II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Badan Usaha Milik Negara Dalam UU No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, BUMN didefinisikan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut Ruru dalam Soegiharto (2005), latar belakang filosofis dari terciptanya UU BUMN adalah didasarkan pada UUD 1945 pasal 33 yang mengatakan bahwa: Cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Upaya mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan tugas konstitusi bagi Negara. Tugas konstitusi dilakukan melalui regulasi sektoral dan kepemilikan Negara terhadap unit-unit usaha (BUMN). Pendirian BUMN di berbagai negara bila diteliti secara seksama sebenarnya memiliki beberapa kesamaan. Salah satunya adalah sebagai agent of development yang memiliki kemiripan dengan tugas dari amanat pasal 33 dalam UUD 1945. Pemerintah Republik Indonesia mendirikan BUMN bertujuan untuk mendorong pengembangan perekonomian nasional, hal tersebut sebagaimana yang tertulis dalam UU No.19 tahun 2003 terkait maksud dan tujuan pendirian BUMN yaitu: a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. b. Mengejar keuntungan. c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Sedangkan bentuk dari Badan Usaha Milik Negara sendiri telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 BUMN terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Perusahaan Perseroan (Persero) Adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Sedangkan Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 2. Perusahaan Umum (Perum) Adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Perusahaan Umum bertujuan untuk kemanfaatan umum yaitu berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 2.2. Privatisasi Privatisasi mulai banyak diterapkan pada awal dekade 1980an ketika terjadi
krisis
ekonomi
global,
privatisasi
dilakukan
dalam
rangka
menyehatkan unit bisnis yang dikelola oleh negara. Inggris merupakan negara yang dianggap sebagai kiblat dari privatisasi global karena privatisasi dan deregulasi yang dilakukan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1980an dianggap sukses. Merujuk pada sukses Inggris dalam memprivatisasi dan karena tekanan krisis ekonomi global, pemerintah negara dunia ketiga dan negara yang memiliki utang banyak mengikuti berbagai kebijakan privatisasi tersebut. Kesuksesan yang dicapai Inggris telah memberikan inspirasi pada sejumlah negara sebagai pertimbangan untuk melakukan privatisasi aset negara (IGCGS, 2003).
Privatisasi menurut Bastian (2002) merupakan kebijakan publik yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien. Hal tersebut menyadarkan bahwa sebagian besar kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini seharusnya diserahkan kepada sektor swasta. Sedangkan UU No.19 tahun 2003 dan PP No.33 tahun 2003, mendefinisikan privatisasi sebagai penjualan saham persero yang kegiatan usahanya tidak harus dilakukan oleh BUMN, dan persero tersebut memiliki unsur teknologi cepat berubah sehingga memerlukan investasi yang sangat besar untuk menggantinya. Privatisasi dapat dilakukan dengan menjual sebagian kepemilikan ataupun seluruhnya kepada pihak lain. Hal tesebut dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat. Privatisasi terhadap sebuah unit usaha yang dikelola oleh negara dilakukan dengan beberapa metode (IGCGS, 2003), yaitu : a. Initial Public Offering (IPO), adalah metode penjualan yang dilakukan di pasar modal, sehingga semua masyarakat bisa menjadi pemilik unit usaha yang diprivatisasi. b. Strategic Sales, adalah metode penjualan unit usaha langsung kepada investor strategis, tidak melalui lantai bursa. c. Kerjasama Operasi (KSO), adalah konsep bagi hasil yang berimbang dan konsisten antara pemerintah sebagai pemilik saham mayoritas yang mengoutsource salah satu atau sebagian dari unit usaha yang dilakukan kepada pihak swasta. d. Employee Managemenet Buy Out (EMBO), adalah pembelian saham mayoritas oleh suatu konsorsium yang diorganisasi dan dipimpin oleh manajemen perusahaan yang berangkutan. Biasanya para manajer hanya menempatkan sejumlah kecil dari modal yang dibutuhkan dan diikuti oleh pemodal lainnya seperti perusahaan model ventura adau bank investasi. Metode EMBO ini lebih banyak digunakan khusunya pada perusahaan kecil yang asetnya lebih banyak terdiri atas keahlian tertentu daripada
berupa properti. Dalam rangka membantu supaya perseroan dapat dibeli oleh manajemen atau karyawan, maka aset perusahaan dapat dijual lebih dahulu oleh pemerintah kepada pihak lain dan disewakan kembali kepada perusahaan tersebut. 2.3. Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN BUMN sebagai perusahaan yang dimiliki oleh negara perlu dikelola secara profesional dan menguntungkan. Pemerintah sebagai pengelola perlu memonitor kondisi kesehatannya terutama dari aspek keuangannya demi menjaga eksistensi BUMN tersebut. Berdasarkan pasal 3 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP-100/MBU/2002 bahwa penilaian tingkat kesehatan ditetapkan setiap tahun. Tingat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dibedakan atas Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat. Tingkat Kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja Perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian aspek keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi. Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN tersebut berlaku bagi seluruh BUMN non jasa keuangan maupun BUMN jasa keuangan kecuali Persero Terbuka dan BUMN yang dibentuk dengan Undang Undang tersendiri serta diatur dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP100/MBU/2002. Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN yang bergerak dibidang non jasa keuangan dibedakan antara BUMN yang bergerak dalam bidang infrastruktur dan BUMN yang bergerak dalam bidang non infrastruktur. Sedangkan BUMN jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dalam bidang usaha perbankan, asuransi, jasa pembiayaan dan jasa penjaminan. BUMN infrastruktur adalah BUMN yang kegiatannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan masyarakat luas, yang bidang usahanya meliputi: a. Pembangkitan, transmisi atau pendistribusian tenaga listrik. b. Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pendukung pelayanan angkutan barang atau penumpang baik laut, udara atau kereta api. c. Jalan dan jembatan tol, dermaga, pelabuhan laut atau sungai atau danau, lapangan terbang dan bandara.
d. Bendungan dan irigasi. Sedangkan BUMN non infrastruktur adalah BUMN yang bidang usahanya diluar bidang diatas. Dengan dikeluarkannya peraturan baru pada tahun 2002, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998 dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep.215/M- BUMN/1999 tentang Penilaian Tingkat Kinerja Badan Usaha Milik Negara dinyatakan tidak berlaku lagi. Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No: KEP100/MBU/2002 yang baru, maka ditentukan bobot yang berbeda antara BUMN Infrastruktur dan BUMN non infrastruktur dalam menilai keberhasilan BUMN pada aspek keuangan. Hal tersebut dijelaskan dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan BUMN non jasa keuangan sebagai berikut ini. TATA CARA PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BUMN NON JASA KEUANGAN Aspek Keuangan 1. Total Bobot - BUMN INFRASTRUKTUR
50
- BUMN NON INFRASTRUKTUR
70
2. Indikator yang dinilai dari masing-masing bobotnya. Dalam penilaian aspek keuangan ini, idikator yang dinilai dan masingmasing bobotmya adalah seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 2. Daftar Indikator dan Bobot Aspek Keuangan Bobot Indikator Infrastruktur
Non Infrastruktur
15
20
2. Imbalan Investasi (ROI)
10
15
3. Rasio Kas
3
5
4. Rasio Lancar
4
5
5. Colection Periods
4
5
1. Imbalan kepada pemegang saham (ROE)
6. Perputaran persediaan
4
5
7. Perputaran total aset
5
8. Rasio modal sendiri terhadap total
6
10
50
70
aktiva Total Bobot
Sumber : Keputusan Menteri BUMN No: KEP-100/MB 3. Metode Penilaian a. Return On Equity (Imbalan Kepada Pemegang Saham) Rumus ROE :
x 100 %
b. Return on Ivestment (Imbalan Investasi) Rumus ROI :
x 100%
c. Cash Ratio (Rasio Kas) Rumus Cash Ratio :
x 100%
d. Current Ratio (Rasio Lancar) Rumus Current Ratio :
x 100%
e. Collection Periods Rumus CP :
x 100%
f. Perputaran Persediaan Rumus PP :
x 100%
g. Total Asset Turn Over (Perputaran Total Aset) Rumus TATO :
x 100%
h. Rasio Modal Sendiri Terhadap Total Aset (TMS Terhadap TA) Rumus TMS terhadap TA :
x 100%
2.4. Initial Public Offering (IPO) Dalam modul Sekolah Pasar Modal, initial public offering atau yang dikenal dengan istilah go pulik adalah kegiatan yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go publik) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan
Peraturan Pelaksanaannya. Sedangkan menurut Sitompul (2004), Initial Public Offering merupakan penjualan saham suatu perusahaan kepada para investor (pemodal) yang dilakukan untuk pertama kalinya. Terdapat berbagai macam manfaat dan konsekuensi yang harus ditanggung perusahaan ketika melakukan go publik. Manfaat tersebut sebagaimana ditulis dalam modul Panduan Go Publik yang dikeluarkan oleh JSX yaitu: 1. Memperoleh Sumber Pendanaan Baru Dengan menjadi perusahaaan publik, perusahaan bisa memperoleh dana dari penjualan saham yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha, baik untuk penambahan modal kerja maupun ekspansi usaha. 2. Memberikan Competitive Advantage dalam Pengembangan Usaha Dengan menjadi perusahaan publik, perusahaan dituntut oleh banyak pihak untuk dapat meningkatkan kualitas kinerja operasionalnya. Selain itu melalui penjualan saham perusahaan juga berkesempatan untuk mengajak para partner kerjanya untuk turut memegang saham perusahaan. 3. Peningkatan Kemampuan Going Concern Kemampuan going concern bagi perusahaan adalah kemampuan untuk tetap dapat bertahan dalam kondisi apapun termasuk kondisi yang dapat membangkrutkan perusahaan. Sebagai contoh dengan menjadi perusahaan publik, jika perusahaan tersebut mengalami gagal bayar hutang maka tersedia jalan keluar bagi kreditur untuk mengkonversi hutang menjadi saham yang selanjutnya saham tersebut bisa dijual melalui mekanisme bursa. 4. Meningkatkan Citra Perusahaan Dengan go publik prusahaan akan mendapatkan perhatian media dan komunitas keuangan. Hal ini berarti perusahaan mendapat publikasi secara cuma-cuma, sehingga dapat meningkatkan citranya. Sedangakan konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan yang melakukan Public Offering atau go publik diantaranya terjadi pengurangan presentase saham pemilik perusahaan. Hal tersebut dikarenakan pemilik sebelumnya telah menjual sebagian saham yang dimilikinya ke
publik. Lalu perusahaan juga dituntut untuk mematuhi segala peraturan terkait dengan pasar modal dimana perusahaan tersebut melakukan go publik. Di samping itu, setelah perusahaan menjadi perusaaaan publik maka akan terdapat tekana untuk meningkatkan performansi dan membayarkan deviden kepada pemegang saham, untuk itu harus diwaspadai bahwa keberhasilan untuk jangka panjang mungkin akan terancam bila manajemen dipaksakan untuk mengejar tujuan dalam jangka pendek oleh para pemegang saham. Pemegang saham (pemodal) harus disuguhi laporan triwulan dan tahunan pemegang saham tentang keadaan keuangan perusahaan, hal ini akan menambah besarnya tekanan bagi peningkatan performansi peusahaan, terutama di masa-masa sedang meningkatnya kondisi pasar. Para pemodal tentunya menginginkan laba dari investasinya dan apabila mereka tidak puas atau kecewa, akan dapat pula menurunkan harga saham di pasar modal karena mereka akan menjual sahamnya secara besar-besaran (Sitompul, 2004). 2.5. Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil refleksi dari sekian banyak transaksi yang terjadi dalam suatu perusahaan. Transaksi dan peristiwa yang bersifat finansial dicatat, digolongkan, dan diringkaskan dengan cara setepat-tepatnya dalam satuan uang, dan kemudian diadakan penafsiran untuk berbagai tujuan. Laporan keuangan merupakan hasil tindakan pembuatan ringkasan data keuangan perusahaan. Laporan keuangan ini disusun dan ditafsirkan untuk kepentingan manajemen dan pihak lain yang menaruh perhatian atau mempunyai kepentingan dengan data keuangan perusahaan (Jumingan, 2008). Sedangkan menurut Munawir (1995) laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusaaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Pada mulanya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai “alat penguji” dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja tetapi
sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisa tersebut pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengambil suatu keputusan. Jadi untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan perlu adanya laporan keuangan dari perusahaan tersebut. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan tidak dibuat secara serampangan, tetapi harus dibuat dan disusun sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan agar laporan keuangan mudah dibaca dan dimengerti. Laporan Keuangan yang disajikan perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan. Disamping itu, banyak pihak yang memerlukan dan berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dimiliki perusahaan, seperti pemerintah, kreditor, investor, maupun para supplier (Kasmir, 2010). Laporan keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi yang penting di samping informasi lain seperti informasi industri, kondisi perekonomian, pangsa pasar perusahaan, kulitas manajemen dan lainnya. Ada tiga macam laporan keuangan pokok yang dihasilkan (1) Neraca, (2) Laporan rugi laba, dan (3) Laporan aliran kas. Disamping ketiga laporan pokok tersebut, dihasilkan juga laporan pendukung seperti laporan laba ditahan, perubahan modal sendiri, dan diskusi-diskusi oleh pihak manajemen (Halim dan Hanafi, 2007). Menurut Jumingan (2008) laporan keuangan disusun dengan maksud untuk menyajikan laporan kemajuan perusahaan secara periodik. Manajemen perlu mengetahui bagaimana perkembangan keadaaan investasi dalam perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai selama jangka waktu yang diamati. Laporan kemajuan perusahaan tersebut pada hakikatnya merupakan kombinasi dari fakta-fakta yang tidak dicatat (recorded facts), kesepakatankesepakatan
akuntansi
(accounting
conventions),
dan
pertimbangan-
pertimbangan pribadi (personal judgments). Pertimbangan atau pendapat pribadi berkaitan dengan kompetensi dan integritas pihak-pihak yang menyusun laporan keuangan, sedang kesepakatan akuntansi akan bersumber pada prinsip dan konsep akuntansi yang lazim diterima umum.
Fakta-fakta yang telah dicatat (recorded facts) menunjuk pada data yang berasal dari catatan akuntansi. Sebagai contoh, data tentang jumlah kas yang ada di tangan dan disimpan di bank, jumlah wesel tagih dan piutang dagang kepada langganan dan debitur lain, jumlah aktiva tetap, jumlah utang kepada kreditur, jumlah penjualan barang dagangan, dan lain-lain. Pos-pos tersebut dicatat berdasarkan harga historisnya (original cost), yakni jumlah yang dibayarkan pada waktu transaksi itu terjadi, bukan dinilai berdasarkan jumlah yang harus dikorbankan jika aktiva tersebut akan diganti (replacement cost). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa neraca itu tidak mencerminkan keadaan keuangan perusahaan menurut kondisi perekonomian yang paling akhir karena segala sesuatunya bersifat historis. Perlu diketahui juga bahwa terdapat faktor-faktor tertentu yang mungkin mempengaruhi keadaaan keuangan perusahaan tetapi tidak dicatat dalam catatan-catatan seperti terlihat pada neracanya, karena faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dalam jumlah uang. Faktor-faktor tersebut misalnya order-order yang tidak dapat dipenuhi, kontrak-kontrak pembelian dan penjualan yang telah disepakati, kemampuan dan kejujuran manajemen dan sebagainya. 2.5.1 Neraca Menurut Manurung (2006) neraca adalah sebuah laporan keuangan yang berisikan kekayan yang dikenal dengan asset dan hutang serta modal perusahaan. Bentuk neraca seperti huruf T dimana besaran aktiva terletak pada sisi kiri dan besaran pasiva disebelah kanan. Neraca memperlihatkan kekayaan, hutang dan modal pada satu waktu tertentu. Neraca merupakan laporan yang menunjukan posisi keuangan perusahaan pada tangal tertentu. Arti dari posisi keuangan dimaksudkan adalah posisi jumlah dan jenis aktiva dan pasiva suatu perusahaan. Penyusunan komponen di dalam neraca didasarkan pada tingkat likuiditas dan jatuh tempo. Artinya penyusunan komponen neraca harus didasarkan likuiditasnya atau komponen yang paling mudah dicairkan. Misalnya kas disusun lebih dulu karena merupakan komponen yang paling likuid dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya. Sementara itu berdasarkan jatuh
tempo, yang menjadi pertimbangan adalah jangka waktu terutama untuk sisi pasiva. Contohnya untuk kewajiban (utang) disusun dari yang paling pendek sampai yang paling panjang (Kasmir, 2010). 2.5.2 Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumbersumber pendapatan yang diperoleh. Kemudian juga tergambar jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi. Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, perusahaan dikatakan laba. Sebaliknya bila jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya maka perusahaan dikatakan rugi (Kasmir, 2010). Sedangkan menurut Hanafi dan Halim (2007), laporan laba rugi adalah meringkaskan hasil dari kegiatan perusahaan selama periode akuntansi tertentu. Laporan ini seing dipandang sebagai apran akuntansi yang paling enting dalam laporan tahunan. Kegiatan perusahaan selama periode tertentu mencakup aktivitas rutin atau operasional, di samping aktivitas-aktivitas yang sifatnya tidak rutin dan jarang muncul. Di samping itu perusahaan mungkin memtuskan untuk menghentikan lini bisnis tertentu, melakukan perubahan metode akuntansi, melaporkan item-item luar biasa. Aktivitas-aktivitas ini perlu dilaporkan dengan semestinya agar pembaca laporan keuangan memperoleh informasi yang relevan. 2.5.3
Laporan Perubahan Modal Laporan perubahan modal menurut Manurung (2006) adalah laporan
perubahan mengenai perubahan modal karena adanya laba atau rugi, pembayaran devidend serta adanya penjualan saham dalam satu periode. Periode laporan perubahan modal ini harus sama dengan periode laporan rugi laba, karena kedua laporan ini saling berkaitan.
2.5.4 Laporan Arus Kas Laporan aru kas merupakan laporan yang menunjukkan semua aspek yang berkaitan dengan kegiatan perusahaa, baik yang berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kas. Laporan arus kas harus disusun berdasarkan konsep kas selama peiode laporan keuangan. Laporan kas terdiri dari arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode tertentu. Kas masuk terdiri dari uang yang masuk ke perusahaan, seperti hasil penjualan atau hasil penerimaan lainnya. Sedangkan kas keluar merupakan sejumlah pengeluaran dan jenis-jenis pengeluarannya, seperi pembayaran biaya operasional perusahaan (Kasmir, 2010). 2.5.5 Laporan Catatan atas Laporan Keuangan Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang memberikan informasi apabila ada laporan yang memerlukan penjelasan tertentu. Artinya terkadang ada komponen atau nilai dalam laporan keuangan yang perlu diberi penjelasan terlebih dahulu sehingga jelas. Hal ini perlu dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan tidak salah dalam menafsirkan (Kasmir, 2010). 2.6. Analisis Laporan Keuangan Sebelum pihak manajemen perusahaan mengambil keputusan keuangan, terlebih dahulu perlu memahami kondisi keuangan perusahaan tersebut. Untuk memahami kondisi keuangan perusahaan, maka diperlukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Disamping pihak manajemen perusahaan, beberapa pihak di luar perusahaan juga perlu memahami kondisi keuangan perusahaan. Pihak-pihak tersebut diantaranya adalah para kreditur dan calon investor. Kepentingan mereka mungkin berbeda, tetapi mereka mengharapkan untuk memperoleh informasi dari laporan keuangan perusahaan. Bagi perusahaan, laporan keuangn perusahaan tersebut akan disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi, dan karenanya para pemakai laporan keuangan perlu memahami cara penyajian informasi keuangan tersebut (Husnan dan Pudjiastuti, 1994). Oleh sebab itu agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan analisis
laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen tujuan utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat mengetahui posisi keuangan perusahan saat ini. Dengan mengetahui posisi keuangan, maka setelah dilakukan analisis laporan keuangan akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak. (Kasmir, 2010) Menurut Halim dan Hanafi (2007) analisis terhadap laporan keuangan suatu
perusahaan
pada
dasarnya
karena
ingin
mengetahui
tingkat
profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Pekerjaan yang paling mudah dalam analisis keuangan tentu saja menghitung rasio-rasio keuangan suatu perusahaan. Bahkan dengan tersedianya program-program komputer, seperti spreadsheet atau programprogram akuntansi dan program yang khusus ditulis untuk tujuan laporan keuangan, perhitungan raasio-rasio keuangan menjadi hal yang mudah dilakukan dan bisa dilakukan secara rutin. Tantangan analis bukan melakukan peritungan
semacam
itu
melainkan
melakukan
anlisis
dan
menginterpretasikan rasio-rasio keuangan yang muncul. Analisis semacam itu mengharuskan seorang analis untuk melakukan beberapa hal, yaitu : 1.
Menentukan dengan jelas tujuan dari analisis.
2.
Memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasari laporanlaporan keuangan dan rasio-rasio keuangan yang diturunkan dari laporan keuangan tersebut.
3.
Memahami kondisi perekonomian dan kondisi bisnis lain pada umumnya yang berkaitan dengan perusahaan dan mempengaruhi usaha perusahaan. Sebelum melakukan analisis, seorang analis harus memahami ketiga
langkah diatas terlebih dahulu. Setelah itu baru kemudian melakukan analisis dengan menggunakan alat analisis seperti rasio-rasio keuangan atau rasiorasio lainnya. 2.6.1 Tujuan dan Manfaat Analisis Laporan Keuangan Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat anlisis laporan euangan (Kasmir, 2010), yaitu:
1. Untuk mengetahu posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, model, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode. 2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan. 3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki perusahaan. 4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini. 5. Untuk mengetahui penilaian kinerja manajemen kedepan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal. 6. Dapat juga sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai. 2.6.2
Prosedur Dalam Analisis Laporan Keuangan Sebelum melakukan analisis laporan keuangan, diperlukan langkah
atau prosedur tertentu. Langkah atau prosedur ini diperlukanagar urutan proses analisis mudah untuk dilakukan. Adapun prosedur yang dilakukan dalm analisis laporan keuangan (Kasmir, 2010), yaitu: 1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan selengkap mungkin, baik untuk satu periode maupun beberapa periode. 2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan dengan rumusrumus tetentu, sesuai dengan standar yang biasa digunakan secara cermat dan teliti, sehingga hasil yang diperolh benar-benar tepat. 3. Melakukan perhitungan dengan memasukkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan secara cermat. 4. Memberikan intrepretasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang telah dibuat. 5. Membuat laporan tentang posisi keuangan perusahaan. 6. Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil analisis tersebut.
2.6.3
Analisis Rasio Laporan keuangan melaporkan aktivitas yang sudah dilakukan
perusahaan dalam sutu periode tertentu. Aktivitas yang sudah dilakukan tersebut dituangkan kedalam angka-angka, baik dalam bentuk mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing. Angka-angka yang ada dalam laporan keuangan menjadi kurang berarti jika hanya dilihat satu sisi saja. Angkaangka ini akan menjadi lebih berguna apabila dapat kita bandingkan antara satu komponen dengan komponen lainnya. Caranya adalah dengan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan atau antar laporan keuangan. Setelah melakukan perbandingan, dapat disimpulkan posisi keuangan suatu perusahaan untuk periode tertentu. Pada akhirnya kita dapat menilai kinerja manajemen dalam periode tertentu. Perbandingan ini kita kenal dengan analisis rasio keuangan (Kasmir, 2010). Menurut Jumingan (2008), rasio dalam analisis laporan keuangan adalah angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Hubungan antara unsur-unsur laporan keuangan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana. Secara individual rasio itu kursng berarti, kecuali jika dibandingkan dengan suatu rasio standar yang layak dijadikan sebagai dasar pembanding. Apabila tidak ada standar yang dipakai sebagai dasar pembanding dari penafsiran rasio-rasio suatu perusahaan, penganalisis tidak dapat menyimpulkan apakah rasiio-rasio itu menunjukan kondisi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan. Rasio standar itu dapat ditentukan berdasarkan alternatif dibawah ini : 1.
Didasarkan pada catatan kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan tahun-tahun yang telah lampau.
2.
Didasarkan pada rasio dari perusahaan lain yang menjadi pesaingnya, dipilih satu perusahaan yang tergolong maju dan berhasil
3.
Didasarkan pada data laporan keuangan yang dibudgetkan (disebutkan goal ratio).
4.
Didasarkan pada rasio industri, di mana perusahaan yang bersangkutan masuk sebagai anggotanya.
Dengan perbandingan rasio standar ini akan diketahui apakah rasio perusahaan yang bersangkutan terletak di atas average, average, atau di bawah average. Rasio standar yang baik adalah yang memberikan gambaran rata-rata. Gambaran rata-rata yang paling tepat adalah rasio industri (gabungan
perusahaan
sejenis).
Rasio
ini
dipertimbangkan
sebagai
satisfactory condition atau representative condition. Analisa rasio seperti halnya alat-alat analisa yang lain menurut Munawir (1995) adalah future oriented, oleh karena itu penganalisa harus mampu untuk menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode saat ini dengan faktor-faktor dimasa yang akan datang yang mungkin akan mempengaruhi psisi keuangan atau hasil operasi perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian kegunaan atau manfaat angka rasio sepenuhnya tergantung pada kemampuan atau kecerdasan penganalisa dalam mengintrepretasikan data yang bersangkutan. Untuk melakukan anlisis rasio keuangan, diperlukan perhitungan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio-rasio keuangan mungkin dihitung berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca saja, dalam laporan rugi laba, atau hanya kombnasi keduanya. Setiap analis keuangan bisa saja merumuskan rasio tertentu yang dianggap mencerminkan aspek tertentu. Karena itu pertanyaan pertama yang perlu diajawab adalah aspek-aspek apa yang akan dinilai. Pemilihan aspek-aspek yang akan dinilai perlu diakitkan dngan tujuan analisis. Apabila analisis dilakukan oleh pihak kreditor, aspek yang dinilai akan berbeda dengan penilaian yang dilakukan oleh calon pemodal. Kreditor akan lebih berkepentingan dengan kemampuan perusahaan melunasi kewajiban finansial tepat pada waktunya, sedangkan pemodal akan lebih berkepentingan dengan kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan. Secara keseluruhan, aspek-aspek yang dinilai biasanya diklasifikasikan menjadi aspek-aspek leverage, aspek likuiditas, aspek profitabilitas atau efisiensi, dan rasio-rasio nilai pasar (Husnan dan Pudjiastuti, 1994)
2.6.4 Penggolongan Angka Rasio Pada dasarnya jumlah dari angka-angka rasio itu banyak sekali karena rasio dapat dibuat menurut kebutuhan penganalisa, namun angka-angka rasio yang ada pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah berdasarkan sumber data keuangan yang merupakan unsur atau elemen dari angka rasio tersebut dan golongan yang kedua adalah berdaarkan pada tujuan penganalisa (Munawir, 1995). Berdasarkan sumber datanya maka rasio itu dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Jumingan, 2008), yaitu sebagai berikut : 1. Rasio-rasio neraca (balance sheet ratios), yaitu rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca, misalnya rasio lancar (current ratio), rasio tunai (quick ratio), rasio modal sendiri dengan total aktiva, rasio tetap dengan utang jangka panjang, dan sebagainya. 2. Rasio-rasio laporan laba rugi (income statement ratios), yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari laporan perhitungan laba-rugi, misalnya rasio laba bruto dengan penjuala neto, rasio laba usaha dengan penjualan neto, operating ratio, dan sebagainya. 3. Rasio-rasio antar laporan (inter-statement ratios), yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan laporan laba rugi, misalnya rasio penjualan neto dengan aktiva usaha, rasio penjualan kredit dengan piutang rata-rata, rasio harga pokok penjualan dengan persediaan rata-rata dan sebagainya. Menurut Munawir (1995), penggolongan angka rasio yang didasarkan pada sumber datanya sebenarnya kurang bermanfaat bagi penganalisa. Sebab yang dibutuhkan bagi penganalisa bukan dari mana data itu diperoleh, melainkan kegunaan dari angka rasio tersebut dan kesimpulan apa yang dapat diperoleh dari angka rasio tersebut. 2.7. Bentuk Rasio Keuangan Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan bentuk rasio maka dapat dilakukan dengan beberapa rasio keuangan. Setiap rasio keuangan memiliki tujuan, kegunaan, dan arti tertentu. Kemudian, setiap hasil rasio yang diukur diinterpretasikan sehingga menjadi berarti bagi
pengambil keputusan. Berikut ini adalah bentuk-bentuk rasio keuangan menurut bebarapa ahli yang dialih bahasakan oleh Kasmir (2010). Menurut J. Fred Weston, bentuk-bentuk rasio keuangan adalah sebagai berikut. 1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) - Rasio lancar (Current Ratio) - Rasio sangat lancar (Quick Ratio) 2. Rasio Solvabilitas (Leverage Ratio) - Total utang dibandingkan dengan total aktiva atau rasio utang (Debt Ratio) - Jumlah kali perolehan bunga (Times Interest Earned) - Lingkup biaya tetap (Fixed Charge Coverage) - Lingkup arus kas (Cash Flow Coverage) 3. Rasio Aktivity (Activity Ratio) - Perputaran sediaan (Inventory Turn Over) - Rata-rata jangka waktu penagihan piutang (Average Collection Period) - Perputaran aktiva tetap (Fixed Asset Turn Over) - Perputaran total aktiva (Total Asset Turn Over) 4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) - Margin laba penjualan (Profit Margin on Salaes) - Daya laba dasar (Basic Earning Power) - Hasil pengembalian total aktiva (Return on Total Asset) - Hasil pengembalian ekuitas (Return on Total Equity) 5. Rasio pertumguan (Growth Ratio) merupakan ratio yang menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. - Pertumbuhan penjualan - Pertumbuhan laba bersih - Pertumbuhan pendpatan per-saham - Pertumbuhan pendapatan per-saham
6. Rasio penialian (Valuation Ratio) adalah rasio yang memberikan ukuran kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar usahanya di atas biaya investasi. - Rasio harga saham terhadap penjualan - Rasio nilai pasar saham terhadap nilai buku Kemudian menuru James C van Horne, jenis rasio dibagi menjadi lima rasio dibawah ini. 1. Rasio Likuiditas (Likuidity Ratio) - Rasio lancar (Current Ratio) - Rasio sangat lancar (Quick Ratio) 2. Rasio Pengungkit (Leverage Ratio) - Total utang terhadap ekuitas - Total utang terhadap total aktiva 3. Rasio Pencakupan (Coverage Ratio) - Bunga penutup 4. Rasio Aktivitas (Activity Ratio) - Perputaran piutang (Receivable Turn Over) - Rata-rata penagih piutang (Average Collection Period) - Perputaran sediaan (Inventory Turn Over) - Perputaran total aktiva (Total Asset Turn Over) 5. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) - Margin laba bersih - Pengembalian investasi - Pengembalian ekuitas Sementara itu menurut Gerald, terdapat empat kategori dari bentuk rasio yaitu. 1. Activity Analysis, evaluasi pendapatan dan output secara umum dari aset perusahaan. 2. Liquidity Analysis, mengukur keseimbangan sumber kas perusahaan. 3. Long Term Debt and Solvency Analysis 4. Provitability Analysis.
Kemudian menurut Gerald, Activity Analysis terdiri dari masingmasing rasio sebagai berikut. 1. Short-term (Operating) Activity Ratios a. Inventory Turn Over b. Average No. Days Inventory In Stock c. Receivables Turn Over d. Average No. Days Receivables Outstanding e. Payables Turn Over f. Average No. Days Payable Outstanding g. Working Capital Turn over 2. Long-term (Investment) Activity Ratios a. Fixed Assets Turn Over b. Total Assets Turn Over Selanjutnya menurut James O. Gill, jenis jenis rasio keuangan terdiri dari masing-masing rasio sebagai berikut. 1. Rasio Likuiditas (Likuidity Ratio) - Rasio Lancar - Rasio perputaran kas - Rasio utang terhadap kekayaan bersih 2. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) - Rasio laba bersih - Tingkat laba atas penjualan - Tingkat laba atas investasi 3. Rasio Efisiensi (Activity Ratio) - Waktu pengumpulan piutang - Perputaran sediaan - Rasio aktiva terhadap nilai bersih (Total Assets Turn Over) - Rasio perputaran investasi Dari pengrtian dan jenis rasio yang diemukaan di atas, hampir seluruhnya sama dalam menggolongkan rasio keuangan. Jika terdapat perbedaan, hal tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena masing-masing
ahli keuangan hanya berbeda dalam penempatan kelompok rasionya, namun esensi dari penilaian rasio keuangan tidak menjadi masalah. 2.7.1 Rasio Profitabilitas Rasio pofitabilitas meupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Tujun penggunaan rasio pofitabilitas bagi perusahan maupun bagi pihak luar perusahaan (Kasmir, 2010), yaitu: 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba perusahaann tahun sebelunya dengan tahun sekarang. 3. Untuk menilai perkembangan laba. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahan yang digunakan. Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai koponen yang ada dilaporan leuangan, teutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar telihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus penyebab perubahan tersebut. Jenis-jenis rasio profitabilitas seperti profit margin on sales, return on investment, return on equity, serta earning per-share of common stock. 2.7.2 Rasio Likuiditas Rasio likuiditas atau sering juga disebut dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan (Kasmir, 2010). Caranya adalah dengan membandingkan
komponen yang ada di neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total pasiva lancar (untuk jangka pendek). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlibat perkembangan likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu. Jenis-jenis dari rasio likuiditas adalah seperti current rastio, cash rati, dan juga quick ratio. Terdapat dua hasil penilaian terhadap terhadap pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan likuid. Sebaliknya, apabila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut dikatakan perusahaan dalam keadaan ilikuid. Berikut ini adalah tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas (Kasmir, 2010): 1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atas hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. 2. Untuk mengukur kemampuan perusaahaaan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar secara keseluruhan. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. 4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar hutang. 6. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan hutang. 7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu kewaktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode. 2.7.3 Rasio Aktivitas Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Atau dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi (efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan (Kasmir, 2010). Efisiensi yang dilakukan misalnya dibidang penjualan, persediaan, penaghian piutang dan efisiensi dibidang lainnya. Rasio aktivitas juga digunakan untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Dari hasil pengukuran dengan rasio aktivitas akan terlihat apakah perusahaan lebih efisien dan efektif dalam mengelola asset yang dimilikinya atau mungkin justru sebaliknya. Jenis-jenis rasio aktivitas seperti receivable turnover, inventory turnover, dan days of inventory. 2.7.4 Rasio Solvabilitas Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang, yang berarti mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya (Husnan dan Pudjiastuti, 1994). Sedangkan menurut Kasmir (2010) rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dbandingkan dengan aktivanya. Dalam arti yang luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik janka pendek maupun jangka panjang apabila dilikuidasi. Berikut ini adalah beberapa tujuan perusahaan menggunakan rasio solvabilitas menurut Kasmir (2010), yaitu: 1. Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lain. 2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap. 3. Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan modal. 2.8. Penelitian Terdahulu yang Relevan Beberapa penelitian tentang privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah banyak dilakukan dari berbagai macam sudut pandang, contohnya sebagai berikut. Kurniawati dan Lestari (2007) melakukan studi atas kinerja perusahaan setelah privatisasi. Peneliti mencoba menilai kinerja beberapa BUMN baik kinerja keuangan maupun kinerja sahamnya setalah melakukan privatisasi melalui IPO. Adapun kinerja keuangan yang diukur antara lain adalah Likuiditas (Current Ratio, Cash Ratio, Acid Test Ratio),
Profitabilitas (GPM, ROA, ROE dan NPM), Leverage (Debt Ratio, Debt to Equity Ratio dan Long Term to Debt Ratio), sedangkan kinerja saham diukur dengan indikator Abnormal Return (AR). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kinerja keuangan yang diukur dengan rasio Likuiditas, Profitabilitas dan Leverage sesudah privatisasi tidak lebih baik dibanding sebelum privatisasi. Sedangkan kinerja saham BUMN dapat memberikan pendapatan diatas rata-rata pasar (Abnormal Return Psitive). Munggaran (2007) melakukan penelitian tentang analisa perbandingan kinerja keuangan BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. Penulis mengukur kinerja keuangan dengan menggunakan aspek keuangan yang terdapat dalam SK Menteri BUMN No: KEP-100/MBU/2002 yang terdiri dari delapan indikator yaitu ROE, ROI, Cash Ratio, Current Ratio, Collection Period, Perputaran Persediaan, Perputaran Total Aset, dan Total Modal Sendiri terhadap Total Aset. Setelah dilakukan pengujian hipotesis diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat kinerja BUMN sebelum dan sesudah privatisasi. Antoni dan Hasnawati (2009) melakukan penelitian tentang analisis kinerja keuangan BUMN sebelum dan setelah privatisasi. Data penelitian yang diambil adalah semua BUMN yang go public selain bank dan lembaga keuangan bukan bank. Penelitian ini menggunakan 3 macam ukuran kinerja keuangan yaitu rasio Profitabilitas (ROS, ROA dan ROE), Efisiensi (Ratio Sales Efficiency dan Net Income Efficiency), Investasi (Capital Expenditure to Sales dan Capital Expenditure per Total Asset). Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji peringkat bertanda Wilcoxon disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kineja BUMN sesudah dan sebelum dilakukannya privatisasi. Fitrianti dan Wardani (2010) melakukan penelitian mengenai analisis komparasi profitabilitas sebelum dan sesudah penawaran saham perdana. Data penelitian yang digunakan adalah laporan keuangan PT Adhi Karya (persero) Tbk tahun 2000-2008. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisa komparasi profitabilitas sebelum dan sesudah penawaran umum saham perdana (initial public offering) pada PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum diperoleh kesimpulan bahwa penawaran umum saham perdana atau IPO pada Adhi Karya dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Setiyowati
(2010)
melakukan
penelitian
mengenai
pengaruh
privatisasi terhadap perbedaan efisiensi, profitabilitas, leverage dan likuiditas sebelum dan setelah Privatisasi terhadap 10 BUMN non bank yang melakukan
privatisasi
melalui
IPO
tahun
1995-2007.
Peneliti
membandingkan ROA, ROE, ROS, TATO, dan DTA sebelum dan sesudah privatisasi. Berdasarkan paired sample t-Test terdapat peningkatan efisiensi, likuiditas dan penurulan leverage. Akan tetapi tidak terdapat peningkatan pada profitabilitas peusahaan. Penelitian mengenai dampak privatisasi telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Kurniawati dan Lestari (2007), Munggaran (2007), Antoni dan Hasnawati (2009), Fitrianti dan Wardani (2010), serta Asyikin dan Tanu (2011). Perbedaan penelitian ini dengan penilitian sebelumnya adalah terletak pada objek penelitian, selain itu periode waktu serta rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan ini juga berbeda. Penelitian ini menganalisis pengaruh privatisasi yang dilakukan oleh Wijaya Karya dengan membandingkan kinerja keuangan sebelum dan sesudah privatisasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data laporan keuangan empat tahun sebelum privatisasi dan empat tahun sesudah privatisasi, yaitu menggunakan data laporan keuangan yang dimulai sejak tahun 2003 hingga tahun 2011.
Tabel 2. Daftar Penelitian Terdahulu yang Relevan No
Peneliti
Metodologi
Hasil
1
Kurniawati dan
Membandingkan
Lestari (2007)
tahun kinerja keuangan diukur dengan rasio
2 Kinerja keuangan yang
sebelum dan sesudah Likuiditas, Profitabilitas privatisasi yang melalui
BUMN diprivatisasi
IPO
hingga
tahun 2006.
dan Leverage sesudah privatisasi tidak lebih baik disbanding sebelum privatisasi. Serdangkan kinerja saham BUMN dapat memberikan pendapatan diatas rata-rata pasar (Abnormal Return Positive).
2
Munggaran
Membandingkan
(2007)
kinerja
2
Profitabilitas, likuiditas, tahun leverage, dan efisiensi
sebelum dan sesudah tidak mengalami privatisasi Tambang
PT. perubahan yang Batubara signifikan.
Bukit Asam, Tbk dan PT. Perusahaan Gas Negara,
Tbk
menggunakan t-test. 3
Antoni dan
Membandingkan
Berdasarkan hasil uji
Hasnawati
kinerja keuangan
hipotesis dengan
(2009)
semua BUMN yang go
menggunakan uji peringkat
public selain bank dan
bertanda Wilcoxon
lembaga keuangan bukan bank 3 tahun sebelum dan sesudah dipivatisasi.
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kineja BUMN sesudah dan sebelum dilakukannya privatisasi.
4
Fitrianti dan
Memabandingkan
Wardani (2010) kinerja keuangan keuangan PT. Adhi Karya (persero), Tbk tahun 2000-2008.
Penawaran umum saham perdana atau IPO pada Adhi Karya dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
5
Setiyowati
Peneliti
Berdasarkan paired
(2010)
membandingkan
sample t-Test terdapat
ROA,ROE,ROS,
peningkatan efisiensi,
TATO, dan DTA
likuiditas dan penurulan
sebelum dan sesudah
leverage. Akan tetapi
privatisasi terhadap 10
tidak terdapat
BUMN non bank yang
peningkatan pada
melakukan privatisasi
profitabilitas perusahaan.
melalui IPO tahun 1995-2007.