III. UJI KOMPATIBILITAS TIGA SPESIES FUNGI EKTOMIKORIZA Scleroderma spp SECARA IN VITRO (Compatibility Test of Three ectomycorrhizal Fungi Scleroderma spp. Under In Vitro Condition)
ABSTRAK Interaksi antar fungi ektomikoriza dalam mengkolonisasi akar merupakan bagian penting yang harus dipelajari untuk dapat memahami pola pembentukan mikoriza pada akar. Sebuah percobaan secara in vitro di laboratorium telah dilakukan untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan miselium fungi ektomikoriza. Tiga spesies Scleroderma spp. dikulturkan pada media MMN (Modified Melin Norkrans). Masing-masing fungi dikulturkan secara tunggal, berpasangan, dan tripel. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 8 ulangan, pengamatan dilakukan selama lima minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa diameter pertumbuhan koloni S. sinnamariense dua kali lebih cepat daripada S. columnare dan S. dictyosporum. Ketiga fungi ektomikoriza dapat berkembang secara bersama-sama, tidak terdapat antagonisme di antara ketiganya. Kata kunci: fungi ektomikoriza, kompatibilitas, miselium, Scleroderma ABSTRACT Understanding on interaction among ectomycorrhizal fungus would led the knowledge of roots colonization. We conducted an in vitro experiment in laboratory condition to identify the compatibility of mycelia among the fungus. Three spesies Scleroderma spp. were cultured on solid Modified Melin Norkrans (MMN) medium. Each fungus was cultured as single, pairs and triple. A completed randomized design were used with 7 treatments and 8 replicates Petri dishes. We found that the radial growth of S. sinnamariense mycelia was two times faster than S. columnare and S. dictyosporum. There was no antagonism pattern among mycelium. Key words: compatibility, ectomycorrhizal fungi, mycelia, Scleroderma PENDAHULUAN Beberapa tanaman diketahui memiliki spesifisitas fungi ektomikoriza yang rendah, sehingga dapat membentuk simbiosis dengan berbagai spesies fungi ektomikoriza (Richard et al. 2004). Hal ini tentunya menyebabkan terjadinya interaksi antar fungi ektomikoriza, salah satunya adalah kompetisi, yang berkaitan dengan alokasi sumber karbon dari tanaman inang (Hedh et al. 2009).
30 Kompetisi didefinisikan sebagai pengaruh negatif suatu spesies terhadap spesies lainnya yang berhubungan dengan alokasi sumberdaya, atau pembatasan akses terhadap sumberdaya yang ada (Keddy 2007). Adanya kompetisi akan menyebabkan terjadinya pembagian niche (Kennedy et al. 2007a), yang akan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti kelembaban tanah (Kennedy et al. 2007b), kedalaman tanah (Dickie et al. 2004), status nutrisi (Püttsepp et al. 2004), dan sebagainya. Hasil penelitian Kennedy et al. (2009) menunjukkan bahwa waktu pembentukan kolonisasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kompetisi antar fungi ektomikoriza.
Hal ini berhubungan dengan kecepatan
perkecambahan spora fungi ektomikoriza (Smith dan Read 2008), semakin cepat spora berkecambah maka kemungkinan untuk mengkolonisasi akar akan semakin besar. Fungi ektomikoriza yang lebih dulu menginfeksi akar umumnya akan menjadi spesies fungi ektomikoriza yang dominan (Kennedy dan Bruns 2005). Pada kondisi alam, kompetisi yang terjadi berada pada tingkat hifa dan miselium (Daza et al. 2006). Miselium merupakan bagian yang paling dinamis dan berfungsi luas dalam membentuk simbiosis. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan miselium pada akar tanaman akan menentukan besarnya persen kolonisasi yang dapat dibentuk oleh fungi (Leake et al. 2004), karena 80% dari biomassa fungi ektomikoriza adalah ekstraradikal miselium (Wallander et al. 2001). Upaya mempelajari perilaku miselium dapat dilakukan secara in vitro (Zeng et al. 2003),
kompetisi dapat dijabarkan dengan melihat adanya sifat
antagonis pada miselium tiap spesies fungi ektomikoriza yang dibiakkan, untuk memahami perilaku miselium di alam. Tujuan penelitian ini ialah memperoleh informasi tentang (1) pertumbuhan S. columnare, S. dictyosporum dan S. sinnamariense secara in vitro dan (2) interaksi antar spesies fungi ektomikoriza secara in vitro.
31 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2008 hingga November 2009, di Laboratorium Silvikultur Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Bahan dan Metode Penyiapan media dan miselium fungi Media yang digunakan untuk menumbuhkan fungi ektomikoriza secara in vitro ialah Modified Melin Norkrans (MMN) (Lampiran 1).
Miselia yang
dikembangkan berasal dari tubuh buah Scleroderma columnare, S. dictyosporum dan S. sinnamariense. Tubuh buah yang digunakan ialah tubuh buah yang masih muda (ditandai dengan tubuh buah yang masih keras dan gleba yang masih kompak). Tubuh buah dikumpulkan dari beberapa lokasi di lingkungan Fakultas Kehutanan IPB, pada bulan Mei 2008. Bagian tubuh buah yang digunakan ialah bagian gleba, dicungkil dengan menggunakan jarum oase dan diletakkan di tengah-tengah media MMN. Miselium yang dikembangkan pada media MMN selama empat minggu digunakan sebagai bahan penelitian (Gambar 5). Semua proses pengembangan miselia dilakukan dalam keadaan aseptik. Uji in vitro pada media agar Di tengah-tengah cawan Petri yang telah berisi media MMN diinokulasikan inokulum fungi ektomikoriza yang berdiameter 1 cm (Gambar 6) selanjutnya cawan Petri diletakkan di dalam inkubator dengan suhu 26—28oC. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap minggu. Kombinasi perlakuan tertera pada Tabel 3. Dari pertumbuhannya di media kultur diharapkan dapat diperoleh data mengenai ruang tumbuh ketiga spesies Scleroderma yang digunakan.
32
1 cm
1 cm
1a 1b
1 mm
1 mm
1 cm
2a
3a
2b
3b
1 mm
1 mm
Gambar 5 Bahan yang digunakan dalam penyiapan miselium fungi: bagian atas (a) tubuh buah dan bagian bawah (b) isolat hasil pembiakan tubuh buah; (1) S. sinnamariense, (2) S. columnare, dan (3) S. dictyosporum.
a
b
c
Gambar 6 Penempatan inokulum miselium fungi ektomikoriza pada cawan Petri: (a) perlakuan tripel (CDS); (b) perlakuan ganda (CD, CS, dan DS); (c) perlakuan tunggal (C, D, dan S).
Peubah yang diamati Peubah yang diamati ialah (1) awal pertumbuhan miselium (2) diameter pertumbuhan koloni (Gambar 7), dan (3) ruang tumbuh.
Rancangan yang
33 digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, dengan tujuh perlakuan dan delapan ulangan sehingga jumlah satuan percobaannya adalah 56. Tabel 3 Rincian perlakuan yang dilakukan secara in vitro No 1 2 3 4 5 6 7
Perlakuan Fungi Ektomikoriza S. columnare + S. dictyosporum +S. sinnamariense S. columnare + S. dictyosporum S. columnare + S. sinnamariense S. dictyosporum + S. sinnamariense S. columnare S. dictyosporum S. sinnamariense
Ulangan 8 8 8 8 8 8 8
Gambar 7 Perhitungan diameter pertumbuhan koloni dalam cawan Petri dengan menggunakan delapan arah mata angin. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Awal pertumbuhan miselium Scleroderma spp. yang dibiakkan dengan media MMN menggambarkan kecepatan pertumbuhan masing-masing spesies. S. sinnamariense merupakan spesies yang paling cepat tumbuh. Pada hari kelima miselium S. sinnamariense mulai tumbuh.
Sementara S. columnare dan S.
dictyosporum rata-rata baru mulai tumbuh di hari kedelapan setelah penanaman dalam cawan Petri. Hal ini tampaknya berpengaruh pada diameter pertumbuhan koloni masingmasing spesies fungi (Gambar 8). S. sinnamariense merupakan fungi yang paling
34 pesat diameter pertumbuhan koloninya baik ketika dibiakkan sendiri maupun saat berpasangan. Kecepatan pertumbuhan S. sinnamariense dapat mencapai dua kali lipat dari diameter pertumbuhan koloni S. columnare dan S. dictyosporum. Sedangkan diameter pertumbuhan koloni S. dictyosporum sangat lambat, pertumbuhan radial baru dapat diukur pada minggu ketiga setelah penanaman. Perbedaan kecepatan diameter pertumbuhan koloni pada ketiga fungi Scleroderma spp. ini tidak menyebabkan timbulnya kompetisi antar fungi tersebut. Hal ini ditandai dengan tidak adanya barrier saat miselium ketiganya tumbuh bersama dalam satu cawan Petri (Gambar 9), yang menunjukkan tidak adanya sifat antagonisme pada ketiga spesies Scleroderma.
Hasil pengamatan
secara mikroskopis menunjukkan hifa yang tumbuh pada bagian yang bertumpukan antara dua dan tiga fungi tidak ada lisis dan kerusakan pada hifa-hifa
(mm)
fungi yang ada. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Minggu ke‐5 Minggu ke‐4 Minggu ke‐3 Minggu ke‐2 c
d
s
C
D
S
c
d CD
c
s CS
d
s DS
Keterangan: C : Perlakuan tunggal S. columnare D : Perlakuan tunggal S. dictyosporum S : Perlakuan tunggal S. sinnamariense CD : Perlakuan ganda S. columnare + S. dictyosporum CS : Perlakuan ganda S. columnare + S. sinnamariense DS : Perlakuan ganda S. dictyosporum + S. sinnamariense CDS : Perlakuan triple S. columnare + S. dictyosporum + S. sinnamariense
c
d
s
Minggu ke‐1
CDS
c : Miselium S. columnare d : Miselium S. dictyosporum s : Miselium S. sinnamariense
Gambar 8 Diameter pertumbuhan koloni tiga spesies fungi Scleroderma dengan beberapa perlakuan pada setiap minggu pengamatan.
35 1 cm
1 cm
d
c s
c
Keterangan:
d
s
c d s
: : :
S. columnare S. dictyosporum S. sinnamariense
Gambar 9 Diameter pertumbuhan koloni pada minggu kelima pengamatan. Pembahasan Miselium dari fungi ektomikoriza merupakan organ penting yang berperan dalam penyerapan unsur hara pada tanaman inang (Nara 2006).
Miselia fungi
ektomikoriza juga merupakan sumber jembatan hifa bagi tanaman di sekitarnya sehingga membentuk suatu jaringan yang menghubungkan berbagai tanaman (Obase et al. 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa S. sinnamariense merupakan fungi yang memiliki kecepatan awal perkembangan dan diameter pertumbuhan koloni yang paling pesat dibandingkan dua spesies Scleroderma lainnya. Kecepatan S. columnare berada di level menengah sementara S. dictyosporum tumbuh dan berkembang dengan sangat lambat. Dengan demikian, dapat diduga di alam S. sinnamariense akan memiliki kemampuan untuk lebih dulu berkembang pada akar tanaman. Lambatnya perkembangan miselium S. dictyosporum pada media MMN juga dialami oleh Bâ et al. (1999) yang berupaya mengembangkan fungi ini pada media MMN padat dan cair, dibutuhkan sekitar 2—3 bulan untuk mendapatkan pertumbuhan miselium yang memadai untuk dapat digunakan sebagai sumber
36 inokulum. Zeng et al. (2003) menyatakan sebagian besar fungi ektomikoriza sangat lambat pertumbuhannya pada media kultur dibandingkan spesies fungi non ektomikoriza, namun menurut Sanon et al. (2009) dan Chen (2006), miselium Scleroderma merupakan spesies yang mudah tumbuh dan berkembang baik di media kultur maupun di alam, sehingga mudah digunakan untuk aplikasi pada tanaman-tanaman yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap ektomikoriza. Walaupun dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan kedua fungi lainnya, pertumbuhan
S.
sinnamariense
tidak
menghambat
atau
menghentikan
pertumbuhan fungi lainnya ketika ditempatkan dalam satu cawan Petri, ketiga spesies fungi Scleroderma spp. ini dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama. Tidak tampak adanya sifat antagonisme antara ketiga spesies fungi, yang ditandai dengan tidak adanya barrier yang membatasi pertumbuhan masing-masing fungi. Hasil ini tampaknya sejalan dengan penelitian Dickie et al. (2004), yang menemukan lebih dari empat spesies fungi ektomikoriza membentuk kolonisasi pada tanaman Helianthemum bicknellii, semua fungi ektomikoriza tersebut dapat berkembang bersama-sama pada akar tanaman ini.
Namun, hal ini berbeda
dengan yang diperoleh oleh Kennedy et al. (2009) yang menunjukkan bahwa kehadiran salah satu spesies Rhizopogon yang lebih dulu mengkolonisasi akar Pinus
muricata
menghambat
diinokulasikan selanjutnya.
perkembangan
Wu et al. (1999)
fungi
ektomikoriza
yang
juga menemukan adanya
penghambatan dan pergantian miselium Pisolithus tinctorius pada Pinus densiflora oleh spesies fungi ektomikoriza lain (belum diidentifikasi lebih lanjut, dan untuk memudahkan disebut Tanashi 01) yang dikembangkan bersama-sama, hal ini diduga karena fungi ektomikoriza mengeluarkan antimikroba yang berfungsi menghambat infeksi seperti yang digunakan untuk menghambat infeksi patogen.
37 KESIMPULAN Pertumbuhan dan perkembangan fungi ektomikoriza Scleroderma spp. secara in vitro dipengaruhi oleh kecepatan awal pertumbuhan miselium. Miselium S. sinnamariense mulai tumbuh di hari ke-5 dan kecepatan diameter pertumbuhan koloninya dua kali lipat lebih cepat dibandingkan S. columnare dan S. dictyosporum. Miselium S. columnare dan S. dictyosporum mulai tumbuh pada hari ke-8, dan diameter pertumbuhan koloninya sangat lambat. Tidak ada sifat antagonis di antara ketiga spesies fungi ketika dibiakkan secara bersama-sama. DAFTAR PUSTAKA Bâ AM, Sanon KB, Duponnois R, Dexheimer J. 1999. Growth response of Afzeli africana Sm. seedlings to ectomycorrhizal inoculation in a nutrientdeficient soil. Mycorrhiza 9:91–95. Chen Y. 2006. Optimizing Scleroderma spore inoculum for eucalyptus nursery in South China [disertasi]. Perth: Division of Biology and Engineering, Murdoch University. Daza A, Manjón JL, Camacho M, de la Rosa LR, Aguilar A, Santamaria C. 2006. Effect of carbon and nitrogen sources, pH and temperature on in vitro culture of several isolates of Amanita caesarea (Scop.:Fr.) Pers. Mycorrhiza 16:133–136. Dickie IA, Guza RC, Krazewski E, Reich PB. 2004. Shared ectomycorrhizal fungi between a herbaceous perennial (Helianthemum bicknellii) and oak (Quercus) seedlings. New Phytol 164: 375–382 Diedhiou AG, Verpillot F, Gueye O, Dreyfus B, Duponnois R, Bâ AM. 2004. Do concentrations of glucose and fungal inoculum influence the competitiveness of two early-stage ectomycorrhizal fungi in Afzelia africana seedlings? For Ecol And Man 203:187–194. Hedh J, Johansson T. Tunlid A. 2009. Variation in host specificity and gene content in strains from genetically isolated lineages of ectomycorrhizal fungus Paxillus involutus s. lat. Mycorrhiza 19:549–558. Keddy PA. 2007. Plant and Vegetation. New York: Cambridge University Press. Kennedy PG, Peay KG, Bruns TD. 2009. Root tip competition ectomycorrhizal fungi: Are priority effects a rule or an exception? Ecology 90:2098–2107.
38 Kennedy PG, Bruns TD. 2005. Priority effect determine the outcome of ectomycorrhizal competition between two rhizopogon species colonizing Pinus muricata seedlings. New Phytol 166:631–638. Kennedy PG, Hortal S, Bergemann SE, Burns TD. 2007a. Competitive interaction among three ectomycorrhizal fungi and their relation to host plant performance. J of ecol 95: 1338–1345. Kennedy PG, Peay KG. 2007. Different soil moisture conditions change the outcome of ectomycorrhizal symbiosis between Rhizopogon spesies and Pinus muricata. Plant Soil 291:155–165. Leake J, Johnson D, Donnely D, Mucle G, Boddy L, Read D. 2004. Network of power and influence: The rule of mycorrhizal mycelium in controlling plant communities and agroecosystem functioning. Can J Bot 82: 1016– 1045. Nara K. 2006. Ectomycorrhizal network and seedling establishment during early primary succession. New Phytol 169:169–178. Obase K, Tamai Y, Yajima T, Miyamotto T. 2009. Mycorrhizal synthesis of four ectomycorrhizal fungi in potted Populus maxsimowichii seedlings. Mycoscience 50:143—145. Püttsepp Ü, Rosling A, Taylor AFS. 2004. Ectomycorrhizal fungal community associated with Salix viminalis L. and S. dasyclados Wimm. clones in a short-rotation forestry plantation. For Ecol and Man 196:413–424. Richard E, Millot S, Gardes M, Selosse MA. 2004. Diversity and specificity of ectomycorrhizal fungi retrieved from an old-growth mediterranean forest dominated by Quercus ilex. New Phytol 166:1011–1023. Sanon KB, Bâ AM, Delaruelle C, Duponnois R, Martin F. 2009. Morphological and molecular analysis in Scleroderma species associated with some Caesalpinioid legumes, Dipterocarpaceae, and Phylanthaceae trees in southern Burkina Faso. Mycorrhiza 19:571–584. Smith SE, Read DJ. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third Edition. London: Academic Press. Wallander H, Nilsson LO, Hagerberg D, Bååth E. 2001. Estimation of the biomass and seasonal growth of external mycelium of ectomycorrhizal fungi in the field. New Phytol 151:753–760 Wu B, Nara K, Hogetsu T. 1999. Competition between ectomycorrhizal fungi colonizing Pinus densiflora. Mycorrhiza 9:151–159. Zeng RS, Mallik AU, Setliff ED. 2003. Growth stimulation of ectomycorrhizal fungi by root exudates of Brassicaceae plants: Role of degraded compounds of indole glucosinolates. J Chem Ecol 29:1337–1355.