II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Padi Organik Padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang meliputi kurang
lebih 25 spesies tersebar di daerah tropis dan daerah subtropis. Padi merupakan salah satu varietas tanaman pangan yang dapat dibudidayakan secara organik. International Rice Research Institute (2007) menyebutkan bahwa padi organik adalah padi yang disahkan oleh suatu badan independen, ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan. Departemen Pertanian telah menyusun standar pertanian organik di Indonesia, tertuang dalam SNI 01-6729-2002 dan telah direvisi menjadi SNI Sistem Pangan Organik SNI 6729-2010. Sistem pertanian organik menganut paham Organik Proses, artinya semua proses sistem pertanian organik dimulai dari penyiapan lahan hingga pasca panen memenuhi standar budidaya organik, bukan dilihat dari produk organik yang dihasilkan (Nurhidayati dkk, 2008). Budidaya padi secara organik
akan
menghasilkan padi yang bebas residu pestisida dan pupuk kimia. Selain ramah lingkungan, biaya pertanaman sangat rendah karena pupuk dan pestisida yang digunakan berasal dari alam di sekitar petani (Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, 2011). Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi secara konvensional (non organik). Perbedaannya hanyalah pada pemilihan varietas dan penggunaan pupuk dasar (Andoko, 2010). Tidak semua varietas padi cocok dibudidayakan secara organik. Varietas padi yang cocok ditanam secara
8
9
organik hanyalah jenis atau varietas alami. Adapun 2 jenis varietas padi organik tersebut adalah Cintanur dan Ciherang (Mulyawan, 2011). Pupuk organik yang sering digunakan untuk memupuk tanaman adalah kompos. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi. Pemupukan lahan konversi secara total sudah tidak menggunakan pupuk anorganik seperti urea, TSP, atau KCl sama sekali. Padi organik membutuhkan pupuk kandang dan pupuk kompos legume sebanyak 4 ton/ha (Parnata, 2010). Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi organik dapat dilakukan secara: (1) Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan menangkap hama secara langsung atau menggunakan perangkap; (2) Pengendalian secara kultur teknis dilakukan dengan menanam tanaman inang di sekitar lahan tanaman padi organik; (3) Pengendalian menggunakan pestisida organik yang dapat mengendalikan hama walang sangit, penggerek batang, wereng cokelat, dan wereng hijau (Sriyanto, 2010). Padi organik mempunyai prospek pasar yang bagus, sebab usahatani padi organik mempunyai peluang untuk terus ditingkatkan dan memungkinkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Budidaya padi organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sehingga biaya input menjadi lebih murah. Disamping itu harga beras organik lebih tinggi dari harga beras non organik (Sutanto, 2002).
10
2.2
Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu
yang mempelajari bagaimana seorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari caracara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2006). Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi (Hernanto, 1989) yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan atau manajemen. Menurut Rahim dan Hastuti (2007), usahatani dapat diklasifikasikan menurut cara mengusahakannya, sifat dan corak, pola serta tipe usahatani. Berdasarkan cara mengusahakan usahatani dibedakan atas usahatani perorangan, usahatani kolektif dan usahatani kooperatif. Usahatani perorangan dilakukan secara perorangan dan faktor produksi dimiliki secara perorangan, sehingga orang tersebut bebas mengembangkan kreasinya dalam menentukan pupuk, bibit, pestisida dan sebagainya. Usahatani kolektif dilakukan secara bersama-sama atau kelompok dan faktor produksi seluruhnya dikuasai kelompok sehingga hasilnya dibagi oleh anggota kelompok tersebut. Usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dikelola secara kelompok dan tidak seluruh faktor produksi dikuasai kelompok, hanya kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Berdasarkan sifat dan corak usahatani dibedakan atas usahatani subsisten dan komersial. Subsisten berarti bahwa hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani dan keluarganya tanpa melalui peredaran uang. Dalam
11
kenyataan, subsisten murni tidak ada, sehingga hasil panen yang lebih 70% untuk kebutuhan sendiri dapat dimasukkan dalam kagetori ini. Komersial merupakan usahatani yang keseluruhan hasilnya dijual ke pasar atau melalui perantara ataupun langsung ke konsumen. Berdasarkan pola usahatani dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam pola usahatani yaitu khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih usahatani, namun dengan batasan yang masih tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih cabang usahatani yang batasnya tidak tegas. Berdasarkan tipe usahatani, didasarkan jenis tanaman yang akan ditanam misalnya usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), hortikultura (buah dan sayuran), usahatani perkebunan dan lain sebagainya. Analisis usahatani adalah alat yang dipakai untuk pengukuran keberhasilan usahatani atau bertujuan untuk melihat keragaan suatu kegiatan usahatani. Alat analisis yang digunakan untuk melihat kegiatan usahatani adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C ratio). 2.2.1
Analisis pendapatan usahatani Soeharjo dan Patong (1973) mendefinisikan pendapatan sebagai balas jasa dan
kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Pendapatan dapat didefinisiskan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Untuk mengukur keberhasilan usahatani bisa dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani, dengan melakukan
12
analisis ini bisa diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga data melakukan evaluasi untuk perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan (Soekartawi dkk, 1986), mengemukakan beberapa defenisi yaitu : 1. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. 2. Pendapatan total usahatani adalah selisish antara penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Menurut Rahim dan Hastuti (2007), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan total usahatani (total farm revenue) adalah penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga (Soekartawi dkk, 1986). Biaya usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam melakukan proses produksi serta membawanya menjadi produk.
Biaya produksi
dapat dikelompokkan menjadi (Hermanto, 1989 dalam Hapsari, 2011) : 1. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari : a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat - alat bangunan pertanian, dan bunga pinjaman. b. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat – obatan, dan biaya tenaga kerja.
13
2. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan terdiri dari : a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya biaya untuk pengeluaran bibit, obat-obatan, pupuk, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani. b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.
2.2.2
Analisis perbandingan penerimaan dan biaya usahatani Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan yang besar bukanlah
sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis perbandingan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Rumus analisis R/C ratio adalah sebagai berikut (Soekartawi dkk., 1986) : R/C ratio atas biaya tunai = R/C ratio atas biaya total =
14
Keterangan: TR : Total penerimaan usahatani (Rp) TC : Total biaya usahatani (Rp) Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani dikatakan menguntungkan. Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih kecil dari satu, yang artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang memiliki nilai R/C ratio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan impas (tidak untung atau tidak rugi). 2.3
Sistem Sertifikasi Organik Sertifikasi merupakan cara untuk memberikan jaminan produk yang
dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) sistem pangan organik, sertifikasi didefinisikan sebagai prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah memberikan jaminan tertulis atau yang setara bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan sesuai dengan persyaratan. Sertifikasi ini bertujuan untuk
15
melindungi konsumen sekaligus produsen dari perdagangan yang tidak fair, pemalsuan produk dan penggunaan label yang tidak benar. Dalam kenyataan yang ada di lapangan ada beberapa bentuk penjaminan yang dilakukan produsen untuk produk organik yang dihasilkannya yaitu Self-claim, Second-party certification dan Third-party certification, Group certification and Internal Control Systems, Participatory Certification atau Participatory Guarantee System (PGS) (Sulaeman, 2009 dalam Mirawati, 2011). 2.4
Konsep Internal Control System (ICS) Sistem Pengawasan Internal (Internal Control System, ICS) merupakan sistem
penjaminan mutu yang terdokumentasi, yang memperkenankan lembaga sertifikasi mendelegasikan inspeksi tahunan semua anggota kelompok secara individual kepada lembaga/unit dari operator yang telah disertifikasi. Dalam prakteknya, secara prinsip kelompok tani melakukan sendiri pengawasan bagi seluruh petani terhadap kesesuaian aturan produksi organik seperti prosedur yang telah ditentukan. Lembaga sertifikasi kemudian mengevaluasi, apakah sistem pengawasan internal bekerja dengan baik dan efisien. Evaluasi dilakukan untuk mengecek sistem dokumentasi ICS, kualifikasi staf dan melakukan inspeksi ulang ke beberapa petani (Perbatakusuma dkk, 2009). Tahapan dasar ICS (Mirawati, 2011) meliputi: (1) Memiliki organisasi tani/produsen kecil; (2) Memiliki struktur dan mekanisme internal organisasi, seperti: aturan internal kelompok, keanggotaan, sanksi, standar internal, pelatihan, pengawasan mutu, personil, dan lain-lain; (3) Mengidentifikasi petani apabila petani
16
belum memahami mengenai prinsip-prinsip organik, maka perlu menumbuhkan kesadaran mengenai hal tersebut; (4) Merekrut personel yang berkualitas dan memastikan bahwa mereka telah menerima pelatihan pertanian organik dan ICS; (5). Mulai mengembangkan formulir dan prosedur ICS secara tertulis yang sesuai dengan kondisi lokal; (6) Melakukan pengawasan mutu internal secara berkala; (7) Mencatat semua proses yang dilakukan oleh petani, organisasi tani/produsen; (8) Secara bertahap meningkatkan kualitas dokumen ICS (prosedur, formulir, dan sebagainya) dan penerapannya oleh staf ICS. Dalam pengembangan ICS, yang perlu direfleksikan adalah perjalanan proses penguatan organisasi yang menjadi kunci utama dari keberhasilan pengorganisasian petani maupun pengorganisasian produk yang akan dipasarkan. Pengorganisasian petani harus kuat, karena tanpa kesolidan kelompok dan mekanisme kelompok yang baik, maka kerja-kerja ICS tidak akan dapat dilakukan secara maksimal karena komitmen dari semua anggota dan pengurus menjadi ukuran keberhasilan penjaminan mutu produk yang dilakukan sehingga konflik internal bisa teratasi. Penerapan ICS di kelompok harus diawali dengan pemahaman tentang ICS itu sendiri, menyusun organ ICS, membangun mekanisme organisasi, tujuan ICSnya, wilayah pengorganisasian ICS, basis pengorganisasiannya, pilihan komoditinya, pasar produk yang dituju, penyusunan stándar proses produksi organik, serta spesifikasi produknya (Setyowati, 2008). Ada beberapa aspek pertimbangan dan kebijakan utama dalam penyusunan dan pengembangan Panduan ICS, sehingga panduan tersebut mampu berfungsi sebagai panduan mengenai apa yang diharapkan dari Sistem Pengawasan Internal
17
yang terdokumentasi bagi kelompok khusus dari petani kecil. Pertimbangan dan kebijakan tersebut sebagaimana dijelaskan dibawah ini (Perbatakusuma dkk, 2009). 1. Distribusi dan Revisi Pedoman ICS Pertimbangan ini merupakan aspek penting untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur ICS selalu diketahui oleh pihak-pihak yang terlibat, termasuk petani. Oleh karena itu, penting untuk merancang sistem pengelolalaan dokumen yang transparan untuk memastikan bahwa panduan internal ICS selalu dimutahirkan dan semua bagiannya didistribusikan pada semua pihak. Panduan ICS harus menggambarkan kondisi sebenarnya dari sistem pengawasan internal dan persyaratan dari standar sertifikasi organik yang berlaku. Panduan ICS perlu ditinjau secara teratur sebagai upaya pemutakhiran yang terus menerus. 2. Struktur dan Kegiatan Pedoman ICS berisi uraian dasar dari proyek organik. Gambaran mengenai lokasi proyek, sistem pertanian dan praktek-praktek pertanian dari petani yang terlibat. Selain itu, berisi uraian dasar dari kegiatan organik yang dilakukan dari pemanenan hingga penjualan produk akhir ke pihak lain, termasuk petunjuk siapa penanggungjawab produk dalam setiap tahapan. 3. Manajemen Resiko Resiko-resiko yang mungkin membahayakan mutu produk organik
pada
tingkatan yang berbeda (dari produksi lahan, transportasi dan penyimpanan, pengolahan dan ekspor) harus diketahui dan dilakukan pencatatan pada keseluruhan prosedur
pengawasan
internal.
ICS
melakukan
meminimalkan resiko yang telah teridentifikasi.
tindakan-tindakan
untuk
18
4. Standar Organik Internal Standar organik internal merupakan standar acuan untuk pengawasan internal. Standar Organik Internal dibuat dalam format yang memadai, sesuai dengan tingkat pengetahuan staf ICS. Ketentuan-ketentuan dari standar internal (dan implikasi praktis bagi petani) harus dikomunikasi dengan jelas kepada semua petani dalam bahasa lokal. Standar Organik Internal harus menekankan topik-topik berikut: unit/tanaman yang dikelola dan disertifikasi secara organik, cara menyikapi sebagian lahan konversi yang ada, masa konversi (peralihan) organik, peraturan produksi lahan bagi semua unit produksi organik, dan prosedur panen dan pasca panen 5. Pengawasan Lahan dan Prosedur Persetujuan Semua petani yang disertifikasi perlu didaftar secara resmi sebagai petani organik, total area yang dia kelola (termasuk lahan non organik), jumlah tanaman organik dengan area atau tanaman/pohon tumpang sari dan metode pertanian dasar. Sebuah pernyataan komitmen (kontrak) yang berisi komitmen untuk memenuhi Standar Organik Internal harus ditandatangani oleh setiap petani dengan operator ICS dalam bahasa yang dipahami oleh petani. Konsekwensi-konsekwensi dari pelanggaran kontrak harus dijelaskan. Sebuah peta sederhana (peta desa atau komunitas) harus dibuat untuk menunjukkan lokasi setiap lahan organik. Setiap petani organik yang telah tercatat, diinspeksi melalui pengawasan internal minimal setahun sekali oleh inspektor internal yang berkualifikasi. Inspeksi harus dilakukan dengan kehadiran petani (atau wakilnya) dan harus mencantumkan kunjungan pada seluruh lahan, penyimpanan asupan dan produk panenan, termasuk penngecekan sekilas terhadap penanganan pasca panen dan produksi ternak.
19
Inspektor internal memastikan bahwa standar organik internal telah dilakukan dan kondisi perbaikan atas inspeksi tahun lalu telah dipenuhi. Pengawasan internal perlu membuat perkiraan hasil tanaman yang disertifikasi untuk tiap petani. Perkiraan panen harus tersedia sebelum panen (atau untuk periode panen yang telah ditentukan). Bila tejadi ketidaksesuian, tindakan perbaikan atau tindakan peringanan dilakukan oleh ICS. Perlu ditentukan hal-hal apa yang menjadi ketidaksesuaian (daftar sanksi) dan bagaimana tindakan sanksi dijalankan. Sanksi harus didokumentasikan (daftar petani yang diberi sanksi, berkas dokumentasi ketidaksesuaian yang telah diidentifikasi). 6. Personel Organisasi dan ICS Setiap prosedur atau tugas dari ICS, perlu ada seorang penanggungjawab. Staf mengetahui tanggung jawab dan kualifikasi dari pekerjaanya. Operator ICS harus memastikan bahwa terdapat kecukupan personel yang berkualifikasi untuk menerapkan prosedur ICS seperti yang diuraikan dalam dokumen internal ICS. Biasanya nama setiap posisi atau pemisahan tanggungjawabnya dibedakan dengan jelas. 7. Pelatihan Pelatihan organik dilakukan pada staf ICS dan petani. Setiap inspektor internal perlu mendapat pelatihan minimal 1 kali setahun dari orang yang kompeten. Pelatihan petani secara kontinyu adalah bagian yang sangat penting dari proyek organik dan menjadi tanggung jawab operator ICS. Setiap petani perlu mendapatkan minimal satu kali kunjungan penyuluhan atau mengikuti pelatihan yang diorganisir. Keikutsertaan dan isi pelatihan harus didokumentasikan.
20
8. Prosedur Tambahan Aspek pertimbangan prosedur tambahan ini penting bagi operator yang akan membeli produk dari kelompok tani yang telah disertifikasi, memproses dan menyimpan produk-produk tersebut serta memasarkannya sebagai produk organik. Tugas ini dapat menjadi tanggung jawab operator ICS, tapi tidak selalu demikian. Sedangkan prosedur aktivitas penjualan dan pembelian berikutnya, dengan tegas dikatakan, bukan merupakan bagian dari ICS. Meskipun demikian, karena setiap aspek dari aliran produk organik harus diorganisir dengan baik dan didokumentasikan untuk keperluan sertifikasi organik, direkomendasikan agar prosedur dan formulir dari semua tahapan, yang menjadi tanggung jawab operator ICS, dimasukkan dalam panduan kelompok ICS. Organisasi yang akan memasarkan produk-produk organik perlu menetapkan prosedur-prosedur untuk menjamin integritas dari produk yang telah disertifikasi pada setiap langkah aliran produk, serta menghindari pencampuran berbagai kualitas yang berbeda (organis, konversi, non organis), dan kontaminasi bahan kimia selama pembelian, penyimpanan, pengangkutan atau pengolahan.. 9. Inspeksi dan Sertifikasi Organik Eksternal Selama pemeriksaan eksternal oleh pemberi sertifikat organik , efektivitas dari Sistem Kontrol Internal akan dievaluasi. Inspektor eksternal akan memeriksa kembali sejumlah petani. Prosentase dari kontrol eksternal akan ditentukan oleh pemberi sertifikat atas dasar analisa resiko. Selain itu, inspektor juga perlu menjadi saksi audit.; sebagai contoh, mendampingi kunjungan inspeksi internal untuk mengevaluasi efektivitasnya. Inspektor eksternal membandingkan pengamatannya dengan dokumen
21
inspeksi internal dan mengevaluasi, apakah ICS (pemeriksaan internal dan penyuluhan pertanian) telah memenuhi persyaratan minimum dan telah cukup menjamin bahwa aktifitas organik
dari petani sesuai dengan standar/peraturan
eksternal. 2.5
Kerangka Pemikiran Kelompok Tani Gana Sari merupakan kelompok tani yang bergerak dalam
usaha pengembangan padi organik dan telah resmi mengantongi sertifikat padi organik dari LeSOS. Usahatani dengan menerapkan sistem pertanian organik bertujuan
meningkatkan
produksi
jangka
panjang
yang
sustainable
dan
.meningkatkan pendapatan petani. Dalam mengembangkan usahatani padi organik, Kelompok Tani Gana Sari menerapkan Internal Control System (ICS) atau sistem pengawasan internal, dimana pengawasan praktik pertanian organik dilakukan sendiri oleh sesama anggota. Keberhasilan penerapan ICS menghantarkan Kelompok Tani Gana Sari memperoleh sertifikat padi organik yang berfungsi sebagai penjamin praktek perdagangan yang khususnya melindungi hak-hak petani kecil atas kesejahteraan hidupnya. Perhitungan mengenai pendapatan, R/C ratio usahatani, serta menganalisa penerapan Internal Control Sistem pada Kelompok Tani Gana Sari perlu dilakukan untuk mengetahui potensi usahatani padi bersertifikat organik. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1.
22
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Pendapatan Usahatani Padi Bersertifikat Organik (Kasus Kelompok Tani Gana Sari, Munduk Buangga, Subak Buangga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung), 2015