9
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Geografi Geografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Geo yang berarti bumi, Graphein yang berarti gambaran (lukisan/deskripsi). Sehingga secara harfiah geografi berarti tulisan tentang bumi, oleh karena itu, geografi juga disebut ilmu bumi.
Dalam seminar peningkatan relevansi metode penelitian Geografi 24 Oktober 1981, Prof. Bintarto dalam papernya berjudul suatu tinjauan filsafat geografi mengemukakan definisi geografi sebagai berikut, “Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala di muka bumi baik fisikal maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya, melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan” (Sumadi, 2010 : 21).
Seminar dan lokakarya yang dilaksanakan di Jurusan Geografi, IKIP Semarang kerja sama dengan IGI tahun 1988 telah menghasilkan rumusan definisi: “geografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perbedaan dan persamaan
fenomena
geosfer
dengan
sudut
pandang
kelingkungan,
kewilayahan dalam konteks keruangan” (Sumadi, 2010 : 22). Dari berbagai
10
definisi yang telah dikemukakan tadi, walaupun masih terdapat berbagai perbedaan namun terdapat suatu persamaan yakni: (1) Objek kajian geografi adalah geosfer yang terdiri atas litosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer, antroposfer; (2) Sudut pandang atau cara mempelajari geografi adalah dengan cara kelingkungan, kewilayahan, atau keruangan. Sumaatmadja (2001: 11) mengemukakan: “Pembelajaran geografi adalah pembelajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam atau kehidupan umat manusia dan variasi kewilayahan, yang diajarkan di sekolah-sekolah dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan masing-masing”. Adapun ruang lingkup Geografi menurut Sumaatmadja (2001: 12) meliputi: a) Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia. b) Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya. c) Interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi. d) Kesatuan regional yang merupakan perpaduan darat, perairan, dan udara di atasnya. Dengan demikian, bidang kajian studi geografi tidak hanya ditunjukkan pada alam, melainkan juga berkenaan dengan manusia serta hubungan diantara keduanya, sekaligus mengkaji faktor alam dan faktor manusia
yang
membentuk
integrasi
keruangan
di
wilayah
yang
bersangkutan. Mata pelajaran Geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan menurut Sapriya (2009 : 210) sebagai berikut:
11
1. Memahami pola spasial, lingkungan, dan kewilayahan serta proses yang berkaitan. 2. Menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan, dan menerapkan pengetahuan geografi. 3. Menampilkan
perilaku
peduli
terhadap
lingkungan
hidup
dan
memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat.
2. Belajar
Slameto (2003: 2) mengemukakan, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Seseorang yang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, seseorang tersebut akan menjadi banyak tahu, dan tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur rohani dan unsur jasmaniah.
Gagne dalam Slameto (2003: 13) menyatakan pengertian belajar sebagai berikut: 1. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaaan dan tingkah laku; 2. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
12
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diartikan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan secara sadar, bersifat continue dan positif baik dalam hal tingkah laku, ataupun pengetahuan sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Belajar akan membawa perubahan dan akan menghasilkan hasil belajar pada individu yang belajar.
Menurut Gagne dalam Sagala (2010 : 17) belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
Tahapan dalam belajar yang dikemukakan Gagne dalam Sagala (2010 : 19) yaitu : 1. Persiapan untuk belajar dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi; 2. Memperoleh dan unjuk perbuatan (performasi) digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantic, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan; dan 3. Alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan secara umum. Teori-teori belajar yang mendukung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Teori Behavioristik Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati dan diukur (Sagala, 2013:42).
13
Prinsip-prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang dikemukakan oleh Harley dan Davis dalam Sagala (2013:43) adalah: 1. Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya. 2. Materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu respon tertentu saja. 3. Tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul atau tidak. 4. Perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah bersifat positif atau negatif.
Teori ini berlandaskan kepada respon siswa serta mengikutsertakan siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Tetapi ada syarat yang harus diberikan oleh guru terkait dengan respon yang diberikan siswa tersebut yaitu penguatan atau penghargaan. Penguatannya dapat bersifat positif atau negatif, dan penghargaan yang akan diberikan dapat berupa nilai atau hadiah.
(2) Teori Konstruktivisme
Asal kata konstruktivisme yaitu “to construct” yang berarti “membentuk” atau “membangun”.
Teori
pembelajaran
konstruktivisme
merupakan
teori
pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
14
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Trianto, 2010:74). Riyanto (2010:144) menyatakan bahwa dalam teori ini guru berperan menyediakan suasana dimana siswa dapat memahami dan menerapkan suatu pengetahuan, sehingga siswa bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-ide. Guru dapat memberikan sebuah kesempatan untuk siswa-siswanya untuk menerapkan ideide mereka dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran konstruktivisme.
Menurut
Riyanto
(2010:147)
teori
pembelajaran
konstruktivisme pada dasarnya ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan antara lain: 1. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. 2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya. 3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap. 4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita sendiri. Von Glaserfeld dalam Sardiman (2007:37) menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat sari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Menurut Slavin dalam Trianto (2010:74) teori
15
pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek info baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi bagi siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, teori pembelajaran konstruktivisme adalah teori yang memiliki pandangan bahwa pengetahuan siswa didapat dari diri siswa itu sendiri. Guru hanya bersifat membimbing dan memfasilitasi siswa-siswa tersebut dalam proses pembelajaran agar siswa tersebut dapat memahami, memecahkan masalah, dan mengembangkan ide-ide yang mereka miliki.
3. Model Pembelajaran Project based learning Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran sistematis, mengikutsertakan pelajar dalam mempelajari pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan authentic, dan perancangan produk dan tugas. Pembelajaran berbasis proyek dilakukan perseorangan atau kelompok yang dilakasanakan dalam jangka waktu tertentu, guna menghasilkan sebuah produk, kemudian hasilnya di tampilkan atau dipresentasikan Grand (2005) dalam Sumarmi (2012 : 171). “Menurut Buck Institute for Education (BIE) dalam (Ngalimun, 2013: 185) Project based learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik”.
16
Pendapat Istarani (2011: 156), Pembelajaran Berbasis Proyek (Project based learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Lebih lanjut, Thomas, dkk, dalam (Wena, 2008: 144) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Guru atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung dalam kerja proyek, akan tetapi guru menjadi pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran belajar (Ngalimun, 2013: 191).
Model pembelajaran berbasis proyek selalu dimulai dengan menemukan apa sebenarnya pertanyaan mendasar, yang nantinya akan menjadi dasar untuk memberikan tugas proyek bagi siswa (melakukan aktivitas). Tentu saja topik yang dipakai harus pula berhubungan dengan dunia nyata. Selanjutnya dengan dibantu guru, kelompok-kelompok siswa akan merancang aktivitas yang akan dilakukan pada proyek mereka masing-masing. Semakin besar keterlibatan dan ide-ide siswa (kelompok siswa) yang digunakan dalam proyek itu, akan semakin besar pula rasa memiliki mereka terhadap proyek tersebut. Selanjutnya, guru dan siswa menentukan batasan waktu yang diberikan dalam penyelesaian tugas (aktivitas) proyek mereka.
Menurut Thomas,dkk.,(1999) dalam (Subagia, 2014:3) pada pembelajaran berbasis proyek siswa harus merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, dan bekerja secara mandiri bersama kelompoknya.
17
Rais (2010) dalam (Subagia, 2014:3) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis proyek dapat menstimulasi motivasi, proses, dan meningkatkan prestasi belajar siswa menggunakan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi tertentu pada situasi nyata. Dalam pembelajaran berbasis proyek, masalah yang diberikan merupakan suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi, dkk, 2004) dalam Subagia (2014:2). Pada proses pemecahan masalah, siswa dapat bertukar pendapat dan bekerjasama dengan teman kelompoknya sehingga penguasaan materinya meningkat dan akhirnya siswa mampu mencapai hasil belajar yang optimal. Keberhasilan pelaksanaan suatu model pembelajaran dapat dipengaruhi oleh karakteristik siswa yang mengikuti model pembelajaran tersebut. Salah satu karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi pelaksanaan model pembelajaran berbasis proyek adalah antusias dalam belajar.
Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa dengan keinginan belajar tinggi akan mengerjakan tugas proyek diberikan dengan penuh tanggung jawab, tekun, ulet, dan mengerahkan segala usaha serta kemampuannya untuk menyelesaikan tugas tersebut. Oleh sebab itu, siswa dengan keinginan belajar yang tinggi akan melaksanakan tahapan-tahapan pembelajaran berbasis proyek dengan baik sehingga berdampak pada pencapaian hasil belajar pelajaran yang optimal (Subagia, 2014:3).
18
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diartikan bahwa model Project based learning adalah model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, menekankan kegiatan belajar yang relative berduarasi panjang, berpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistic, dimana pada pembelajaran berbasis proyek siswa harus merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, dan bekerja secara mandiri bersama kelompoknya.
3.1 Karakteristik Model Project based learning
Menurut Strimpling,dkk dalam (Abdullah, 2013: 173) karakteristik Project based learning yang efektif adalah sebagai berikut: 1. Mengarahkan siswa untuk menginvestigasi ide dan pertanyaan penting. 2. Merupakan proses inkuiri. 3. Terkaitnya dengan kebutuhan dan minat siswa. 4. Berpusat pada siswa dengan membuat produk dan melakukan presentasi secara mandiri. 5. Menggunakan ketrampilan berpikir kreatif, kritis dan mencari informasi untuk melakukan investigasi, menarik kesimpulan, dan menghasilkan produk. 6. Terkait dengan permasalahan dan isu dunia nyata yang autentik. Pendekatan
pembelajaran
berbasis
proyek
didukung
teori
belajar
kontruktivistik. Kontruktivisme adalah teori belajar yang dapat dukungan luas yang bersandar pada ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya sendiri Murphy (1997) dalam (Ngalimun, 2013:188). Sesuai dengan pengertian tersebut dalam pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk membangun sendiri pengetahuannya. Seperti halnya pandangan teori konstruktivisme bahwa anak
19
secara
aktif
membangun
pengetahuan
dengan
cara
terus
menerus
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru.
3.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Project based learning Model pembelajaran Project based learning memiliki beberapa kelebihan yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Bielefeldt & Underwood dalam Ngalimun (2013:197), menyatakan kelebihan model project based learning yaitu: a) Meningkatkan motivasi belajar siswa. b) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. c) Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi. d) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Adapun kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut: a) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah. b) Membutuhkan biaya yang cukup banyak c) Banyaknya peralatan yang harus disediakan. d) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan. e) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
Untuk mengatasi kelemahan dari model project based learning, seorang guru dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi siswa dalam menghadapi masalah, membatasi waktu siswa dalam menyelesaikan tugas proyek, meminimalis dan
20
menyediakan peralatan yang sederhana seperti bahan dasar pembuatan tugas proyek, menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa merasa nyaman dalam proses pembelajaran.
3.3 Langkah-langkah Model Project based learning
Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran dalam implementasi project based learning, Sumarmi (2012 : 179): 1. Identifikasi masalah riil Tahap pertama dalam proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan memulai proses pembelajaran dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang ingin disampaikan. Pertanyaan ini peneliti dapat menetapkan proyek yang akan dibuat selama proses pembelajaran project based learning pada materi tersebut. 2. Perumusan strategi/alternatif pemecahan masalah Tahap kedua dalam proses pembelajaran ini adalah guru bersama siswa menetapkan perencanaan yang berisi tentang aturan main dalam proses pembelajaran, menentukan tugas masing-masing individu dalam kelompok selama pembuatan proyek, dan menentukan alat dan bahan yang akan digunakan selama pembuatan proyek. 3. Perancangan kegiatan Tahap ketiga dalam proses pembelajaran ini adalah guru bersama siswa menentukan jadwal pelaksanaan pembuatan serta menentukan kapan peserta didik harus menyiapkan proyek yang dibuat.
21
4. Proses Produksi/Kegiatan Tahap keempat, peneliti melakukan pemantauan dan bimbingan terhadap kemajuan dalam pelaksanaan pembuatan proyek. 5. Penilaian Tahap kelima dalam proses pembelajaran ini adalah melakukan penilaian terhadap ketercapaian standar kompetensi yang telah dipelajari. Penilaian ini mencakup penilaian motivasi dan hasil belajar bidang kognitif, afektif, serta psikomotor. 6. Tahap Evaluasi Pada akhir proses pembelajaran peneliti melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran dan proyek yang telah dilaksanakan.
4. Model Pembelajaran Konvensional
Djamarah (1996) dalam muhammadkholik.wordpress.com dengan artikel berjudul “Model Pembelajaran Konvensional” (dikses tanggal 30 Agustus 2015, pukul 21:17 WIB), model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Ada beberapa metode yang sering digunakan pada model konvensional salah satunya metode ceramah pengertian metode ceramah, Sagala (2010:201) metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari
22
guru kepada siswa. Metode ceramah sesuai digunakan untuk menyampaikan informasi kepada siswa.
Menurut Karwapi (karwapi.wordpress.com) dalam artikelnya yang berjudul “Keunggulan dan Kelemahan Metode Ceramah” (di akses tanggal 11 Maret 2015, pukul 19:17 WIB), dalam pembelajaran di kelas ada beberapa kompetensi yang harus diperhatikan guru untuk mendukung keberhasilan metode ceramah dalam pembelajaran antara lain : 1. Menguasai
teknik-teknik
ceramah
yang
memungkinkan
dapat
membangkitkan minat belajar siswa. 2. Mampu memberikan ilustrasi yang sesuai dengan bahan pembelajaran. 3. Menguasai materi pelajaran. 4. Menjelaskan pokok-pokok bahan pelajaran secara sistematis. 5. Menguasai aktivitas seluruh siswa dalam kelas.
Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode ceramah berkaitan dengan kondisi siswa adalah: 1. Siswa mampu mendengarkan dan mencatat bahan pelajaran yang dijelaskan oleh guru. 2. Kemampuan awal yang dimiliki siswa berhubungan dengan materi yang akan dipelajaran. 3. Memiliki suasana emosional yang mendukung untuk memperhatikan dan memiliki motivasi mengikuti pelajaran.
23
Kelebihan metode ceramah adalah sebagai berikut : 1. Ekonomis waktu dan biaya karena waktu dan materi pelajaran dapat diatur guru secara langsung, materi dan waktu pelajaran sangat ditentukan oleh sistem nilai yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan. 2. Target jumlah siswa akan lebih banyak, apabila menggunakan alat sound system. 3. Bahan pelajaran sudah dipilih atau dipersiapkan sehingga memudahkan untuk mengklasifikasi dan mengkaji aspek-aspek bahan pelajaran. 4. Apabila bahan pelajaran belum dikuasai oleh sebagian siswa maka guru akan merasa mudah untuk menugaskan dan memberikan rambu-rambu pada siswa yang bersangkutan.
Kelemahan metode ceramah menurut Karwapi (karwapi.wordpress.com) (di akses tanggal 11 Maret 2015, pukul 19:17 WIB) dalam artikelnya yang berjudul “Keunggulan dan Kelemahan Metode Ceramah adalah sebagai berikut: 1. Sulit bagi yang kurang memiliki kemampuan menyimak dan mencatat yang baik. 2. Kemungkinan menimbulkan verbalisme. 3. Sangat kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi secara total (hanya proses mental, tetapi sulit dikontrol). 4. Peran guru lebih banyak sebagai sumber belajar. 5. Materi pelajaran lebih cenderung pada aspek ingatan. 6. Proses pelajaran ada dalam otoritas guru.
24
5. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2001 : 122), hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar menurut Bloom dalam buku Arikunto (2012 : 129) diklasifikasikan menjadi 3 ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Bloom dalam artikel Anisa (firdausanisaa.blogspot.com) dengan artikel berjudul “Taksonomi Bloom Ranah Afektif Kognitif” (di akses tanggal 11 Maret 2015, pukul 19:17 WIB), pengertian ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu: 1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), 2. Pemahaman (comprehension), 3. Penerapan (application), 4. Analisis (analysis), 5. Sintesis (syntesis), 6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation). Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari
25
hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditingkat mana hasil belajar yang telah dicapai. Sehubungan dengan hal ini, Djamarah (2006 : 107) mengemukakan tingkatan keberhasilan dalam proses pembelajaran sebagai berikut: a. Istimewa/maksima : Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa. b. Baik sekali/Optimal : Apabila sebagian besar (76% - 99% ) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa. c. Baik/minimal
: Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% 75% saja yang dikuasai oleh siswa.
d. Kurang
: Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa menurut Slameto (2003:54), yaitu: 1. Faktor Intern yang terdiri dari faktor jasmani yaitu kesehatan dan cacat tubuh, faktor psikologis seperti intelegensi, motivasi, kematangan, dan kemantapan. 2. Faktor eksternal yang terdiri dari: a) Faktor keluarga yang meliputi cara mendidik, suasana keluarga, pengertian orang tua, keadaan sosial ekonomi keluarga, latar belakang budaya, dan lain-lain.
26
b) Faktor sekolah yang meliputi interaksi guru dan murid, cara penyajian bahan pelajaran, kurikulum, keadaan gedung, waktu sekolah, metode mengajar, dan tugas pokok. 6. Pengaruh Model Project based learning Terhadap Hasil Belajar
Menurut Santyasa (2012) dalam jurnal (Cawi, 2014 : 2) model pembelajaran project based learning berfokus pada konsep dan prinsip inti sebuah disiplin, memfasilitasi pelajar untuk berinvestigasi, pemecah masalah, tugas-tugas bermakna lainnya, dan menghasilkan produk nyata. Lebih lanjut Rais (2010) dalam jurnal (Cawi, 2014 : 2) mengemukakan bahwa model pembelajaran project based learning dapat menstimulasi motivasi, proses, dan meningkatkan prestasi belajar siswa menggunakan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi tertentu pada situasi nyata.
Menurut artikel Utami (2014 : 3), model pembelajaran project based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan aktivitas dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, menumbuhkan kreativitas dan karya siswa, lebih menyenangkan, bermanfaat serta lebih bermakna. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Rosyidatul Munawaroh, dkk (2012) dalam artikel (Utami, 2014 : 3). Model pembelajaran project based learning lebih bermakna dengan bantuan alat peraga sehingga ingatan siswa terhadap pelajaran lebih tahan lama dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Menurut dalam jurnal Subagia (2014 : 3) pembelajaran berbasis proyek, siswa dengan keinginan belajar yang tinggi akan mengerjakan tugas proyek yang
27
diberikan dengan penuh tanggung jawab, tekun, ulet dan mengerahkan segala usaha serta kemampuannya untuk menyelesaikan tugas tersebut dengan baik sesuai dengan tahapan-tahapan model pembelajaran project based learning, maka dapat berpengaruh pada pencapaian hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diartikan bahwa model project based learning dapat berdampak positif pada hasil belajar siswa apabila siswa mampu merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, dan bekerja secara mandiri bersama kelompok belajarnya dan model pembelajaran diterapkan sesuai dengan tahapan-tahapan model project based learning dengan baik. B. Penelitian yang Relevan
1. Desiani, Dian (2011) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS-Geografi : Studi Eksperimen Pada SMP Negeri 6 Banjar. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa jauh model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen.
Hasil penelitian menunjukan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara hasil pretes dan postes pada kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dengan Ho diterima dan H1 ditolak (tHitung= 8,74 > tTabel = 1,994). Terdapat
28
perbedaan hasil belajar siswa antara hasil pre test dan post test pada kelompok kontrol dengan H1 diterima dan Ho ditolak (thitung=7,8 > ttabel = 1,994). Selain itu, terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, dengan H1 diterima dan Ho ditolak (tHitung=3,33 > tTabel=1,994). Dari hasil perhitungan jelas bahwa kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang menggunakan metode diskusi, jadi model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) telah teruji dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan model pembelajaran dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
2. Sari, Erika Manda (2014) Pengaruh model project based learning terhadap hasil belajar IPS di kelas V. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di kelas V Sekolah Dasar Negeri 30 Pontianak Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan bentuk quasy experimental design dengan jenis non equevalent control group design. Sampel penelitian ini adalah 40 siswa. Berdasarkan hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar post-test siswa pada kelas eksperimen sebesar 76,9. Hasil pengujian hipotesis diperoleh 3,563 (thitung > ttabel) sehingga dinyatakan diterima. Dari perhitungan effect size diperoleh 1,14 (tinggi). Hal ini berarti model project based learning memberikan pengaruh yang tinggi terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 30 Pontianak Selatan.
29
3. Dismawan, Muhammad Fajar (2014) Model Project based learning untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014. Tujuan dari penelitian ini yaitu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui model project based learning. Dan hasil dari penelitian ini yaitu: penerapan model project based learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 56,1 dengan predikat C meningkat pada siklus II menjadi 69,29 dengan predikat B-, dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 84,46 dengan predikat A-.
Nilai rata-rata pada aspek afektif siklus I sebesar 54,28 dengan predikat Cmeningkat pada siklus II sebesar 60,71 dengan predikat C, dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 82,62 dengan predikat A-. Nilai rata-rata pada aspek kognitif siklus I sebesar 59,42 dengan predikat C meningkat pada siklus II menjadi 62,66 dengan predikat C+, dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 81,63 dengan predikat A. Nilai rata-rata pada aspek psikomotor siklus I sebesar 57,96 dengan predikat C, meningkat pada siklus II menjadi 64,19 dengan predikat C+, dan meningkat lagi pada siklus III menjadi 82,14 dengan predikat A-.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Mata pelajaran geografi merupakan mata pelajaran yang mengkaji bumi beserta seluruh isinya dan merupakan mata pelajaran yang banyak konsep-konsep yang saling berkaitan didalamnya. Untuk mempelajari berbagai konsep-konsep dalam
30
mata pelajaran ini dibutuhkan strategi dalam proses belajar yaitu adanya variasi dalam setiap proses pembelajarannya. Agar menumbuhkan keaktifan siswa dikelas yang selama ini hanya duduk diam menerima materi-materi yang disampaikan oleh guru. Sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar siswa.
Strategi yang digunakan adalah terletak pada model pembelajaran. Model yang digunakan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu dengan model pembelajaran project based learning. Model ini menuntut siswa untuk aktif didalam
pembelajaran
serta
bekerjasama
dalam
kelompoknya
untuk
menyelesaikan tugas proyek berupa poster yang diberikan oleh guru yang didasari dengan sebuah pertanyaan masalah yang berikan oleh guru, siswa terlatih untuk mengelola sumber untuk menyelesaikannya dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran ini maka hasil belajar siswa-siswa tersebut akan meningkat.
Setelah diberi perlakuan, siswa kelas XI IPS 3 dan kelas XI IPS 4 diberikan soal postes (tes akhir) untuk mengetahui kemampuan siswa pada masing-masing kelas setelah dilaksanakan model pembelajaran tersebut kegiatan ini berlangsung dalam tiga kali pertemuan. Nilai-nilai hasil belajar tersebut dilihat dan dibandingkan dari masing masing kelas yang melaksanakan model-model pembelajaran tersebut dan dilihat pengaruhnya dari model project based learning terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pikir dapat diilustrasikan dalam gambar dibawah ini:
31
Penggunaan model pembelajaran project based learning Hasil belajar geografi
Penggunaan Model pembelajaran Konvensional
Analisis perbandingan hasil belajar dan pengaruh model project based learning terhadap hasil belajar
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2011: 96) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka pikir, maka hipotesis atau pernyataan sementara yang dapat diambil yaitu: 1. Ada perbedaan rata-rata nilai hasil belajar siswa kelas XI pada mata pelajaran geografi di SMA Al-azhar 3 Bandar Lampung yang menggunakan model project based learning dengan yang menggunakan model konvensional. 2. Ada pengaruh model pembelajaran project based learning terhadap hasil belajar geografi siswa SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung kelas XI Tahun Pelajaran 2014/2015.