UJI STABILITAS FISIK DAN PENENTUAN NILAI SPF SECARA IN VITRO DARI KRIM TABIR SURYA YANG MENGANDUNG BUTIL METOKSIDIBENZOILMETAN DAN OKTIL METOKSISINAMAT DENGAN PENAMBAHAN TITANIUM DIOKSIDA Triani Dian Anggraini, Joshita Djajadisastra, Hayun ABSTRAK Sediaan tabir surya merupakan sediaan yang banyak digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar UV. Umumnya, pada formulasi tabir surya hanya digunakan zat aktif dengan satu mekanisme kerja. Kombinasi dua mekanisme kerja yaitu UV absorbent dan UV blocker dapat meningkatkan nilai efektif (SPF) dari sediaan tabir surya. Pada penelitian ini dilakukan formulasi krim tabir surya dengan mengkombinasikan zat aktif yang memiliki dua mekanisme kerja yaitu Butil metoksidibenzoilmetan dan Oktil metoksisinamat sebagai UV absorbent serta titanium dioksida sebagai UV blocker untuk diamati peningkatan nilai SPF dari krim tabir surya. Titanium dioksida diformulasikan dalam krim tabir surya yang masing-masing konsentrasinya 0%, 3%, 5%, dan 7%. Konsenstrasi UV absorbent yaitu Butil metoksidibenzoilmetan dan Oktil metoksisinamat berturut-turut 2% dan 5%. Stabilitas fisik dari krim diamati, dan ditentukan nilai SPF dari keempat krim tersebut. Uji kestabilan fisik dilakukan dengan penyimpanan sediaan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 4°C, 27°C, dan suhu 40°C. Selain itu juga dilakukan test mekanik dan cycling test. Penentuan nilai SPF dilakukan secara in vitro dengan pemaparan pada sinar matahari kemudian dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil uji stabilitas fisik dari keempat krim menunjukkan bahwa krim tersebut memiliki kestabilan fisik yang baik, tetapi adanya penambahan asam sitrat dapat menurunkan kestabilan krim tersebut. Nilai SPF dari krim tabir surya pada konsentrasi 0%, 3%, 5%, dan 7% berturut-turut adalah 4,94 ; 8,00 ; 8,84 dan 9,22. Peningkatan nilai SPF dari krim tabir surya ini dengan konsentrasi titanium dioksida 3%, 5%, dan 7% berturut-turut adalah 62%, 79% dan 86%. Penambahan titanium dioksida mempengaruhi peningkatan nilai SPF. Kata kunci
: Butil metoksidibenzoilmetan, krim, oktil metoksisinamat, stabilitas fisik, sun protection factor, tabir surya, titanium dioksida
ABSTRACT Sunscreen is one of cosmetic formulation which has been widely used to protect skin from UV radiation. Usually, sunscreen formulations only contains active substance with one mechanism of action. Combination of two mechanisms, UV absorbent and UV blockers, can increase the effectiveness value (SPF) of sunscreen formulation. In this research, sunscreen is formulated by combining two active substances having different mechanism of action i.e Butyl methoxydibenzoylmethane and Octyl methoxycinnamate as the UV absorbent and titanium dioxide as the UV blocker in order to observe the increase SPF value of sunscreen. Titanium dioxide is formulated in sunscreen cream with the concentrations of 0%, 3%, 5%, and 7%. The concentration of the UV absorbent Butyl methoxydibenzoylmethane and Octyl methoxycinnamate consecutive 2% and 5%. Those four creams are observed for their physical stability and the SPF value. Physical stability test was conducted through three different temperatures storage, i.e. 4°C, 27-30°C, and 40°C. In addition, mechanical test and cycling test were also conducted. SPF value was determined by in vitro method with exposing the four creams to the sunlight, which was then measured by spectrophotometer UV-Vis. Physical stability test showed that the creams have a good physical stability, however
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
additional of citric acid can decrease the stability of the cream. SPF value of sunscreen cream from concentration of 0%, 3%, 5%, and 7%, respectively are 4.94; 8.00; 8.84 and 9.22. The increasing of the SPF value from sunscreen cream with titanium dioxide with the concentration of 3%, 5%, and 7% respectively are 62%, 79% and 86%. The value of SPF is positively impacted by an increase of titanium dioxide concentration. Keyword
: Cream, Butyl methoxydibenzoylmethane, Octyl methoxycinnamate, Physical stablity, sun protection factor, sunscreen, titanium dioxide
PENDAHULUAN Matahari merupakan sumber cahaya dan energi pada manusia. Dibalik manfaatnya, matahari memiliki radiasi sinar UV yang dapat membahayakan kulit kita, khususnya pada daerah khatulistiwa. Radiasi sinar UV terdiri dari 3 yang dibedakan berdasarkan panjang gelombangnya yaitu UVA, UVB, dan UVC (De Polo, K. F., 2000). Radiasi sinar UV dapat memberikan efek tanning pada manusia. Umumnya, negara-negara di Asia termasuk Indonesia menganggap bahwa “putih itu cantik”. Warna kulit yang cerah dan putih dianggap hal penting yang dapat menunjang penampilan seseorang. Suatu produk yang dapat melindungi kulit manusia dari sinar UV adalah sediaan tabir surya. Tabir surya terbagi menjadi dua yaitu tabir surya fisik yang bekerja dengan memantulkan radiasi sinar UV tersebut atau UV blocker dan tabir surya kimia yang bekerja dengan menyerap radiasi sinar UV atau UV absorbent (Shai A., et al, 2009). Umumnya, pada sediaan yang berada di pasaran hanya memiliki zat aktif dengan satu mekanisme saja. Tabir surya erat hubungannya dengan SPF (Sun Protecting Factor). SPF digunakan untuk mengetahui jumlah dari kemampuan penyerapan UV dari produk tabir surya untuk mencapai (MED) (Bendova, H., et al, 2007). Nilai SPF yang meningkat dapat memberikan perlindungan kulit yang lebih baik dari sinar matahari (Ou-Yang, H., Stanfield, J., Cole, C., Appa, Y., Rigel, D., 2012). Pada sebuah penelitian menunjukkan bahwa adanya kombinasi UV blocker seperti titanium dioksida atau zink oksida dengan UV absorbent memberikan proteksi kulit yang lebih baik dan meningkatkan nilai SPF. Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan nilai SPF dengan variasi konsentrasi UV blocker yang dikombinasikan dengan UV absorbent dapat meningkatkan nilai SPF. Zat aktif yang digunakan dalam formulasi ini adalah butil metoksidibenzoilmetan dan oktil metoksisinamat sebagai UV absorbent. Kemudian UV absorbent itu akan dikombinasikan dengan titanium dioksida sebagai UV blocker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas fisik sediaan emulsi krim, mengamati pengaruh penambahan titanium dioksida terhadap nilai SPF dari pada krim tabir surya yang mengandung oktil metoksisinamat, dan butil metoksidibenzoilmetan.
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
TINJAUAN TEORITIS Kulit. Kulit merupakan bagian dari tubuh yang terletak paling luar dan yang pertama kali terkena polusi oleh zat-zat yang terdapat di lingkungan hidup, termasuk jasad renik (mikroba) yang tumbuh dan hidup di lingkungan kita dan radiasi sinar UV. Kulit tersusun dari dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Di bawah dari dermis terdapat subkutan yang terdiri dari lemak (Wasitaatmadja, 1997). Kulit yang terpapar sinar matahari selama 6-20 jam akan menghasilkan eritema yang cepat atau lambat menimbulkan pencoklatan kulit (tanning). Tanning yang cepat terlihat 1 jam setelah kulit terpapar dan kemudian hilang dalam waktu 4 jam, serta tidak tampak adanya pembentukan melanosom baru. Tanning yang lambat disebabkan karena pembentukan melanosom baru secara perlahan dan baru terlihat dalam 72 jam pada paparan dengan panjang gelombang 320-500 nm. Reaksi serupa terjadi juga pada sunburn (290 – 320 nm) (Tranggono, 2007). Radiasi Sinar UV. Sinar ultraviolet (UV) adalah salah satu sinar radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari yang dapat mencapai permukaan bumi selain cahaya tampak dan sinar inframerah (Petrazzuoli, Marco, 2000). Spektrum dari sinar UV dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : UVA (320-400nm), UVB (280-320 nm), dan UVC (200-280nm) (Chisvert, 2007). Efek negatif yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UVA adalah dapat memberikan efek negatif kulit hitam (tanning) dan fotosensitivitas. Sedangkan efek negatif yang ditimbulkan oleh radiasi sinar UVB adalah dapat memberikan efek negatif yaitu dapat menyebabkan luka bakar (sunburn) dan kanker kulit.. Tabir Surya. Tabir surya adalah merupakan sediaan kosmetik yang dirancang untuk dapat mengurangi efek yang berbahaya dari terpaparnya kulit pada sinar ultraviolet. Secara umum, tabir surya memiliki mekanisme kerja sebagai berikut, partikel dari radiasi sinar UV dinamakan foton bertemu dengan sepasang elektron pada molekul tabir surya. Sebelum dimulai interaksinya, molekul tersebut berada pada ground state. Foton tersebut memberikan energi kepada elektron tersebut yang segera menyebabkan eksitasi menuju orbit yang energinya lebih tinggi. Ekstinsi awal membuat molekul berada pada keadaan singlet eksitasi. Molekul tersebut dengan cepat kembali lagi menuju ground state, mungkin dapat memancarkan foton yang lain dalam prosesnya (Bonda, 2009). Tabir surya berdasarkan mekanisme kerjanya terdiri dari tabir surya fisik dan kimia. Untuk tabir surya fisik mekanisme kerjanya adalah dengan cara memantulkan atau
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
merefleksikan sinar UV. Selain itu, terdapat pula tabir surya kimia yang mekanisme kerjanya dengan cara mengabsorpsi dari sinar UV tersebut (Shai, A., Maibichi, H.I., Baran, R., 2009). SPF (Sun Protecting Factor). Sun Protecting Factor (SPF) merupakan suatu nilai dari efektivitas dari suatu sediaan tabir surya. SPF sendiri didefinisikan sebagai perbandingan energi ultraviolet yang diperlukan pada kulit yang diproteksi oleh tabir surya dengan kulit yang tidak diproteksi oleh tabir surya sehingga dapat mencapai MED (Minimal Erythema Dosis) (Bendova, H., et al, 2007). MED adalah dosis terendah UV yang dapat menghasilkan eritema yang pertama kali terlihat jelas pada kulit (Bendova, H., et al, 2007). Perlindungan yang diberikan oleh tabir surya terhadap paparan radiasi sinar UV dapat ditentukan dengan metode in vivo dan in vitro. Untuk metode yang biasa digunakan adalah in vivo dengan menggunakan sukarelawan manusia. penentuan nilai SPF secara in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran absorpsi atau transmisi dari UV menggunakan biomembran dengan cara diffuse transmittance dari lapisan sampel tabir surya dalam spektrum ultraviolet. Sebuah substrat yang sesuai digunakan yaitu surgery tape yang untuk memeriksa distribusi tabir surya pada kulit manusia. Tape ini digunakan karena memiliki kesamaan dengan stratum korneum manusia dalam distribusi tabir surya (Diffey & Robson, 1989). Sampel yang sudah ditimbang dioleskan pada tape yang ditempatkan pada lapisan kuarsa (Pissavini & Ferrero, 2004). Kemudian lapisan kuarsa tersebut di ukur dengan spektrofometer UV dengan batas panjang gelombangnya 290 nm hingga 400 nm dengan interval 5 nm (Diffey & Robson, 1989). Perhitungan SPF dapat dirumuskan (Pissavini & Ferrero, 2004): !"# =
Dimana :
!"" !" !"# !" !! ! !! !"" !" !"# !" !! ! !! ! !"#
Eλ
= spektrum CIE radiasi sinar matahari pada λ
Iλ
= spektrum aksi eritema pada λ
MPFλ = Monotransmisi proteksi faktor pada λ
Agen Tabir Surya Butil Metoksidibenzoilmetan. Butil metoksidibenzoilmetan atau biasa disebut dengan avobenzone merupakan salah satu dari tabir surya organik yang bekerja dengan mengabsorspi radiasi sinar UV. Avobenzone cukup efektif dalam menyerap sinar UVA walaupun pada
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
konsentrasi yang rendah (Kyowa Hakko Europe GmbH, 2010). Avobenzon memiliki dua bentuk tautomer yaitu bentuk enol dan bentuk keto. Untuk bentuk keto dari avobenzon akan menyerap sinar UV pada panjang gelombang 260-280 nm yang termasuk dalam panjang gelombang UVC (Mturi, Martincigh, 2008). Oktil Metoksisinamat. Oktil metoksisinamat adalah bahan yang umum digunakan dalam sediaan tabir surya (Steinberg, 2003). 2-Etilheksil-4-metoksisinamat atau oktinoksat adalah senyawa golongan sinamat yang menyerap sinar pada panjang gelombang 290-320 nm pada daerah UVB. Saat terekpos ke cahaya, oktil metoksisinamat berubah menjadi bentuk yang memiliki kemampuan absorbs lebih rendah sehingga menurunkan efektifitasnya. (Barel, Paye, Maibach, 2009). Titanium Dioksida. Titanium dioksida atau TiO2 adalah tabir surya yang aman, efektif, dan berspektrum luas. Titanium dioksida bekerja secara fisik, yaitu dengan memantulkan sinar UV. Selain dapat memantulkan sinar, titanium dioksida memiliki sifat untuk menyerap minyak. Senyawa ini memiliki fotostabilitas yang tinggi dan tingkat toksisitas yang rendah (Villalobos-Hernandez, Muller-Goymann, 2006). Penggunaan titanium dioksida dalam kosmetik adalah sebagai tabir surya yang bertujuan untuk meningkatkan proteksi terhadap radiasi UVA yang berbahaya karena pada umumnya sediaan tabir surya yang hanya mengandung UV filter kimia tidak dapat menahan radiasi sinar UV ke kulit (Schueller & Romanowski, 2003). Krim. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Farmakope Indonesia IV, 1994). Krim adalah suatu system emulsi yang tidak stabil secara termodinamika dimana mengandung paling sedikit dua fase yang tidak saling bercampur. Salah satu fase bersifat polar (air) dan fase yang lainnya bersifat nonpolar (minyak). Krim mempunyai dua tipe yaitu air dalam minyak (a/m atau w/o), dan minyak dalam air (m/a atau w/o) (Wilkinson, J. B. & Moore, R. J., 1982). Untuk mendapatkan suatu bentuk sediaan krim dibutuhkan eksipien utama yaitu fase minyak, fase cair, dan surfaktan (Anwar, 2012). Emulgator atau surfaktan dalam sediaan krim berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase yang tidak saling bercampur tersebut yang bekerja dengan mengurangi gaya tarik-menarik antar molekul dari kedua fase tersebut sehingga fungsi emulgator tersebut berkenaan dengan peningkatan
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
stabilitas emulsi. Selain itu, dalam suatu krim untuk menunjang dan menghasilkan suatu karakteristik formula krim yang diinginkan, maka sering ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti pengawet, pengkelat, pengental, pewarna, pelembab, pewangi, dan sebagainya (Anwar, 2012). Evaluasi Sediaan Pengujian yang dilakukan pada uji dipercepat antara lain (Lieberman, Rieger, & Banker, 1988; Guideline on Stability Testing of Cosmetic Products, 2004; Anvisa, 2005): Suhu yang dinaikkan. Setiap kenaikan suhu 10°C akan mempercepat reaksi dua sampai tiga kalinya. Namun cara ini terbatas karena kenyataannya suhu yang jauh diatas normal menyebabkan perubahan yang tidak pernah terjadi pada suhu normal. Cycling test. Uji ini sebagai simulasi adanya perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap harinya. Perlakuan selama 12 hari tersebut akan menghasilkan stres lebih tinggi daripada menyimpan pada suhu 4°C atau 40°C saja. Uji mekanik (Centrifugal test). Uji ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya pemisahan fase. Hal ini dilakukan karena perlakuan tersebut sama besarnya dengan pengaruh gaya gravitasi terhadap penyimpanan selama setahun. Parameter-parameter yang digunakan dalam uji kestabilan fisik adalah organoleptis atau penampilan fisik, viskositas, ukuran partikel, pemeriksaan pH. METODE PENELITIAN Bahan. Oktil metoksisinamat (Hubei, China), butil metoksidibenzoilmetan (Vivimed Labs Ltd, India), titanium dioksida (Alpha chemika, India), asam stearat (Oleochemicals Industry), lanolin anhidrat (Imperial Oel Import, Jerman), isopropil miristat (Palm-oleo Sdn. Bhd., Malaysia), gliseril monostearat (diperoleh dari CV. Tristars Chemical, Indonesia), trietanolamin (INEOS Americas, Amerika), metil paraben (Ueno Fine Chemicals Industry, Jepang), propil paraben (Ueno Fine Chemicals Industry, Jepang), butilhidroksitoluen (diperoleh dari Brataco, Indonesia), asam sitrat (diperoleh dari Brataco, Indonesia), aquadest (Brataco, Indonesia), gliserin (P&G Chemicals, Malaysia), dan larutan dapar pH 4 dan pH 7.
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Pembuatan Krim Tabir Surya Tabel 1. Formulasi dari krim tabir surya No.
Bahan
Konsentrasi (%) Fase Minyak (M)
1
Blanko -
F1
F2
F3
F4
-
3
3
3
3
Butil metoksidibenzoilmetan
2
Oktil metoksisinamat
-
5
5
5
5
3
Titanium dioksida
-
-
3
5
7
4
Asam stearate
5
5
5
5
5
5
Lanolin
7
7
7
7
7
6
Isopropil miristat
10
10
10
10
10
7
Gliseril monostearat
2
2
2
2
2
8
Propil Paraben
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
9
Butil hirdoksitoluen
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
Fase Air (A) 1
Gliserin
10
10
10
10
10
2
Trietanolamin
1
1
1
1
1
3
Metil Paraben
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
4.
Asam Sitrat 1%
-
20
20
20
20
5
Aquadest
Ad
Ad
Ad
Ad
Ad
100
100
100
100
100
Pembuatan krim tidak mengandung zat aktif. Bahan-bahan yang berada pada fase minyak dimasukkan ke dalam cawan penguap lalu dipanaskan pada suhu 70°C. Kemudian bahan yang merupakan fase air yaitu aquadest dan trietanolamin dipanaskan pula pada suhu 70°C. Kemudian metil paraben dilarutkan didalam gliserin yang selanjutnya dimasukkan ke dalam fase air yang sedang dipanaskan. Setelah itu fase air ditambahkan ke dalam fase minyak diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik. Jika sudah tercampur , kemudian dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer yang diatur kecepatannya pada 2000 rpm selama 30 menit. Larutan asam sitrat ditambahkan secara sedikit demi sedikit. Kemudian krim tetap diaduk dengan menggunakan homogenizer hingga dingin. Pembuatan
krim
yang
mengandung
oktil
metoksisinamat
dan
butil
metoksidibenzoilmetan. Bahan-bahan yang berada pada fase minyak dimasukkan ke dalam
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
cawan penguap lalu dipanaskan pada suhu 70°C. Oktil metoksisinamat dan butil metoksidibezoilmetan dimasukkan ke dalam fase minyak tersebut, diaduk hingga homogen. Kemudian bahan yang merupakan fase air yaitu aquadest dan trietanolamin dipanaskan pula pada suhu 70°C. Kemudian metil paraben dilarutkan didalam gliserin yang selanjutnya dimasukkan ke dalam fase air yang sedang dipanaskan. Setelah itu fase air ditambahkan ke dalam fase minyak diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik. Jika sudah tercampur, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer yang diatur kecepatannya pada 2000 rpm selama 30 menit. Larutan asam sitrat ditambahkan secara sedikit demi sedikit. Kemudian krim tetap diaduk dengan menggunakan homogenizer hingga dingin. Pembuatan krim yang mengandung oktil metoksisinamat, butil metoksidibenzoilmetan, dan titanium dioksida. Bahan-bahan yang berada pada fase minyak dimasukkan ke dalam cawan
penguap
lalu
dipanaskan
pada
suhu
70°C.
Oktil
metoksisinamat,
butil
metoksidibezoilmetan dimasukkan ke dalam fase minyak tersebut, diaduk hingga homogen. Kemudian bahan yang merupakan fase air yaitu aquadest dan trietanolamin dipanaskan pula pada suhu 70°C. Kemudian metil paraben dilarutkan didalam gliserin yang selanjutnya dimasukkan ke dalam fase air yang sedang dipanaskan. Setelah itu fase air ditambahkan ke dalam fase minyak diaduk dengan menggunakan homogenizer yang diatur kecepatannya pada 2000 rpm. Titanium dioksida dimasukkan secara perlahan-lahan ke dalam campuran tersebut hingga homogen diikuti dengan penambahan larutan asam sitrat secara sedikit demi sedikit. Kemudian krim tetap diaduk dengan menggunakan homogenizer hingga dingin. Evaluasi Awal Krim Pengamatan Organoleptis. Krim yang telah dibuat diamati bau, warna, dan terjadinya pemisahan fase pada krim. Pengamatan Homogenitas. Krim diletakkan di antara dua kaca objek lalu diperhatikan adanya partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan di bawah cahaya. Pengukuran pH. Tingkat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter yang dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan 7. Pengukuran pH dilakukan pada suhu ruang. Pengukuran Viskositas dan Sifat Alir. Pengukuran viskositas dilakukan dengan viskometer Brookfield. Pengukuran dilakukan dengan viskometer Brookfield dengan kecepatan diatur mulai dari 0,5; 1; 2; 5; 10; dan 20 rpm, lalu dibalik dari 20; 10; 5; 2; 1; dan 0,5 rpm. Masingmasing pengukuran dengan perbedaan rpm dibaca skalanya ketika jarum merah yang bergerak telah stabil. Data yang diperoleh diplotkan terhadap tekanan geser (dyne/cm2) dan kecepatan geser (rpm).
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Pengukuran Diameter Globul Rata-rata. Diameter globul rata-rata diukur dengan menggunakan mikroskop optik yang dilengkapi dengan lensa okuler dan mikrometer yang telah dikalibrasi. Sediaan diletakkan pada kaca objek dan ditutup dengan gelas penutup. Kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 40 kali, gambar yang diamati difoto dan diukur diameter globulnya. Uji Stabilitas Fisik Cycling Test. Sediaan krim disimpan pada suhu dingin 4±2ºC selama 24 jam, lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada oven bersuhu 40±2ºC selama 24 jam (satu siklus). Percobaan ini diulang sebanyak 6 siklus, lalu dilakukan pengamatan apakah terjadi pemisahan atau tidak pada tiap siklus. Suhu Tinggi (40±20C). Sediaan disimpan pada suhu tinggi (40±20C) selama 8 minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis, pengukuran pH, pengukuran diameter globul rata-rata, untuk setiap 2 minggu. Suhu Kamar (27±20C). Sediaan disimpan pada suhu kamar (27±20C) selama 8 minggu, lalu dilakukan pengamatan organoleptis, pengukuran pH, pengukuran diameter globul rata-rata, untuk setiap 2 minggu. Pengukuran viskositas dilakukan pada minggu ke-0 dan ke-8. Suhu Rendah (4±20C). Sediaan disimpan pada suhu rendah (4±20C) selama 8 minggu, kemudian dilakukan pengamatan organoleptis, pengukuran pH, dan pengukuran diameter globul rata-rata, untuk setiap 2 minggu. Uji Mekanik/Sentrifugasi. Uji mekanik bertujuan untuk mengetahui kestabilan sediaan dengan cara mengamati pemisahan fase setelah disentrifugasi. Sentrifugasi pada 3800 rpm dalam suatu radius 10 cm selama 5 jam setara dengan efek gravitasi kira-kira selama satu tahun. Penentuan Nilai SPF. Substrat yang digunakan adalah surgery tape. Sampel krim tabir surya ditimbang terlebih dahulu sebanyak ±10 mg yang kemudian dioleskan ke lapisan kuarsa. Kemudian lapisan kuarsa tersebut ditempelkan dengan surgery tape. Krim tabir surya tersebut kemudian diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Lapisan kuarsa tersebut diletakkan di depan dari kuvet yang biasa digunakan dalam spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan formula blanko negatif sebagai baseline, kemudian diukur pada setiap panjang gelombang dari 290 nm sampai 400 nm dengan interval 5 nm. Dari nilai serapan yang muncul kemudian akan dihitung dengan menggunakan rumus (Pissavini & Ferrero, 2004) :
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
!"# =
!"" !" !"# !" !! ! !! !"" !" !"# !" !! ! !! ! !"#!
HASIL PENENELITIAN DAN PEMBAHASAN Evaluasi Awal Krim Evaluasi pada minggu Evaluasi pada minggu ke-0 dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2. Hasil evaluasi krim pada minggu ke-0 Pengamatan
Formula Formula 1 Krem, berbau
Organoleptis
khas minyak, homogen
pH
Viskositas pada 5 rpm (cps)
Formula 2 Putih krem, berbau khas minyak, homogen
Formula 3
Formula 4
Putih, berbau
Putih, berbau
khas minyak,
khas minyak,
homogen
homogen
6,35
6,43
6,58
5,97
37200
21200
28800
32000
387
398
401
381
0,78
0,44
0,92
0,98
Angka kedalaman Penetrasi kerucut (1/10 mm) Diameter globul rata-rata (µm)
Semakin banyak konsentrasi TiO2, warna dari sediaan akan semakin berwarna putih. Bau dari setiap formulasi juga memiliki bau khas dari minyak tersebut. Untuk homogenitasnya, setiap formulasi memiliki krim yang homogen. pH yang dimiliki dari setiap sediaan berbeda-beda yaitu untuk formulasi satu, formulasi 2, formulasi 3, dan formulasi berturut-turut adalah 6,35 ; 6,43 ; 6,58 ; 5,97. pH yang dimiliki oleh krim tabir surya ini sudah di adjust dengan larutan asam sitrat karena pH dari awal sediaan ini adalah basa. Setelah di
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
adjust pH sediaan masih berada pada range pH kulit yaitu 4,5-6,5 dan tidak jauh dari range pH kulit dimana masih berada dalam batas netral karena tidak akan mengiritasi kulit ataupun menyebabkan kulit gatal-gatal atau bersisik. Ukuran globul pada sediaan emulsi yaitu 0,1-10 µm. Ukuran globul ini dipengaruhi oleh jumlah dan efisiensi dari emulgator serta saat pencampuran dan pengadukan. Tetapi untuk pengamatan diameter globul, dengan meningkatnya konsentrasi dari TiO2 menyebabkan sulitnya pengamatan diameter globul dikarenakan TiO2 yang berperan sebagai UV blocker memantulkan cahaya yang datang pada saat menggunakan mikroskop sehingga dapat menyulitkan penghilatan globul dari sediaan tersebut. Pada pengukuran viskometer ini laju alir yang dapat dilihat pada lampiran terlihat bahwa sifat alirannya merupakan sifat aliran pseudoplastik tiksotropik. Sifat aliran ini akan dipengaruhi oleh waktu karena akan terjadi perubahan struktur yang tidak kembali ke keadaan semula dengan segera apabila tekanan dikurangi (Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1993). Konsisntensi dari suatu sediaan diukur menggunakan penetrometer untuk melihat apakah sediaan tersebut dapat merupakan sediaan semipadat yang mudah diaplikasikan pada kulit atau tidak. Hasil dari pengukuran konsistensi awal pada formula 1, formula 2, formula 3, dan formula 4 berturut-turut adalah 387 nm-1, 398 nm-1, 401 nm-1, dan 381 nm-1. Perbedaan konsistensi ini dipengaruhi oleh karakter bahan-bahan yang berada dalam formulasi tersebut. Hasil Uji Stabilitas Uji stabilitas fisik pada suhu kamar (27-30°C), suhu dingin (4±2°C), dan suhu tinggi (40±2°C) Pengamatan Organoleptis. Pengamatan organoleptis pada 3 suhu tidak memiliki banyak perubahan. Dari minggu ke-0 hingga minggu ke-8 masih memiliki warna yang sama, bau yang sama yaitu bau khas minyak, dan masih tetap homogen. Pada pengamatan ini terlihat bahwa tidak adanya perubahan yang menunjukkan pada fase minyak tidak ada yang teroksidasi. Semua bentuk sediaan di ketiga suhu yang berbeda tidak memperlihatkan terjadinya pemisahan, sehingga ketiga bentuk sediaan tersebut jika dilihat dari pengamatan organoleptis dapat dikatakan stabil. Kestabilan ini dikarenakan jumlah emulgator yang berada pada formulasi tersebut mampu mestabilkan emulsi tersebut sehingga tidak terjadi pemisahan fase. Pengukuran pH. pH pada uji stabilitas fisik selama 8 minggu tidak menunjukkan pH yang sama. Nilai dari pH sediaan krim tabir surya ini terdapat yang meningkat dan menurun, tetapi secara umum nilai dari pH sediaan ini menurun. Penurunan pH tersebut dikarenakan adanya
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
bahan-bahan dalam formulasi tersebut yang dapat melepaskan ion hidrogen yang dapat meningkatkan keasaman seperti asam stearat, dan avobenzon yang memiliki suatu hidrogen alfa bersifat asam. Adanya perubahan pada pH sediaan selama 8 minggu tidak jauh dari range pH kulit dan masih dalam batas netral sehingga tidak mengakibatkan kulit iritasi atau menyebabkan kulit gatal atau bersisik. Pengukuran diameter globul. Hasil pengukuran diameter globul rata-rata sediaan krim pada penyimpanan selama 8 minggu berkisar antara 0,4-0,98 µm. Hasil tersebut memenuhi persyaratan dimana syaratnya adalah antara 0,1-10 µm. Pada pengukuran diameter globul ini semakin besar konsentrasi titanium dioksidanya akan semakin sedikit jumlah globul yang terlihat. Hal tersebut terjadi karena titanium dioksida yang dilihat dengan mikroskopis cahaya, memantulkan cahaya yang dateng sehingga menutupi globul-globul yang lain. Selain itu hasil yang lain juga menunjukkan bahwa ukuran globul pada sediaan ini semakin mengecil maka dari itu berpengaruh pada viskositas yang semakin meningkat. Diameter globul tersebut mengecil disebabkan oleh adanya titanium dioksida yang dapat menyerap minyak yang berada dalam emusi. Ukuran diameter globul pada sediaan yang semakin mengecil menyebabkan viskositas yang meningkat yang dapat mempengaruhi kestabilan yang akan lebih baik. Jika diameter globul dari sediaan tersebut membesar, maka menyebabkan viskositas yang menurun yang mempengaruhi kestabilan yang berkurang.
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Suhu kamar
Suhu dingin (4±2°C)
Suhu tinggi (40±2°C) Gambar 1. Grafik dari perubahan pH dari minggu ke-2 hingga minggu ke-8 pada tiga suhu yang berbeda pada seluruh formulasi krim tabir surya
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Diameter globul (µm)
1.2 1 0.8
formula 1
0.6
formula 2
0.4
formula 3
0.2
formula 4
0 0
5
10
Minggu ke-‐
Diameter globul (µm)
Suhu Kamar 1.2 1 0.8
formula 1
0.6
formula 2
0.4
formula 3
0.2
formula 4
0 2
4
6
8
10
Minggu ke-‐
Suhu rendah diameter globul (µm)
1.2 1 0.8
formula 1
0.6
formula 2
0.4
formula 3
0.2
formula 4
0 2
4
6
8
10
Minggu ke-‐
Suhu tinggi Gambar 2. Grafik dari perubahan diameter globul dari minggu ke-2 hingga minggu ke-8 pada tiga suhu yang berbeda pada seluruh formulasi krim tabir surya Cycling test. Hasil pengamatan dari cycling test menunjukkan hasil yang stabil yaitu tidak terjadi pemisahan fase dan tidak ada kristal yang tumbuh. Sediaan dikatakan stabil
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
dikarenakan sediaan yang sudah didinginkan akan mengalami pelepasan air pada sediaan tersebut yang cenderung akan membentuk kristal es, dengan adanya emulgator yang dapat bekerja dibawah tekanan yang diinduksi oleh kristal es tersebut sebelum koalesens. Hasil pengamatan dapat dillihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil pengamatan cycling test Hasil pengamatan
Formulasi
Warna (Awal)
Hasil Pengamatan (Setelah 6 siklus) Warna
Pemisahan
Kristal
Formulasi 1
Krem
Krem
-
-
Formulasi 2
Putih krem
Putih krem
-
-
Formulasi 3
Putih
Putih
-
-
Formulasi 4
Putih
Putih
-
-
Uji mekanik/sentrifugasi. Hasil dari pengamatan uji mekanik adalah adanya pemisahan fase pada sediaan. Pemisahan fase tersebut dikarenakan adanya larutan asam sitrat yang berada pada formulasi. Fromulasi krim tersebut terdiri dari bahan yang mengandung ester sehingga emulsi tersebut akan pecah jika terkena asam dengan pengocokan yang kuat. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil pengamatan uji mekanik Formulasi
Hasil
Formulasi 1
Terjadi pemisahan fase
Formulasi 2
Terjadi pemisahan fase
Formulasi 3
Terjadi pemisahan fase
Formulasi 4
Terjadi pemisahan fase
Konsistensi sediaan. Masing-masing nilai dari penetrasi yang terbaca pada minggu ke-0 dari sediaan formulasi 1, formulasi 2, formulasi 3, dan formulasi 4 berturut-turut adalah 387 nm-1 (2464,83 dyne/cm²), 398 nm-1 (2330,46 dyne/cm²), 401 nm-1 (2295,72 dyne/cm²), 381 nm1
(2543,07 dyne/cm²). Nilai penetrasi pada minggu ke-8 dari sediaan formulasi 1, formulasi 2,
formulasi 3, dan formulasi 4 berturut-turut adalah 386 nm-1 (2477,64 dyne/cm²), 359 nm-1
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
(2864,31 dyne/cm²), 367 nm1 (2740,79 dyne/cm²), 410 nm-1 (2196,04 dyne/cm²). Ketiga formulasi tersebut mengalami penurunan nilai penetrasi yang berarti bahwa konsistensinya menaik. Hal tersebut disebabkan karena selama penyimpanan terjadi penguapan pada air yang terdapat pada fase krim. Pengukuran viskositas dan laju alir. Dari penyimpanan selama 8 minggu, terlihat bahwa tidak ada perubahan sifat alir selama penyimpanan yaitu pseudoplastis tiksotropik. Reogram dari krim tabir surya dapat dilihat pada tabel 3. Sifat aliran ini akan dipengaruhi oleh waktu karena akan terjadi perubahan struktur yang tidak kembali ke keadaan semula dengan segera apabila tekanan dikurangi. Untuk viskositas emulsi umumnya meningkat selama penyimpanan. Tetapi pada formulasi 4 viskositasnya menurun yang mungkin diakibatkan oleh koalesen dari globul-globul tersebut. Peningkatan dari viskositas ini dapat disebabkan oleh adanya titanium dioksida yang memiliki kemampuan dalam menyerap minyak sehingga membuat titanium dioksida ini menjadi lebih keras yang berakibat dalam viskositasnya dari sediaan krim tersebut. Penentuan nilai SPF. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang 290 nm hingga 400 nm dikarenakan sinar UV berada pada panjang gelombang 320-400 nm untuk UVA dan 290320 untuk UVB. Penentuan nilai SPF dengan metode ini menggunakan nilai dari persen transmisi dari suatu sediaan. Transmisi digunakan sebagai parameter pengukuran karena dari transmisi dapat diketahui berapa persen sinar yang melewati sinar tersebut. Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah dipaparkan matahari yang dipaparkan selama 5 jam. Dari hasil pengukuran nilai SPF terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi TiO2 atau titanium dioksida semakin tinggi nilai SPF suatu sediaan. Titanium dioksida bekerja dengan memantulkan sinar UV maka nilai transmisinya akan semakin kecil tetapi secara teori nilai absorpsinya tidak lebih besar dikarenakan adanya pemantulan oleh cahaya. Oktil metoksisinamat memiliki dua bentuk isomer yang dapat mempengaruhi penyerapan dari UV. Kekuatan penyerapan UV yang dimiliki oktil metoksisinamat dan bentuk isomer trans dan cis berbeda karena koefisien ekstinsi. Koefisien ektinsi ini menentukan kekuatan penyerapan sinar UV. Koefisien ektinsi yang dimiliki bentuk trans dari oktil metoksisinamat lebih besar dari pada bentuk cisnya. Oktil metoksisinamat akan berubah jika terkena dengan sinar matahari dari oktil-p-metoksi-trans-sinamat (E-OMC) menjadi oktil-p-metoksi-cis-sinamat (Z-OMC) (Pattanargson, Limphong, 2001). Pada formulasi tabir surya, avobenzone berada pada bentuk enolnya yang dapat menyerap sinar UV yang jika terkena sinar matahari akan berubah menjadi bentuk ketonya melalui tautomerasi. Energi absorpsi dari avobenzon yang sudah terpaparkan dengan matahari akan berkurang. (Mturi, Martincigh, 2008)
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Kecepatan Geser (rpm)
Viskositas Formulasi 1
0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0
Minggu ke-‐0
Minggu ke-‐8
0
100
200
300
400
500
Kecepatan Geser (rpm)
Tekanan Geser (dyne/cm2)
0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0
Viskositas Formulasi 2
Minggu ke-‐0
0
50
100 150 200 Tekanan Geser (dyne/cm2)
250
300
Viskositas Formulasi 3
Kecepatan geser (rom)
0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0
Minggu ke-‐0 0
50
100
150 200 250 300 Tekanan Geser (dyne/cm2)
350
400
Viskositas Formulasi 4
Kecepatan Geser (rpm)
0.04 0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0
Minggu ke-‐0 Minggu ke-‐8
0
100
200 300 Tekanan Geser (dyne/cm2)
400
Gambar 3. Hasil reogram formula 1-4 krim tabir surya pada minggu ke-0 dan minggu ke-8
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Tabel 5. Nilai SPF dari krim tabir surya Nilai SPF
Formulasi
Tanpa pemaparan matahari
Dengan pemaparan matahari
Formula 1 (tanpa TiO2)
9,59
4,94
Formula 2 (TiO2 3%)
7,90
8,00
Formula 3 (TiO2 5%)
11,07
8,84
Formula 4 (TiO2 7%)
12,30
9,22
KESIMPULAN Stabilitas fisik krim tabir surya akan menurun seiring dengan ditambahkannya asam sitrat pada sediaan tersebut, terutama pada uji mekanik. Penambahan titanium dioksida pada konsentrasi 3%, 5%, dan 7% dalam krim tabir surya yang mengandung Butil metoksidibenzoilmetan dan Oktil metoksisinamat dapat meningkatkan nilai SPF berturut-turut sebanyak 62%, 79% dan 86%. Nilai SPF pada konsentrasi titanium dioksida 0%, 3%, 5%, dan 7% berutut-turut adalah 4,94 ; 8,00 ; 8,84 ; dan 9,22 dengan pemaparan pada matahari. SARAN Dilakukan formulasi krim tabir surya dengan titanium dioksida yang digunakan adalah titanium dioksida yang microfined karena akan terlihat pada mikroskop cahaya. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Effionora. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi. Jakarta: Dian Rakyat. ASEAN-PPWG. (2005). Asean guidline on stability study of drug product. 9th ACCSQPPWG Meeting, Philippines, 21-24 Feb 2005. Barel, O.A., Paye, M., Maibach, H. I. (2009). Handbook of Cosmetics Science and Technology third ed. New York: informa healthcare. Bendova, H., et al. (2007). In vitro approaches to evaluation of Sun Protection Factor. Toxicology in Vitro, 21, 1268-1275. Bonda, Craig. (2009). Sunscreen Photostability 101. Happi Chisvert, salvador. (2007). Analysis of Cosmetic Products. Amsterdam: Elsevier, 83-118. De Polo, K. F. (2000). A Short Textbook of Cosmetology. Augsburg: Ciba Specialty Chemicals, 86-121. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Diffey, B. L., Robson, J. (1989). A new substrate to measure sunscreen protection factors throughout the ultraviolet spectrum. Journal of the Society of Cosmetic Chemist, 40, 127-133. Lieberman, H. A., Rieger, M. M., & Banker, G. S. (1988). Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems. Volume 1. New York: Marcel Dekker, 236-238. Kyowa Hakko Europe GmbH. (2010). Butyl Methoxydibenzoilmethane. Germany: Daichi Fine Chemical Division. Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A. (1993). Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik (Yoshita, penerjemah). Jakarta: UI-Press. Mturi, G. J., Martincigh, B. S. (2008). Photostability of the sunscreening agent 4-tert-butyl4’-methoxydibenzoylmethane (avobenzone) in solvents of different polarity and proticity. Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, 200, 410-420. Ou-Yang, H., Stanfield, J., Cole, C., Appa, Y., Rigel, D. (2012). High SPF sunscreens (SPF ≥ 70) may provide ultraviolet protection above minimal recommended levels by adequately compensating for lower sunscreen user application amounts. J Am Acad Dermatol, 67, 1220-1227. Pattanargson, S., Limphong P. (2001). Stability of octyl methoxycinnamate and identification of its photo-degradation product. International Journal of Cosmetic Science, 23, 153160. Petrazzuoli, M. (2000). Advances in Sunscreens. Curr Probi Dermatol, November/December 2000, 287-290. Pissavini, M., Ferrero, L. (2004). In Vitro Determination of Sun Protection. Bussiness Briefing: Global Cosmetics Manufacturing. Schueller, R., Romanowski, P. (2003). Multifunctional Cosmetics, Enhancing Product Functionally with Sunscreens. Marcel Dekker: New York, 152-153. Shai, A., Maibach, H. I., Baran, R. (2009). Handbook of Cosmetics Skin Care (2nd Ed.). London: Informa healthcare. Steinberg, D. C. (2003). Frequency of use organic UV filters as reported to the FDA. Cosmet Toilet 2003;118:10:81-83 Tranggono, R. I. S. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 11-14, 16-21, 26-27, 29-30, 81-83. Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press, 3-15, 117121.
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013
Wilkinson, J. B. & Moore, R. J. (1982). Harry's Cosmeticology (7th edition). New York: Chemical Publishing Company, 212, 222-261.
Uji Stabilitas..., Triani Dian Anggraini, F Farmasi UI, 2013