III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu. Pemilihan tahun analisis yang berkisar antara tahun 1995 sampai 2011 karena ingin melihat sebelum desentralisasi fiskal yaitu tahun 1995 hingga 2000 dan sesudah adanya kebijakan desentralisasi fiskal tahun 2001 hingga 2011. Data yang berhubungan dengan harga menggunakan data berdasarkan harga konstan untuk melihat perkembangan kinerja perekonomian karena produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan lebih mencerminkan kenaikan produk secara nyata. PDRB atas dasar harga berlaku masih terkandung faktor inflasi (fluktuasi harga) yang mempengaruhi daya beli masyarakat secara umum. Data yang digunakan berasal dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, BPS Kota Magelang, Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Magelang, Dinas Pariwisata Kota Magelang, Kantor Samsat UPP Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Bappeda Kota Magelang dan instansi terkait lainnya.
3.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Pengolahan data yang dilakukan menggunakan bantuan software Microsoft Excel, Minitab dan SAS 9.1.3.
35
3.2.1 Analisis Deskriptif Metode deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan data dan penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang berguna. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menginterpretasikan data-data kuantitatif secara ringkas dan sederhana. Proses analisis deskriptif dalam penelitian ini menggunakan alat bantuan berupa software yaitu Microsoft Excel 2007. Metode deskriptif dilakukan untuk mengetahui kinerja ekonomi daerah, mengetahui perkembangan dan kontribusi masing-masing komponen pendapatan daerah dan mengetahui perkembangan kondisi perekonomian Kota Magelang, sedangkan potensi keuangan Kota Magelang tercermin dari komponen pendapatan daerah yang terdiri dari PAD, dana bagi hasil dan dana transfer. Masing-masing komponen tersebut memiliki kontribusi yang berbeda terhadap total pendapatan daerah. Tingkat kemampuan keuangan daerah menggambarkan besarnya presentase kontribusi pendapatan daerah sendiri (PAD dan dana bagi hasil) terhadap total pendapatan daerah. Indikator tersebut menggunakan data time series 1995 sampai 2011 untuk mengetahui perkembangan kontribusinya dari segi besaran dan persentasinya. Tingkat kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu indikator dari tingkat keberhasilan suatu daerah melakukan kewenangan desentralisasi fiskal pada masa desentralisasi fiskal ini. Kemampuan daerah merupakan kemampuan kabupaten/kota dalam membiayai urusan-urusan rumah tangganya khususnya yang berasal dari pendapatan daerahnya sendiri.
36
3.2.2. Model Ekonometrika 3.2.2.1. Kerangka Model Desentralisasi Fiskal Model desentralisasi fiskal dibangun atas dasar kerangka teori ekonomi dan kajian empiris yang relevan yang diharapkan mampu untuk menunjukkan kinerja perekonomian dan keuangan secara sederhana dan jelas. Untuk menganalisis hubungan antara kinerja ekonomi dan keuangan daerah maka digunakan model ekonometrik karena model ini lebih fleksibel dalam membangun hubungan antara peubah-peubahnya. Kelebihan dari model ekonometrik adalah dapat memasukkan persamaan-persamaan untuk mengestimasi perubahan peubah-peubah lain, model dapat dimodifikasi dan jika terdapat permasalahan yang tidak dapat diantisipasi maka persamaan baru dapat ditambahkan kedalam model inti. Menurut Gujarati (2004) analisis dengan menggunakan model ekonometrika ini diawali dengan spesifikasi model, identifikasi dan metode estimasi model, serta validasi model. Keterbatasan model ekonometrika dalam memecahkan permasalahan kebijakan adalah kesalahan pengukuran dan kesalahan spesifikasi. Kesalahan pengukuran disebabkan oleh penggunaan nilai parameter yang berdasarkan hasil pengamatan masa lalu dan juga karena adanya keterbatasan data yang tersedia, sehingga sering digunakan variabel (proxy) yang tentu saja memang tidak seakurat variabel yang sebenarnya. Kesalahan spesifikasi muncul dari kesalahpahaman terhadap teori ekonomi sehingga terjadi kesalahan dalam penyederhanaan model dan sebagai akibatnya model menjadi tidak spesifik. Model persamaan simultan sangat baik untuk mengestimasi variabel yang diduga saling mempengaruhi satu sama lain. Ciri yang paling menonjol dalam persamaan simultan adalah bahwa variabel tak bebas dalam satu persamaan
37
mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dalam sistem.
3.2.2.2. Spesifikasi Model Model merupakan penjelasan sederhana dari dunia nyata, dimana setiap kegiatan ekonomi yang akan dianalisis terangkum dalam model tersebut. Model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model yang dimodifikasi dari penelitian terdahulu yaitu penelitian Yuliyati (2002). Model dugaan yang digunakan untuk menganalisis kinerja ekonomi Kota Magelang antara lain model dugaan konsumsi rumah tangga, investasi daerah dan pengeluaran pemerintah daerah. Sedangkan model-model dugaan yang digunakan untuk menganalisis potensi keuangan Kota Magelang, antara lain model dugaan pajak daerah, retribusi daerah, laba bersih perusahaan daerah serta dana bagi hasil pajak dan bukan pajak. Model dugaan digunakan dengan variabel-variabel yang dirubah ke dalam bentuk logaritma natural (LN) agar dapat melihat hubungan antar variabel yang berbeda satuan dengan lebih tepat, selain itu bisa digunakan untuk melihat elastisitasnya. Perumusan model ekonomi dan potensi keuangan pemerintah daerah di Kota Magelang yang diuji secara empiris dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (a) Kinerja Ekonomi (1) Model Dugaan Konsumsi Rumah Tangga LN_C t
=
a 0 + a 1 LN_PDRB t + a 2 LN_POP t + a 3 INF t + a 4 D + µ 1t ..........................................................................................(3.1)
Parameter estimasi yang diharapkan : a 1 , a 2 , a 4, a 5 > 0 ; a 3 < 0
38
(2) Model Dugaan Investasi Daerah LN_I t = b 0
+
b1
LN_PDRB t
+ b2
ir t + b 3 D + u 2t
....................................(3.2) Parameter estimasi yang diharapkan : b 1 , b 3 > 0 ; b 2 < 0 (3) Model Dugaan Pengeluaran Pemerintah LN_G t =c 0 +c 1 LN_PDRB t + c 2 INF t + c 3 LN_LTR t + c 4 D + u 3t ............(3.3) Parameter estimasi yang diharapkan : c 1 , c 3, c 4 > 0 ; c 2 < 0 (b) Potensi Keuangan Daerah (1) Model Dugan Pajak Daerah LN_TAX t = d 0 + d 1 LN_PDRBCt + d 2 LN_POP t + d 3 LN_HTL t + d 4 INF t
+
d5
LN_PRS t
+
d6
D+
µ 4t
............................................(3.4) Parameter estimasi yang diharapkan : d 1 , d 2 , d 3 , d 4 , d 5 > 0 (2) Model Dugaan Retribusi Daerah LN_NTAX t = e 0 + e 1 LN_PDRBC t + e 2 INF t + e 3 LN_REC t + e 4 D+ µ 5t ..................................................................................(3.5) Parameter estimasi yang diharapkan : e 1 , e 2 , e 3 , e 4 , e 5 > 0 (3) Model Dugaan Laba Bersih Perusahaan Daerah LN_PRFT t = f 0 + f 1 LN_PDRBC t + f 2 LN_POP t + f 3 LN_WTR t + f 4 INT t
+
f5
D
µ 6t ............................................................................(3.6) Parameter estimasi yang diharapkan : f 1 , f 2 ,f 3 ,f 4 > 0 (4) Model Dugaan Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak
+
39
LN_SHR t = g 0 + g 1 LN_PDRBC t + g 2 LN_VEH t + g 3 INF t + g 4 D + µ 7t ....................................................................................(3.7) Parameter estimasi yang diharapkan : g 1 , g 2 ,g 3 , g 4 > 0
(c) Persamaan-persamaan Identitas (1) Persamaan Pendapatan Asli Daerah LN_LOR t
=
LN(TAX t
+
NTAX t
+
PRFT t
TRSF t
+
+
OTH t
)..............................(3.8) (2) Persamaan Total Penerimaan Daerah LN_LTR t
=
LN(LOR t
+
SHR t
+
LTROTHERS t
)...................(3.9) (3) Persamaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) LN_PDRB t
=
LN(C t
+
It
+
G t )..............................................................(3.10) (4) Pendapatan Per Kapita LN_PDRBC t
=
LN(PDRB t
).....................................................(3.11) Keterangan variabel dalam model : C
: Konsumsi rumah tangga (juta rupiah)
D
: Dummy desentralisasi fiskal
G
: Pengeluaran konsumsi pemerintah (juta rupiah)
HTL
: Jumlah kamar hotel (unit)
I
: Investasi Daerah (juta rupiah)
INF
: Inflasi (persen)
/
POP t
40
INT
: suku bunga (persen)
Ir
: Suku bunga riil (persen)
LOR
: Pedapatan asli daerah (juta rupiah)
LTE
: Pengeluaran APBD (juta rupiah)
LTR
: Penerimaan APBD (juta rupiah)
LTR Others
: Penerimaan APBD lain-lain (juta rupiah)
NTAX
: Retribusi (juta rupiah)
OTH
: Penerimaan PAD lain-lain (juta rupiah)
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto (juta rupiah)
PDRBC
: PDRB perkapita (juta rupiah/orang)
POP
: Populasi ( juta orang)
PRFT
: Laba Bersih perusahaan daerah (juta rupiah)
PRS
: Jumlah Perusahaan (unit)
PYS
: Sisa lebih perhitungan tahun lalu (juta rupiah)
REC
: Jumlah pengunjung tempat wisata (orang)
SHR
: Dana bagi hasil (juta rupiah)
TAX
: Pajak daerah (juta rupiah)
TRSF
: Dana transfer, yaitu DAU dan DAK (juta rupiah)
VEH
: Jumlah kendaraan bermotor (unit)
WTR
: Jumlah konsumsi air minum ( Juta M3)
41
3.2.2.3. Identifikasi Model dan Metode Estimasi Model Model yang digunakan dalam model ini adalah model persamaan simultan. Peubah-peubah yang ada dalam model persamaan simultan dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu : 1) Endogenous variable, yaitu peubah-peubah yang nilainya ditentukan dalam model, 2) Predetermined variable, yaitu peubah yang nilainya ditentukan di luar model. Predetermined variable digolongkan lagi menjadi dua, yaitu endogenous variable (peubah eksogen) dan lagged endogenous variable. Menurut Koutsoyiannis (1978) agar dapat dilakukan pendugaan parameter, suatu persamaan di dalam model persamaan simultan harus teridentifikasi. Kondisi yang harus dipenuhi agar suatu model dapat diidentifikasi adalah : (K-M) ≥ (G-1).........................................................................................(3.12) dimana : K
: Total Peubah dalam model (peubah endogen dan peubah predetermined)
M
: Jumlah peubah endogen dan eksogen dalam persamaan yang diidentifikasi
G
: Total persamaan dalam model (jumlah peubah endogen dalam model)
Apabila suatu persamaan menunjukkan K-M sama dengan G-1 maka suatu persamaan di dalam model dikatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified); jika K-M lebih kecil dari G-1, maka persamaan dikatakan tidak teridentifikasi (underidentified); sedangkan jika K-M lebih besar dari G-1 maka
42
persamaan tersebut dikatakan teridentifikasi berlebih (overidentified). Apabila suatu persamaan simultan dalam kondisi exactly identified, maka metode pendugaan yang tepat digunakan adalah Indirect Least Square (ILS). Apabila suatu persamaan simultan dalam kondisi overidentified,maka metode pendugaan yang tepat digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Sedangkan jika persamaan simultan tidak teridentifikasi maka tidak dapat diduga. Dalam 2SLS, peubah endogen diganti dengan nilai dugaannya sendiri dengan memperhitungkan seluruh peubah-peubah eksogen, sehingga metode ini mengasumsikan bahwa peubah-peubah eksogen dalam model telah diketahui secara lengkap. Metode 2SLS dapat juga diterapkan pada kasus exactly identified. Jika metode OLS dipaksakan untuk menduga sistem model simultan, maka akan menghasilkan nilai pendugaan yang bias dan tidak konsisten. Tabel 3.1. Identifikasi Model Persamaan Simultan Nama Model Konsumsi Rumah Tangga
K
M
G
K-M
G-1
24
6
11
18
10
Investasi Daerah Pengeluaran Pemerintah Daerah
24
4
11
20
10
24
5
11
19
10
Pajak Daerah
24
7
11
17
10
Retribusi Daerah Laba Bersih Perusahaan Daerah
24
5
11
19
10
24
6
11
18
10
Dana Bagi Hasil
24
5
11
19
10
Kategori Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
Dalam penelitian ini setelah didentifikasi, tampak bahwa model persamaan simultan berada dalam kondisi over identified sehingga dianalisis dengan metode Two Stage Least Square (2SLS). Menurut Juanda (2009), metode Kuadrat
43
Terkecil Dua Tahap (2SLS) merupakan prosedur untuk menduga parameter model struktural yang overidentified. Metode ini menggunakan informasi yang tersedia dari spesifikasi model sistem model simultan untuk memperoleh dugaan yang unik untuk masing-masing parameter struktural. Tahapan-tahapan metode 2SLS adalah sebagai berikut : 1) Lakukan pendugaan koefisien bentuk tereduksi untuk semua peubah endogen yang berada disebelah kanan dengan menggunakan metode OLS. 2) Menduga koefisien strukturalnya dengan menggunakan dugaan peubah endogen yang diperoleh pada langkah pertama. Dalam 2SLS, peubah endogen diganti dengan nilai dugaannya sendiri dengan memperhitungkan seluruh peubah-peubah eksogen, sehingga metode ini mengasumsikan bahwa peubah-peubah dalam model telah diketahui secara lengkap. Metode 2SLS dapat juga diterapkan pada kasus exactly identified. Jika metode OLS dipaksakan untuk menduga sistem persamaan simultan, maka akan menghasilkan nilai penduga yang bias dan tidak konsisten.
3.2.2.4. Pengujian Model (a) Uji Kesesuaian Model 1)
Uji Koefisien Determinasi (R2) Untuk menjelaskan presentase variasi total peubah tidak bebas yang
disebabkan oleh peubah bebas yang digunakan pengujian R2. Nilai R2 berkisar dari nol sampai satu ( 0 ≤ R2 ≤ 1 ). Jika nilainya 0 maka tidak ada hubungan antara peubah bebas dengan tidak bebas. Namun jika nilainya mendekati 1, maka terdapat hubungan yang erat antara peubah bebas dengan peubah tidak bebas.
44
2)
P-Value Untuk melihat pengaruh masing-masing peubah bebas terhadap peubah
tidak bebas digunakan nilai P-Value. Tingkat kesalahan yang ditolelir adalah 15 persen
(α=0,15). Jika P-Value lebih kecil dari nilai α, maka peubah bebas
berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebasnya. Namun jika nilai P-Value lebih besar dari nilai α ( P-Value > α ) , maka peubah bebas tidak berpengaruh terhadap peubah tidak bebas.
(b) Pengujian Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi sosial yang terjadi antara anggota serangkaian observasi yang diurut menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Autokorelasi mempunyai potensi untuk menimbulkan masalah yang serius, sehingga menyebabkan varians residual yang diperoleh lebih rendah, sehingga nilai R2 terlalu tinggi dan pengujian hipotesis t statistik dan F statistik menjadi tidak meyakinkan. Uji yang sering digunakan untuk mendeteksi apakah pada data yang diamati terjadi autokorelasi atau tidak adalah uji Durbin-Watson. Uji ini juga dapat digunakan untuk data dengan jumlah pengamatan yang kecil. Hipotesis yang digunakan dalam uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut : H0
: tidak terdapat autokorelasi
H1
: terdapat autokorelasi
Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dapat dilihat dari nilai statistik Dubrin-Watson (DW) dengan perhitungan sebagai berikut : DW =
Ʃ ( et − et−1 )2 Ʃ 𝑒𝑡2
≈ 2 (1- ρ) ...........................................................(3.13)
45
Aturan penggunaan statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut : 1) 4-d L < DW< 4, artinya tolak H 0 ; ada autokorelasi negatif 2) 4-d U < DW< 4-d l , artinya tidak terdeteksi autokorelasi, coba uji yang lain 3) d u < DW< 4-d u ,artinya terima H 0 ; tidak terdapat autokorelasi 4) d L < DW< d U , artinya tidak terdeteksi autokorelasi, coba uji yang lain 5) 0 < DW< d L , artinya tolak H 0 ; ada autokorelasi positif