walikota. Dari beberapa dokumentasi kepada pihak-pihak terkait dan media massa beberapa alasan DPRD dalam pemberhentian Walikota Surabaya walaupun kemudian alasan-alasan pemberhentian tersebut semakin melebar seiring dengan munculnya kasus yang berkembang tidak seperti saat pertama kali digagas yang hanya pada fokus pada perwali No. 56 dan 57, beberapa alasan yang dikemukakan, yaitu sebagai berikut : 1. Kebijakan Walikota dianggap tidak pro rakyat misalnya dalam KUA-PPAS akan memberlakukan pajak terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) dan kos-kosan 2. Dalam penyusunan Perwali No. 56 dan 57 tahun 2010 tentang kenaikan pajak reklame, Walikota melanggar UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Permendagri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Produk Hukum Daerah 3. Walikota tidak menjalankan pemerintahan yang baik sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, karena dalam kebijakan strategis tidak pernah berkomunikasi dengan DPRD 4. Walikota melakukan penghasutan terhadap Pemerintah Pusat, lantaran menganjurkan kepada warga untuk tidak mau diberikan ganti rugi tanah berapapun nilainya yang akan digunakan untuk pembangunan tol tengah kota, yang merupakan proyek pemerintah pusat dalam pertemuan dengan Ketua RT dan RW se Surabaya digedung Empire. 17 Dari 4 empat alasan yang dikemukakan diatas, dapat diambil pendapat hukum awal bahwa impeachment atau pemberhentian Walikota dilihat dari kacamata hukum sangat lemah. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, alasan yang digunakan anggota DPRD Surabaya untuk memakzulkan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, terlalu ringan dan tidak berdasar. Kemendagri akan mengevaluasi kasus yang menghebohkan warga Surabaya ini, lantaran belum pernah ada kasus sejenis. "Kalau karena alasan Perwali (Peraturan Walikota) itu terlalu ringan, tidak cukup dasar. Karena kalau sekadar Perwali saja jadi bermasalah, Perda saja bisa bermasalah," kata Gamawan kepada wartawan di kantornya, Jum'at (4/2). Menurut Gamawan, jika ada peraturan walikota yang dinilai tidak tepat, seharusnya cukup dikoreksi oleh Gubernur Jawa Timur, tidak perlu sampai ada upaya pemakzulan terhadap walikota yang telah mengeluarkan peraturan itu. "(Kalau) Perda lebih berat lagi masalahnya," ujarnya.18 Hal ini juga diperkuat dengan Surat balasan dari Gubernur Jawa Timur menjawab surat Walikota No. 180/5772/436.1.2/2010 tanggal 2 Nopemebr 2010 perihal Klarifikasi Peraturan Walikota Surabaya Nomor 56 Tahun 2010 dan tanggal 2 Nopember 2010 Nomor 180/5771/436.1.2/2010 perihal Klarifikasi Peraturan Walikota 17
Surabaya pagi, Risma saya belum siap, 2 Pebruari 2011 Tempo, Mendagri: Alasan Pemakzulan Walikota Surabaya Tak Berdasar Jum'at, 04 Februari 2011 | 17:14 WIB TEMPO/Imam Sukamto 18
105
Surabaya Nomor 57 Tahun 2010, yang setelah dilakukan pengkajian Gubernur mengirimkan balasan dengan surat No. 188/19390/013/2010 tanggal 21 Desember 2010 Perihal Pengkajian Peraturan Walikota Surabaya Nomor 56 tahun 2010 dan Nomor 57 tahun 2010, adapun kajian yang dikemukakan sebagai berikut19 : 1. Dalam konsideran mengingat agar dimasukkan Undang-undang Nomor 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, karena pada pasal 180 angka 1 UU No. 28 Tahun 2009 yang pada intinya menegaskan bahwa jenis Pajak Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) masih tetap berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah yang baru berdasarkan Undang-undang ini.20 2. Terhadap perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Surabaya Nomor 56 Tahun 2010 dan Nomor 57 Tahun 2010 agar ditinjau kembali dengan berpedoman Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pedoman Cara Penghitungan Nilai Sewa Reklame, agar tidak menimbulkan ekonomi biaya tinggi sebagaimana dimaksud ketentuan dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 yang pada intinya menegaskan bahwa, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilarang menetapkan Peraturan Daerah tentang Pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menghambat mobolitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah dan kegiatan ekspor/impor21 C. Usulan pemberhentian Walikota Surabaya Usulan impeachment DPRD diawali dari mengusulkan hak interpelasi kepada Walikota, yang kemudian membentuk Pansus Hak Angket dan memutuskan pemberhentian dalam sidang paripurna dalam hak menyatakan pendapat. Alur usulan pemberhentian Walikota Surabaya dimulai dari : a) Diterbitkannya Perwali No. 56 tahun 2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame dan Perwali No, 57 tahun 2010 tentang perhitungan nilai sewa reklame terbatas pada kawasan khusus di kota Surabaya b) Adanya surat dari Persatuan Perusahan Periklanan Indonesia (PPI) Nomor 219/PPPI/K/XI/2010 tanggal 2 Nopember 2010 perihal keberatan kenaikan pajak reklame Hak menyatakan pendapat adalah sikap akhir DPRD dalam memberikan kesimpulan tentang Hasil Hak Angket Reklame dari masing-masing fraksi. Hal ini sesuai dengan Pasal 29 ayat 3 UU No. 3 tahun 2004, yaitu : Pemberhentian kepala daerah dan atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) huruf a dan huruf b diberitahukan oleh pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD.
19
Surat Pemerintah Provinsi Jawa timur, arsip humas ibid 21 ibid 20
106
Pasal 29 ayat (4) : Pemberhentian kepala daerah dan/wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan dengan ketentuan : a. Pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah diusulkan kepada Presiden berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan atau tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah; b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir c. Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah permintaan DPRD itu diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final ; d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden; e. Presiden wajib memproses usul pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut Hasil Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD Kota Surabaya merekomendasikan pemberhentian Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Rekomendasi ini disampaikan dalam sidang paripurna dengan agenda pembahasan Hak Angket DPRD Kota Surabaya terkait penerbitan Perwali nomor 56 dan 57 tentang kenaikan pajak reklame. Dalam pembacaan laporan hasil pemeriksaan hak angket terhadap para saksi pembuat draf reklame, serta pandangan hasil pemeriksaan terhadap Walikota Surabaya menegaskan bahwa Pansus menilai Walikota telah melanggar UU No 32 tahun 2004. Walikota juga dinilai telah melanggar sumpah dengan menerbitkan peraturan yang menguntungkan satu kelompok, serta merugikan kelompok lain. Atas kesalahan itu, Pansus tidak dapat menolelir pelanggaran dan merekomendasikan pemberhentian Walikota Surabaya tri Rismaharini. Usai pembacaan hasil Pansus Hak Angket, sidang paripurna DPRD Kota Surabaya diteruskan dengan pandangan fraksi atas rekomendasi Pansus Hak Angket22. Dalam pandangan enam fraksi, Wali Kota Surabaya dianggap telah melanggar undang-undang dalam menerbitkan peraturan. Aturan yang dilanggar adalah Permendagri No 16 Tahun 2006, Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah, serta Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Tahapan selanjutnya DPRD akan menggelar paripurna kedua untuk membuat pandangan DPRD atas rekomendasi Pansus Hak Angket tersebut. Hal itu akan dilanjutkan dengan memberikan laporan kepada Mahkamah Agung, yang akan dijadikan dasar usulan pemberhentian Rismaharini kepada Presiden. Satu fraksi yang tidak setuju terhadap pemecatan Rismaharini adalah 22
Kabar bisnis, Pansus rekomendasikan Walikota Surabaya diberhentikan Online: Senin, 31 Januari 2011 | 12:41 wib ET
107
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS). Dalam pandangannya F-PKS mengakui adanya pelanggaran yang dilakukan wali kota. Namun, pelanggaran itu tidak berdampak apa pun terhadap masyarakat23. Dengan hasil enam banding satu itu, otomatis keputusan pansus hak angket tentang pemberhentian Wali Kota Surabaya tetap dilakukan24. Dikarenakan rekomendasi harus disampaikan ke Mahkamah Agung, maka DPRD melakukan berbagai tahapan untuk menyusun laporan ke Mahkamah Agung, namun sebelum surat usulan laporan impeachment disampaikan ke Mahkamah Agung terjadi perubahan politik yang sangat cepat dengan responnya elit DPP Partai Demokrat dan DPP PDI Perjuangan yang menolak hasil rapat paripurna tersebut, malah dengan tegas memberikan sanksi kepada kader partainya yang tidak mencabut usulan pemberhentian Walikota. Banyak kalangan dan masyarakat yang menyatakan bahwa langkah DPRD Kota Surabaya yang memberhentikan Wali Kota Surabaya, salah kaprah. Pasalnya, penyelidikan terhadap Peraturan Walikota (Perwali) Surabaya terkait pajak reklame yang dijadikan dasar pengajuan hak angket oleh DPRD Kota Surabaya sudah dievaluasi Gubernur Jawa Timur, dan bukan dugaan tindak pidana. 25 Kesimpulan A. Kesimpulan 1. Bahwa persyaratan dan prosedur usulan impeachment atau usulan pemberhentian kepala daerah atau Walikota Surabaya mengacu dalam UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 29 ayat (4) bahwa pemberhentian kepala daerah dapat dilakukan apabila melanggar sumpah jabatan dan tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah. Dalam proses tersebut korum pengambilan keputusan di DPRD adalah ¾ dari 2/3 anggota DPRD yang hadir. Pendapat DPRD tentang Kepala Daerah yang melakukan pelanggaran sumpah jabatan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai Kepala Daerah diteruskan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk diputus dalam waktu 30 hari, dan apabila MA memutuskan bahwa pendapat DPRD terbukti melakukan pelanggaran sumpah jabatan dan/atau kepala daerah tidak melaksanakan kewajibannya, maka DPRD dapat menggelar sidang paripurna untuk memutuskan usulan pemberhentian dengan qorum ¾ dari 2/3. 2. Usulan impeachment atau pemberhentian Walikota Surabaya Ir. Tri Rismaharini, MT tidak sesuai dengan syarat dan prosedur pemberhentian yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam syarat tidak terpenuhi, selain masalah politik yang tidak kalah pentingnya persoalan hukum juga menjadi kunci utama, sebab hasil rekomendasi DPRD akan tetap disidangkan dalam Mahkamah Agung. Impeachment yang dilakukan oleh Anggota DPRD subtansinya tidak muncul dan tidak kuat. Dasar yang dipakai dengan Perwali 56 dan 57 belum bisa dijadikan dasar hukum untuk membuat usulan pemberhentian, sebab Walikota telah melakukan perubahan dalam Perwali 56 dan 57 tersebut menjadi Perwali 70 dan 71. Perwali 56 dan 57 memang merugikan sebagaian pengusaha reklame atau pengusaha besar, tetapi tidak menjadi persoalan bagi rakyat Surabaya kebanyakan. Malah tidak menimbulkan 23
DPRD Surabaya Rekomendasi Pecat Wali Kota 01 Feb 2011 Media Indonesia
Nasional
24 25
ibid DPRD Surabaya Salah Kaprah Surabaya | Rabu, 2 Feb 2011 laporan Witanto
108
gejolak dengan adanya Perwali tersebut, justru DPRD sebagai manifestasi dari keterwakilan rakyat tidak melihat bahwa usulan pemberhentian didasari kuat dengan aspirasi keinginan rakyat yang ada. B. Saran 1. Bahwa UU No. 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 29 yang mengenai Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil kepala daerah masih multitafsir karena tidak semuanya dijelaskan di Permendagri dan Peraturan Pemerintah (PP), Diharapkan dengan ada aturan yang lebih jelas dan tidak menimbulkan multitafsir roda pemerintahan daerah bisa berjalan dengan baik sesuai dengan harapan UU. No. 23 Tahun 2004 serta tidak menimbulkan saling menjatuhkan atau curiga mencurigai antara DPRD dengan Walikota. 2. Seharusnya persoalan terhadap Perwali No. 56 dan 57 Tahun 2010 yang menjadi alasan DPRD untuk mengajukan usulan impeachment tidak usah ditanggapi secara berlebihan dengan pemberhentian Walikota, hal ini terlalu jauh. Cukup dengan melakukan judicial review ke MK (Mahmakah Konstitusi), atau atas masukan dari Gubernur untuk merevisi Perwali tersebut. Kenyataannya Walikota juga menyetujui revisi Perwali tersebut atas saran Gubernur dengan mengeluarkan Perwali No. 70 dan 71.
109
DAFTAR PUSTAKA
Denny Indrayana, 2008, Negara Antara ada dan Tiada: Reformasi Hukum Ketatanegaraan, Jakarta. Indra Ismawan, Money Politics pengaruh uang dalam pilkada, Media Pressindo Yogyakarta Jurnal Konstitusi, Volume 7 Nomor 4, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Ramlan Surbakti, Makalah Pilkada langsung dan kepemimpinan daerah yang efektif Constitution of French
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4437). PP No. 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. PP nomor 16 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD dan UU nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD
Internet dan Sumber Lainnya www.tempo.co.id www.kpud-sby.go.id kelana kota suara Surabaya. Surabayakita www. Imanews.com Jawa pos Surabaya pagi www. mediaindonesia.com ww.google.com//Mufti Mubarok, Suksesi Pilkada.
110