7
III MODEL-MODEL DASAR
3.1 Model Pertumbuhan Logistik Menurut Shones (1997) jumlah populasi pada waktu t disebut stok dan akan berubah bergantung pada perbedaan antara arus masuk dan arus keluar. Pada kasus populasi ikan (udang), terdapat faktor penangkapan dan faktor alamiah yang dapat memengaruhi arus masuk dan keluar. Faktor penangkapan adalah faktor yang dilakukan oleh manusia dalam suatu periode tertentu yang akan memengaruhi tingkat stok, dan faktor alamiah adalah faktor yang disebabkan oleh alam yang memengaruhi jumlah populasi. Adapun persamaan untuk faktor alamiah adalah sebagai berikut: Perubahan netto dalam populasi = arus masuk
arus keluar
= (kelahiran + imigrasi) – (kematian + emigrasi). Atau dapat ditulis: Perubahan netto dalam populasi = perubahan internal + perubahan eksternal = (kelahiran–kematian) + migrasi, dengan migrasi adalah imigrasi dikurangi emigrasi. Misalkan n(t) merupakan variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal. Ukuran populasi pada suatu waktu adalah x(t), yang menyatakan banyaknya individu pada waktu t, maka perubahan internal dari populasi adalah n(t) x(t). Misalkan juga m(t) menotasikan migrasi yang terjadi pada suatu interval waktu t, maka m(t) menotasikan perubahan eksternal, sehingga laju perubahan populasi dx(t)/dt diberikan oleh: dx dt
n t x t
m t .
(3.1)
Jika diasumsikan tidak ada migrasi maka m(t) = 0 untuk setiap t. Jika diasumsikan juga ada pengurangan dalam proses pertumbuhan populasi yang proporsional terhadap ukuran populasi, dengan kata lain laju pertumbuhan r
8
direduksi oleh faktor ax(t) maka variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal pada populasi menjadi n(t) = r ax(t)
(3.2)
Dari asumsi tentang migrasi dan perubahan internal, maka persamaan (3.1) dapat dituliskan sebagai berikut: dx x t dt
r ax t
r 1
x r/a
r 1
x . K
Persamaan (3.3) merupakan persamaan logistik. Parameter
(3.3) menyatakan
daya dukung lingkungan (carrying capacity) yang menyatakan kapasitas maksimum populasi dalam lingkungan tersebut. Hal ini berarti jika di dalam populasi ada x individu, maka lingkungan masih dapat mendukung kehidupan individu.
3.2 Beberapa Model Mangsa Pemangsa 3.2.1 Model mangsa-pemangsa Holling Model Holling adalah hubungan (respon fungsional) yang menggambarkan laju pemangsaan dan ketersediaan makanan (mangsa). Secara umum
dibagi
menjadi 3 (tiga), yaitu model Holling tipe I, tipe II, dan tipe III (Eisenberg dan Maszle, 1995). Model Holling Tipe I Model Holling tipe I memunyai asumsi bahwa tingkat pemangsaan terjadi secara linear terhadap meningkatnya kepadatan mangsa, sampai mencapai laju pemangsaan maksimum. Model tipe I dapat dituliskan sebagai persamaan linear dengan bentuk: FHI (t )
dengan
aN (t ) b, N
0
(3.4)
adalah fungsi Holling tipe I yang menyatakan banyaknya mangsa
yang dimangsa per satuan waktu t, a adalah efisiensi pemangsaan, N menyatakan banyaknya mangsa pada suatu populasi per satuan waktu, dan b menyatakan konstanta.
9
Model Holling Tipe II Model Holling tipe II menggambarkan hubungan antara mangsa pemangsa dengan mengasumsikan adanya waktu penanganan terhadap mangsa yaitu waktu yang dibutuhkan pemangsa untuk memangsa, menundukkan, dan menghabiskan mangsa dalam satuan waktu. Total waktu yang dibutuhkan untuk mencari ( ) dan menghabiskan mangsa (th) persatuan waktu dapat ditulis: t
tS
th ,
(3.5)
dengan asumsi: 1. Waktu penanganan (memangsa) akan proporsional untuk jumlah tangkapan mangsa ditulis Nth. 2. Waktu yang tersisa bagi pemangsa untuk mencari mangsanya: t Nth Jika dimisalkan banyaknya mangsa yang tertangkap (m) oleh pemangsa berbanding lurus dengan ukuran populasi mangsa (NS) dan waktu mencari mangsa yang tersedia maka dapat ditulis: N
(3.6)
a NS (t Nth )
atau N
Jika dimisalkan N =
1
(t) maka FHII I (t )
dengan
aN S t . aN S th
aN S t , 1 aN S th
(3.7)
(t) menyatakan banyaknya mangsa yang dimangsa menurut model
Holling Tipe II. (Hasibuan 1989) Model Holling Tipe III Model Holling tipe III ini juga menggambarkan tingkat pertumbuhan pemangsa. Model Holling ini menggambarkan penurunan tingkat pemangsaan pada saat kepadatan mangsa rendah. Model Holling Tipe III ini dapat ditulis: FHIII
aN S 2 t . 1 aN S 2 th
(3.8)
10
Fungsi respon tipe I, II dan III dapat digambarkan sebagai berikut: (t)
I
II
III
Gambar 1 Tingkat mangsa-pemangsa oleh Holling
N(t)
I merupakan Model Holling Tipe I II merupakan Model Holling Tipe II III merupakan Model Holling Tipe III N(t) merupakan banyaknya mangsa pada suatu populasi pada waktu t (t) merupakan banyaknya mangsa yang dimangsa pada waktu t 3.3 Model Mangsa-Pemangsa dengan Pemanenan Konstan Model dengan pemanenan konstan dikembangkan oleh Michaelis-Menten yang mengasumsikan bahwa pemanenan hanya dilakukan pada populasi mangsa saja dan tidak memengaruhi populasi pemangsa secara langsung (Fitria 2010). Fenomena tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut: dS dt
S 1 S
dP dt
P( d
aSP P S
E
bS ), P S
dengan: S(t) adalah kepadatan populasi mangsa pada waktu t P(t) adalah kepadatan populasi pemangsa pada waktu t b adalah tingkat kemudahan pemangsaan oleh pemangsa a adalah tingkat tertangkapnya mangsa oleh pemangsa
(3.9)
11
d adalah laju kematian pemangsa E adalah tingkat pemanenan
3.4 Model dengan Penyakit Model mangsa pemangsa dengan kehadiran penyakit ini dikembangkan oleh Mukhopadhyay dan Bhattacarya (2009). Mereka membagi populasi mangsa menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa rentan dan populasi mangsa yang terinfeksi dengan mengasumsikan adanya penyakit pada mangsa dengan laju penyebaran penyakit sebesar . Modelnya dapat ditulis: dS dt
rS 1
dI dt
IS
dP dt
S
I
IS
K
mIP a I
m IP a I
nSP a S
I
(3.10)
n SP dP, a S
dengan: K adalah daya dukung lingkungan adalah laju penyebaran penyakit n adalah tingkat tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa m adalah tingkat tertangkapnya mangsa terinfeksi oleh pemangsa adalah tingkat kemudahan pemangsa untuk menghabiskan mangsa a adalah tingkat kejenuhan pemangsa dalam menghabiskan (menundukkan) mangsa.
3.5 Model dengan Penyakit dan Pemanenan Model dengan penyakit dan pemanenan ini adalah pengembangan dari model (3.10) yang diajukankan oleh Bairagi et al (2009) dengan menambahkan parameter pemanenan pada kedua populasi mangsa yaitu mangsa rentan dan mangsa terinfeksi. Mereka mengasumsikan tidak ada pemangsaan yang dilakukan pemangsa pada populasi mangsa rentan. Model penyakit dengan pemanenan dapat dituliskan sebagai berikut: dS dt
rS 1
S I K
IS q1 ES
12
dI dt dP dt
IS
mIP a I
(3.11)
I q2 EI
m IP dP a I
dengan: adalah koefisien penangkapan untuk mangsa rentan adalah koefisien penangkapan mangsa terinfeksi E adalah usaha pemanenan yang dilakukan oleh manusia
3.6 Model yang akan dikembangkan Model yang akan dikembangkan dalam tulisan ini adalah pengembangan dari model (3.11) yaitu dengan mengasumsikan terjadi pemangsaan terhadap mangsa yang rentan (S). 3.6.1 Asumsi Dasar Adapun asumsi yang dibuat untuk memformulasikan dasar persamaan diferensial model mangsa-pemangsa-parasit ialah: 1. Tanpa adanya penyakit dan pemangsa pertumbuhan populasi mangsa (r) mengikuti pertumbuhan logistik dengan carrying capacity (K) dengan laju kelahiran konstan (Bairagi et al. 2009). 2. Kehadiran penyakit yang menyebar dengan laju
sehingga populasi mangsa
dibagi menjadi dua kelas yaitu populasi mangsa yang rentan (suspectible) ditulis S, dan populasi mangsa terinfeksi (Infected) ditulis I. Sehingga untuk waktu t jumlah populasi mangsa adalah: N(t) = S(t)+I(t).
(3.12)
3. Diasumsikan bahwa hanya populasi mangsa yang rentan (suspectible) S mampu bereproduksi dengan pertumbuhan logistik dan populasi yang terinfeksi (Infected) mati sebelum dapat bereproduksi tapi masih berkontribusi dengan populasi rentan dalam pertumbuhan logistik (Bairagi et al. 2009). 4. Cara penyebaran penyakit mengikuti hukum kekekalan massa (Chatopadhyay dan Bairagi 2001). Dapat ditulis:
13
dS dt
dengan
rS 1
S
I K
(3.13)
IS ,
adalah laju penyebaran penyakit (rate of transmission).
5. Efisiensi pemangsaan (α) bergantung pada jumlah maksimum mangsa yang dapat dimangsa oleh pemangsa atau kemudahan dalam mencari mangsa. 6. Pemangsaan setiap individu yang terinfeksi penyakit memunyai proporsi yang lebih besar daripada mangsa yang rentan (Bairagi et al. 2009) karena memangsa mangsa yang terinfeksi lebih mudah akibat dari gerakannya yang lebih lambat. 7. Banyaknya usaha penangkapan (E) oleh manusia (pemanenan) terhadap mangsa yang terinfeksi sebesar
juga lebih besar proporsinya dibandingkan
banyaknya usaha penangkapan untuk mangsa rentan, yaitu 8. Penyebaran penyakit dengan laju
.
iasumsikan hanya terjadi di antara
populasi mangsa saja dan bukan merupakan penyakit turunan. Populasi yang terinfeksi tidak akan sembuh. 9. Laju kematian alami mangsa yang terinfeksi ialah sebesar
dan laju
kematian alami pemangsa sebesar d > 0. Berdasarkan asumsi di atas, model mangsa-pemangsa-parasit dapat digambarkan dalam diagram kompartemen berikut: r S
λ
P
I µ
Gambar 2 Model kompartemen mangsa-pemangsa-parasit dengan pemanenan
14
Dari diagram kompartemen di atas dapat dibuat model persamaan diferensial: dS dt
rS 1
dI dt
IS
dP dt
S
I K
mIP a I
m IP a I
IS
I q2 EI
(3.14)
n SP dP. a S
Di sini d adalah laju kematian populasi pemangsa, n adalah tingkat tertangkapnya mangsa rentan oleh pemangsa dan m adalah tingkat tertangkapnya mangsa,
adalah tingkat kemudahan pemangsa dalam menundukkan mangsa
karena kelebihan mangsa dan a adalah tingkat kejenuhan pemangsa untuk menghabiskan mangsa dalam satuan waktu tertentu.
3.6.2 Penerapan Model Dari asumsi di atas dan berdasarkan acuan dari tulisan Bairagi et al (2009), maka penulis akan menerapkan model tersebut pada populasi udang Penaeidae sp di perairan estuari. Model mangsa-pemangsa-parasit yang dikaji dalam tulisan ini melibatkan 1. Populasi udang penaid (Penaeidae sp) sebagai mangsa, yang terbagi menjadi dua kelas yaitu mangsa rentan (S) dan mangsa terinfeksi (I). 2. Penyakit yang menyerang udang penaid (Penaeidae sp), yaitu bercak putih (Whitespot disease) oleh Javier et al (2010). 3. Populasi pemangsa yaitu burung blekok (A. raloides) sebagai pemangsa udang.
3.6.3 Kerangka Analisis Adapun kerangka analisis yang akan dikaji dan diterapkan pada model adalah sebagai berikut: 1. Menentukan titik tetap dari model taklinear. 2. Melakukan pelinearan di sekitar titik tetap melalui matriks Jacobi. 3. Menentukan nilai eigen dengan matriks Jacobi dari masing-masing titik tetap 4. Menganalisis kestabilan nilai eigen yang telah didapat dari langkah 3. 5. Menentukan kriteria kestabilan berdasarkan parameter-parameter E, n.
dan
15
6. Membuat simulasi dengan mengubah-ubah parameter-parameter E,
dan
n.pada langkah 5 yang diaplikasikan pada model mangsa-pemangsa-parasit di perairan estuari. 3.6.4 Bagan Kerangka Analisis
Menentukan titik tetap dari model taklinear
Melakukan pelinearan melalui matriks Jacobi
Titik tetap disubstitusi ke matriks Jacobi
Menentukan nilai eigen untuk masing-masing titik tetap
Menganalisis kestabilan nilai eigen Stabil, jika semua nilai eigen bernilai negatif
Menentukan parameter E, , m dan n
Tidak stabil, jika ada nilai eigen yang bernilai tak negatif
Simulasi dan analisis sensitivitas dengan mengubah parameter E, , m dan n Gambar 3 Bagan kerangka analisis n
16