II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal 28A menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Sedangkan pada pasal 28B ayat (2) menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Terkait dengan kebutuhan pangan termasuk pangan yang aman untuk dikonsumsi dapat dilihat pada Pasal 28C ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Tentu saja yang dimaksud dengan kebutuhan dasar di sini adalah pangan yang mutlak diperlukan untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya sangat terkait dengan pangan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seperti yang tertuang pada pasal 28C ayat (1). Oleh karena itu, ketersediaan pangan bagi rakyat Indonesia menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Agar setiap orang yang mengonsumsi pangan tersebut dapat hidup dan mempertahankan kehidupannya, maka pangan atau bahan pangan tersebut juga harus aman, sehingga di sinilah keterkaitan Keamanan Pangan termasuk pangan asal ternak dengan UU Dasar Negara Republik Indonesia 1945. B. UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Dasar hukum yang mengatur tentang keamanan pangan adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang pangan, 9
Keamanan Pangan Asal Ternak
yang mana dalam undang-undang ini keamanan pangan diatur dalam bab tersendiri (BAB VII) seperti yang diuraikan pada bagian terdahulu. Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, hygienis, bermutu, bergizi dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Penyelenggaraan keamanan pangan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah menjamin terwujudnya penyelenggaraan keamanan pangan di setiap rantai pangan secara terpadu. Dalam hal ini pemerintah menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria keamanan pangan. Setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risiko bahaya pada pangan sehingga keamanan pangan terjamin. Demikian juga bagi orang yang menyelenggarakan kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan, wajib memenuhi persyaratan sanitasi dan keamanan pangan. Apabila terjadi pelanggaran terkait dengan ketentuan-ketentuan keamanan pangan ini akan dikenakan sangsi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan produksi dan atau peredaran, penarikan pangan dari peredaran oleh produsen, gantirugi dan atau pencabutan izin. Penggunaan bahan tambahan pangan juga diatur dalam undang-undang ini seperti bahan tambahan apa saja yang diperbolehkan maupun yang tidak diperbolehkan dan berapa besaran batas maksimum yang diperbolehkan. Pertimbangan ini terkait dengan aspek keamanan pangan dan kesehatan konsumen. Apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran, akan dikenakan sanksi administratif seperti yang telah disebutkan terdahulu. Penggunaan pangan asal produk rekayasa genetika, pemanfaatan iradiasi untuk pangan, penggunaan kemasan untuk pangan serta jaminan keamanan pangan dan mutu pangan diatur dalam Bab tentang keamanan pangan ini, termasuk sangsi
10
Ketentuan Hukum Terkait Keamanan Pangan
administratifnya. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 ini masih banyak yang perlu diatur lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah, terutama mengenai penerapan sanksi administratif. C. UU Nomor 8 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 Tentang perlindungan konsumen ini juga ada kaitannya dengan keamanan pangan, terutama mengenai hak konsumen untuk mendapatkan barang berupa pangan atau bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi konsumen. Oleh karena itu, yang diatur dalam undang-undang ini selain hak konsumen untuk mendapatkan barang/pangan yang bermutu, aman dan menyehatkan sesuai dengan ketentuan, juga diatur mengenai kewajiban produsen untuk memproduksi, memproses, dan mengemas serta mengedarkan barang/pangan kepada konsumen dengan mencantumkan label, komposisi pangan dan lain sebagainya sesuai persyaratan/ketentuan yang berlaku. Apabila produsen melanggar ketentuan-ketentuan tersebut, maka akan mendapat sanksi yang diatur dalam undangundang ini. D. UU Nomor 18 tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Keamanan pangan asal ternak juga ada kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang peternakan dan kesehatan hewan, terutama pada Bab VI tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Pada bagian kesatu dari bab ini mengatur tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dimana Kesehatan masyarakat Veteriner merupakan penyelenggaraan kesehatan hewan dalam bentuk: (a) pengendalian dan penanggulangan zoonosis; (b) penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan dan kehalalan produk hewan; dan (c) penjaminan higiene dan sanitasi. Pada pasal 58 dari 11
Keamanan Pangan Asal Ternak
undang-undang ini dinyatakan bahwa dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh dan halal, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standarisasi, sertifikasi dan registrasi produk hewan. Pengawasan dan pemeriksaan produk hewan berturut-turut dilakukan ditempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan, pada waktu dalam keadaan segar, sebelum pengawetan, dan pada waktu peredaran setelah pengawetan. Standarisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan dilakukan terhadap produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk diedarkan dan/atau dikeluarkan dari wilayah NKRI. Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah NKRI untuk diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal. Demikian juga untuk produk hewan yang dikeluarkan dari wilayah NKRI wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal tergantung permintaan negara pengimpornya. Untuk pangan olahan asal hewan, selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pangan (UU nomor 8 tahun 2012). Bab ini juga mengatur tentang persyaratan pemasukan produk pangan segar dan pangan olahan asal hewan dari negara lain terkait dengan keamanan pangan dan kesehatan manusia. Pemotongan hewan, pengawasannya dan persyaratan tentang RPH serta ketentuan higiene dan sanitasi juga diatur dalam Bab VI ini. Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah mengantisipasi ancaman terhadap kesehatan masyarakat yang ditimbulkan oleh hewan dan/atau perubahan lingkungan sebagai dampak bencana alam yang memerlukan kesiagaan dan cara penanggulangan terhadap zoonosis, masalah higiene dan sanitasi lingkungan. Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan,
12
Ketentuan Hukum Terkait Keamanan Pangan
pemeriksaan, pengujian, standarisasi dan sertifikasi produk hewan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan apabila terjadi penyimpangan dari ketentuan-ketentuan ini akan dikenakan sanksi baik berupa tindakan administatif maupun tindakan pidana sesuai ketentuan. E. PP Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Peraturan Pemerintan (PP) Nomor 28 Tahun 2004 ini mengatur lebih lanjut tentang keamanan pangan, mutu dan gizi pangan. Dalam PP ini banyak yang dapat dijadikan acuan dalam upaya menghasilkan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia apabila di setiap proses rantai pangan (proses untuk menghasilkan bahan pangan) tersebut mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam PP ini. PP ini lahir didasarkan pertimbangan bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat. Pertimbangan lainnya adalah bahwa masyarakat perlu dilindungi dari pangan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan. Pengertian tentang Keamanan Pangan dalam PP ini sama dengan yang telah dijelaskan pada awal dari buku ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang pangan. Sedangkan yang dimaksud dengan mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan, dan minuman. Pengertian yang dimaksud gizi pangan menurut PP ini adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Persyaratan sanitasi pada seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan menerapkan pedoman cara yang baik meliputi: 13
Keamanan Pangan Asal Ternak
cara budidaya yang baik, cara produksi pangan segar yang baik, cara produksi pangan olahan yang baik, cara distribusi pangan yang baik, dan seterusnya. Apabila semua ketentuan ini diikuti/ dijalankan, maka masalah ketentuan sanitasi dapat dipenuhi. PP ini juga mengatur lebih lanjut tentang penggunaan bahan makanan tambahan, pangan produk rekayasa genetik, ketentuan tentang iradiasi pangan, pengaturan tentang kemasan pangan, jaminan mutu pangan dan pemeriksaan laboratorium, dan mengatur tentang pangan tercemar secara lebih detail. Mengenai mutu dan gizi pangan dalam PP ini diatur lebih mendalam dengan membuat Standar Nasional Indonesia (SNI) pada berbagai hal yang terkait dengan pangan. Oleh karena itu, harus diberlakukan adanya sertifikasi mutu pangan yang memperlihatkan bahwa mutu pangan tersebut sesuai dengan SNI yang telah ditentukan. Mengenai gizi pangan termasuk ditentukannya angka kecukupan gizi yang perlu ditinjau secara berkala, perlu adanya pengayaan atau fortifikasi gizi pangan. Masih banyak lagi hal-hal yang terkait dengan keamanan pangan, mutu dan gizi pangan yang diatur dalam PP ini.
14