II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alat Pengolahan Padi Umumnya alat pengolahan padi terdiri dari berbagai macam mesin, yaitu mesin perontok padi, mesin penggiling padi, mesin pembersih gabah, mesin penyosoh beras, dan mesin pencacah kulit gabah. Berbagai macam alat pengolahan padi tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1.
Perontok Padi (Thresher ) Merupakan alat yang digunakan untuk merontokkan butiran padi dari tangkainya dan juga dapat digunakan untuk merontokkan kedelai maupun jagung. Berdasarkan penggeraknya thresher dibedakan atas :
2.
a.
Pedal Thresher, jika digerakkan oleh tenaga manusia
b.
Power Thresher, jika digerakkan oleh tenaga mekanik (motor)
Pembersih Gabah (Paddy Cleaner) Merupakan alat untuk memisahkan gabah dari kotoran-kotoran yang tidak diinginkan seperti potongan jerami, kerikil, dan benda-benda asing lainnya.
3.
Pengering Padi (Dryer) Merupakan alat yang dapat menurunkan kadar air gabah atau biji-bijian lainnya dengan menggunakan udara yang dipanaskan.
4.
Pemisah kulit (husker) Merupakan alat pengolah padi yang digunakan untuk mengupas kulit luar (sekam) gabah menjadi beras.
5.
Penyosoh Beras Pecah Kulit (Polisher) Alat yang berfungsi untuk menyosoh beras pecah kulit menjadi beras putih.
1.2.
Penggilingan Padi Sistem penggilingan padi merupakan rangkaian mesin yang berfungsi
untuk melakukan proses giling gabah, yaitu dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras siap dikonsumsi. Umumnya sistem ini terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu husker, separator, dan polisher. Berdasarkan sejarahnya, sistem penggilingan padi pertama kali diproduksi di benua Eropa dengan mekanisme kerja sangat sederhana yang dinamakan mesin tipe Engelberg. Tipe
yang muncul berikutnya adalah tipe buatan Jepang. Tipe ini memiliki rancangan lebih sederhana dan setiap mesin saling terintegrasi satu sama lain. Pada awalnya Jepang hanya memproduksi untuk kebutuhan dalam negeri sendiri. Namun, karena tipe mesinnya relatif sederhana dan murah, penggilingan padi buatan Jepang banyak digemari di negara-negara penghasil padi, termasuk Indonesia (Patiwiri, 2008). Konfigurasi atau susunan mesin pada Penggilingan Padi Kecil (PPK) umumnya terdiri dari husker dan polisher saja. Sedangkan pada Penggilingan Padi Menengah (PPM) atau Penggilingan Padi besar (PPB) mempunyai konfigurasi mesin yang lebih lengkap. PPK memiliki ciri konfigurasi sederhana yaitu terdiri dari Husker-Polisher (H-P). PPM memiliki konfigurasi CleanerHusker-Separator-Polisher (C-H-S-P) dan PPB memiliki konfigurasi lengkap Dryer – Cleaner – Husker – Separator – Polisher – Grader (D-C-H-S-PG). Berdasarkan data Persatuan Penggilingan Padi (PERPADI) pada tahun 2009 bahwa kinerja rendemen masing masing penggilingan adalah sebagai berikut (a) PPK memiliki kinerja rendemen rata rata sebesar 55.71 persen dengan kualitas beras kepala 74.25 persen dan broken 14.99 persen. (b) PPM memiliki kinerja rendemen 59.69 persen, deng n kualitas Beras Kepala 75.73 persen dan broken 12.52 persen. (c) PPB memiliki kinerja rendemen sebesar 61.48 persen dengan kualitas beras kepala 82.45 persen dan broken 11.97 persen. Berdasarkan tingkat teknologi, penggilingan padi dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu penggilingan padi sederhana, kecil, besar, pengolahan padi terpadu, dan country elevator (Patiwiri, 2008) 1.
Penggilingan padi besar (PPB) Penggilingan padi besar (PPB) atau biasa disebut dengan rice miller plant merupakan gabungan dari beberapa mesin yang juga berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih dari 2 ton gabah kering giling per jamnya.
2.
Penggilingan Padi Menengah/Sederhana (PPS) Penggilingan padi sederhana (PPS) merupakan unit peralatan teknik yang berfungsi sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras. Dikatakan sederhana karena teknologi yang digunakan sudah dikenal sejak
14
mulai adanya mesin penggilingan padi sederhana sampai saat ini secara turun-temurun tanpa mengalami perubahan berarti. Beberapa mesin PPS antara lain mesin tipe Engelberg dan kombinasi dari beberapa mesin khususnya husker, separator, dan polisher. 3.
Penggilingan Padi Kecil (PPK) Penggilingan padi kecil (PPK) merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi satu kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih kecil dari 2 ton per jam gabah kering giling. Sistem PPK ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tipe sederhana dan tipe lengkap.
4.
Pengolahan Padi Terpadu (PPT) Pengolahan padi terpadu merupakan gabungan unit proses pembersihan awal, pengeringan, penyimpanan, penggilingan, pengepakan yang satu sama lain dihubungkan dengan elevator, dengan kapasitas besar. Sistem PPT tergolong sangat komplek dan masing-masing pabrikan memiliki ciri khas tersendiri.
5.
Country Elevator (CE) Country elevator
merupakan penggilingan padi terpadu yang
berlokasi di tengah sentra produksi padi dan terintegrasi dengan areal persawahan berskala besar, sehingga hasil panen padi langsung dibawa ke tempat pengolahan tersebut.
Menurut Sukowati (2001), dalam proses penggilingan padi menjadi beras giling, diperoleh hasil samping berupa sekam (15-20 persen), dedak atau bekatul (8-12 persen) dan menir (± 5 persen). Pemanfaatan hasil samping tersebut masih terbatas, bahkan kadang-kadang menjadi limbah dan mencemari lingkungan terutama di sentra produksi padi pada saat musim penghujan. Secara umum hasil sampingan dari proses penggilingan padi yaitu: 1.
Sekam adalah kulit paling luar dari gabah/padi. Sekam ini merupakan hasil pertama dari proses penggilingan atau beras pecah kulit (PK).
2.
Dedak adalah campuran antara sekam yang tergiling halus dan bekatul yang masih kasar.
15
3.
Bekatul adalah kulit paling luar dari beras dan kulit paling dalam dari sekam yang sudah terkelupas melalui proses penggilingan.
4.
Menir adalah beras yang hancur kecil-kecil karena proses penggilingan terhadap gabah yang dilakukan beberapa kali, patahan beras mencapai 1/3 bagian dari beras utuh.
1.3.
Penelitian Terdahulu Rosmawati (2007) melakukan kajian tentang analisis kelayakan investasi
pengusahaan penggilingan padi dengan studi kasus beberapa penggilingan padi yang ada di Kabupaten Karawang. Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan pengusahaan penggilingan padi di Kabupaten Karawang dari sisi investasi baik untuk aspek non finansial maupun aspek finansial. Penelitian ini melakukan analisis terhadap aspek non finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial. Sedangkan untuk aspek finansial, peneliti melakukan kajian kelayakan dengan menganalisis NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit/Cost), IRR (Internal Rate Return) dan PP (Payback Periode) untuk ketiga skala penggilingan padi yang diteliti. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa pada penggilingan padi kecil (PPK) NPV sebesar Rp. 175.228.679, Net B/C adalah 2,4, IRR sebesar 33,59 persen dan waktu PP adalah 5 tahun 6 bulan. Pada penggilingan skala sedang (PPM), nilai NPV adalah sebesar Rp. 805.401.116, Net B/C adalah 2,1, IRR sebesar 31,18 persen dan waktu PP adalah 6 tahun 1 bulan. Sedangkan pada penggilingan padi skala besar (PPB) nilai NPV sebesar Rp.9.825.060.859, Net B/C adalah 3,1, IRR sebesar 43,35 persen dan waktu PP adalah 3 tahun 4 bulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosmawati (2007), dapat diketahui bahwa penggilingan padi besar mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang sangat besar. Hal tersebut dikarenakan dukungan dari modal dan teknologi yang digunakan, sehingga mampu berproduksi secara optimal dan menghasilkan keuntungan yang besar. Pada penggilingan padi skala kecil, walaupun masih menunjukan kelayakan, akan tetapi nilai pengembalian yang diperolah jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggilingan padi skala
16
sedang. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh penggunaan teknologi oleh penggilingan padi skala kecil yaitu hanya dua mesin penggilingan dengan penggunaan mesin yang relatif sudah tua. Arimanto (2008) melakukan penelitian mengenai analisis biaya dan kelayakan usaha penggilingan padi di kelompok tani Suka Tani, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Penelitian tersebut bertujuan untuk mempelajari proses produksi beras pada penggilingan padi kecil (PPK) dan menganalisis biaya dan kelayakan usaha penggilingan padi sehingga usaha tersebut dapat berjalan pada jalur yang tepat agar tidak mengalami kerugian. Selain itu penelitiannya juga bertujuan untuk melihat pengruh dari perubahanperubahan yang mungkin terjadi melalui metode analisis sensitivitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis titik impas. Berdasarkan hasil penelitiannya, diketahui bahwa pengusahaan penggilingan padi yang diteliti layak untuk dikembangkan dengan nilai kriteria investasi seperti NPV sebesar Rp. 39.782.468,-, nilai IRR sebesar 43,78 persen dan B/C Ratio sebesar 2,57. Kelayakan penggilingan tersebut dikarenakan jumlah giling setiap tahunnya selalu tinggi. Adapun dalam perhitungan dengan analisis sensitivitas diketahui bahwa 3 variabel yang memiliki pengaruh cukup besar antara lain kenaikan harga bahan baku solar, kenaikan upah pekerja dan penurunan jumlah giling tahunan rata-rata. Rosiana (2008) melakukan penelitian mengenai kelayakan pengembangan usaha akarwangi (Andropogon zizanoid) pada kondisi risiko di Kabupaten Garut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut dan menganalisis dampak adanya risiko volume produksi dan harga output terhadap kelayakan usaha akarwangi di Kabupaten Garut. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa peneliti melakukan kajian terhadap aspek-aspek finansial dan non finansial untuk melihat kelayakan usaha akarwangi. Kajian aspek non finansial terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial dan lingkungan. Sedangkan aspek finansial dilihat berdasarkan kriteria investasi
dan penilaian investasi terhadap risiko,kriteria
investasi tersebut antara lain NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit/Cost), IRR (Internal Rate Return) dan PP (Payback Periode). Berdasarkan
17
NPV yang telah diperoleh dari hasil perhitungan peneliti, diketahui setiap risiko pada kondisi tertinggi, normal dan terendah akan didapatkan NPV yang diharapkan. Dalam hal ini, pendapatan petani dan penyulingan setiap bulannya akan diketahui dari nilai NPV yang diharapkan. Selain NPV yang diharapkan, peneliti juga melakukan penilaian dan tingkat risiko yang terjadi pada pengusahaan akarwangi dapat dilihat dari standar deviasi dan koefisien variasi,kemudian dapat disimpulkan apakah pengusahaan akarwangi layak atau tidak untuk diusahakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosiana (2008), bahwa pengusahaan akar wangi ini memiliki tingkat risiko yang lebih besar pada gabungan antara risiko harga output dan risiko produksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada kegiatan pengusahaan akar wangi, selain memiliki tingkat pengembalian yang cukup besar yaitu mencapai Rp.1.139.179 untuk kegiatan budidaya dan Rp.1.030.118.304 untuk kegiatan penyulingan,usaha ini juga memiliki risiko yang tinggi khususnya pada risiko produksi. Sari (2010) melakukan penelitian mengenai kelayakan usaha peternakan sapi perah dengan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas pada kondisi risiko. Penelitian tersebut bertempat di Reaktor Skala 7 m3, KUD Giri Tani, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa aspek-aspek utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah aspek teknis,aspek teknis, aspek manajemen dan hukum,sosial ekonomi dan lingkungan serta finansial. Pada penelitian tersebut, peneliti melakukan kajian terhadap manfaat bersih tambahan yang dihasilkan dari usaha KUD Giri Tani. Usaha sapi perah berdasarkan penelitian merupakan salah satu usaha yang rentan terhadap risiko, baik risiko harga dari input maupun output. Selain itu risiko lain yang dihadapi adalah risiko produksi dari output yang dihasilkan. Risiko tersebut dapat mempengaruhi kelayakan dari usaha peternakan,sehingga perlu dilakukan suatu perhitungan secara finansial yakni dengan analisis skenario. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti, seluruh aspek non finansial layak untuk dijalankan kecuali pada aspek lingkungan. Pada aspek lingkungan, usaha peternakan sapi perah belum layak untuk dijalankan karena limbah ternak yang dihasilkan belum dapat tertampung seluruhnya. Usaha peternakan sapi perah skala
18
besar secara finansial layak untuk dijalankan. Berdasarkan kriteria investasi nilai NPV menunjukan Rp.366.648.484,00 yang berarti usaha tersebut memberikan manfaat bersih sebesar Rp.366.648.484,00 selama umur usaha. Sementara itu nilai IRR sebesar 22,01 persen yang menunjukan besarnya tingkat pengembalian dari penanaman modal untuk investasi sebesar 23,01 persen dari modal yang diinvestasikan. Net B/C usaha ini sebesar 1,72 dimana setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan akan memberikan manfaat sebesar 1,72 satuan. Sedangkan waktu pengembalian dari nilai investasi adalah lima tahun satu bulan. Riesti (2010) melakukan kajian tentang kelayakan usaha peternakan sapi perah dengan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas pada kondisi risiko. Penelitian tersebut bertempat di Reaktor Skala 5 m3, KUD Giri Tani, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kelayakan pengusahaan sapi perah dan pemanfaatan limbah untuk menghasilkan biogas dari aspek finansial dan aspek non finansial. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji dampak adanya risiko pada usaha peternakan sapi perah. Penelitian ini serupa dengan yang dilakukan oleh Sari (2010), namum memiliki perbedaan yaitu pada skala reaktor yang diteliti. Penelitian tersebut melakukan analisis untuk kelayakannya non finansial terhadap beberapa aspek yaitu, aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, serta aspek sosial lingkungan. Pada aspek finansial peneliti melakukan analisis kelayakan dengan menggunakan NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit/Cost), IRR (Internal Rate Return) dan PP (Payback Periode), serta perhitungan untuk Incremental Net Benefit. Penelitian ini menghasilkan NPV sebesar Rp. 82.401.004,07, dengan demikian selama umur usaha peternakan sapi perah ini mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp.82.401.004,07. Penelitian ini juga memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi pada kegiatan produksi susu yaitu dengan nilai koefisien variasi sebesar 1,03. Penelitian terdahulu yang dikaji memiliki manfaat yang bisa diambil antara lain adalah penggunaan metode, lokasi penelitian, dan objek penelitian yang digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Adapun penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah objek penelitian yang sama penggilingan padi yang diteliti oleh Rosmawati (2007), dan Arimanto (2008). Selain itu, persamaan
19
lain dengan penelitian terdahulu adalah metode yang digunakan serta alat analisis kelayakan usaha yaitu judgment sampling dan kriteria kelayakan investasi seperti NPV (Net Present Value), Net B/C (Net Benefit/Cost), IRR (Internal Rate Return) dan PP (Payback Periode) yang diteliti oleh Rosiana (2008), Arimanto (2009), Sari (2010) dan Riesti (2010). Penelitian ini memiliki persamaan dengan terdahulu yaitu sama-sama meneliti objek penelitian dengan menggunakan analisis skenario untuk mengetahui kelayakan yang memiliki kondisi risiko dan penelitian tersebut dilakukan oleh Sari (2010), Riesti (2010) dan Rosiana (2008). Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian yang dilakukan oleh Rosmawati (2007) menganalisis kelayakan investasi pada pengusahaan penggilingan padi di Kabupaten Karawang tidak pada kondisi risiko sedangkan penelitian ini menganalisis kelayakan investasi pada pengusahaan penggilingan padi pada kondisi risiko. Penelitian yang dilakukan oleh Arimanto (2008) memiliki perbedaan dalam penggunaan metode yang digunakan yaitu Metode Analisis Titik Impas sedangkan pada penelitian ini hanya menggunakan analsis sensitivitas.
20